HUBUNGAN AKSEPTOR KB HORMONAL DENGAN KEJADIAN AMENORRHEA DI PUSKESMAS BOJONG KECAMATAN BOJONG KABUPATEN TEGAL TAHUN 2009

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung

MIKIA KEJADIAN AMENORE SEKUNDER PADA AKSEPTOR SUNTIK DMPA. Artikel Penelitian. Nurya Viandika 1 Nurfitria Dara Latuconsina 2

The Spotting Risk in Using Depo Medroxy Progesterone Acetat (DMPA) Injection and Implan Contraception at Leyangan, Ungaran Timur, Semarang Regency

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN SIKLUS HAID

AKSEPTOR KB SUNTIK DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN DI KELURAHAN KARAMAT WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANG TENGAH KOTA SUKABUMI

32 Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu Vol. 08 No. 01 Januari 2017

UMUR DAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN AMENORRHOE

JENIS PEMAKAIAN KONTRASEPSI HORMONAL DAN GANGGUAN MENSTRUASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA AKSEPTOR KB DI DESA PULO ARA KECAMATAN KOTA JUANG KABUPATEN BIREUEN

BAB 1 PENDAHULUAN. umumnya dan penduduk Indonesia khususnya. Dengan semakin

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI HORMONAL DAN STATUS GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA LAMA PEMAKAIAN KB SUNTIK DMPA DENGAN KEJADIAN AMENORHEA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontrasepsi (Sulistyawati, 2012). 1) Metode kontrasepsi sederhana. 2) Metode kontrasepsi hormonal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Volume 4 No. 1, Maret 2013 ISSN :

PERBEDAAN PENGARUH KB SUNTIK 1 BULAN DAN KB SUNTIK 3 BULAN TERHADAP PENINGKATAN BERAT BADAN DI BPS BIDAN S KECAMATAN TAWANGSARI KOTA TASIKMALAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GANGGUAN HAID PADA AKSEPTOR KB SUNTIK 3 BULAN DI PUSTU BANDUNG, DESA BANDUNG, KECAMATAN DIWEK, KABUPATEN JOMBANG

KEJADIAN AMENOREA PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI BPM CH SUSILOWATI, TREKO, MUNGKID TAHUN 2014

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN SUNTIK DEPO PROGESTIN DENGAN KEJADIAN SPOTTING PADA AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS PATTINGALLOANG MAKASSAR

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN KENAIKAN BERAT BADAN DI PUSKESMAS KRATON YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

Correlation Between Mother s Knowledge and Education On Use Of Contraceptive In Yukum Jaya Village Central Lampung In 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah penemuan kontrasepsi hormonal berjalan panjang, mulai dari

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF AKSEPTOR AKTIF HORMONAL SUNTIK 1 BULAN PADA Ny E DENGAN PENINGKATAN BB DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN 2015

KAJIAN RESIKO PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK DAN PIL TERHADAP TEKANAN DARAH WANITA DI PUSKESMAS KABUPATEN NGAWI NASKAH PUBLIKASI

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT AKSEPTOR KB DALAM MENENTUKAN PILIHAN TERHADAP PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI IUD

The Prevalence of Sexual Dysfunction in Mothers Contraceptive Implant Users at Urban Villages Seputih Gunung Sugih Central Lampung 2013

HUBUNGAN ANTARA PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN TEKANAN DARAH PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI PUSKESMAS DELANGGU KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru.

ABSTRAK. Kata kunci: akseptor KB suntik DMPA, akseptor KB implan, perubahan siklus menstruasi

Yuyun Oktaviani Dano Nim: Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang kita kenal seperti. sekarang ini adalah buah perjuangan yang cukup lama yang dilakukan

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KB SUNTIK 1 BULAN DENGAN PERUBAHAN BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI BPS NY. YULIANA KABUPETEN LAMONGAN.

GAMBARAN MENSTRUASI IBU PADA AKSEPTOR ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DENGAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK KOMBINASI DI RB MEDIKA JUWANGI KABUPATEN BOYOLALI

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KONTRASEPSI SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI BIDAN PRAKTEK SWASTA FITRI HANDAYANI CEMANI SUKOHARJO

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG EFEK SAMPING DEPO MEDROXY PROGESTERON ASETAT

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE

HUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN PADA AKSEPTOR KONTRASEPSI HORMONAL DI BPM ZUNIAWATI PALEMBANG

HUBUNGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB DENGAN GANGGUAN HAID DI PUSKESMAS KALASAN SLEMAN DIY NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2009).

JURNAL. Diajukan Untuk Memenuhi Ketentuan Melakukan Penyusunan Skripsi. Sebagai Persyaratan Menyelesaikan Program Study Diploma IV Kebidanan

PENGARUH PENGGUNAAN KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP PERUBAHAN BERAT BADAN AKSEPTOR KB DI BPM CHOIRUL MALA HUSIN PALEMBANG TAHUN 2015

Widyawati*), Rosalina**), Eko Susilo ***)

Hubungan Lama Pemakaian Kontrasepsi Suntik Depo Progestin Dengan Kenaikan Berat Badan di BPM Hj. Suprihatin Sidoarjo

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU (usia, Pendidikan, Pekerjaan, Dan Paritas ) DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS SUKUDONO SIDOARJO

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 11, No 1. Februari 2015 GAMBARAN PEMAKAIAN DAN KEPATUHAN JADWAL PENYUNTIKAN ULANG KONTRASEPSI SUNTIK

Kustriyanti 1),Priharyanti Wulandari 2)

PENGARUH EDUKASI SUPORTIF TERSTRUKTUR TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI PADA IBU MENYUSUI 0-6 BULAN

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI KOMBINASI PROGESTERON ESTROGEN TERHADAP KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA.

TINJAUAN LAMA PEMAKAIAN KONTRASEPSI DEPO MEDROXY PROGESTERONE ACETATE BERDASARKAN KEJADIAN AMENOREA.

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satunya yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN DISIPLIN WAKTU DALAM PEMAKAIAN PIL KB KOMBINASI DENGAN KEGAGALAN AKSEPTOR PIL KB KOMBINASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA EFEK SAMPING KONTRASEPSI DMPA DENGAN KEJADIAN DROP OUT

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada Zaman sekarang ini perempuan sering mengalami banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

KARAKTERISTIK AKSEPTOR KONTRASEPSI SUNTIK DMPA DI DESA GRINGGING, SAMBUNGMACAN, SRAGEN

HUBUNGAN LAMA PEMAKAIAN KB IMPLAN DENGAN SIKLUS MENSTRUASI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOSARI 02 KABUPATEN KENDAL

Jl. Ki Ageng Selo no. 15 Pati ABSTRAK

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN :

STUDI KOMPARASI KENAIKAN BERAT BADAN PADA AKSEPTOR KB SUNTIK 1 BULAN DAN 3 BULAN DI KLINIK GRIYA HUSADA KARANGANYAR

Volume 4 No. 1, Maret 2013 ISSN :

Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan Volume 14, Juli 2017

HUBUNGAN POLA AKTIVITAS SEKSUAL DENGAN KETERATURAN KONSUMSI PIL KB PADA AKSEPTOR KB PIL. Andri Tri Kusumaningrum ABSTRAK

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN

Rika herawati : Hubungan Berat Badan Ibu Dengan Pemakaian KB Hormonal Di Desa Pekan Tebih Wilayah Kerja Puskesmas Kepenuhan Hulu

BAB 1 PENDAHULUAN berjumlah jiwa meningkat menjadi jiwa di tahun

Kata Kunci: Akseptor KB suntik 1 bulan, Akseptor KB suntik 3 bulan, pemenuhan kebutuhan seksual.

Mitha Destyowati ABSTRAK

HUBUNGAN KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN PENINGKATAN BERAT BADAN AKSEPTOR (Studi Di BPS Dwenti K.R. Desa Sumberejo Kabupaten Lamongan 2015)

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk Indonesia, yang salah satu caranya dengan kontrasepsi. kontrasepsi yang akan dipilihnya baik meliputi cara pemasangan atau

BAB I PENDAHULUAN. periode tahun yaitu 1,45%. Maka dari itu, pemerintah

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan

Hubungan antara Tingkat Kepatuhan dengan Keberhasilan Akseptor KB Pil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA AKSEPTOR KB SUNTIK YANG PERIKSA DI POLINDES MAYANG

HUBUNGAN DISIPLIN WAKTU DALAM PEMAKAIAN PIL KB KOMBINASI DENGAN KEGAGALAN AKSEPTOR. Fitriana Ikhtiarinawati Fajrin* Lilis Oktaviani** ABSTRAK

PENGETAHUAN DAN KECEMASAN IBU PENGGUNA KONTRASEPSI AKDR. Vera Virgia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB)

STUDI DESKRIPTIF GANGGUAN HAID PADA AKSEPTOR KB SUNTIK DI BPM DYAH SUGIYANTO GONILAN SUKOHARJO TAHUN 2016

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IUD DENGAN MINAT KB IUD DI DESA MOJODOYONG KEDAWUNG SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia karena masih dijumpainya penduduk yang sangat miskin, yang

KARAKTERISTIK, STATUS GIZI DAN PRAKTIK MENYUSUI DENGAN POLA MENSTRUASI AKSEPTOR KONTRASEPSI SUNTIK DI DESA DOMBO KECAMATAN SAYUNG DEMAK ABSTRAK

PENGARUH KONTRASEPSI SUNTIK TERHADAP PENGELUARAN ASI EKSKLUSIF DI BPS TRIPARYATI KEMALANG KEMALANG KABUPATEN KLATEN

ASUHAN KEBIDANAN KOMPREHENSIF PADA NY D P 2002 AKSEPTOR AKTIF SUNTIK 3 BULAN DENGAN MENOMETRORAGIA DI PUSKESMAS LAMONGAN TAHUN 2015

KONTRASEPSI INJEKSI ( INJECTION CONTRACEPTIVE)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel

SATUAN ACARA PENYULUHAN KB IMPLAN PADA PASANGAN USIA SUBUR. : Mahasiswa Jurusan Kebidanan Klaten

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut World Population Data Sheet (2013) Indonesia merupakan urutan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Kontrasepsi Hormonal (PIL)

itu bersifat sementara, dapat pula Pendahuluan Tingginya angka kelahiran di bersifat permanen. Penggunaan Indonesia menggelisahkan banyak

Ari Julisa Harni 1, Anita 2 1 Jurusan Keperawatan, STIKES Mitra Lampung 2 Jurusan Keperawatan, Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

Pengguna Kontrasepsi Hormonal Suntikan dengan Kenaikan I. PENDAHULUAN. kontrasepsi yang populer di Indonesia. adalah kontrasepsi suntik.

Transkripsi:

HUBUNGAN AKSEPTOR KB HORMONAL DENGAN KEJADIAN AMENORRHEA DI PUSKESMAS BOJONG KECAMATAN BOJONG KABUPATEN TEGAL TAHUN 2009 The Relationship Akseptor KB Hormonal With Amenorrhea Incident in Plubic Health Center Bojong District On Tegal Regency 2009 Siswati (STIKES BHAMADA- SLAWI) Abstract According to Department of Planning and community family welfare Tegal regency amount akseptor KB hormonal Public Health Center Bojong in the year 2008 is 1046 with Akseptor details akseptor needle 726 KB akseptor, implan 217 akseptor, 103 pills. From the results of the observation in the study of health Bojong KB hormonal use was much the occurrence of amenorrhea is 57 akseptor, so researchers are interested to take this case. This study aims to find out the KB akseptor incident amenorrhea with hormonal health Bojong in 2009. Design research is a study observational with cross sectional approach. Respondents who examined the health Bojong in 2009 amounted to 105 respondents. Data of respondents who experienced amenorrhea incidence obtained with the distribution of the questionnaire as a data collection instrument is the subject of research akseptor KB hormonal events that experienced amenorrhea. Research in Public Health Center Bojong year 2009, was from 105 respondents who experienced amenorrhea incidence of 54.3% and 45.7% non amenorrhea. Side effects are influenced by the hormone progestin in the hormonal contraceptive. This indicates a relationship with the occurrence KB hormonal amenorrhea respondents who use hormonal KB most experienced amenorrhea incidence of the 57 respondents (54, 3%). Midwives are expected to provide IEC about the factors that influence the occurrence Akseptor KB amenorrhea after hormonal and hormonal KB for the user are expected to visit after the re-use hormonal KB. Keywords : Akseptor KB, KB hormonal, Amenorrhea PENDAHULUAN Kontrasepsi hormonal menggunakan hormon estrogen sebagai kontrasepsi yang bekerja dengan jalan menghambat ovulasi melalui fungsi hipotalamus-hipofisisovarium, menghambat perjalanan ovum atau implantasi. Sedangkan progesteron bekerja dengan cara membuat lendir serviks lebih kental, hingga penetrasi dan transportasi sperma menjadi sulit, menghambat kapasitas sperma, perjalanan ovum dalam tuba, implantasi, dan menghambat ovulasi melalui fungsi hipotalamus-hipofisis-ovarium (Mansjoer, 1999: 360). Metode Keluarga Berencana (KB) dengan hormonal penemuannya didasari, bahwa ibu hamil tidak mengalami menstruasi karena terjadi perubahan hormonal. Penelitian untuk menemukan metode hormonal kontrasepsi (KB) ini sangat panjang sampai akhirnya Piscus dan 73

Garcia mencobanya untuk pertama kali pada wanita tahun 1960. Yang menjadi inti hormonal, untuk menghindari kehamilan adalah progesteron atau turunan testoteron. Metode keluarga berencana hormonal yaitu: pil, susuk, suntikan (Manuaba, 1998: 211). Pada virilisasi disertai dengan pembesaran klitoris, terjadi perubahan suara yang mencolok, hipertrofi otot, berkurangnya jaringan lemak subkutan (hipoplasia payudara) serta disertai dengan amenorrhea yang semua kelainan ini disebabkan oleh gangguan endokrinopati yang berat berupa adanya tumor di ovarium maupun tumor supra renal yang memproduksi androgen (Baziad, 2003: 123). Menurut Prawiroharjo (2005: 923), efek samping utama dari kontrasepsi progestin adalah gangguan siklus haid berupa perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak, dan amenorrhea. Amenorrhe pasca suntik maupun susuk terjadi bukan karena adanya hambatan gestagen (progesterone/progestin) terhadap system umpan balik di hipotalamus melainkan terjadi karena masih dijumpai kadar gestagen di dalam serum. Meskipun suntikan dihentikan, namun depo gestagen tersebut masih terus saja mengeluarkan gestagen. Diperlukan waktu 6 bulan sampai satu tahun agar gestagen hilang dari deponya. Berbeda dengan susuk, dimana begitu susuk tersebut diangkat, wanita akan segera mendapatkan haid kembali karena tidak terdapat penekanan dalam ovulasinya Amenorrhea pasca penggunaan pil kontrasepsi terjadi akibat adanya efek penekanan estrogen dan gestagen terhadap hipotalamus-hipofisis. Sebenarnya angka kejadian amenorrhea pasca pengguanaan pil kontrasepsi sangat kecil, yaitu sekitar 0,8% saja, sedangkan kejadian amenorrhea pada wanita yang tidak menggunakan pil hanya sebesar 0,7% saja, sehingga muncul pertanyaan apakah amenorrhea jenis ini benar-benar ada, atau sebelum penggunaan pil kontrasepsi wanita tersebut memang telah mengalami gangguan haid, dimana pemberian pil kontrasepsi hanya merupakan faktor pencetus terjadi amenorea (Baziad, 2003: 52). Setiap amenorrhea yang terjadi pasca penggunaan pil kontrasepsi terutama pil kontrasepsi kombinasi perlu dicurigai adanya prolaktinoma. Hampir 25% wanita dengan amenorrhea pasca penggunaan pil kontrasepsi kombinasi ditemukan galaktorea yang disebabkan oleh hiperprolaktine. Jika ditemukan hal seperti itu, maka penggunaan pil harus dihentikan dan wanita tersebut tidak boleh diberikan kontrasepsi hormonal yang mengandung komponen estrogen, karena estrogen bisa memicu pertumbuhan 74

prolaktinoma, sehingga prolaktinoma tersebut akan terus membesar (Baziad, 2003: 52). Berdasarkan teori Winkjosastro (1999), kejadian amenorrhea disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain gangguan psikis, kesehatan individu, dan pemakaian kontrasepsi hormonal. Dari hasil studi peneliti di Bojong diperoleh data akseptor KB Hormonal sebanyak 105 akseptor. Dari akseptor hormonal tersebut mengalami keluhan antara lain 85 akseptor mengalami gangguan menstruasi (75 akseptor mengalami amenorrhea dan 10 akseptor mengalami spotting), 13 akseptor berat badan naik, 7 akseptor mengalami pusing. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang Hubungan Akseptor KB Hormonal Dengan Kejadian Amenorrhea di Puskesmas Bojong. Tujuan Penelitian adalah (1) untuk mengetahui karakteristik responden yang meliputi umur, pendidikan dan paritas yang ada di Puskesmas Bojong. (2) untuk mengetahui jenis kontrasepsi hormonal yang digunakan oleh akseptor di Puskesmas Bojong (3) untuk mengetahui hubungan amenorrhea yang disebabkan karena penggunaan KB hormonal di Puskesmas Bojong. METODE PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi analitik dengan menggunakan studi observasinal dan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua akseptor KB hormonal di Puskesmas Bojong pada tahun 2008 yang sejumlah 1046 akseptor yang memakai kontrasepsi hormonal. Sampel didapat melalui purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang di ketahui sebelumnya dengan sumber data (Notoatmodjo, 2002). Kriteria inklusi merupakan sample yang akan diteliti, dalam proposal ini sample yang akan diteliti adalah: a. Akseptor KB pil, suntik dan implant. b. Akseptor KB hormonal yang pemakaiannya lebih dari 6 bulan. c. Akseptor KB hormonal yang berada diwilayah Puskesmas Bojong. d. Akseptor KB hormonal yang bersedia menjadi responden. 75

Sedangkan kriteria eksklusi merupakan sample yang tidak diteliti adalah: a. Akseptor KB IUD, kondom, MOW. b. Akseptor KB hormonal yang pemakaiannya kurang dari 6 bulan. Analisa Data Data yang didapat dianalisa dengan bantuan Analisis Univariat dan Analisis Bivariat. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Jumlah Sampel pada penelitian ini adalah 105 sampel. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan analisa univariat untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari tiap variabel penelitian dan analisa bivariat yang menggambarkan hubungan antara KB hormonal dengan kejadian amenorrhea. a. Analisa Univariat Untuk menggambarkan tiap variabel yang diteliti dengan menggunakan tabel frekuensi. Analisa ini meliputi karakteristik responden meliputi: umur, paritas, pendidikan, jenis pemakaian kontrasepsi dan efek samping. Data yang berhasil dikumpulkan sebanyak 105 responden di Puskesmas Bojong. Responden merupakan ibu-ibu akseptor KB hormonal (implant, pil, suntik) yang mengalami kejadian Puskesmas Bojong. b. Paritas Responden amenorrhea di Paritas responden berdasarkan data yang ada dapat dilihat pada table berikut ini: Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan jumlah Paritas di Puskesmas Bojong tahun 2009. Kelompok Paritas 1 2-4 > 4 Sumber: Hasil Pengolahan Kuesioner Berdasarkan Tabel 1 kelompok paritas yang terbanyak adalah 2-4 sebanyak 70 responden (66,67%) dan paling sedikit kelompok paritas adalah > 4 yaitu 1 responden (0,95%). c. Umur Responden Jumlah 34 70 1 Data mengenai distribusi responden menurut golongan umur dapat dilihat pada tabel berikut ini: Persentase 32.38 66.67 0.95 Jumlah 105 100,00 76

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Golongan Umur di Puskesmas Bojong, Tegal Tahun 2009. Kelompok Jumlah Persentase Umur Ibu < 20 th 20-35 th 0 63 42 0,00 60 40 > 35 th Jumlah 105 100,00 Sumber: Hasil Pengolahan Kuesioner Berdasarkan Tabel 4.2 kelompok umur responden sebagian besar adalah umur 20-35 tahun yaitu 63 responden (60%) dan sebagian berumur >35 tahun sebanyak 42 responden (40%). d. Pendidikan Responden Pendidikan responden berdasarkan data yang ada dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Puskesmas Bojong Tahun 2009. Kelompok Jumlah Persentase Pendidikan Tamat SD Tidak tamat SD SMP SMA 39 4 27 29 6 37,1 3,8 25,7 27,6 5,7 PT Jumlah 105 100,00 Sumber: Hasil Pengolahan Kuesioner Berdasarkan Tabel 3 karakteristik responden berdasarkan kelompok pendidikan sebagian besar responden berpendidikan tamat SD yaitu sebanyak 39 responden (37,1%) dan sebagian kecil responden berpendidikan tidak tamat SD sebanyak 4 responden (3,8%). e. Pemakaian Jenis Kontrasepsi Data tentang pemakaian jenis kontrasepsi hormonal yang digunakan oleh responden dapat dilihat pada table berikut ini: Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pemakaian Kontrasepsi Hormonal di Puskesmas Bojong Tahun 2009. Kelompok Jumlah Persentase Kontrasepsi Suntik Implant Pil 61 24 20 58,1 22,9 19,0 Jumlah 105 100,00 Sumber: Hasil Pengolahan Kuesioner Berdasarkan tabel 4 karakteristik responden berdasarkan jenis pemakaian kontrasepsi hormonal sebagaian besar memakai KB suntik sebanyak 61 responden (58,1%) dan sebagian kecil memakai KB Pil sebanyak 20 responden (19%). f. Kejadian Amenorrhea 77

Beberapa kejadian amenorrhea yang dialami oleh akseptor KB hormonal di Puskesmas Bojong, Tegal tahun 2009. Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Tentang Kejadian Amenorrhea Pemakaian KB Hormonal di Puskesmas Bojong, Tahun 2009. Kejadian Jumlah Persentase Amenorrhea Amenorrhea Tidak 57 48 54.3 45,7 Amenorrhea Jumlah 105 100,00 Sumber: Hasil Pengolahan Kuesioner Tabel 6 Berdasarkan Tabel 5 efek samping dari KB hormonal yang banyak dialami oleh sebagian besar responden adalah amenorrhea yaitu 57 responden (54,3%) dan sebagain kecil mengalami efek samping non amenorrhea yaitu 48 responden (45,7%). g. Analisis Bivariat Untuk mengetahui hubungan antara KB hormonal dengan kejadian amenorrhea dapat dilihat pada table berikut ini : Hubungan antara KB hormonal dengan kejadian amenorrhea di Puskesmas Bojong Tegal Tahun 2009. Kejadian Amenorrhea KB Jml % X 2 P Hormonal Non Amenorrhea % % Value Amenorrhea Suntik 42 40,0 19 18,1 61 58,1 Implan 13 12,4 11 10,5 24 22,9 21,022 0,000 Pil 2 1,9 18 17,1 20 19,0 Jumlah 57 54,3 48 45,7 105 100 Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa responden yang mengikuti KB hormonal Suntik berjumlah 61 responden, yang mengalami amenorrhea 42 responden (40%), dan yang mengalami kejadian non amenorrhea 19 responden (18,1%). Responden yang mengikuti KB hormonal Issmplant berjumlah 24 responden, yang mengalami amenorrhea 13 responden (12,4%), dan yang mengalami kejadian non amenorrhea 11 responden (10,5%). Responden yang mengikuti KB hormonal Pil berjumlah 20 responden, yang mengalami amenorrhea 2 responden (1,9%), dan yang mengalami kejadian tidak amenorrhea 18 responden (17,1%). Untuk mengetahui hubungan antara akseptor KB hormonal dengan kejadian amenorrhea di puskesmas 78

Bojong adalah dengan tabel kontingensi 3x2, derajat kebebasan (df) = 2 dan level of significant (α) = 0,05, maka diperoleh X 2 tabel =5,991, dari uji statistik chi square yang sudah dikorelasi diperoleh nilai X 2 hitung- =21,022 lebih besar dari X 2 tabel=5,991. Hal tersebut menunjukan bahwa kekuatan positif penggunaan KB hormonal terhadap kejadian amenorrhea, sedangkan untuk pengujian hipotesis didapatkan bahwa p value 0,000 < α=0,05, sehingga diartikan bahwa ada hubungan antara akseptor KB hormonal dengan kejadian amenorrhea di puskesmas Bojong. Pembahasan a. Pemakaian Jenis Kontrasepsi Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan data bahwa sebagian besar responden pemakai KB hormonal yaitu memakai kontrasepsi suntik sebesar 58,1%, implant sebesar 22,9%, dan pil sebesar 19,0%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa responden KB hormonal paling banyak menggunakan suntik. Hal ini dikarenakan KB suntik sangat efektif dan murah serta banyak keuntungannya. Menurut Suzanne Everett (2004), keuntungan kontrasepsi suntikan mempunyai efektivitas tinggi, bertahan sampai 8 12 minggu, penurunan dismenorea dan menoragi yang menyebabkan anemia berkurang, penurunan gejala pramenstruasi dan penyakit radang panggul berkurang. Penyuntikan dilakukan oleh tenaga kesehatan, sehingga akseptor tidak perlu menyimpan obat suntik. Pemilihan KB suntik sangat praktis tidak seperti KB pil yang memerlukan displin dari pemakai, dapat mengurangi ASI pada pil yang mengandung estrogen, kembalinya kesuburan agak lambat. Serta KB pil tidak dianjurkan pada wanita berumur diatas 30 tahun karena akan mempengaruhi keseimbangan metabolisme tubuh (Sarwono, 2003). KB hormonal yang paling sedikit digunakan yaitu KB implant, karena akseptor KB merasa tidak nyaman, takut karena operasi kecil pada pemasangan implant serta dapat terjadi infeksi pada tempat pemasangan. Pada KB implant membutuhkan seorang profesional terlatih untuk memasang dan melepas implant (Suzanne Everett, 2004). 79

b. Kejadian Amenorrhea Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan data sebagian besar responden mengalami kejadian amenorrhea 54,3%, hal ini dikarenakan pengaruh dari hormon estrogen dan progesteron yang ada di dalam KB hormonal tersebut sehingga kebanyakan responden mengalami amenorrhea. Faktor-faktor yang mempengaruhi amenorrhea yaitu faktor psikis, gangguan gizi, gangguan metabolisme, infeksi penyakit, dan pemakaian kontrasepsi hormonal. Menurut Manuaba (1998), adapun penyebab amenorrhea yang cukup banyak yaitu berkaitan dengan gangguan pada psikis Hipotalamus-Hipofisis- Ovarium. KB Hormonal mengandung Progestin atau medroxy progesterone Progestin mengganggu siklus menstruasi. Sekitar 54,3% yang menggunakan kontrasepsi ini tidak mengalami menstruasi selama 3 bulan. Sedangkan 45,7% lainnya mengalami perdarahan tidak teratur dan bercak selama lebih dari 11 hari setiap bulannya. Setelah kontrasepsi ini digunakan selama beberapa waktu, perdarahan tidak teratur semakin jarang terjadi. yang c. Hubungan Akseptor KB Hormonal dengan kejadian Amenorrhea Setelah dianalisi dengan menggunakan uji chi square (x 2 ) diperoleh hasil p value sebesar 0,000 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara KB hormonal dengan kejadian amenorrhea. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa kejadian amenorrhea terjadi setelah mengikuti KB hormonal. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan KB hormonal dengan kejadian amenorrhea dengan p value < 0,05 sehingga hipotesis tersebut terbukti. Berdasarkan hasil uji chi square dengan x 2 dengan dk = 2 dengan nilai kemaknaan 0,05 (taraf kepercayaan 95%) diperoleh x 2 hitung 21,022 yang berarti lebih besar dari x 2 tabel (x 2 tabel= 5,991). Hal ini menunjukkan bahwa H 0 ditolak dan H a diterima yang berarti ada hubungan antara metode kontrasepsi hormonal dengan kejadian amenorrhea. Inti dari kontrasepsi hormonal untuk menghindari kehamilan yaitu progesterone atau turunnya testoteron. 80

Cara kerjanya menekan kelenjar hipofisis, mungkin secara langsung atau melalui hipotalamus, dengan tidak dikeluarkannya hormon gonadotropik (lutheonizing hormone/lh) sehingga tidak memungkinkan terjadi ovulasi atau pelepasan telur (Manuaba 1999: 211). Pada siklus menstruasi, progesteron meningkat 1-2 hari sebelum ovulasi, puncaknya pada ovulasi. Sekresi normal selama 14 hari. Kadar progesteron normal sekitar 10 ng/ml pada pertengahan fase luteal. Jika tidak ada pembuahan/nidasi terjadi lutein proteolisis dan haid. Estradiol meningkat - endometrium berproliferasi. Progesteron menurun - iskemia - degenerasi. Progesteron dosis tinggi menekan aktifitas ovarium, tidak ada FSH dan LH sehingga tidak terjadi ovulasi dan tidak haid. Amenorrhea adalah tidak terjadinya haid pada seorang wanita. Penyebab pasti dari sindrom ovarium pilikistik belum diketahui. Diduga penyebabnya adalah karena adanya gangguan proses pengaturan ovulasi serta ketidakmampuan enzim yang berperan pada proses sintesis estrogen di ovarium. Pada kebanyakan wanita dengan sindrom ovarium polikistik dijumpai peningkatan hormon LH yang berlebihan dan LH ini menyebabkan peningkatan sintesis androgen di ovarium. Dijumpai nisbah LH/FSH yang meningkat (>3). Kadar androgen yang tinggi menyebabkan dinding ovarium fibrosis, selain itu dapat pula menyebabkan terjadinya hirsutisme, akne, seborea, pembesaran klitoris dan pengecilan klitoris dan pengecilan payudara (Baziad, 2003). Berdasarkan penelitian terdapat hubungan antara akseptor KB hormonal dengan kejadian amenorrhea, oleh karenanya pada wanita dengan amenorrhea perlu diperiksa FSH, LH dan prolaktin. FSH yang tinggi menunjukkan adanya kegagalan pada ovarium. Kadar LH yang tinggi menunjukkan terjadinya aromatisasi estrogen menjadi androgen, sedangkan kadar prolaktin yang tinggi perlu dicurigai adanya prolaktinoma. Pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik ditemukan ovarium polikistik dan uji P biasanya positif, sedangkan pada wanita dengan amenorrhea hipotalamik ditemukan uji P negative (Baziad, 2003). 81

SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. karakteristik responden berdasarkan umur paling banyak pada umur 20-35 tahun yaitu sebanyak 60%, hal ini berarti sebagian responden berada pada masa produksi sehat, sedangkan karakteristik responden berdasarkan paritas paling banyak yaitu 2-4 sebanyak 66,7%. Hal ini berkaitan dengan tingkat kesadaran ibu-ibu untuk mengikuti KB yang bisa digunakan untuk menekan kelahiran dan karakteristik responden berdasarkan pendidikan paling banyak yaitu tamatan SD sebanyak 37,1%. Hal ini berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi keluarga yang rata-rata adalah masyarakat ekonomi menengah kebawah. 2. Distribusi pemakaian jenis kontrasepsi antara lain KB suntik 58,1%, implant 22,9%, pil 19,0%. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara KB hormonal dengan kejadian amenorrhea, ditunjukan dengan uji statistic chi square (X 2 ) yaitu 21,022 dan diperoleh p value sebesar 0,000 (p value <0,05). Saran 1. Bagi Ilmu Pengetahuan a. Mengembangkan penelitian ini lebih lanjut dengan meneliti faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian amenorrhea setelah pemakaian KB hormonal. b. Meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian amenorrhea yang disebabkan oleh gangguan metabolisme, psikis dan penyakit infeksi lainnya. 2. Bagi Tempat Penelitian dan Pelayanan Kesehatan Diharapkan dapat menambah wawasan tentang kontrasepsi hormonal dan amenorrhea dan dapat dijadikan salah satu acuan. 3. Bagi Peneliti a. Meningkatkan pengetahuan akseptor KB hormonal mengenai masalah-masalah kesehatan, terutama yang berhubungan dengan efek samping KB hormonal. b. Memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) tentang faktorfaktor yang mempengaruhikejadian amenorrhea setelah pemakaian KB hormonal. c. Menjelaskan pada akseptor KB hormonal mengenai efek samping dari penggunaan kontrasepsi tersebut. 4. Bagi Akseptor KB Hormonal 82

Melakukan kunjungan ulang berikutnya setelah menggunakn KB hormonal. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. BKKBN, 1999. Informasi Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta. BKKBN, 2003. Kamus Istilah Kependudukan Keluarga Berencana & Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN. Baziad, A. 2003. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta : Indonesia. Budiarto, E. 2003. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta. Everett,S. 2005. Kontrasepsi & Kesehatan Seksual Reproduktif. Jakarta : EGC. Hartanto, H. 2003. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Sinar Pustaka Harapan. Jakarta: Rineka Cipta. Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan & Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & KB untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Manuaba. 1998. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta :Arcan. Nevill, F. 2001. Esensial Obstetri & Ginekologi. Jakarta: Widya Medika. Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan & Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.. Prawirohardjo, S. (2003). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: YBP-SP Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP Saifudin, B. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: YBP-SP. Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Jakarta : Alfabeta. 83