BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
|
|
- Deddy Hermanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini, dunia sedang mengalami perubahan pola penyakit yang dikenal sebagai transisi epidemiologi, yaitu perubahan pola penyakit dan penyebab kematian. Pada awalnya penyebab kematian didominasi oleh penyakit infeksi, namun kemudian bergeser ke penyakit non infeksi dan penyakit degeneratif. Di beberapa negara berkembang, termasuk diantaranya di Indonesia, kondisi transisi epidemiologi tidak terjadi sebagaimana definisi yang diketahui. Permasalahan penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia, diikuti dengan penyakit non infeksi dan penyakit degeneratif. Mengingat pentingnya permasalahan penyakit infeksi, penanggulangan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS, Tuberkulosis, Malaria, dan penyakit menular lainnya menjadi salah satu tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs). Beban yang ditanggung oleh karena permasalahan penyakit infeksi, salah satunya disebabkan oleh penyakit menular seksual (P MS). Sejak tahun 1998, istilah PMS berubah menjadi IMS (Infeksi Menular Seksual), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik. Sebagian profesional lain memandang IMS berdasarkan konteks kesehatan reproduksi, sebagai bagian dari infeksi saluran reproduksi yang meliputi pula infeksi endogen dan eksogen-mikroorganisme yang ditularkan secara seksual dan non-seksual (Hakim, 2005). IMS adalah penyakit yang penularannya melalui hubungan seksual, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat sampai saat ini, baik dari segi kesehatan, politik, maupun sosial ekonomi. IMS merupakan masalah kesehatan umum yang bermakna di sebagian besar negara di seluruh dunia. Sejak munculnya epidemi HIV, peranan IMS menjadi semakin penting karena banyak studi membuktikan bahwa IMS adalah ko-faktor yang mempermudah penularan HIV. Penelitian menunjukkan bahwa IMS akan menyebabkan penularan HIV menjadi lebih efisien, karena adanya peningkatan sel limfosit di saluran genital 1
2 2 yang menjadi target sel dari HIV. Seseorang yang HIV+ dan juga terinfeksi IMS akan lebih mudah menularkan HIV pada pasangan seksualnya. Hal ini disebabkan karena konsentrasi HIV lebih tinggi pada cairan genital sebagai akibat IMS tersebut. (Dallabeta et al., 2008). Angka kejadian IMS diperkirakan cukup tinggi di banyak negara dan kegagalan untuk melakukan diagnosis serta pengolahan pada stadium awal dapat menyebabkan komplikasi dan gejala sisa yang serius (Prawirohardjo, 2005 dalam Iskandar, 2013). Setiap tahunnya terdapat beberapa juta kasus baru IMS beserta komplikasi medisnya antara lain kemandulan, kecacatan, gangguan kehamilan, gangguan pertumbuhan, kanker, bahkan juga kematian yang memerlukan penanggulangan, sehingga hal ini akan meningkatkan biaya kesehatan (Hakim, 2005). IMS menempati peringkat sepuluh besar alasan berobat di banyak negara berkembang. Lebih dari 30 jenis patogen dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan manifestasi klinis bervariasi menurut jenis kelamin dan umur (Kemenkes RI, 2011a). Servisitis termasuk dalam golongan penyakit infeksi menular seksual (Iskandar, 2013). Servisitis mungkin tidak memiliki gejala (asimtomatis) dan apabila tidak ditangani servisitis dapat menyebabkan penyakit radang panggul (PRP), yang dapat membahayakan organ reproduksi dan infertilitas, kehamilan ektopik, atau radang panggul kronis (ACP, 20 09). Patogen yang dapat menyebabkan servisitis diantaranya infeksi klamidia, infeksi gonore, infeksi nongonokokal, dan servisitis mukopurulen (Nelson et al., 2006). Setiap orang yang telah aktif secara seksual memiliki risiko terkena IMS. Peningkatan insidensi IMS selalu terkait dengan perilaku seksual berisiko tinggi. Prostitusi merupakan salah satu masalah utama dalam penyebaran IMS. Menurut Hakim (2005), pekerja seks komersial (PSK) merupakan salah satu kelompok yang memiliki risiko tinggi terserang IMS kaitannya dengan perilaku bergantiganti pasangan seksual dan perilaku pengunaan kondom yang tidak konsisten. Menurut Allen (2003), terdapat tiga kelompok utama yang berhubungan dengan peningkatan insidensi IMS, yaitu PSK, klien, serta mitra seksualnya.
3 3 Wanita pekerja seks (WPS) merupakan sasaran yang penting dalam pengendalian IMS, karena kelompok ini berisiko tinggi menularkan IMS kepada masyarakat melalui kliennya (Nguyen et al., 2008). Istilah WPS memiliki pengertian yang sama dengan istilah pelacur, wanita tuna susila, dan kupu-kupu malam. Mencegah dan mengobati IMS pada WPS dapat mengurangi risiko penularan HIV melalui hubungan seksual (Kemenkes RI, 2011a). Hal lain yang lebih menjadikan WPS sebagai kelompok risiko tinggi terinfeksi IMS adalah tingkat mobilitas yang sangat tinggi di kelompok tersebut. WPS sering berpindah dari satu kota ke kota lain. Tingkat mobilitas semacam ini jelas merupakan faktor pendorong penyebaran IMS. Proporsi WPS hampir semua jenis pelacuran di Indonesia masih sangat tinggi. Laporan Country Director DKT 1998 bahwa secara keseluruhan terdapat wisma yang dihuni oleh WPS di berbagai pelosok Indonesia. Secara nasional sampai akhir September 2002 jumlah penderita IMS dari Kasus HIV/AIDS saja mencapai kasus, padahal tahun sebelumnya jumlah penderita terdeteksi hanya 30 kasus. Secara keseluruhan, di Indonesia terdapat pekerja seks, 30% di antaranya masih berusia kurang dari 18 tahun, dan sebanyak perempuan Indonesia merupakan pekerja seks di bawah umur 18 tahun (Herowati, 2004). WHO memperkirakan pada tahun 1999, terdapat 340 juta kasus baru penyakit sipilis, gonore, klamidia, dan trikomoniasis di dunia pada pria dan wanita di usia tahun. Berdasarkan jenis patogennya, insidensi infeksi di dunia adalah klamidia (92 juta), gonore (62 juta), sipilis (12 juta), dan trikomoniasis (174 juta). Tidak semua kasus baru diobati, pada tahun 1999 prevalensi kasus yang diobati pada penderita usia reproduktif diperkirakan sebesar 116,5 juta kasus. Prevalensi rate kejadian IMS di sub-sahara Afrika adalah 119 kasus per penduduk dewasa, di Amerika Latin dan Karibia adalah 71 kasus per penduduk dewasa, dan di Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah 50 kasus per penduduk dewasa, di suatu waktu sebesar 5-12% dari populasi terinfeksi (Nelson et al., 2006). Pada tahun 2008, jumlah kasus baru IMS di dunia pada dewasa usia tahun terhitung sebesar 498,9 juta, 11% lebih tinggi dibanding jumlah kasus
4 4 IMS tahun 2005 yaitu sebesar 448,3 juta kasus, dengan insidensi terbanyak adalah infeksi klamidia (105,7 juta), infeksi gonore (106,1 juta), sipilis (10,6 juta), dan trikomoniasis (276,4 juta). Jumlah kasus baru IMS yang tercatat di Asia Tenggara adalah sebesar 78,5 juta kasus, dengan insidensi terbanyak adalah infeksi klamidia (7,2 juta), infeksi gonore (25,4 juta), sipilis (3 juta), dan trikomoniasis (42,9 juta) (WHO, 2013). Berdasarkan hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2011 yang dilaksanakan pada 23 kabupaten/kota di 11 provinsi di Indonesia, diketahui bahwa prevalensi sifilis pada WPS langsung sebesar 10%, WPS tidak langsung sebesar 3%, sementara gonore pada WPS langsung adalah 38%, serta gonore dan/atau klamidia berkisar antara 56% pada WPS langsung (Kemen kes RI, 2011b). Dengan perkembangan di bidang sosial demografik, serta meningkatnya migrasi penduduk, populasi berisiko tinggi tertular IMS akan meningkat pesat (Kemenkes RI, 2011a). Prevalensi servisitis pada wanita di Indonesia secara nasional belum pernah dilaporkan. Penelitian Tanudyaya et al. (2010), menunjukkan prevalensi IMS pada WPS di 9 provinsi di Indonesia sebesar 64,0%. Prevalensi infeksi klamidia pada WPS di 9 provinsi di Indonesia sebesar 43,5%, infeksi gonore sebesar sebesar 28,6%, dan trikomoniasis sebesar 15,1%. Prevalensi infeksi klamidia tertinggi diantara 9 provinsi tersebut terdapat di Provinsi Jawa Tengah. Menurut data jumlah penderita IMS yang berobat di rumah sakit di Kota Semarang dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, angka kejadian servisitis berada pada peringkat pertama diantara IMS lainnya yaitu sebesar penderita (DKK Semarang dalam Iskandar, 2013). Sedangkan pada diagnosis IMS di Kabupaten Kediri selama tahun 2013 didominasi oleh servisitis sebesar 42%, kandidiasis sebesar 10,8%, sifilis (4,3%), dan trikomoniasis sebesar 3,4% (Kharisun, 2014). Kabupaten Cilacap merupakan salah satu daerah yang berisiko terhadap kejadian IMS. Hal ini dikarenakan perkembangan industri, pendidikan, dan tempat hiburan yang pesat di Kabupaten Cilacap membuat banyaknya pendatang dan berkembangnya club/karaoke yang memungkinkan sebagai tempat penularan IMS. Berdasarkan data kumulatif kejadian kasus IMS di Kabupaten Cilacap tahun
5 hingga tahun 2014, yang diperoleh dari lima klinik IMS di Kabupaten Cilacap, servisitis merupakan kasus IMS terbanyak pada WPS yang didiagnosa pada kegiatan IMS. Selain itu dari tahun 2012 hingga tahun 2014, terjadi peningkatan jumlah kasus servisitis di Kabupaten Cilacap seperti Gambar 1 berikut: Gambar 1. Jumlah kumulatif kasus servisitis di Kabupaten Cilacap Tahun Sumber: Laporan IMS Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap (2014) Dalam kaitannya dengan meningkatnya jumlah kumulatif kasus servisitis pada WPS, kondisi di atas perlu mendapatkan perhatian serius. Studi yang telah ada menunjukkan bahwa tingginya frekuensi hubungan seksual dan masih rendahnya kesadaran pencegahan IMS dalam hal pemakaian kondom pada pelanggannya sangat mungkin memiliki kontribusi yang besar dalam penularan servisitis pada WPS. Kegiatan pengendalian IMS merupakan program yang bertujuan menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat IMS dan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR). Salah satu tujuan pengendalian IMS adalah dengan terselenggaranya upaya pencegahan IMS dan ISR pada kelompok berperilaku risiko tinggi seperti WPS, waria, LSL, pelanggan dan pasangannya dengan harapan terdapat perubahan perilaku ke arah perilaku seksual lebih sehat dan lebih aman (Kemenkes RI, 2011a). Kegiatan pelayanan IMS mobile merupakan salah satu model pelayanan
6 6 IMS yang langsung menjangkau sasaran atau kelompok masyarakat yang memiliki perilaku berisiko atau berisiko tertular HIV/AIDS dan IMS di suatu wilayah tertentu. Layanan IMS mobile yang dilaksanakan di Kabupaten Cilacap merupakan kegiatan penjaringan dan pengendalian IMS yang utama dan satu-satunya yang dilakukan pada WPS sebagai salah satu kelompok yang berisiko menularkan IMS. Kegiatan layanan IMS mobile di Kabupaten Cilacap dilakukan terhadap WPS yang beraktivitas di eks-lokalisasi Slarang dan beberapa karaoke di Kabupaten Cilacap dengan melaksanakan pemeriksaan IMS, pemberian obat, edukasi, dan kondom secara gratis kepada WPS. Namun, sejauh ini angka kejadian kejadian IMS, terutama servisitis masih tetap tinggi pada WPS. Peneliti belum menemukan studi yang terbatas pada WPS yang beraktivitas di lokalisasi dan karaoke yang mengikuti kegiatan IMS mobile di Kabupaten Cilacap terkait faktor risiko yang berhubungan dengan penularan servisitis seperti riwayat reproduksi, perilaku berisiko, dan terkait layanan IMS, sehingga dapat diketahui upaya pencegahan dan penanggulangan untuk mengatasi kasus servisitis di Kabupaten Cilacap. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Berapakah prevalensi kejadian servisitis pada wanita pekerja seks di kegiatan IMS mobile di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah? 2. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik WPS seperti usia, status perkawinan, jenis WPS (langsung/tidak l angsung), tingkat pendidikan, pendapatan, masa bekerja sebagai WPS, dan tarif transaksi seksual dengan kejadian servisitis pada wanita pekerja seks di kegiatan IMS mobile di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah? 3. Apakah terdapat hubungan antara riwayat reproduksi yaitu usia hubungan seksual ( HUS) pertama, riwayat paritas, riwayat aborsi, dan penggunaan kontrasepsi hormonal berhubungan dengan kejadian servisitis pada wanita
7 7 pekerja seks di kegiatan IMS mobile di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah? 4. Apakah terdapat hubungan antara perilaku berisiko seperti berganti-ganti pasangan seksual (jumlah pelanggan), penggunaan kondom yang tidak konsisten, dan douching vagina berhubungan dengan kejadian servisitis pada wanita pekerja seks di kegiatan IMS mobile di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah? 5. Apakah terdapat hubungan layanan IMS yaitu kecukupan kondom, distribusi kondom, jarak layanan, pemberi layanan, dan jenis pelayanan berhubungan dengan kejadian servisitis pada wanita pekerja seks di kegiatan IMS mobile di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan kejadian servisitis pada wanita pekerja seks di kegiatan layanan IMS mobile di Kabupaten Cilacap. Faktor yang berhubungan meliputi karakteristik WPS, riwayat reproduksi WPS, perilaku seksual berisiko, douching vagina, dan layanan IMS. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui prevalensi kejadian servisitis pada wanita pekerja seks di kegiatan IMS mobile di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. b. Untuk mengetahui hubungan karakteristik WPS yaitu usia, status perkawinan, jenis WPS (langsung/tidak langsung), tingkat pendidikan, pendapatan, masa bekerja sebagai WPS, dan tarif transaksi seksual dengan kejadian servisitis pada wanita pekerja seks di kegiatan IMS mobile di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. c. Untuk mengetahui hubungan riwayat reproduksi yaitu usia HUS pertama, riwayat paritas, riwayat aborsi, dan penggunaan kontrasepsi hormonal
8 8 berhubungan dengan kejadian servisitis pada wanita pekerja seks di kegiatan IMS mobile di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. d. Untuk mengetahui hubungan perilaku berisiko yaitu berganti-ganti pasangan seksual (jumlah pe langgan), penggunaan kondom yang tidak konsisten, dan douching vagina berhubungan dengan kejadian servisitis pada wanita pekerja seks di kegiatan IMS mobile di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. e. Untuk mengetahui hubungan layanan IMS yaitu kecukupan kondom, distribusi kondom, jarak layanan, pemberi layanan, dan jenis pelayanan berhubungan dengan kejadian servisitis pada wanita pekerja seks di kegiatan IMS mobile di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian servisitis sebagai bahan rekomendasi dalam upaya pengendalian IMS dan HIV pada wanita pekerja seks. 2. Bagi Dinas Kesehatan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan pengendalian IMS dan HIV pada wanita pekerja seks dalam upaya menurunkan prevalensi IMS di Kabupaten Cilacap yang diharapkan dapat berimplikasi pada penurunan infeksi HIV baik pada kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. 3. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini memberikan manfaat terhadap pencegahan penularan IMS baik kepada kelompok risiko tinggi (WPS dan pelanggannya) maupun pada masyarakat secara umum.
9 9 E. Keaslian Penelitian Penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya terkait faktor yang berhubungan dengan kejadian servisitis pada WPS dapat diketahui pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Penelitian tentang servisitis yang pernah dilakukan No Aspek Keterangan 1 Judul Risk Factors for Cervicitis among Women with Bacterial Vaginosis Peneliti Marrazzo et al. Tahun 2006 Tempat Pittsburgh, Pensylvania Rancangan Cross sectional Subjek 424 wanita usia tahun dengan BV Analisis Chi square, Mann-Whitney, regresi logistik Hasil Pendidikan rendah OR=2,4; mitra seksual pria baru OR=2,7; mitra seksual wanita OR=6,2; oral seks OR=2,3 Persamaan Rancangan penelitian, beberapa variabel penelitian Perbedaan Waktu, tempat, variabel independen, variabel dependen 2 Judul Sexually Transmitted Infections and Risk Factors for Gonorrhea and Chlamydia in Female Sex Workers in Soc Trang, Vietnam Peneliti Nguyen et al. Tahun 2008 Tempat Soc Trang, Vietnam Rancangan Cross sectional Subjek Wanita Penjaja Seks Analisis Hasil Chi square, Fisher exact, multivariat regresi logistik Prevalensi infeksi gonore dan atau klamidiasis pada WPS sebesar 54,9%; prevalensi IMS lebih besar pada WPSL; terdapat hubungan antara lama menjadi WPS >6 bulan, >4 klien per bulan, tarif transaksi seks $4 terhadap infeksi gonore dan atau klamidia Persamaan Rancangan penelitian, subyek penelitian, beberapa variabel penelitian, analisis data Perbedaan Waktu, tempat, variabel dependen 3 Judul Faktor Risiko Penularan Sifilis Pada Wanita Penjaja Seks (WPS) di Lokalisasi Dolly Surabaya Peneliti Suwandi Tahun 2010 Tempat Surabaya Rancangan Cross sectional Subjek Wanita Penjaja Seks Analisis Chi square, regresi logistik
10 10 Tabel 1. Penelitian tentang servisitis yang pernah dilakukan (lanjutan) No Aspek Keterangan Hasil Prevalensi sifilis pada WPS sebesar 7,3%, terdapat hubungan antara aktivitas seksual dan pemakaian kondom terhadap kejadian sifilis Persamaan Rancangan penelitian, subyek penelitian, beberapa variabel penelitian, analisis data Perbedaan Waktu, tempat, variabel dependen 4 Judul Prevalence and Predictors of Cervicitis in Female Sex Workers in Peru: an Observational Study Peneliti Pollet et al. Tahun 2013 Tempat Peru Rancangan Cross sectional Subjek WPS yang tercatat di layanan kesehatan masyarakat Analisis Chi square, regresi logistik Hasil Kunjungan rutin ke layanan kesehatan OR=0,54, kebangsaan Ekuador OR=0,31 Persamaan Rancangan penelitian, beberapa variabel penelitian, analisis data Perbedaan Waktu, tempat, variabel independen, variabel dependen 5 Judul Hubungan antara Sikap Wanita Usia Subur (usia tahun) terhadap Perilaku Pencegahan Servisitis Dengan Pemeriksaan Skrining Peneliti Iskandar, dkk. Tahun 2013 Tempat Kelurahan Kalibanteng Kulon, Lebdosari, Semarang Rancangan Cross sectional Subjek 84 responden di RW 2, RW 3, RW 4 Analisis Chi square Hasil Terdapat hubungan antara sikap dan perilaku pencegahan servisitis Persamaan Rancangan penelitian Perbedaan Waktu, tempat, variabel independen, variabel dependen, analisis data 6 Judul Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual Berulang Pada Wanita Penjaja Seks Langsung (WPSL) Peneliti Kharisun Tahun 2014 Tempat Kabupaten Kediri, Jawa Timur Rancangan Kasus-kontrol Subjek Wanita Penjaja Seks Langsung (WPSL) Analisis Chi square, regresi logistik
11 11 Tabel 1. Penelitian tentang servisitis yang pernah dilakukan (lanjutan) No Aspek Keterangan Hasil Terdapat hubungan antara usia,pemakaian kondom, dan jumlah pelanggan terhadap IMS berlang pada WPSL Persamaan Beberapa variabel penelitian, analisis data Perbedaan Rancangan penelitian, waktu, tempat, variabel independen, variabel dependen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan utama dan menjadi beban ekonomi bagi negara-negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan mengaktualisasikan dirinya. Kesehatan juga berarti keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serviks merupakan bagian penghubung vagina uterus. Kelenjar serviks berfungsi sebagai pelindung terhadap masuknya organisme lain yang bersifat parasit pada saluran vagina
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kelamin sudah lama dikenal dan sering disebut sebagai Veneral Disease (VD) yang berasal dari kata Venus (dewi cinta) dan yang termasuk ke dalam Veneral Disease
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Servisitis merupakan infeksi pada serviks uteri sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat atau infeksi karena hubungan seksual (Manuaba,2010
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat
16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) sudah diketahui sejak dari zaman dahulu kala dan tetap ada sampai zaman sekarang. Penyakit infeksi menular seksual ini penyebarannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. PMS diantaranya Gonorrhea, Syphilis, Kondiloma Akuminata, HIV/ Acquired Immuno
Lebih terperinciFaktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual
Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual a. Penyebab penyakit (agent) Penyakit menular seksual sangat bervariasi dapat berupa virus, parasit, bakteri, protozoa (Widyastuti, 2009).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kelamin (veneral diseases) merupakan suatu fenomena yang telah lama kita kenal seperti sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venerum dan granuloma inguinal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara berkembang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara serta merupakan salah satu pintu masuk HIV. Keberadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan seks merupakan kebutuhan yang dimiliki oleh setiap individu yang telah mencapai kematangan fisik dan psikis baik pada wanita maupun laki-laki terutama
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexual transmitted disease. (STD) atau penyakit menular seksual (Fahmi dkk, 2014).
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kelamin ( veneral disease) sudah lama dikenal dan beberapa diantaranya sangat popular di Indonesia yaitu sifilis dan gonorhea. Semakin majunya ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun semakin meningkat. Menurut laporan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Departemen Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat umum dan penting, sedangkan infeksi bakteri lebih sering
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Infeksi menular seksual merupakan infeksi yang rute transmisinya terutama adalah melalui hubungan seksual. Infeksi menular seksual dapat disebabkan oleh bakteri,
Lebih terperinci1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG
Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 FAKT-FAKT YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG 1 Budiman, 2 Ruhyandi, 3 Anissa Pratiwi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan insidens dan penyebaran infeksi menular seksual (IMS) di seluruh dunia, tidak dapat diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs), sebuah deklarasi global yang telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah internasional dalam bidang kesehatan adalah upaya menghadapi masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) yang tertuang pada target keenam Millennium Development
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan infeksi yang bisa didapat melalui kontak seksual. IMS adalah istilah umum dan organisme penyebabnya, yang tinggal dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Servisitis adalah sindrom peradangan serviks dan merupakan manifestasi umum dari Infeksi Menular Seksual (IMS) seperti Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang dapat menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dengan menyerang sel darah putih CD4 yang berada pada permukaan
Lebih terperinci2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di dunia termasuk di Indonesia. Kebutuhan akan adanya program penanggulangan IMS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2013, salah satu penyakit menular yang belum dapat diselesaikan dan termasuk iceberg phenomenon atau fenomena
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit infeksi dan salah satunya adalah penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS). Selain itu, pada
Lebih terperinciDr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI. Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan
Dr Siti Nadia M Epid Kasubdit P2 AIDS dan PMS Kementerian Kesehatan RI Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan PENDAHULUAN Secara umum Indonesia adalah negara dengan epidemi rendah, tetapi terkonsentrasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) yaitu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah sindrom kekebalan
Lebih terperinciSituasi HIV & AIDS di Indonesia
Situasi HIV & AIDS di Indonesia 2.1. Perkembangan Kasus AIDS Tahun 2000-2009 Masalah HIV dan AIDS adalah masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari apabila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan banyak hal tentang sisi gelap kehidupan manusia, tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelacuran merupakan fenomena sosial yang senantiasa hadir dan berkembang di setiap putaran roda zaman dan keadaan. Keberadaan pelacuran tidak pernah selesai dikupas,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten, dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang yang terjangkit HIV di dunia sampai akhir tahun 2010 diperkirakan 34 juta orang. Dua pertiganya
Lebih terperinciNurjannah, SKM Sub Direktorat AIDS&PMS Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia
LAPORAN HASIL PENELITIAN PREVALENSI INFEKSI SALURAN REPRODUKSI PADA WANITA PENJAJA SEKS DI MEDAN, TANJUNG PINANG, PALEMBANG, JAKARTA BARAT, BANDUNG, SEMARANG, BANYUWANGI, SURABAYA, BITUNG, JAYAPURA, INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakterial vaginosis (BV) adalah sindrom klinik akibat pergantian laktobasillus Spp penghasil H 2 O 2 (Hidrogen Peroksida) yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi
Lebih terperinciInformasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan
Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Sutjipto PKMK FK UGM Disampaikan pada Kursus Kebijakan HIV-AIDS 1 April 216 1 Landasan teori 2 1 EPIDEMIOLOGY (Definisi ) 1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit menular akibat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh serta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) yang disebut juga penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang menular lewat hubungan seksual baik dengan pasangan yang sudah tertular,
Lebih terperinciPENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL. Anggia Suci W *, Tori Rihiantoro **, Titi Astuti **
PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKSUAL DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL Anggia Suci W *, Tori Rihiantoro **, Titi Astuti ** Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih menjadi
Lebih terperinciGLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN
PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (2004), pelacuran bukan saja masalah kualitas moral, melainkan juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok Wanita Penjaja Seks (WPS) di Indonesia pada saat ini, akan menyebabkan tingginya risiko penyebaran infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi yang menyerang manusia melalui transmisi hubungan seksual disebut infeksi menular seksual (IMS). Menurut World Health Organitation (WHO) (2015) diperkirakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah penyebab Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Insidensi infeksi HIV-AIDS secara global cenderung semakin meningkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gonore atau penyakit kencing nanah adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang paling sering terjadi. Gonore disebabkan oleh bakteri diplokokus gram negatif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) semakin lama semakin mengkhawatirkan, baik dari sisi kuantitatif maupun
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1987). Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang dapat menular dari satu orang ke orang lain melalui kontak seperti genitor genital, oro genita lmaupun anogenital
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan sosial secara menyeluruh dalam semua hal berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi-fungsi serta proses-prosesnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting dan mahal harganya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat penting dan mahal harganya. Didalam era globalisasi seperti sekarang, banyak orang berbondong-bondong untuk menjaga dirinya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. PMS merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Menular Seksual (PMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. PMS merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi permasalahan kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian sangat serius. Hal ini karena jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap tahunnya
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB 1 : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan salah satu masalah kesehatan global yang jumlah penderitanya meningkat setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gonore merupakan penyakit infeksi menular seksual. (IMS) yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae (N.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gonore merupakan penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae (N. gonorrhoeae). Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah servisitis,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus,
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN PERIODE JANUARI JUNI TAHUN 2012
KARAKTERISTIK PASIEN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA PUSKESMAS II DENPASAR SELATAN PERIODE JANUARI JUNI TAHUN 2012 Made Edwin Sridana, Agung Wiwiek Indrayani Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah berkembangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Masalah HIV/AIDS yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota dan perubahan sosial budaya yang tidak sesuai dan selaras, menimbulkan berbagai masalah antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati dan dapat menyebabkan penyakit akut, kronis dan juga kematian. Virus ini ditularkan melalui kontak dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau
BAB II 2.1. HIV/AIDS TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian HIV/AIDS Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI DISKA ASTARINI I
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL DAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA WANITA PEKERJA SEKS DI KOTA PONTIANAK DISKA ASTARINI I11109083 PROGRAM STUDI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi adalah kesehatan fisik, mental dan sosial secara menyeluruh dalam semua hal berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsifungsi serta proses-prosesnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,
Lebih terperinciBAB I Pendahuluan. Penyakit gonore adalah penyakit infeksi menular. yang disebabkan oleh infeksi bakteri
1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penyakit gonore adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh infeksi bakteri Neisseria gonorrhoeae (Kumar et al. 2013). Organisme ini dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah dunia karena melanda di seluruh negara di dunia (Widoyono, 2005).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang mengkhawatirkan masyarakat karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat di negara berkembang, dimana penyakit IMS membuat individu rentan terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pap smear merupakan salah satu pemeriksaan skrining yang penting untuk mendeteksi adanya karsinoma serviks sejak dini. Pap smear sangat penting di Indonesia mengingat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi berisiko
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemi HIV/AIDS di Indonesia Epidemi HIV di Indonesia telah berlangsung selama 25 tahun dan sejak tahun 2000 sudah mencapai tahap terkonsentrasi pada beberapa sub-populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).
Lebih terperincidan kesejahteraan keluarga; d. kegiatan terintegrasi dengan program pembangunan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota; e.
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciSURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU
SURVEI TERPADU BIOLOGIS DAN PERILAKU 1 Tujuan Menentukan kecenderungan prevalensi HIV, Sifilis, Gonore, dan Klamidia di antara Populasi Paling Berisiko di beberapa kota di Indonesia. Menentukan kecenderungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi pada wanita akan berpengaruh pada fungsi reproduksinya dalam memperoleh keturunan dimasa yang akan datang. Masalah yang timbul akibat kurangnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual adalah bagian dari infeksi saluran reproduksi (ISR) yang disebabkan oleh kuman seperti jamur, virus, dan parasit yang masuk dan berkembang biak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada wanita pekerja seks menunjukan bahwa prevelensi gonore berkisar antara 7,4% -
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Infeksi gonore di Indonesia menempati urutan yang tertinggi dari semua jenis penyakit menular seksual. Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta dan Bandung pada wanita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan peningkatan pelayanan kesehatan dan sosial bagi remaja semakin menjadi perhatian di seluruh dunia sejalan dengan rekomendasi International Conference
Lebih terperinciPelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL
Pelibatan Komunitas GWL dalam Pembuatan Kebijakan Penanggulangan HIV bagi GWL Oleh GWL-INA FORUM NASIONAL IV JARINGAN KEBIJAKAN KESEHATAN Kupang, 6 September 2013 Apa itu GWL dan GWL-INA GWL adalah gay,
Lebih terperinciTINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL
TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS TENTANG INFEKSI MENULAR SEKSUAL Ekawati, Dyah Candra Purbaningrum Stikes Jendral Ahmad Yani Yogyakarta, Jl.Ringroad Barat, Gamping Sleman Yogyakarta email: ekawati_1412@yahoo.com
Lebih terperinci3740 kasus AIDS. Dari jumlah kasus ini proporsi terbesar yaitu 40% kasus dialami oleh golongan usia muda yaitu tahun (Depkes RI 2006).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immuno-defiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV-AIDS, mulai dari penularan, dampak dan sampai penanggulangannya, merupakan masalah yang sangat kompleks. Penularan HIV- AIDS saat ini tidak hanya terbatas
Lebih terperinciJurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, April 2014 ISSN
PENELITIAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KONDOM DALAM UPAYA PENCEGAHAN HIV-AIDS PADA PSK El Rahmayati*, Ririn Sri Handayani* Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan kumpulan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Sydrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Menular Seksual (PMS) dewasa ini kasuanya semakin banyak diantaranya adalah Gonorea, Sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C, HIV/AIDS, Kandidiasis dan Trichomonas.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap tahun, jutaan orang terekspos risiko penyakit mematikan melalui transfusi darah yang tidak aman. Pada database global, skrining tidak dilakukan untuk penyakit
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang
Lebih terperinciArtikel Asli. Hanny Nilasari. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta ABSTRAK
Artikel Asli PREVALENSI INFEKSI MENULAR SEKSUAL DAN ASPEK SOSIAL PADA WPS DALAM REHABILITASI DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA MULYA JAYA DEPARTEMEN SOSIAL PASAR REBO JAKARTA Hanny Nilasari Departemen Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil Badan Gerakan Nasional Penanggulangan HIV/AIDS pada tahun 2005 yang dilakukan di 10 kota di Indonesia menunjukkan prevalensi Kandidiasis vulvovaginal (KVV) pada
Lebih terperinci