BAB III METODE PENELITIAN 3. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian survei cross-sectional, yang didukung oleh data primer yaitu data yang diperoleh langsung melalui pengisian kuesioner, pill count dan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis pasien. 3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 3 Januari 8 Februari 07 di Puskesmas Teladan Kota Medan. 3.3 Populasi dan Sampel 3.3. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah pasien yang melakukan pengobatan tuberkulosis paru di Puskesmas Teladan Kota Medan. 3.3.Sampel penelitian Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dapat mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 0). Subjek dalam penelitian ini adalah pasien yang melakukan pengobatan tuberkulosis paru di Puskesmas Teladan Kota Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah : a. Pasien yang mengidap penyakit tuberkulosis paru dan sedang melakukan pengobatan di Puskesmas Teladan Kota Medan. 9
b. Pasien yang sedang menjalani pengobatan tuberkulosis paru lebih dari minggu. Kriteria eksklusi adalah : a. Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik. b. Pasien yang sudah selesai menjalani pengobatan. c. Pasientidak bersedia bekerjasama dalam penelitian. 3.4 Instrumen Penelitian 3.4. Sumber Data Sumber data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data primer berupa kuesioner yang telah diisi oleh pasien dan pill count dengan cara menghitung sisa jumlah obat pasien. 3.4. Teknik Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diambil langsung dari responden dengan cara menghitung sisa jumlah obat yang dibawa pasien dan membagikan kuesioner kepada pasien yang berobat di Puskesmas TeladanKota Medan. Kuesioner terdiri dari bagian yaitu: a. Data demografi pasien berupa biodata pasien yang terdiri dari 4 poin, yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan. b. Pengetahuan pasien terdiri dari 5 poin pertanyaan yang meliputi pengetahuan umum mengenai tuberkulosis paru, yakni pengertian, penyebab, gejala, penularan, dan pencegahan. 0
Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung, yaitu data yang diambil dari data yang sudah ada di tempat penelitian dengan menggunakan rekam medis pasien. 3.5 Kuesioner Pengetahuan Kuesioner ini menggunakan instrumen penelitian oleh Arifandi (06). Penilaian tingkat pengetahuan dilakukan dengan cara sebelum menentukan kategori baik dan tidak baik terlebih dahulu menentukan kriteria tolak ukur yang dijadikan penentuan skor pada setiap jawaban. Setiap jawaban yang benar diberi nilai dan untuk jawaban yang salah diberi nilai 0. Kuesioner pengetahuan dapat dilihat pada lampiran 0. Peneliti menggunakan nilai mean sebagai cut off point dalam menentukan hasil ukur yang artinya jika nilai pasien lebih rendah dari nilai mean maka dikategorikan memiliki tingkat pengetahuan tidak baik, dan jika nilai pasien lebih dari nilai mean maka dikategorikan memiliki tingkat pengetahuan baik. 3.6 Pill Count Metode pill count ini dilakukan dengan cara menghitung sisa obat yang didapatkan pasien selama terapi dalam jangka waktu tertentu. Menghitung jumlah sisa tablet secara langsung dengan menggunakan rumus : Jumlah obat Sisa obat Kepatuhan = X 00 % Jumlah obat
3.7 Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif akan disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif akan disajikan dalam bentuk uraian. Data dianalisa menggunakan program SPSS. Awalnya data dilakukan uji normalitas untuk mengetahui uji yang dilakukan. Uji statistik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah chi-square (p<0.05) untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara karakteristik pasien terhadap tingkat pengetahuan dan tingkat kepatuhan serta uji spearman (p<0.05) untuk mengetahui adakah hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan minum obat, dengan kriteria tingkat hubungan (koefisien korelasi) antar variabel berkisar antara 0,00 sampai ±,00, adapun kriteria penafsirannya adalah: a. 0,00 sampai 0,0, artinya hampir tidak ada korelasi. b. 0, sampai 0,40, artinya korelasi rendah. c. 0,4 sampai 0,60, artinya korelasi sedang. d. 0,6 sampai 0,8, artinya korelasi tinggi. e. 0,8 sampai,00, artinya korelasi sempurna (Raharjo, 05). 3.8 Prosedur Penelitian Penelitian ini akan dilakukan dengan prosedurseperti berikut : a. Menyiapkan kuesioner penelitian yang akan diisi oleh responden. b. Meminta surat permohonan izin Dekan Fakultas Farmasi USU kepada Dinas Kesehatan Medan untuk melakukan penelitian dengan responden di Puskesmas Teladan Kota Medan.
c. Meminta surat izin Dinas Kesehatan Medan untuk melakukan penelitian dengan responden dipuskesmas Teladan KotaMedan. d. Menghubungi Kepala Puskesmas tersebut untuk mendapatkan izin melakukan penelitian. e. Membagikan kuesioner penelitian kepada responden dan menghitung sisa jumlah obat yang dibawa pasien. f. Mengumpulkan data penelitian. g. Mengolah data penelitian. 3.9 Definisi Operasional Tabel 3. Definisi operasional yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Definisi Operasional dari Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Parameter Jenis kelamin Jenis kelamin dari subjek Observasi Lembar kuesioner a. Laki-laki b. Perempuan Umur Total lama Observasi Lembar a. 6-5 hidup subjek kuesioner b. 6-35 c. 36-45 d. 46-55 e. 56-65 f. 66-75 Pendidikan terakhir Jenis pekerjaan Jenjang pendidikan dari subjek Aktifitas mata pencaharian subjek Observasi Observasi Lembar kuesioner Lembar kuesioner a. SD b. SLTP c. SLTA d. PT/Akademi a. Pelajar b. Wiraswasta c. Ibu rumah tangga d. dll 3
Tabel 3. (Lanjutan) Variabel Tingkat pengetahuan Tingkat kepatuhan Definisi operasional Penilaian pengetahuan pasien tentang tuberkulosis Penilaian perilaku dalam mengkonsumsi obat Cara ukur Observasi Observasi Alat ukur Lembar kuesioner Hitung jumlah sisa obat pasien Parameter a. baik b. tidak baik a. Patuh 00% b. Tidak patuh <00% 4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara karakteristik dari pasien (jenis kelamin, usia, pendidikan, dan pekerjaan) dengan tingkat pengetahuan dan kepatuhan, serta melihat hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan minum obat pada pasien. 4. Data Demografi pengetahuan. Data demografi pasien terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan, dan Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pasien Tuberkulosis Paru Berdasarkan Karakteristik Pasien Demografi pasien Jumlah pasien Persentase (%) Jenis kelamin c. Laki-laki d. Perempuan 6 68,4 3,6 Total 38 00 Umur g. 6-5 h. 6-35 i. 36-45 j. 46-55 k. 56-65 l. 66-75 5 8 3 3 5 4 39,5, 7,9 7,9 3, 0,5 Total 38 00 Pendidikan e. Tidak Sekolah f. SD g. SLTP h. SLTA i. PT/Akademi 3 6 0 8,6 0,5 3, 5,6, Total 38 00 Pekerjaan e. Pelajar f. Wiraswasta g. Ibu rumah tangga h. Dll 4 4 0 0 0,5 36,8 6,3 6,3 Total 38 00 5
Tabel 4. (Lanjutan) Demografi Pasien Jumlah Pasien Persentase (%) Penggunaan obat : a. RHZE b. RH 5 33 3,6 86,84 Total 38 00 Berdasarkan Tabel 4. menunjukkan frekuensi pasien tuberkulosis paru berdasarkan jenis kelamin adalah lebih banyak diderita oleh laki-laki yaitu sebanyak 6 orang atau (68,4%) dibandingkan dengan jumlah penderita tuberkulosis paru pada perempuan sebanyak atau (3,6%). Hal ini dikarenakan sebagian besar laki-laki merokok pada setiap harinya, sehingga laki-laki banyak menderita penyakit tuberkulosis paru.merokok dapat menurunkan daya tahan dari paru-paru sehingga relatif akan mudah terkena tuberkulosis paru (Depkes RI,0). Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh berbagai macam umur dari respondenmaka dikelompokkan menjadi enam kelompok, dan kelompok umur yang paling tinggi menderita tuberkulosis paru adalah kelompok umur 6-5 tahun sebanyak 5 orang(39,5%).hal ini dapat disebabkan karena pada kelompok umur tersebut lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah untuk melaksanakan aktivitas sehinggadengan kondisi lingkungan yang kurang baik maka dapat menjadi faktor pendukung untuk seseorang terpapar penyakit tuberkulosis (DepkesRI, 0). Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa rata-rata pasien dengan tingkat pendidikan yang paling tinggi di Puskesmas Teladan Medan adalah SLTA sebanyak 0 orang dan terendah adalah tidak 6
sekolah sebanyak orang. Berdasarkan pekerjaan maka diperoleh kesimpulan bahwa bila dilihat dari karakteristik responden maka, penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Teladan Medan paling banyak diderita olehwiraswasta yaitu sebanyak 4 orang (36,8%). Berdasarkan obat yang digunakan, maka obat yang paling banyak digunakan yaitu RH (Rifampisin, Isoniazid) sebanyak 33 orang (86,84%) yang merupakan tahap lanjutan dari pengobatan tuberkulosis paru dan yang melakukan pengobatan tahap awal yaitu RHZE (Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol) sebanyak 5 orang (3,6%) di Puskesmas Teladan Kota Medan. 4. Pengetahuan PasienTentang Tuberkulosis Paru Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat gambaran distribusi skor penilaian mengenai pengetahuan pasien tentang tuberkulosis paru, pertanyaan terdiri dari 5 pertanyaan. Tabel 4. Distribusi Data Pengetahuan Pasien Tentang Tuberkulosis Paru Skor Pengetahuan Frekuensi Persentase (%) 0,6 4,6 6 4 0,5 8 3 7,9 0 7 8,4 3 34, 4 7 8,4 6 5,3 Total 38 00 Mean (rata-rata) Minimum Maksimum Standar Deviasi 0,68 8 6 3,580 Berdasarkan Tabel 4. diatas, dapat dilihat bahwa nilai mean (rata-rata) dari pengetahuan pasien tuberkulosisparu di Puskesmas Teladan Kota Medan 7
sebesar 0,68. Peneliti menggunakan nilai mean sebagai cut off point dalam menentukan hasil ukur (Arifandi, 06). Tabel 4.3 Kategori Pengetahuan Pasien Tentang Tuberkulosis Paru Pengetahuan Tentang TB Paru Frekuensi Persentase (%) Baik 57,89 Tidak Baik 6 4,0 Total 38 00 Berdasarkan Tabel 4.3 diatas bahwa skor penilaian tingkat pengetahuan responden tentang tuberkulosis yang mendapat skor lebih tinggi dari nilai mean (0,68) sebanyak orang (57,89%) yaitu berpengetahuan baik dan responden yang mendapat skor kurang dari nilai mean (0,68) sebanyak 6 orang (4,0%) yaitu berpengetahuan tidak baik. Hasil dari jawaban kuesioner dan wawancara diketahui bahwa pengetahuan pasien tentang tuberkulosis paru adalah 57,8% baik, hal ini dikarenakan petugas Puskesmas selalu memberikan pengarahan seputar penyakit tuberkulosis dan pengobatannya kepada penderita tuberkulosis paru. Menurut penelitian yang dilakukan Arifandi (06), diperoleh hasil bahwa tingkat pengetahuan 70,% tergolong baik dan 9,78% tergolong tidak baik. Penelitian yang dilakukan Junita (0), diperoleh hasil pengetahuan pasien yang tergolong baik 77,5% dan,5% kurang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Tuturop dan Yufuai (06), diperoleh hasil pengetahuan pasien yang tergolong baik sebanyak 5% dan 48% tergolong tidak baik dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pasien dengan tingkat pengetahuan yang tergolong baik lebih dominan dari pasien dengan tingkat pengetahuan tidak baik. Hal ini juga sesuai dengan hasil yang di peroleh peneliti dalam penelitian. 8
Sumber pengetahuan penderita selain didapat dari petugas Puskesmas, juga didapat melalui baik sumber informasi yang berasal dari pemerintah maupun informasi yang berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Informasi tersebut dapat berupa penyuluhan, maupun brosur-brosur yang memuat tentang informasi yang terkait dengan penyakit tuberkulosis agar dapat melakukan pengobatan secara maksimal, informasi juga bisa didapatkan melalui media elektronik seperti televisi, radio dan surat kabar, bahkan internet. 4.3 Perilaku Kepatuhan Minum Obat Pasien Tuberkulosis Paru Hasil dari penelitian ini memberikan gambaran distribusi skor penilaian prilaku kepatuhan minum obat pasien TB paru di Puskesmas Teladan Medan. Tabel 4.4 Distribusi Tingkat Kepatuhan Pasien dalam Minum Obat Nilai Kepatuhan Berdasarkan Frekuensi Persentase(%) metodepill count Patuh 34 89,5 Tidak Patuh 4 0,5 Total 38 00 Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari data perilaku kepatuhan minum obat di Puskesmas Teladan Medandengan menggunakan pill count menunjukkan bahwa hampir semua responden mempunyai tingkat kepatuhan minum obat patuh yaitu sebanyak 34 pasien dari 38 responden atau setara dengan (89,5%),namun masih ada yang belum patuh minum obat yaitu sebanyak 4 pasien dari 38responden atau setara dengan (0,5%).Menurut Pameswari, dkk (06), ada beberapa hal yang menyebabkan pasien tuberkulosis paru tidak mengkonsumsi obat yaitu obat TB paru harus dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang, penderita akan merasakan sembuh karena berkurang atau hilangnya gejala penyakit setelah menjalani terapi - bulan atau lebih sehingga penderita malas 9
untuk meneruskan pengobatan kembali, serta efek samping yang ditimbulkan oleh obat tuberkulosis paru tersebut.menurut Ali, dkk (05), berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan yaitu tingkat kemiskinan, persediaan obat terganggu, jarak tempat tinggal yang jauh dari layanan kesehatan, salah persepsi tentang pengobatan, toksisitas obat, migrasi atau perubahan tempat tinggal, lingkungan sosial, alkoholisme, dan faktor psikologis. Menurut penelitian yang dilakukan Arifandi (06), diperoleh hasil bahwa tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat adalah 80,9% tergolong tinggi, 4,9% tergolong sedang dan 4,3% tergolong rendah. Penelitian yang dilakukanjunita (0), didapatkan hasil bahwa tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat 67,6% tergolong patuh dan 3,4% tergolong tidak patuh. Penelitian yang dilakukan oleh Tuturop dan Yufuai (06), didapatkan hasil bahwa tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat sebanyak 76% tergolong patuh dan sebanyak 4% tergolong tidak patuh. Penelitian yang dilakukan oleh Pameswari, dkk (06)diperoleh hasil bahwa tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat adalah 55,6% tergolong patuh, 33,33% tergolong cukup patuh dan,% tergolong tidak patuh dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pasien dengan tingkat kepatuhandalam minum obat yang tergolong tinggi lebih dominan dari pasien tidak patuh dengan tingkat kepatuhan dalam minum obat yang tergolong rendah. Hal ini sesuai juga dengan hasil yang diperoleh peneliti dalam penelitian. 4.4 Hubungan Karakteristik Pasien Dengan Tingkat Pengetahuan Hasil analisis menunjukkan ada tidaknya hubungan antara setiap 30
karakteristik pasien tuberkulosis paru dengan tingkat pengetahuan mengenai tuberkulosis. Pada analisis ini, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square. Tabel 4.5 Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru Dengan Tingkat Pengetahuan (n=38) Variabel Tingkat pengetahuan Baik Tidak Baik p Value Jenis kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Umur a. 6-5 b. 6-35 c. 36-45 d. 46-55 e. 56-65 f. 66-75 Pendidikan a. Tidak Sekolah b. SD c. SLTP d. SLTA e. PT/Akademi 5 (68,%) (68,8%) 9 (60%) 5 (55,6%) (50%) (66,7%) 3 (60%) (50%) 0 (0%) (33,3%) 4 (66,7%) (55%) 6 (75%) 7 (3,8%) 5 (3,%) 6 (40%) 4 (44,4%) (50%) (33,3%) (40%) (50%) (00%) (66,7%) (33,3%) 9 (45%) (5%) 0,970 0,64 0,503 3
Pekerjaan a. Pelajar b. Wiraswasta c. Ibu rumah tangga Dll (dan lain-lain 6 (60%) 8 (57,%) (50%) 6 (60%) 4 (40%) 6 (4,9%) (50%) 4 (40%) 0,986 BerdasarkanTabel 4.5, untuk kategori jenis kelamin, diperoleh nilai signifikansi adalah 0,970; untuk kategori umur, diperoleh nilai signifikansi 0,64; untuk kategori pendidikan terakhir dan pekerjaan diperoleh nilai signifikansi 0,503 dan 0,986. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik pasien dengan tingkat pengetahuan. Namun dilihat dari nilai persentase terdapat perbedaan pada setiap kategori dengan perbedaan nilai persentase yang cukup jauh, yaitu pada kategori umur semakin besar umur maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya, tetapi terjadi penurunan pada umur 56-65. Hal tersebut dapat dikarenakan faktor penuaan, begitu juga pada kategori pendidikan, semakin tinggi pendidikan pasien maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya, pada kategori pekerjaan, pelajar dan lain-lain mempunyai nilai tingkat pengetahuan baik dengan persentase 60%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karakteristik pasien (jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan)tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan. 4.5 Hubungan Karakteristik Pasien Tuberkulosis Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Hasil analisis ini menunjukkan ada tidaknya hubungan antara setiap karakteristik pasien dengan tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat anti tuberkulosis. Pada analisis ini, dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji 3
chi-square. Pada uji chi-square dilihat nilai signifikansinya, jika nilai signifikansinya < 0,5 maka nilai tersebut adanya hubungan namun jika nilai signifikansinya diatas 0,5 maka terdapat hubungan antara karakteristik pasien dengan tingkat kepaatuhan dalam mengkonsumsi obat anti tuberkulosis. Tabel 4.6 Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru dengan Tingkat Kepatuhan (n=38) Variabel Tingkat Kepatuhan Patuh Tidak Patuh p Value Jenis kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Umur a. 6-5 b. 6-35 c. 36-45 d. 46-55 e. 56-65 f. 66-75 Pendidikan a. Tidak Sekolah b. SD c. SLTP d. SLTA e. PT/Akademi 3 (88,5%) (9,7%) (80%) 8 (88,9%) (00%) 3 (00%) 5 (00%) 4 (00%) (00%) 3 (00%) 5 (83,3%) 8 (90%) 7 (87,5%) Pekerjaan a. Pelajar 9 (90%) 3 (,5%) (8,3%) 3 (0%) (,%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) (6,7%) (0%) (,5%) (0%) 0,65 0,679 0,945 0,660 33
b. Wiraswasta c. Ibu rumah tangga d. Dll (dan lain-lain) 3 (9,9%) 4 (00%) 8 (80%) (7,%) 0 (0%) (0%) Berdasarkan Tabel 4.6, untuk kategori jenis kelamin, diperoleh nilai signifikansi adalah 0,65; untuk kategori umur, diperoleh nilai signifikansi adalah 0,679; untuk kategori pendidikan terakhir diperoleh nilai signifikansi adalah 0,945; untuk pekerjaan diperoleh nilai signifikansi 0,660. Nilai signifikansi (p>0.05) tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik pasien dengan tingkat kepatuhan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya Diana, dkk (04), diperoleh untuk kategori jenis kelamin, diperoleh nilai signifikansi adalah 0,4; untuk kategori umur, diperoleh nilai signifikansi adalah 0,948; untuk kategori pendidikan terakhir diperoleh nilai signifikansi adalah 0,4; untuk pekerjaan diperoleh nilai signifikansi,000. 4.6 Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang Tuberkulosis Paru dengan Perilaku Kepatuhan Minum Obat Berdasarkan uji statistik yang dilakukan dengan uji Spearman didapat hasil koefisien korelasi 0,386, dengan nilai koefisien korelasi antara 0, sampai 0,40, artinya terdapat hubungan (korelasi rendah) antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat. Menurut penelitian yang dilakukan Arifandi (06), diperoleh hasil bahwa terdapat terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan minum obat pasien tuberkulosis paru dan pada penelitian yang dilakukan Junita (0), diperoleh hasil bahwa terdapat adanya hubungan tingkat pengetahuan 34
pasien dengan tingkat kepatuhan pasien minum obat anti tuberkulosis paru. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang peneliti lakukan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan minum obat pasien tuberkulosis paru dengan kata lain semakin tinggi tingkat pengetahuan pasien mengenai tuberkulosis maka semakin patuh pasien dalam mengkonsumsi obat anti tuberkulosis. 35
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan : a. Karakteristik pasien (jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan) tidakmempengaruhi tingkat pengetahuan pasien. b. Karakteristik pasien (jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan) tidakmempengaruhi kepatuhan pasien dalam minum obat. c. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan minum obat namun, nilai koefisien kolerasinya rendah yaitu 0,386 maka semakin tinggi tingkat pengetahuan pasien tentang TB Paru maka semakin baik pula perilaku kepatuhan pasien dalam meminum obat. 5. Saran Diharapkan tenaga kerja kesehatan dapat bekerjasama dengan pasien dan keluarga pasien dalam mengobati penyakit tuberculosis dengan memberikan konseling dan pengetahuan mengenai tuberkulosis kepada pasien dan keluarga sebagai perawat pasien di rumah. 36