BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PENUTUP. 1. Tradisi Piring Nazar sebagai sebuah kenyataan sosio-religius dapat dijadikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang. Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dilepaspisahkan karena,

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Ketika seseorang akan melakukan sesuatu hal, pasti orang tersebut memiliki hal-hal

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

TESIS PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KELUARGA DENGAN ORANG TUA BEDA AGAMA DI JEMAAT GKMI SALATIGA

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari Taurat, para Nabi, dan Tulisan-tulisan, atau yang diringkas sebagai Tanak Taurat,

BAB IV PEMAHAMAN TENTANG PERSEMBAHAN

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

Persepuluhan adalah pernyataan iman dan kepercayaan kita kepada Allah.

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

-AKTIVITAS-AKTIVITAS

---saat teduh--- AJAKAN BERIBADAH P2 Jemaat. Marilah berdiri untuk menyambut Firman Tuhan hadir di tengah-tengah persekutuan kita.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beribu-ribu tahun yang lalu hingga sekarang ini, baik yang dicatat dalam

Dikutip dari ALKITAB Terjemahan Baru (TB) LAI 1974

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam Perjanjian Baru terdapat empat Kitab Injil Yang menuliskan tentang kehidupan Yesus

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung.

BAB 4. Refleksi Teologis. dan kehidupan rohani setiap anggota jemaatnya tidak terkecuali anak-anak yang adalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kajian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dijumpai berbagai tradisi atau budaya

TATA IBADAH Dies Natalis STT INTIM Makasar ke 69 Tahun 2017 (Gereja Kristen Protestan di Bali) Minggu, 08 Oktober 2017

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Pertumbuhan iman

BAB V REFLEKSI TEOLOGIS

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia tidak terlepas dari adat dan kebudayaan. Adat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam

Para Pekerja Saling Memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya,

GPIB Immanuel Depok Minggu, 31 Januari 2016 TATA IBADAH MINGGU IV SESUDAH EPIFANI

MTPJ Juli 2014 ALASAN PEMILIHAN TEMA

BAB V PENUTUP. Setelah menelusuri pernyataan Yesus dalam Yohanes 14: 6 kata Yesus kepadanya,

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya manusia adalah makhluk berbudaya yang hidup dan berkembang dalam

Tata Ibadah Hari Minggu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

TATA IBADAH HARI MINGGU MINGGU I SESUDAH EPIFANIA

Bab I.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman Suku, Agama, Ras dan Antar

UKDW BAB I PENDAHULUAN

PERINTAH YESUS DITURUTI (KISAH 2) contoh orang yang secara tepat menuruti pengaturan Yesus.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memiliki kebebasan untuk memeluk dan menjalankan agama menurut

TATA IBADAH HARI MINGGU I SESUDAH EPIFANIA PERSIAPAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

TATA IBADAH MALAM NATAL Minggu, 24 Desember

Pelayanan Mengajar Bersifat Khusus

I. MENGHADAP TUHAN. NYANYIAN UMAT : MAZMUR 98 : 1, 3 & 4 (do=g) Kantoria

MENGAPA KITA HARUS BERBAHASA ROH? Bagian ke-1

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Mereka berkumpul karena Paulus akan pergi keesokan harinya. Kisah 20:7

.. prosesi Alkitab dibawa masuk ke dalam ruang Ibadah diiringi instrumen...

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

GEREJA KRISTEN NAZARENE PASAL-PASAL TENTANG IMAN

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

Berbahasa Roh. Karunia Rohani Untuk Penginjilan. Sesaat sebelum Yahushua terangkat ke Sorga, Dia berkata kepada para murid-nya:

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tata Ibadah Hari Minggu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

GPIB Immanuel Depok Minggu, 27 September 2015

LITURGI MINGGU GEREJA KRISTEN INDONESIA JATIMURNI MINGGU, 3 SEPTEMBER 2017 Tema: MENYELAMI PEMIKIRAN ALLAH JEMAAT BERHIMPUN

REKONTRUKSI IDENTITAS PEREMPUAN DALAM 1 KORINTUS 14 : DARI PERSPEKTIF POSKOLONIAL PEREMPUAN KRISTEN JAWA

Fakultas Teologi. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga

GKI MENGALAMI PEMBARUAN BUDI Roma 12:1-2

Kerohanian Zakharia Luk 1:5 7, Ev. Andrew Kristanto

GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARAT (GPIB) TATA IBADAH Hari Kenaikan Tuhan Yesus Ke Sorga. Kamis, 10 Mei 2018

BAB IV ANALISA DATA. dan biasanya jatuh pada bulan Maret/April. Ritual ini dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang tertuang dalam Amandemen UUD

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pendidikan mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia, seperti adanya program wajib belajar 12 tahun. Hal ini menandakan bahwa pendidikan merupakan hal yang penting, terutama bagi masa depan generasi muda. Menurut Lawrence Cremin pendidikan didefinisikan sebagai usaha sengaja, sistematis dan terus menerus untuk menyampaikan, menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-keahlian atau kepekaan-kepekaan, juga setiap akibat dari usaha itu 1. Sementara Whitehead mendefinisikan pendidikan adalah bimbingan bagi individu untuk memahami seni kehidupan; dan dengan seni kehidupan yang dimaksudkan adalah prestasi yang paling lengkap dari pelbagai kegiatan yang mengekspresikan potensi-potensi makhluk hidup ketika berhadapan dengan lingkungan yang sebenarnya 2. Ketika kedua definisi ini digabungkan maka pendidikan akan menjadi suatu usaha yang dilakukan secara sengaja untuk memperoleh pengetahuan ataupun akibat dan hasil-hasil lainnya dari proses belajar yang melibatkan seni kehidupan serta bagaimana manusia mengekspresikan dirinya dalam lingkungannya. Lingkungan tempat manusia hidup bisa memiliki arti yang beragam, baik itu lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Pendidikan pada akhirnya dapat memberdayakan manusia agar dapat bertindak secara kreatif dalam memanfaatkan apa yang ada disekitarnya menjadi lebih berguna. Pendidikan dibutuhkan oleh masyarakat, karena semakin tinggi pendidikan akan menambah kualitas dari seseorang. Orang masih berpendapat bahwa pendidikan merupakan 1 Thomas Groome, trans., Pendidikan Agama Kristen (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011), 29 2 Ibid., 30 1

suatu wadah untuk melakukan transmisi kebudayaan. Pendidikan norma-norma, sikap, adatistiadat, keterampilan sosial semuanya diperoleh dari pendidikan 3. Dalam hal ini transmisi kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu usaha pewarisan pengetahuan, nilai-nilai yang dianggap baik dan dapat menjadi pedoman yang baku dalam kehidupan bermasyarakat. Ada berbagai cara yang dilakukan untuk melakukan transmisi kebudayaan yakni melalui keluarga, masyarakat maupun sekolah. Dalam konteks penelitian ini maka, Pendidikan Agama Krsiten (PAK) menjadi salah satu jenisnya. Groome menambahkan bahwa pendidikan yang baik dapat disebut bersifat keagamaan 4. Setiap usaha untuk menemukan yang transenden kemudian dinamakan dengan pendidikan agama. Dalam pendidikan agama, dikhususkan menjadi Pendidikan Agama Kristen. Pendidikan Agama Kristen dalam gereja, keluarga dan sekolah secara khusus harus dihubungkan dengan tradisi Kristen. Seperti yang diungkapkan oleh Groome bahwa istilah pendidikan agama (Christian Edication) dengan akurat mendeskripsikan investigasi yang umum pada dimensi kehidupan agama dan pencarian bersama manusia terhadap dasar keberadaan yang transenden, akan tetapi jika komunitas agama menentukan tradisi miliknya sendiri yang khusus untuk mensponsori orang-orang dalam pencarian mereka yang bersifat transenden, maka kegiatan pendidikan itu harus secara khusus dihubungkan dengan tradisi komunitas itu 5. Dalam hal ini Pendidikan Agama Kristen haruslah memiliki tradisi itu sendiri untuk dapat membantu anggota komunitas dalam pencarian yang bersifat transenden. Tradisi komunitas khususnya komunitas Kristen, didasarkan pada apa yang tertulis dalam Alkitab, walaupun tidak dapat dilupakan bahwa setiap kisah dalam Alkitab memiliki tradisitradisi tersendiri dengan latar belakang yang berbeda-beda. Salah satu ajaran didalamnya baik itu 3 Nasution S, Sosiologi Pendidikan. (Bandung : Bumi Aksara, 1983), 13 4 Groome, Pendidikan Agama Kristen, 31 5 Ibid., 34 2

dalam Perjanjian Lama dan juga dalam Perjanjian Baru yakni dalam Maleakhi 3:10a Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan dalam ayat ini Buckner menjelaskan bahwa persepuluhan yang dimaksud adalah sepuluh persen dari semua hasil kerja atau ladang. Hasil yang terbaik dari ladang haruslah diberikan kepada Allah dan hasil yang jelek yang akan digunakan oleh pemberi persepuluhan tersebut. Buckner menambahkan bahwa rumah perbendaharaan yang dimaksud yakni Bait Suci di Yerusalem yang menjadi pusat kebaktian dan kegiatan-kegiatan agama 6. Persembahan yang diberikan bukan hanya sebatas pada uang tetapi juga persembahan khusus lainnya yaitu waktu, talenta, akal, kemampuan dan karunia. Ayat ini mau menjelaskan bahwa hasil yang diberikan sebagai persepuluhan dalam Bait Suci adalah tanda ungkapan syukur. Selain dalam kitab Maleakhi, dalam II Korintus 9:1-15. Kisah dalam II Korintus ini memiliki latar belakang yang berbeda dengan apa yang terdapat dalam kitab Maleakhi. Kisah dalam II Korintus adalah mengenai pengumpulan persembahan untuk membantu orang-orang kudus di Yerusalem. Beyer dan Simamora menyebutkan bahwa orang-orang di Akhaya memberikan persembahan mereka sebagai tanda bukti syukur dengan kerelaan hati dan bukan dengan sedih ataupun paksaan. Kasih Tuhan akan datang bagi orang di Akhaya dan orang kudus di tempat lain (Yerusalem) dapat terbantu. Bukan hanya dalam memberikan persembahan dan membantu tetapi secara tidak langsung, persekutuan bersama orang percaya dapat terbentuk dalam doa syafaat orang-orang kudus untuk orang Kristen bukan Yahudi 7. Persembahan yang diberikan kepada Tuhan, baik itu dalam Maleakhi ataupun dalam teks II Korintus memberikan arti yang sama yaitu karunia, talenta, waktu ataupun akal dan juga 6 Charles Buckner. Kupasan Firman Allah Suara Maleakhi. (Bandung:Lembaga Literatur Baptis, 2002), 86-87. 7 Ulrich Beyer & Evalina Simamora, Memberi Dengan Sukacita ( Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2008), 83-108. 3

penekanan yang diberikan dalam II Korintus bahwa persembahan yang diberikan harus sesuai dengan kerelaan hati perlulah diketahui bahwa semuanya itu harus berdasarkan pada penyerahan yang utuh kepada Tuhan. Pemberian persembahan yang terdapat dalam kedua contoh ayat diatas merupakan salah satu contoh ajaran yang terdapat dalam Alkitab. Ajaran-ajaran tentang memberi persembahan dalam Alkitab tidak lahir atau muncul dan berkembang begitu saja tetapi didasarkan pada tradisi yang ada sebelumnya diantaranya adalah budaya di Mesir, Maspero melihat bahwa ada bagian khusus yang diberikan kepada dewata dari sepersepuluh atas pendapatan yang diperoleh 8. Diungkapkan juga bahwa di Assuria ia melihat raja Tiglath-Pileser menghambur-hamburkan persembahan kepada dewata dan memperkaya tempat berhala dengan rampasan dari peperangannya. Setelah selesai berperang raja Tiglath-Pileser akan mempersembahkan sepersepuluh dari rampasannya kepada dewa Ashur dan juga kepada dewa Ramman. Sayce menerangkan bahwa persembahan adalah kebiasaan Babylonia untuk mempersembahkannya kepada tempat-tempat berhala sebagai hasil dari tanah jajahannya 9. Kebiasaan untuk memberikan persembahan persepuluhan dilakukan dikalangan petani orang Roma supaya setiap petani mempersembahkan persepuluhan hasil panennya pada tempat-tempat berhala. Kisah-kisah ini dapat disebut sebagai kisah-kisah pertama dalam memberikan persembahan hingga kepada jemaat pada masa kini. Tradisi-tradisi dalam Alkitab yang sudah berkembang seperti sekarang ini, tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya pegangan dalam melaksanakan tugas Pendidikan Agama Kristen, seorang pendidik perlu memperhatikan beberapa pendukung lain yang disebut dengan fondasi Pendidikan Agama Kristen. Pazmino menyebut dalam bukunya ada 7 fondasi penting dan salah 8 A.M. Tambunan, Persembahan Persepuluhan (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1945), 19. 9 Ibid., 21. 4

satunya adalah Fondasi Sosiologis 10. Ia menyatakan bahwa tugas seorang pendidik adalah membuat pengajaran mereka tetap update dan relevan dengan konteks budaya mereka supaya bisa terus memberi dampak pada peserta didik yang hidup dalam kebudayaan tersebut 11. Sependapat dengan apa yang diungkapkan oleh Pazmino, Sitompul berpendapat bahwa Pendidikan Agama yang dilakukan dalam konteks apapun jelas sekali membutuhkan perspektif kebudayaan didalamnya, karena dalam melakukan pendidikan yang nantinya memiliki tujuan untuk mengubah suatu masyarakat, pendidikan itu tidak cukup hanya dengan mengkritik dan meniru dari bangsa lain, tetapi haruslah dilakukan dengan sistem yang sesuai dengan kebudayaan setempat 12. Ia menambahkan bahwa kebudayaan setempat yang dimaksudkan adalah hal-hal yang menjadi kebiasaan masyarakat dan pada akhirnya membudaya. Sesuai dengan apa yang ditulis oleh Sitompul bahwa gereja dapat berdiri karena memperhitungkan adat kebudayaan suku-suku 13. Pendidikan Agama Kristen membutuhkan kebudayaan dalam melangsungkan tugasnya juga diacu oleh teori dari Geertz tentang agama sebagai sistem kebudayaan. Dalam teorinya tersebut ia berpendapat bahwa agama pada awalnya adalah sebuah sistem simbol-simbol yang akan memberi makna dan motivasi pada para penganutnya lewat ritual-ritual yang pada akhirnya menjadi suatu realitas unik yang disebut dengan kebudayaan 14. Agama dan kebudayaan memiliki hubungan erat yang akan menolong satu sama lain, oleh sebab itu dalam melakukan pendidikan agama perlulah diperhitungkan aspek kebudayaan didalamnya. 10 Robert Pazmino. Fondasi Pendidikan Kristen. (Bandung : STT Bandung bekerjsama dengan BPK, 2012), 4. 11 Ibid 231-231. 12 A.A Sitompul. Dipintu Gerbang Pembinaan Warga Gereja Pendidikan dan Kebudayaan. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1979), 9. 13 Ibid., 188. 14 Daniel Pals, trans., Tujuh Teori Agama Paling Komprehensif (Seven theories of Religion). (Jogjakarta: IRCiSoD, 2012), 342. 5

Dalam kehidupan bersama komunitas Kristen, ditemukan sebuah kebiasaan yang pada akhirnya menjadi budaya keluarga Kristen dan masih dipertahankan bahkan tetap dibawa sekalipun sudah jauh dari keluarga yakni tradisi Piring Natzar. Tradisi Piring Natzar dimiliki dan tetap dilakukan oleh keluarga-keluarga di kepulauan Maluku, khusunya bagi mereka yang berada di Ambon, Maluku Tengah dan Seram. Piring Nazar ada pada sebuah meja (biasa juga disebut dengan meja sombayang) yang diatasnya diletakkan sebuah piring dan sebuah Alkitab yang ditutupi dengan kain berwarna putih. Alkitab diletakkan di atas piring dan di dalam piring diletakkan uang yang akan dibawa untuk dipersembahakan pada ibadah hari minggu. Biasanya uang yang digunakan adalah uang yang masih baru dalam artian bahwa uang yang tidak usang ataupun yang sudah robek. Uang tersebut diletakkan di dalam Piring Nazar untuk jangka waktu tertentu. Apabila keluarga ingin membawa persembahan persepuluhan ke Gereja, maka sebelum uang itu dibawa, uang tersebut harus di letakkan dahulu di dalam Piring Nazar sebelum di bawa ke Gereja, baik untuk persembahan mingguan maupun persembahan perpuluhan untuk didoakan bersama-sama. Selain untuk tempat meletakkan persembahan, meja yang diletakkan Piring Nazar diatasnya juga dianggap sebagai mimbar dalam keluarga. Ketika anggota keluarga akan pergi (keluar dari rumah baik itu pergi jauh ataupun ke sekolah, ke gereja atau ketempat-tempat lain) maka anggota keluarga harus berdoa terlebih dahulu di depan Piring Natzar tersebut. Piring Nazar ini diletakkan di kamar pertama dalam sebuah rumah dan dalam kebiasaan masyarakat Ambon, kamar pertama tersebut adalah kamar dari kedua orang tua. Terdapat sesuatu hal menarik yang disosialisasikan dan diajarkan oleh orang tua kepada anak-anak, agar mereka melakukan tradisi Piring Nazar pada saat mereka jauh dari keluarga. Keadaan ini dapat dijumpai pada para mahasiswa yang berasal dari Gereja Protestan Maluku 6

(GPM) yang berkuliah di Salatiga dan masih setia melakukan tradisi Piring Nazar dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dalam penelitian ini, berkaitan dengan tradisi Piring Nazar, maka akan dilihat bagaimana pola pendidikan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya sehingga ajaran tentang Piring Nazar dapat terinternalisasi dan diwariskan dalam diri mahasiswa. PAK yang didasarkan pada fondasi sosiologis sangat membantu dalam pelaksanaan pendidikan, oleh sebab itu tulisan ini akan diberi judul Tradisi Piring Nazar Dalam Perspektif Pendidikan Agama Kristen Dalam Keluarga 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH PENELITIAN Keluarga dalam hal ini adalah orang tua memiliki peranan yang besar dalam melakukan pendidikan atau sebagai wadah untuk melakukan pendidikan primer dalam masyarakat. Ada berbagai jenis pendidikan yang perlu untuk dilakukan oleh orang tua dan salah satunya adalah pendidikan agama dalam keluarga. Sebelum anak-anak menjadi anggota gereja, anak-anak terlebih dahulu telah mendapatkan pendidikan agama dalam keluarga. Tradisi Piring Nazar yang dilakukan oleh orang tua kemudian turun kepada anak-anak bukan tanpa sengaja. Tentu saja tradisi Piring Nazar diajarkan dan disosialisasikan dengan sengaja kepada anak-anak dan memiliki tujuan tertentu yakni adanya Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga, sehingga perlulah diketahui dimanakan posisi Pendidikan Agama Kristen dalam tradisi Piring Nazar. 1.3 MASALAH PENELITIAN Pelaksanaan tradisi Piring Nazar adalah suatu kenyataan dalam kehidupan sosio-religius diantara keluarga Kristen di Ambon. Pada satu sisi Piring Nazar memiliki inti yang sama dengan ajaran Alkitab, sedangkan disisi yang lain tradisi ini tidak turun begitu saja tetapi melalui proses 7

pendidikan dan sosialisasi. Oleh karena itu pola pendidikan seperti apa yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya perlu diketahui sehingga diharapkan bisa digunakan oleh keluarga-keluarga Kristen lain di berbagai tempat. 1.4 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan identifikasi masalah dan masalah penelitian maka rumusan masalah penelitian adalah Bagaimana Pola Pendidikan yang dilakukan oleh orang tua dapat menginternalisasi ajaran Piring Nazar dalam pribadi mahasiswa? Masalah pokok penelitian tersebut dijabarkan sebagai berikut: 1. Bagaimana pemahaman mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang berasal dari Gereja Protestan Maluku tentang tradisi Piring Nazar? 2. Bagaimana tradisi Piring Nazar dalam Pendidikan Agama Kristen pada keluarga Kristen di Maluku? 3. Bagaimana Pola Pendidikan yang dilakukan oleh orang tua dapat menginternalisasi ajaran Piring Nazar dalam pribadi mahasiswa? 1.5 TUJUAN PENULISAN 1. Mendeskripsikan pemahaman mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang berasal dari Gereja Protestan Maluku tentang tradisi Piring Nazar. 2. Menganalisis posisi tradisi Piring Nazar dalam Pendidikan Agama Kristen bagi keluarga. 3. Mengidentifikasi pola didikan yang dilakukan oleh orang tua dapat menginternalisasi ajaran Piring Nazar dalam pribadi mahasiswa 8

1.6 MANFAAT PENULISAN Manfaat Teoritis Adanya pemahaman baru bahwa Pendidikan Agama Kristen (PAK) juga membutuhkan aspek-aspek kebudayaan. Semua kekayaan budaya yang ada disekitar manusia dapat digunakan sebagai sarana pembelajaran bukan hanya sebagai warisan saja. Manfaat Praktis Pola pendidikan yang dilakukan oleh orang tua dapat menjadi contoh bagi keluarga Kristen lainnya dalam melakukan Pendidikan Agama Kristen kepada anak-anaknya atau generasi penerusnya. 1.7 METODOLOGI PENELITIAN a. Metode Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan dimana posisi Pendidikan Agama Kristen dalam tradisi Piring Nazar yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anak sehingga tradisi Piring Nazar dapat terinternalisasi dalam pribadi mereka. Berdasarkan tujuan tersebut maka metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan penelitian adalah penelitian kualitatif. Metode Deskriptif Analisis Jenis penelitian deskriptif analisis bertujuan untuk menjelaskan secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat yang terkait dengan substansi penelitian. Jenis deskriptif berusaha menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. 9

Metode deskriptif analisis dipilih karena penelitian ini bermaksud mendeskripsikan dan menganalisis pemahaman seperti apa yang mereka dapatkan lewat pola pendidikan yang dilakukan oleh orang tua kepada anak-anaknya sehingga sampai di Salatiga anak-anak masih melakukan tradisi Piring Nazar serta bagaimana mahasiswa memahami makna dari tradisi Piring Nazar dalam kehidupan mereka sehari-hari. Informan kunci dalam penelitian ini adalah mahasiswa UKSW yang melakukan tradisi Piring Nazar dan juga para orang tua Ambon yang berada di Salatiga. b. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Pendekatan ini sering diterapkan dalam penelitian tentang kehidupan, riwayat, dan perilaku seseorang, di samping itu juga peranan organisasi, pergerakan sosial dan hubungan timbal balik 15. Penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena sesuai dengan tujuannya yaitu ingin melihat bagaimana pola pendidikan orang tua sehingga tradisi Piring Natzar bisa terinternalisasi dalam pribadi mahasiswa. c. Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data Teknik pengumpulan data dilakukan dalam kerangka studi pendahuluan yaitu kajian pustaka dan kajian empiris. Kajian pustaka diperoleh melalui studi kepustakaan, sedangkan 15 Anselm Strauss dan Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 4. 10

kajian empiris diperoleh melalui wawancara, observasi langsung dan FGD yang dibahas berikut ini. 1) Wawancara Teknik wawancara merupakan peran seorang peneliti mengajukan pertanyaanpertanyaan yang dirumuskan untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur, wawancara bebas dengan pedoman wawancara yang digunakan hanya garis besar permasalahan yang ditanyakan 16. Wawancara dalam penelitian ini untuk mengetahui pola pendidikan orang tua kepada anak- anak dan wawancara tentang proses internalisasi ajaran Tradisi Piring. Subjek yang akan diwawancarai adalah Orang Tua yang berasal dari Ambon yang tinggal di Salatiga sebagai informan kunci dan mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang berasal dari Ambon. 2) Observasi Observasi merupakan suatu proses pengamatan terhadap subjek penelitian dan dilakukan secara terstruktur 17. Observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi langsung, ketika subjek penelitian melakukan tradisi Piring Nazar di tempat kediaman mereka di Salatiga. 3) FGD Teknik Focus Group Discussion (FGD) untuk para mahasiswa Universitas Krtisten Satya Wacana. Herdiansyah menyatakan bahwa tujuan FGD adalah untuk berdiskusi 16 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2012), 140. 17 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, 145-146. 11

dan berdialog bersama, bertatap muka dengan sesama responden/subjek/informan penelitian guna menghasilkan suatu informasi langsung dari berbagai sudut pandang. FGD juga dapat dilakukan guna melakukan crosscheck ulang jika terdapat data yang kebenarannya masih diragukan 18. Sumber data untuk melakukan teknik ini adalah mahasiswa Ambon yang berkuliah di Universitas Kristen Satya Wacana. d. Lokasi Penelitian, Populasi dan Subjek Penelitian Lokasi yang dipilih dalam penelitian adalah di Salatiga karena subjek penelitian yang akan diteliti adalah mahasiswa yang berkuliah di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang berasal dari Gereja Protestan Maluku. Sampel yang digunakan adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang melakukan Tradisi Piring Nazar. 1.8 SISTEMATIKA PENULISAN TESIS Sistematika dalam tulisan ini terdiri dari lima (V) BAB. BAB I Pendahuluan; bagian pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Masalah Penelitian, Variabel Penelitian, Rumusan masalah Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II Teori Rujukan; bagian ini terdiri dari kajian Pustaka yaitu Teori tentang Pendidikan, Pendidikan Agama Kristen, Pendidikan Agama Kristen dalam keluarga, Fondasi Pendidikan Agama Kristen, Sosialisasi dalam keluarga dan tentang Piring Nazar. BAB III Data Lapangan dan Analisa; bagian ini berisiskan data hasil penelitian yang dilakukan dengan metode dan pendekatan kualitatif di lapangan yang sekaligus akan dianalisa setelah dilakukan pemaparan mengenai hasil penelitian (data di lapangan). BAB IV Refleksi Teologis; bagian ini merupakan 18 Haris Herdiansyah. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmuSosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), 146-148. 12

refleksi penulis tentang pola pendidikan orang tua dalam keluarga yang dikaitkan dengan data di lapangan dan ajaran Alkitab tentang mendidik anak dalam keluarga. BAB V Penutup; penutup terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan berisi temuan-temuan penulis dari hasil penelitian dan rekomendasi berupa usulan untuk Gereja Protestan Maluku, mahasiswa, orang tua dan penelitian lanjutan. 13