BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SURFAKTAN Surfaktan yang merupakan singkatan dari surface active agent, didefinisikan sebagai suatu bahan yang mengadsorbsi pada permukaan atau antarmuka (interface) larutan untuk menurunkan tegangan permukaan atau antarmuka sistem [12]. Surfaktan memiliki gugus hidrofilik (biasa disebut bagian kepala, dan yang suka air) dan hidrofobik (yang disebut bagian ekor, yang tidak suka air).sifat surfaktan inilah, sehingga surfaktan dapat digunakan sebagai bahan penggumpal, pembusaan, dan emusifier oleh industri farmasi, kosmetik, kimia, pertanian dan pangan serta industri produk perawatan diri (personal careproduct) [1]. Gambar 2.1 Diagram Skematik dari Sebuah Molekul Surfaktan [12] Surfaktan klasik diproduksi dari bahan baku petrokimia. Untuk ke depannya, bahan baku fosil akan berkurang dan produk dengan bahan baku yang terbarukan akan menjadi lebih penting. Pertumbuhan konsumen berdampak pada penelitian untuk menghasilkan surfaktan baru dari bahan baku yang terbarukan [5]. Surfaktan alami adalah jenis surfaktan yang disintesis dari bahan alami. Sumbernya dapat berasal dari tanaman atau hewan dan produknya didapat melalui beberapa proses pemisahan, seperti: ekstraksi, presipitasi, atau distilasi. Surfaktan dimana salah satu struktur utamanya, bagian kepala ataupun ekor hidrofobik, didapat dari bahan alami biasanya disebut surfaktan alami. Sebagai contoh alkil glukosida yang dibuat dari gula (alami) dan fatty alcohol (non-alami) yang biasanya disebut sebagai surfaktan alami [13]. 5
2.2 SIFAT-SIFAT SURFAKTAN 2.2.1 Kestabilan dalam Emulsi Cara kerja bahan penstabil adalah dengan menurunkan tegangan permukaan, dengan cara membentuk lapisan pelindung yang menyelimuti globula fasa terdisfersi, sehingga senyawa yang tidak larut akan lebih mudah terdisfersi dalam sistem dan bersifat stabil. Emulsi yang stabil mengacu pada proses pemisahan yang berjalan lambat sedemikian rupa sehingga proses itu tidak teramati pada selang waktu tertentu yang diinginkan [14]. Semakin tinggi viskositas dari suatu sistem emulsi, semakin rendah laju rata-ratapengendapan yang terjadi, sehingga mengakibatkan kestabilan semakin tinggi.emulsi denganglobula berukuran halus lebih tinggi viskositasnya dibandingkan dengan emulsi yangglobulanya tidak seragam[3]. 2.2.2 Tegangan Permukaan Tegangan permukaan adalah gaya yang timbul sepanjang garis permukaan suatu cairan. Gaya ini timbul karena adanya kontak antara dua cairan yang berbeda fase. Suatu surfaktan tersusun atas gugus hidrofobik dan hidrofilik pada molekulnya dan memiliki kecenderungan untuk berada pada antarmuka antara kedua fase yang berbeda derajat polaritasnya atau dengan kata lain surfaktan dapat membentuk film pada bagian antarmuka dua cairan yang berbeda fase. Pembentukan film tersebut menyebabkan turunnya tegangan permukaan kedua cairan berbeda fase tersebut sehingga mengakibatkan turunnya tegangan antarmuka. Tegangan permukaan dapat diukur menggunakan Tensiometer metode Du Nuoy yang dinyatakan dalam dyne/cm atau mn/m [1]. 2.2.3 Nilai Hydrophile-Lipophile Balance (HLB) Keseimbangan antara jumlah molekul hidrofilik dan hidrofobik dihitung dengan nilai HLB (Hydrophile-Lipophile Balance). Hal ini dapat digunakan untuk menentukan kualitas surfaktan berdasarkan data emulsi. HLB dapat menunjukkan tipe aplikasi surfaktan tergantung nilai interval HLB [1]. 6
HLB Kegunaan 20 15-18 Pelarut 15 13-15 Detergen 10 8-18 Emulsifier tipe O/W 7-9 Pembasah 5 0 3-7 Emulsifier tipe W/O 1-3 Antibusa 0 Gambar 2.2 Kegunaan dari Suatu Produk Dilihat dari Nilai HLB-nya [15] Secara teori harga HLB suatu bahan dapat dihitung berdasarkan harga gugus hidrofil lipofil yang derivatnya dapat dilihat pada tabel2.1 berikut : Tabel 2.2 Harga HLB [15] Gugus Hidrofil Harga HLB -SO 4 Na + 37,8 -COONa + 19,1 N (amida tersier) 9,4 Ester (cincin sorbitan) 6,8 Ester (bebas) 2,4 Hidroksil (bebas) 1,9 Hidroksil (cincin sorbitan) 0,5 Gugus Lipofil -CH- 0,475 -CH 2-0,475 =CH- 0,475 Kelompok Turunan -(CH 2 -CH 2 -O)- 0,33 -(CH 2 -CH 2 -CH 2 -O)- 0,15 Berdasarkan harga yang terdapat di pada tabel di atas dapat ditentukan harga HLB secara teori dengan menggunakan rumus sebagai berikut : HLB = (gugus hidrofil) (gugus lipofil) + 7 [15] 7
Harga HLB dapat ditentukan dari harga Critical Micelle Concentration (CMC).Harga CMC diperoleh dengan menggunakan alat tensiometer. Kemudian dengan menggunakan rumus berikut maka akan diperoleh harga HLB. HLB= 7-0,36 ln Co Cw [15] Dimana : Cw = Harga CMC Co = 100 Cw Penentuan harga HLB dapat juga diperoleh berdasarkan harga bilangan penyabunan dan bilangan asam yakni dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Dimana : S = Bilangan penyabunan A = Bilangan asam HLB= 20 1 S A [15] 2.3 ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) Alkil poliglikosida adalah surfaktan kelas nonionik yang telah menarik perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Surfaktan ini diproduksi dari bahan terbarukan seperti gula dan minyak nabati [16]. Digunakan secara luas sebagai deterjen, agen pembersih, produk kosmetik, dan formula pestisida karena sangat baik digunakan untuk antarmuka [17]. Alkil glikosida pertama kali disintesis dan diidentifikasi di laboratorium oleh Emil Fischer lebih dari 100 tahun yang lalu. Penggunaan paten pertama yang menjelaskan pemakaian alkil glikosida dalam deterjen telah diajukan di Jerman sekitar 40 tahun kemudian. Setelah itu banyak peneliti tertarik meneliti tentang alkil glikosida dan telah mengembangkan proses-proses teknis untuk memproduksi alkil poliglikosida berdasarkan sintesis Fischer. Selama pengembangan ini, selain dilakukan penelitian awal Fischer yaitu mereaksikan glukosa dengan alkohol yang bersifat hidrofilik seperti metanol, etanol, gliserol, dan lain-lain, juga diteliti reaksi dengan alkohol yang bersifat hidrofobik dengan rantai alkil dari oktil (C 8 ) hingga heksadecil (C 16 ) yang merupakan sifat dari alkohol lemak. Hasil sintesis yang diperoleh bukan alkil monoglikosida murni, namun campuran kompleks dari alkil mono-, di-, tri, dan oligoglikosida. Karena itu, produknya disebut alkil poliglikosida. Produk alkil 8
poliglikosida dapat dicirikan dengan panjang rantai alkil dan derajat polimerisasi [18]. Ikatan kimia antara gugus hidrofobik dan hidrofilik merupakan peran penting dalam karakteristik dari surfaktan alami. Biasanya ikatannya diinginkan untuk stabil selama hidrolisis untuk aplikasinya, tetapi tetap bisa diuraikan secara alami. Ikatan ini juga harus memiliki derajat kebebasan terhadap rotasi sehingga dapat dikemas secara efisien [19]. Sintesis surfaktan APG memiliki gugus yang sama dalam berbagai metodologi. Prosesnya secara umum adalah reaksi antara gugus hidroksil glukosa dengan fatty alcohol, terjadi kondensasi pada gugus OH dan membentuk ikatan eter yang khas (C- O-C) [20]. Alkil poliglikosida dengan panjang rantai alkil C 8, C 10, C 12, dan C 14 larut dalam air. Sementara bila memiliki lebih dari 16 atom karbon pada rantai alkil, tidak larut dalam air [21]. R = (fatty) grup alkil DP = Jumlah rata-rata unit glukosa/rantai alkil (R) (Derajat Polimerisasi) Gambar 2.3 Struktur Molekul dari Alkil Poliglikosida [18] Proses produksi alkil poliglikosida dapat dilakukan dengan dua cara yaitu (1) secara langsung yaitu dengan satu tahap berupa tahap asetalisasi dengan bahan baku dekstrosa (gula turunan pati) dan alkohol lemak (fatty alcohol) dan (2) dengan cara tidak langsung yang melalui dua tahap yaitu tahap butanolisis dan tahap transasetalisasi, cara ini bahan baku berupa pati dan alkohol lemak (fatty alcohol). Kedua cara ini kemudian dilanjutkan ke tahap pemurnian yaitu proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan sehingga diperoleh surfaktan alkil poliglikosida [1]. 9
Pati atau sirup dekstrosa Butanolisis Transasetilasi (2) Butanol Fatty Alcohol Fatty Alcohol (1) Glukosa Anhidrat atau Glukosa Monohidrat (Dekstrosa) Asetalisasi Butanol/Air Netralisasi Air Distilasi Fatty Alcohol Air Pelarutan Pemucatan Alkil Poliglikosida Gambar 2.4 Diagram Balok Produksi Alkil Poliglikosida dengan Berbagai Sumber Karbohidrat [18] Adapun beberapa bahan baku utama yang perlu diperhatikan dalam sintesis Alkil Poliglikosida adalah: 2.3.1 Fatty Alcohol Fatty alcohol merupakan suatu produk berbasis oleokimia yang berkembang pesat. Sebagai bahan baku utama untuk pembuatan surfaktan, pertumbuhan paralelnya meningkatkan prospek ekonomi dan peningkatan standar hidup. Fatty alcoholdipercaya sebagai bahan baku surfaktan karena dapat terbiodegradasi dengan baik dan ketersediaannya dari bahan terbarukan [22]. Fatty alcoholdigunakan dalam sintesis alkil poliglikosida untuk membentuk bagian hidrofobik dari molekulnya. Fatty alcohol alami didapat dari transesterifikasi dan fraksinasi dari lemak dan minyak (trigliserida), menghasilkan fatty acid methyl ester dan selanjutnya dihidrogenasi. Berdasarkan panjang rantai alkil dari fatty alcohol yang diinginkan, bahan baku utama adalah lemak dan minyak dengan komposisi: minyak kelapa/inti kelapa sawit untuk range C 12/14 dan lemak sapi, minyak kelapa sawit/rapeseed untuk fatty alcohol C 16/18 [18]. 10
Lemak atau Minyak Pra-pemurnian Transesterifikasi Hidrolisis Hidrogenasi Gliserin Gliserin Asam Lemak Mentah Esterifikasi Fraksinasi Distilasi Metil Ester Mentah Fraksinasi Distilasi Fraksinasi Distilasi Hidrogenasi Hidrogenasi Fatty Alcohol Gambar 2.5 Rute Produksi Fatty Alcohol dari Lemak dan Minyak Alami [22] Fatty alcoholrantai panjang yang diperkenankan dalam sintesis alkil poliglikosida adalah dengan panjang rantai atom C 8 -C 22, namun lebih baik lagi jika menggunakan panjang rantai fatty alcoholc 8 -C 18 [1]. 2.3.2 Sumber Karbohidrat Struktur hidrofilik dari molekul alkil poliglikosida didapat dari karbohidrat. Baik karbohidrat polimerik maupun monomerik cocok sebagai bahan baku untuk produksi alkil poliglikosida. Karbohidrat polimerik, contohnya, pati (dari jagung, gandum, atau kentang) atau sirup glukosa dengan tingkat degradasi yang rendah. Sementara karbohidrat monomerik dapat dari berbagai bentuk dimana glukosa tersedia, seperti glukosa bebas air, glukosa monohidrat (dekstrosa) atau bahkan sirup glukosa dengan tingkat degradasi yang tinggi [21]. 11
Pati Sirup Dekstrosa Rendah DE Sirup Dekstrosa Tinggi DE Glukosa Monohidrat Glukosa Proses dua tahap: 1. Butanolisis Pati atau sirup/butanol 2. Transasetilasi Butil glikosida/fatty alcohol Proses satu tahap: Asetilasi Glukosa/Fatty Alcohol Alkil Poliglikosida Ket: DE = Dekstrosa Ekuivalen Gambar 2.6 Sumber Karbohidrat untuk Sintesis Alkil Poliglikosida Skala Pabrik [21] Glukosa merupakan monosakarida yang mengandung gugus aldehid dan terdiri dari enam karbon. Glukosa mempunyai suatu gugus aldehid pada karbon ke-1 dan gugus hidroksil pada karbon ke-4 dan ke-5. Suatu reaksi umum antara alkohol dengan aldehid adalah pembentukan hemiasetal [10]. Gambar 2.7 Rantai Glukosa dalam Bentuk Linier Maupun Cincin [10] 2.3.3 Katalis Pemilihan katalis pada proses sintesis surfaktan alkil poliglikosida sangat menentukan keberhasilan terbentuknya ikatan asetal serta memperpendek proses sintesis. Katalis-katalis asam yang dapat digunakan pada tahapan proses sintesis surfaktan alkil poliglikosida meliputi : 12
Asam anorganik : asam fosfat, asam sulfat, asam klorida, dll. Asam organik : asam triflouroasetat, asam p-toluena sulfonat, asam sulfosukinat, asam kumena sulfonat, asam lemak tersulfonasi, ester asam lemak tersulfonasi, dll. Asam dari surfaktan : asam alkil benzena sulfonat, alkohol lemak sulfat, alkoksilat alkohol lemak sulfat, alkil sulfonat rantai lurus, alkil ester dari asam sulfosukinat, alkil naphthalena sulfonat, dll [1]. 2.4 REAKSI ASETILASI Dalam skala industri, APG disintesis melalui sintesis Fischer. Reaksinya adalah asetalisasi dengan katalis asam. Pada sintesis langsung, glukosa kering direaksikan langsung dengan fatty alcohol [5]. Alkohol merupakan nukleofil lemah oksigen, alkohol mampu mengadisi ikatan C=O (Aldehid/ keton), gugus OR akan melekat pada karbon dan proton akan melekat pada oksigen. Aldehid dapat bereaksi dengan alkohol membentuk hemiasetal.sedangkan Keton dapat bereaksi dengan alkohol membentuk hemiketal. Reaksi adisi ini bersifat dapat balik[10] Gambar 2.8 Reaksi Pembentukan Hemiasetal dan Hemiketal [10] Mekanisme pembentukan hemiasetal/hemiketal melibatkan tiga langkah. Pertama oksigen karbonil (C=O) diprotonasi oleh katalis asam, kemudian oksigen alkohol menyerang karbon karbonil, dan proton dilepaskan dari oksigen positif yang dihasilkan. Dengan kehadiran alkohol berlebih, hemiasetal/hemiketal bereaksi lebih lanjut membentuk asetal/ketal. Dimana gugus hidroksil (OH) dari hemiasetal digantikan oleh gugus alkoksil (OR). Asetal memiliki dua fungsi eter (COR) pada atom karbon yang sama. Reaksi pembentukan asetal terjadi karena salah satu dari kedua oksigen 13
hemiasetal dapat diprotonasi. Bila oksigen hidroksil diprotonasi, lepasnya air menghasilkan karbokation resonansi. Reaksi karbokation ini bereaksi dengan alkohol yang biasa sebagai pelarut dan berada dalam keadaaan berlebih menghasilkan asetal (sesudah proton lepas) [10]. Gambar 2.9 Reaksi Pembentukan Asetal [12] Mc Curry Jr. dan Pickens. (1990) menyebutkan bila glukosa yang digunakan sebagai sumber karbohidrat, suhu reaksi berkisar antara 85-120 o C, namun disarankan berkisar antara 95-110 C. Bila suhu secara signifikan lebih besar dari 120 o C, akan terjadi reaksi samping yang lebih cepat dari reaksi utamanya. Ketika glukosa digunakan, pembentukan polidekstrosa dan zat warna yang tidak diinginkan akan meningkat. Sementara suhu juga tidak boleh di bawah 85 o C karena akan menyebabkan penurunan laju reaksi yang tidak dapat diterima [9]. Menurut Buchanan dan Wood (2000) rasio molar katalis dengan monosakarida yang efektif berkisar antara 0,001:1 sampai 0,5:1. Rasio molar yang lebih disarankan berkisar antara 0,006:1 sampai 0,2:1. Namun yang paling disarankan berkisar antara 0,008:1 sampai 0,018:1 [23]. 14
Gambar 2.10 Reaksi Pembentukan Alkil Poliglikosida Satu Tahap [18] 2.5 PROSES PENCOKLATAN Proses karamelisasi yang terjadi pada proses sintesis APG merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis yang melibatkan degradasi gula karena pemanasan [7]. Karamelisasi memberikan warna mulai dari kuning hingga coklat tua hingga warna gelap selama peningkatan suhu [24]. Proses dehidrasi pelepasan H 2 O pada gula heksosa membentuk turunan-turunan furfuraldehida, misalnya hidroksil metil furfural (HMF) [7]. Menurut Aida et al. (2007), pembentukan furfural dari D-glukosa diawali dengan pembentukan 1,2 enediol, kemudian terbentuk D-Fruktosa dan dilanjutkan pembentukan 3-Ketose. Setelah itu terbentuk arabinosa yang terdehidrasi mengeluarkan H 2 O hingga menjadi furfural [25].Adapun skema proses perubahan glukosa menjadi furfural dapat dilihat pada Gambar 2.11. 15
Gambar 2.11 Proses perubahan D-Glukosa menjadi HMF [25] 2.6 ADSORPSI Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu adsorbat pada permukaan adsorben. Adsorbat adalah zat (molekul, atom, atau ion) yang diserap sedangkan adsorben adalah zat yang menyerap [26]. Adsorpsi melibatkan proses perpindahan massa dan menghasilkan kesetimbangan distribusi dari satu atau lebih larutan antara fasa cair dan partikel.bahan yang banyak digunakan sebagaiadsorben adalah karbon aktif, molecularsieves dan silika gel [27]. Gambar 2.12 Penyerapan suatu Zat oleh Pengadsorpsi [27] 16
2.7 KARBON AKTIF Karbon aktif adalah bahan yang mengandung karbon yang telah ditingkatkan kadar adsorpsinya. Aktivasi merupakan suatu proses yang menyebabkan perubahan fisik pada permukaan karbon melalui penghilangan hidrokarbon, gas-gas dan air dari permukaan tersebut sehingga permukaan karbon semakin luas dan berpori [28], sehingga memperbesar kapasitas adsorpsi terhadap zat warna [7]. Daya adsorpsi karbon aktif disebabkan karena mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap. Karbon aktif sebagai bahan pemucat lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay [29]. Menurut Lueders (1991) untuk menghasilkan alkil glikosida yang cerah dapat dilakukan dengan mengontakkan larutan alkil glikosida dengan karbon aktif pada ph netral atau basa. Perlakuan ini dilakukan pada suhu 10-140 o C dengan jumlah karbon aktif sebanyak 0,01-10 % dari massa larutan [8]. Penggunaan karbon aktif sebaiknya yang berbentuk serbuk karena memiliki daya serap yang lebih bagus dibandingkan dengan karbon aktif yang berbentuk granula, namun penggunaan karbon aktif serbuk dapat menyisakan partikelpartikelnya pada produk yang dihasilkan [10]. Pada penelitian ini akan digunakan karbon aktif MERCK dengan CAS Number: 7440-44-0. Adapun spesifikasinya sebagai berikut: Massa molekul : 12,01 gr/mol Titik leleh : 3550 o C Densitas curah : 150-440 kg/m 3 Ukuran partikel : 90% (< 100 µm) [30]. 2.8 ANALISIS EKONOMI Fatty alcohol merupakan suatu produk berbasis oleokimia yang berkembang pesat. Sebagai bahan baku utama untuk pembuatan surfaktan, pertumbuhan paralelnya meningkatkan prospek ekonomi dan peningkatan standar hidup. Fatty alcoholdipercaya sebagai bahan baku surfaktan karena dapat terbiodegradasi dengan baik dan ketersediaannya dari bahan terbarukan [22]. Fatty alcoholrantai panjang 17
yang diperkenankan dalam sintesis alkil poliglikosida (APG) adalah dengan panjang rantai atom C 8 -C 22, namun lebih baik lagi jika menggunakan panjang rantai fatty alcoholc 8 -C 18 [1]. Karena itu dalam sintesis APG digunakan dekanol (fatty alcohol C 10 ). D-Glukosa merupakan salah satu sumber karbohidrat yang dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan APG. Penggunaan D-Glukosa dalam pembuatan APG dapat mengurangi investasi awal karena peralatan yang diperlukan lebih sedikit. Dalam skala industri, APG disintesis melalui sintesis Fischer, yaitu reaksi asetalisasi dengan katalis asam. Pada sintesis langsung, glukosa kering direaksikan langsung dengan fatty alcohol [5]. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi APG dari dekanoldan D-glukosa dengan menggunakan karbon aktif sebagai adsorben untuk meningkatkan kecerahan APG. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual APG. Dibutuhkan 1 Ldekanol, 180 gramd-glukosa dan 29,4 gramkarbon aktif untuk menghasilkan 409,2 gramapg dengan % transmisi 44,90. Dekanol yang digunakan sebagai bahan baku dapat digunakan kembali setelah melalui proses distilasi sehingga menghemat biaya produksi. Sehingga diperkirakan biaya produksi APG adalah sebagai berikut: Biaya bahan baku : Biaya pembeliandekanol = 1 L = Rp 19.148/L [31] Biaya pembelian D-glukosa = Rp 665.000/kg [32] = 0,18 kg x Rp 665.000/kg = Rp 119.700 Biaya pembelian karbon aktif = Rp 1.905.000 /kg [32] = 0,0294 kg x Rp 1.905.000 /kg = Rp 56.007 Biaya listrik pada hot plate = 0,5 kwh x Rp 1.352 kwh x 2 jam = Rp 1.352 [33] Total biaya bahan baku = Rp 196.207 18
Harga jual APG = Rp 239.187/kg x 0,4092 kg [34] = Rp 97.875 Dapat dilihat bahwa harga bahan baku pembuatan APG dengan menggunakan dekanol dan D-glukosa serta menggunakan karbon aktif untuk meningkatkan kecerahan, jauh berbeda dengan harga bahan jual APG secara komersil. Hal ini disebabkan karena pembuatan APG ini masih dalam skala kecil, sumber karbohidrat yang digunakan D-glukosa, dekanolyang digunakan tidak dilakukan recycle, serta penggunaan karbon aktif p.a. Tentu hal ini tidak membawa nilai ekonomis dalam pembuatan APG. Namun dari segi produksi, peningkatkan kecerahan dengan menggunakan karbon aktifdinilai ekonomis karena dapat mengurangi penggunaan bleachingagent. 19