BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kelamin sudah lama dikenal dan sering disebut sebagai Veneral Disease (VD) yang berasal dari kata Venus (dewi cinta) dan yang termasuk ke dalam Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum dan Granuloma Inguinale. Akan tetapi dewasa ini, ditemukan berbagai penyakit lain yang juga dapat timbul akibat hubungan seksual seperti Herpes Genitalis, HIV/AIDS, Hepatitis B, Candida Albicans dan Trichomonas Vaginalis dan oleh karena itu istilah Veneral Disease tidak sesuai lagi dan dikenalkanlah istilah Sexually Transmitted Disease (S.T.D). Penyakit-penyakit yang termasuk Sexually Transmitted Disease sebagian besar disebabkan oleh infeksi, maka kemudian istilah Sexually Transmitted Disease diganti menjadi Sexually Transmitted Infection (S.T.I) atau Infeksi Menular Seksual (IMS). 1,2) Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup menonjol pada sebagian besar wilayah dunia. Insiden kasus IMS diyakini tinggi pada banyak negara. Peningkatan insiden IMS dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: perubahan demografi, fasilitas kesehatan yang kurang memadai, pendidikan kesehatan dan pendidikan seksual kurang tersebar luas, kontrol IMS belum dapat berjalan baik serta adanya perubahan sikap dan perilaku masyarakat terutama dalam bidang agama dan moral. Peningkatan IMS dari waktu ke waktu akan menimbulkan permasalahan kesehatan yang sangat serius dan berdampak besar pada
masa yang akan datang, apabila tidak mendapatkan perhatian dan penanganan yang insentif. 3) Kegagalan dalam mendiagnosis dan memberikan pertolongan pengobatan pada stadium dini dapat menimbulkan komplikasi yang berat dan berbagai gejala sisa lainnya, antara lain fertilitas, akibat buruk pada bayi, kehamilan ektopik, kanker di daerah anogenital, kematian dini serta infeksi baik pada neonatus maupun bayi. Keberadaan IMS juga akan mengakibatkan biaya pengobatan yang sangat besar. Selain itu, peningkatan resistensi antimikroba terhadap beberapa jenis kuman penyebab infeksi menular seksual telah menyebabkan beberapa rejimen pengobatan menjadi tidak efektif. 3) Menurut WHO, Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab pertama penyakit pada dewasa muda laki- laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang. Dewasa dan remaja (15-24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus IMS baru yang didapat. Kasuskasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50% - 80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan screening dan rendahnya pemberitaan akan IMS. 4) Diperkirakan lebih dari 340 juta kasus baru dari IMS yang dapat disembuhkan (sifilis, gonore, infeksi klamidia, dan infeksi trikomonas) terjadi setiap tahunnya pada laki-laki dan perempuan usia 15-49 tahun. Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia, angka kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia
Tenggara, diikuti Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibean. Jutaan IMS oleh virus juga terjadi setiap tahunnya, diantaranya ialah HIV, virus herpes, human papilloma virus, dan virus hepatitis B. 4) Di Amerika, jumlah wanita yang menderita infeksi klamidia 3 kali lebih tinggi dari laki- laki. Dari seluruh wanita yang menderita infeksi klamidia, golongan umur yang memberikan kontribusi yang besar ialah umur 15-24 tahun. 5) Secara global, semua infeksi ini menyebabkan kerugian kesehatan dan ekonomi yang besar, terutama untuk negara berkembang dimana kerugian ekonomi sebesar 17% disebabkan oleh angka kesakitan ini. 4) Di Amerika Serikat angka kejadian Gonore tercatat 110 per 100.000 penduduk pada tahun 2008, klamidia tercatat 398 per 100.000 penduduk pada tahun 2008, dan sifilis tercatat 15 per 100.000 penduduk. 5) Pada beberapa kota besar di Afrika, rata rata infeksi gonore per tahun berkisar 3.000 sampai 10.000 per 100.000 populasi penduduk yang berarti bahwa dari setiap 10 populasi penduduk akan ada 1 kasus terinfeksi setiap tahunnya. 6) Di Indonesia IMS menjadi masalah kesehatan dan masalah sosial budaya yang serius, akan tetapi sulit untuk mengetahui insidensi dan prevalensinya. Laporanlaporan yang terbatas didapat dari beberapa penelitian dan rumah sakit. Akan tetapi laporan-laporan ini tidak dapat menggambarkan jumlah populasinya secara epidemiologi dan juga tidak dapat menggambarkan prevalensi IMS di suatu negara secara keseluruhan. 7) Menurut Serosurvei pada tahun 2003, pada beberapa kelompok beresiko tinggi seperti WPS, prevalensi sifilis berkisar antara 5 15 %. Hasil penelitian P2M-
ASA di tujuh kota pada tahun 2003, menunjukkan prevalensi gonore berkisar 16-43% (WPS lokasi), 9-31% (WPS tempat hiburan), 28-50% (WPS jalanan). Klamidiosis berkisar antara 14-29% (WPS lokasi), 23-29% (WPS tempat hiburan), 12-55% (WPS jalanan). 6) Jumlah dan jenis dari Infeksi Menular Seksual (IMS) ditemukan di delapan rumah sakit umum (Medan, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Malang, Despasar and Ujung Pandang) di Indonesia. Data menunjukkan bahwa Infeksi Menular Seksual (IMS) yang paling umum terjadi adalah Infeksi Uretritis Non Spesifik / Genital Non Spesifik dengan presentase sebesar 36,6% diikuti dengan Kandidiasis dengan presentase 22% dan Trikomoniasis dengan presentase sebesar 10,3 %. Sedangkan data dari sembilan rumah sakit pendidikan menunjukan bahwa prevalensi dari Gonore dan Infeksi Uretritis Non Spesifik / Genital Non Spesifik lebih tinggi dari rumah sakit umum. 7) Menurut penelitian Prevalensi ISR pada PSK di Medan, Sumatera Utara pada tahun 2005, ditemukan prevalensi gonore dan klamidia pada WPS di kota Medan secara umum sebesar 16% dan 40%. Pada WPS langsung prevalensi gonore sebesar 31% dan prevalensi klamidia sebesar 52%, sedangkan pada WPS tidak langsung sebesar 8% dan 34%. Infeksi ganda gonore dan klamidia dilaporkan sering terjadi, yaitu 9% secara umum; pada WPS langsung 16%, dan yang tidak langsung 5%. Prevalensi vaginal kandidiasis secara umum 26%, pada WPS langsung 27% dan yang tidak langsung 25%. Prevalensi sifilis secara umum 22%, pada WPS langsung 41%, dan yang tidak langsung 14%. 8)
Berdasarkan Laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara bidang P2P tahun 2014, jumlah penderita IMS pada tahun 2013 adalah sebanyak 13.736 orang dengan rincian jumlah penderita jenis kelamin laki - laki adalah 3.597 orang dan perempuan 10.139 orang. 9) Sedangkan untuk kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara setiap tahunnya mengalami peningkatan yang begitu pesat. Pada tahun 2012, jumlah kasus HIV/AIDS adalah sebanyak 6.430 kasus dengan rincian, 2.189 kasus HIV dan 4.241 kasus AIDS, dan kemudian pada tahun 2013, kasus HIV/AIDS meningkat begitu tajam menjadi 13.736 orang, dengan rincian kasus HIV sebanyak 7.967 orang dan kasus AIDS sebanyak 1.301 orang. 10),11) Salah satu wilayah Sumatera Utara yang memiliki penderita HIV (+) yang tinggi adalah Kabupaten Deli Serdang. Untuk wilayah Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2013, jumlah penderita HIV (+) adalah sebanyak 135 orang. 9) Oleh karena itu, sebagai salah satu bentuk pengendalian HIV/AIDS dan IMS di Sumatera Utara, dikembangkanlah Rumah Sakit rujukan Antiretroviral Terapi (ART) dan IMS serta Klinik IMS dan Voluntary Concelar Treatment (VCT). Ada 8 Rumah Sakit rujukan ART dan IMS serta 8 lokasi Klinik IMS Dan VCT, salah satunya berlokasi pada Kabupaten Deli Serdang yaitu di Puskesmas Bandar Baru. 10) Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Bandar Baru jumlah penderita IMS adalah sebanyak 155 orang. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik penderita infeksi menular seksual di Puskesmas Bandar Baru tahun 2013.
1.2. Rumusan Masalah Tidak diketahui karakteristik penderita infeksi menular seksual di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru Tahun 2013. 1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran mengenai karakteristik penderita IMS di wilayah kerja Puskesmas Bandar Baru. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Mengetahui distribusi proporsi penderita IMS menurut sosiodemografinya antara lain : jenis kelamin dan usia, pendidikan, status pernikahan, daerah asal. b. Mengetahui distribusi proporsi jenis kelamin dan daerah asal. c. Mengetahui distribusi proporsi penderita IMS menurut jenis kunjungan. d. Mengetahui distribusi proporsi penderita IMS menurut waktu berhubungan seks terakhir. e. Mengetahui distribusi proporsi penderita IMS menurut jumlah pasangan seks dalam seminggu. f. Mengetahui distribusi proporsi penderita IMS menurut penggunaan kondom. g. Mengetahui distribusi proporsi penderita IMS menurut jenis infeksi menular yang diderita. h. Mengetahui distribusi proporsi status pernikahan berdasarkan jenis kelamin.
i. Mengetahui distribusi proporsi jenis IMS berdasarkan jenis kunjungan. j. Mengetahui distribusi proporsi waktu berhubungan seks terakhir berdasarkan jenis IMS. k. Mengetahui distribusi proporsi jumlah pasangan seks penderita dalam seminggu berdasarkan jenis IMS. l. Mengetahui distribusi proporsi penggunaan kondom berdasarkan jenis IMS. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Sebagai bahan referensi ataupun masukan bagi pihak Puskesmas Bandar Baru dalam merencanakan ataupun melakukan upaya pencegahan dan pengobatan infeksi menular seksual. 1.4.2. Sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat. 1.4.3. Sebagai bahan referensi ataupun masukan bagi peneliti lainnya.