BAB I PENDAHULUAN. tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. faktor penyebab kemiskinan yang paling penting menurut World Bank (2004)

BAB I PENDAHULUAN. dinantikan serta diinginkan oleh rakyat Indonesia. Harapan dan cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan adalah hal yang sangat penting. Pada tahun 1950an, orientasi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

SUATU TINJAUAN KEBIJAKAN ALOKASI BELANJA 3 (TIGA) BIDANG UTAMA (SOSIAL BUDAYA, INFRASTRUKTUR, EKONOMI) UNTUK 25 KABUPATEN DAN KOTA PADA RAPBD TA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia Disparitas produk..., Raja Iskandar Rambe, FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. kerja pengelolaan pemerintahan, Indonesia dibagi menjadi daerah kabupaten dan. sendiri urusan pemerintahan dan pelayanan publik.

ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA. Etik Umiyati

dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2011). pemerataan, akan terjadi Ketimpangan wilayah (regional disparity), terlihat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan klasifikasi tipologi kabupaten/kota dan analisis autokorelasi

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. pokok utama suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan harus mampu memberi

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dijalankan secara sentralisasi. Segala wewenang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

ANALISIS KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROPINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. lama di Indonesia.Ketimpangan yang paling lazim dibicarakan adalah

INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkannya diperlukan syarat-syarat yang harus terpenuhi, laju pertumbuhan penduduknya. (Todaro, 2011)

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah

PEMBANGUNAN DAN KETIMPANGAN WILAYAH PANTAI BARAT DAN PANTAI TIMUR SUMATERA UTARA

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

ALOKASI ANGGARAN DAERAH DALAM PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA Beryl Artesian Girsang

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Pandangan lain, reformasi telah memunculkan sikap keterbukaan dan fleksibilitas sistem

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional dan internasional dengan pemerataan dan pertumbuhan yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penganggaran pada dasarnya mempunyai manfaat yang sama

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( )

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder rangkai waktu (Time

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output

I. PENDAHULUAN. arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan usaha masyarakat secara keseluruhan dalam upaya untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut. Artinya adalah indikator pembangunan ekonomi adalah pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan masalah kemiskinan. (Todaro, 2000). Pemerataan yang dimaksud adalah hasil-hasil pembangunan dapat diterima disemua sektor dan untuk seluruh lapisan masyarakat. Namun demikian seringkali dibanyak negara berkembang termasuk di wilayah kabupaten/ kota di Indonesia menghadapai ketidakmerataan (disparity) hasil pembangunan itu sendiri sehingga menjadi dilema dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Hubungan antara disapritas regional dan tingkat pembangunan ekonomi pada tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. (Kuncoro, 2004) Tingkat pembangunan yang lebih tinggi akan semakin memperkuat dampak sebar (spread effect) dan cenderung menghambat arus ketimpangan regional. Hal ini akan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi

kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diarahkan untuk mengurangi ketimpangan regional lebih lanjut. Dalam mengukur tingkat ketimpangan (disparitas) suatu wilayah, telah banyak teori dan model yang dibuat dan dikembangkan, diantaranya adalah yang dipergunakan oleh Jeffrey G. Williamson dengan modelnya yang dikenal dengan Indeks Williamson. Indeks Williamson dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang perkembangan masing-masing daerah dari segi pemerataan pembangunan yang diamati (Safrizal, 1997). Dari hasil penghitungan dengan model Indeks Williamson dalam Gambar 1.1 berikut disajikan tingkat ketimpangan (disparitas) dari masing-masing kabupaten/ kota di propinsi Sumatera Utara tahun 2013. 0.40000 Indeks 0.3601 0.30000 0.20000 0.10000-0.0563 0.0786 0.0370 0.0918 0.0538 0.0121 0.0303 0.0286 0.0643 0.0246 0.0025 0.0359 0.0500 0.0816 0.0416 0.0321 0.0013 0.0308 0.0030 0.0062 0.0075 0.0120 0.0142 0.0589 Kab/kota Sumber : Hasil Olahan Penulis Gambar 1.1. Ketimpangan Regional Kabupaten/ Kota Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013

Dari gambar 1.1 terlihat bahwa tingkat disparitas tertinggi di kabupaten/ kota propinsi Sumatera Utara tahun 2013 adalah berada di kota Medan dengan nilai sebesar 0,3601 sedangkan tingkat disparitas terendah berada di kabupaten Samosir dengan nilai 0,0013. Hal ini menunjukkan masih tingginya ketimpangan (disparitas) diantara kabupaten/ kota di propinsi Sumatera Utara. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ketimpangan antara wilayah, diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dan aglomerasi. Secara teori pada tahap awal pembangunan ketimpangan regional akan menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu (aglomerasi), dan pada tahap lebih matang dilihat dari pertumbuhan ekonomi tampak adanya keseimbangan antar daerah dimana disparitas berkurang dengan signifikan. (Richarson, 1997). Indikator lainnya dalam mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi. Pada prinsipnya pertumbuhan ekonomi harus dirasakan oleh semua wilayah. Hal ini terjadi jika pertumbuhan ekonomi disertai dengan kecilnya kesenjangan ekonomi regional. Pertumbuhan ekonomi secara umum diartikan sebagai peningkatan dalam kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi suatu barang-barang dan jasa. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan output perkapita. Secara sederhana, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun. (Nangan, 2001).

8.00 7.00 6.00 Persen 5.74 6.20 6.90 6.39 6.42 6.63 6.22 6.01 5.00 4.00 3.00 4.43 3.98 4.56 4.81 5.48 5.07 2.00 2.32 1.00 - Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber : BPS Propinsi Sumut Gambar 1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara Tahun 1999-2013 Dari gambar 1.2 di atas dapat terlihat bahwa perkembangan laju pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari perubahan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 menunjukkan dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan penurunan. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara diawal tahun 1999 menunjukkan angka sebesar 2,32 persen. Rendahnya pertumbuhan ini disebabkan di tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang melanda dunia dan berimbas pada perekonomian nasional serta regional khususnya di Sumatera Utara. Namun demikian, perekonomian Sumatera Utara kembali bangkit hingga mencapai 6,01 persen di tahun 2013 meskipun mengalami penurunan dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 6,22 persen. Meskipun terjadi penurunan, perekonomian Sumatera Utara secara rata-rata dari tahun 1999 hingga tahun 2013 terus menunjukkan arah peningkatan. Hal ini

berdampak positif bagi perkembangan perekonomian Sumatera Utara pada tahuntahun berikutnya. Kab/kota PSidempuan Binjai 6.20 6.48 Medan 4.30 TTinggi 6.91 PSiantar TBalai Sibolga Sergai Samosir PakpakB HumbaHas NiSel Langkat 5.16 4.52 5.80 5.97 6.46 5.86 6.03 5.16 5.97 DSerdang 12.79 Karo Dairi Simalungun Asahan LBatu TobaSa TapUt TapTeng TapSel Madina Nias 4.72 5.46 4.48 5.83 6.00 5.14 6.05 6.85 5.21 6.41 6.43 Persen - 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 Sumber : BPS, Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2014 Gambar 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/ Kota Sumatera Utara Tahun 2013 (persen)

Dari data BPS, pertumbuhan ekonomi regional kabupaten/ kota di Sumatera Utara akan terlihat seberapa besar ketimpangan yang terjadi dari sisi perekonomian. Gambar 1.3 diatas menunjukkan pertumbuhan ekonomi regional kabupaten/ kota di Sumatera Utara yang relatif tinggi, namun pertumbuhan tersebut diiringi dengan ketimpangan antar wilayah yang semakin besar. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata seringkali menyebabkan bertambah lebarnya ketimpangan antar golongan masyarakat (yang kaya dan yang miskin) dan kesenjangan atau ketimpangan antar daerah (yang maju dan yang tertinggal). Ketimpangan yang makin tinggi antar golongan dan antar wilayah ini dapat memunculkan masalah kecemburuan sosial, kerawanan disintegrasi wilayah dan disparitas ekonomi yang makin lebar dan tajam. Menurut Suryana (2000), ketimpangan pembangunan pada prinsipnya merupakan ketimpangan ekonomi yang mengandung makna kemiskinan dan kesenjangan. Agar ketimpangan dan perkembangan antar suatu daerah dengan daerah lain tidak menciptakan jurang yang semakin lebar, maka implikasi kebijaksanaan terhadap daur perkembangan dari pembangunan haruslah dirumuskan secara tepat William Easterly (2006) dalam salah satu studynya mengungkapkan bahwa tingkat ketimpangan (disparities) yang tinggi merupakan penghambat dari kemakmuran, tumbuhnya institusi yang berkualitas, dan berkembangnya pendidikan yang bermutu tinggi. Ketimpangan pembangunan yang tinggi antara daerah di Sumatera Utara merupakan salah satu masalah yang harus diminimalisir bahkan dituntaskan oleh pemerintah mengingat tujuan utama dari usaha usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setingi tingginya, harus pula menghapus

atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan (disparitas) pendapatan, dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ( Todaro, 2000 ). Tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi di suatu wilayah merupakan akar permasalahan yang menyebabkan ketimpangan pembangunan antara wilayah di Sumatera Utara. Wilayah yang tidak memiliki sumber daya alam yang potensi serta sumber daya manusia yang tidak berkualitas akan menyebabkan perpindahan (urbanisasi) penduduk dari wilayah tersebut ke wilayah yang lebih menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Gambar 1.4. menyajikan tingkat kemiskinan dan pengangguran di kabupaten/ kota propinsi Sumatera Utara selama tahun 2013. 20.00 18.00 Persen 17.28 18.83 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00-0.87 8.02 11.33 9.62 4.46 15.41 8.53 2.34 11.68 9.54 8.93 1.69 11.60 8.53 5.22 5.96 10.45 9.79 8.68 1.90 2.08 7.54 4.71 10.44 7.10 2.79 10.00 0.30 3.57 14.01 11.28 9.35 1.12 6.13 14.85 12.90 10.07 8.98 10.93 6.61 11.74 9.64 9.04 6.75 7.36 10.01 6.83 6.80 Kab/Kota Nias Madina TapSel TapTeng TapUt TobaSa LBatu Asahan Simalungun Dairi Karo DSerdang Langkat NiSel HumbaHas PakpakB Samosir Sergai Sibolga TBalai PSiantar TTinggi Medan Binjai PSidempuan Kemiskinan Pengangguran Sumber : BPS (2014) Gambar 1.4. Tingkat Kemiskinan dan Pengangguran di Kabupaten/ Kota Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013

Gambar 1.4 menunjukkan tingkat kemiskinan dan pengangguran di seluruh kabupaten/ kota propinsi Sumatera Utara tahun 2013 yang berfluktuatif antara daerah tersebut. Secara umum pola yang digambarkan adalah apabila tingkat kemiskinan tinggi akan diikuti oleh tingkat pengangguran yang tinggi pula. Tingkat kemiskinan yang tertinggi di tahun 2013 adalah Kabupaten Nias Selatan sebesar 18,83 persen dengan tingkat pengangguran sebesar 2,79 persen. Sedangkan tingkat kemiskinan yang terendah adalah Kabupaten Deli Serdang sebesar 4,71 persen dengan tingkat pengangguran sebesar 7,54 persen. Disamping tingkat kemiskinan dan pengangguran, ketimpangan yang terjadi antara wilayah di kabupaten/ kota propinsi Sumatera Utara adalah disebabkan oleh persebaran sumber daya yang tidak merata dalam perekonomian regional antar daerah. Ketidakmerataan sumber daya ini tercermin pada konsentrasi kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tertentu saja. Daerahdaerah dimana konsentrasi ekonomi terjadi memperoleh manfaat disebut dengan ekonomi aglomerasi (agglomeration economies). (Safrizal, 1997). Ekonomi aglomerasi merupakan eksternalitas yang dihasilkan dari kedekatan geografis dengan kegiatan ekonomi. Sebagai akibatnya daerah-daerah yang termasuk dalam aglomerasi pada umumnya mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang bukan aglomerasi. Aglomerasi bukan saja menguntungkan produsen karena penghematan aglomerasi maupun urbanisasi, konsumen juga dapat meminimalisasi biaya opportunities dalam membandingkan jenis barang yang sama di tempat yang berbeda yang saling berdekatan.

1.2. Rumusan Masalah Dari uraian-uraian tersebut, penulis merumuskan masalah-masalah sebagai berikut : Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan rasio penduduk miskin serta pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota di propinsi Sumatera Utara yang teraglomerasi terhadap ketimpangan regional kabupaten/ kota di Sumatera Utara? 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan rasio penduduk miskin serta pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota di propinsi Sumatera Utara yang teraglomerasi terhadap ketimpangan regional kabupaten/ kota di Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian Memberikan informasi sebagai bahan acuan kepada mereka yang akan meneliti dan sekaligus ikut memperkaya kepustakaan tentang aglomerasi dan pertumbuhan ekonomi regional serta memberikan informasi bagi pengembangan ilmu ekonomi dan memberikan tambahan informasi kepada pemerintah dan pihak yang terkait dalam pengambilan kebijaksanaan khususnya mengenai pengelolaan aglomerasi dan pengaruhnya terhadap hubungan pertumbuhan dan ketimpangan regional di Sumatera Utara.