18 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD Tugurejo Semarang dahulu merupakan rumah sakit khusus kusta di semarang pada tahun 1952. Pada tanggal 30 Mei 1996 mendapatkan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : B 672/1/1996 tentang penetapan kelas C Rumah Sakit Khusus Kusta Tugurejo Semarang. Setelah mengalami beberapa perubahan nama rumah sakit maka pada tanggal 26 Desember 2000 Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Nomor 1810/Menkes-Kesos/SK/XII/2000 tentang perubahan status Rumah Sakit Khusus menjadi Rumah Sakit Umum. Pada tanggal 19 November 2003 dimulainya Operasional RSUD TUGUREJO kelas B dengan 200 tempat tidur. RSUD Tugurejo Semarang memiliki berbagai jenis pelayanan yaitu diantaranya : UGD Instalasi rawat jalan, meliputi poli penyakit dalam, poli anak, poli tumbuh kembang, poli kebidanan dan kandungan, poli syaraf, KIA/KB, poli bedah, poli orthopedic, poli kulit dan kelamin, poli kecantikan laser, THT, poli mata dan gigi, fisioterapi, poli gizi Instalasi rawat inap yang terdiri dari 10 bangsal Instalasi medical check up Instalasi bedah sentral Pelayanan penunjang medis radiologi, laboratorium, rehabilitasi medis, farmasi, dan gizi Pelayanan canggih yaitu endoscopy dan ERCP, ndyaglaser, EKG, EMR, audiomertri 18
19 B. Karakteristik Sampel 1. Umur Sampel Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata umur sampel adalah 57,27 tahun ± 9,272, umur terendah adalah 40 tahun dan umur tertinggi 73 tahun. Distribusi umur sampel penderita hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang dapat dicermati pada tabel 4 : Tabel 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Umur N % 40 50 tahun 7 26,9% 51 60 tahun 9 34,6% 61 70 tahun 6 23,1% 71 80 tahun 4 15,4% Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa usia penderita hypertensi dengan jumlah terbesar yaitu pada usia 51-60 tahun sebanyak 9 sampel (34,6%). Hal ini disebabkan karena orang pada usia 40 tahun jarang memperhatikan kesehatan, seperti pola makan dan pola hidup yang kurang sehat seperti kebiasaan merokok, kurang olahraga (Dhianningtyas & Hendrati, 2006). Menurut Kaplan (2002) seiring bertambahnya usia akan meningkatkan resiko hypertensi, hal ini disebabkan oleh perubahan pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi kaku, akibatnya tekanan darah sistolik meningkat. 2. Jenis Kelamin Sampel Distribusi jenis kelamin sampel penderita hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang dapat dicermati pada tabel 5:
20 Tabel 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin N % Laki-laki 9 34,6% Perempuan 17 65,4% Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa jenis kelamin penderita hipertensi dengan jumlah terbesar yaitu perempuan sebanyak 17 sampel (65,4%). Wanita premenopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar HDL yang tinggi salah satu faktor pelindung untuk mencegah terjadinya arterosklerosis. Namun pada premenopause, wanita akan kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini akan berlanjut hingga wanita menopause sesuai dengan usia wanita, pada umumnya mulai terjadi pada wanita usia 45-55 tahun (Anggaraini, 2009). Berbeda dengan hasil penelitian Zamhir Setiawan (2006), yang menyimpulkan resiko hypertensi terjadi pada laki-laki lebih besar dibanding perempuan. Karena dipicu oleh kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol yang menjadi salah satu penyebab terjadinya hypertensi. 3. Status Gizi Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata status gizi sampel dalam IMT adalah 23,58 kg/m 2 ± 3,78455 dengan IMT terendah 16,82kg/m 2 dan tertinggi 30,2282kg/m 2. Distribusi status gizi sampel penderita hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang dapat dicermati pada tabel 6 : Tabel 6. Distribusi Sampel Berdasarkan Status Gizi (kg/m 2 ) Status Gizi (kg/m 2 ) N % Kurus (<18,5) 3 11,5% Normal (18,5 23,00) 11 42,3% Gemuk (>23,00) 12 46,2%
21 Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa status gizi gemuk dengan jumlah terbesar yaitu sebanyak 12 sampel (46,2%). Resiko peningkatan tekanan darah pada orang dengan status gizi overweight (kegemukan) dua sampai enam kali lebih besar daripada orang yang memiliki status gizi normal (Purwanti, 2005). Dalam penelitian Syahrini Erlyna et al (2012) mengatakan bahwa dari 16 sampel yang memiliki status gizi gemuk sebanyak 15 (18,75%) dibanding dengan status gizi normal hanya (1,25%). Hal ini disimpulakan bahwa status gizi gemuk memiliki resiko hypertensi lebih besar. 4. Tekanan Darah Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata tekanan darah sistolik adalah 155,38mmHg ± 15,028 dengan tekanan darah sistolik terendah 140mmHg dan tertinggi 200mmHg. Sedangkan rata-rata tekanan darah diastolik adalah 97,69mmHg ± 8,629 dengan tekanan darah diastolik terendah 90mmHg dan tertinggi 120mmHg. Distribusi tekanan darah sampel penderita hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang dapat dicermati pada tabel 7 : Tabel 7. Distribusi Sampel Berdasarkan Tekanan Darah (mmhg) Tekanan Darah Sistolik (mmhg) N % Tingkat sangat ringan (140-159) 16 61,5% Tingkat ringan (160-179) 8 30,8 Tingkat sedang (180-209) 2 7,7% Tekanan Darah Diastolik (mmhg) N % Tingkat sangat ringan (90-99) 12 46,2 Tingkat ringan (100-109) 9 34,6% Tingkat sedang (110-119) 4 15,4% Tingkat tinggi ( 120) 1 3,8%
22 Berdasarkan data tabel 7 dapat dilihat bahwa penderita hypertensi dengan tekanan darah sistolik yang terbesar antara 140-159mmHg yaitu sebanyak 16 responden (61,5%). Dan tekanan darah diastolik yang terbesar adalah 90-99mmHg yaitu sebanyak 12 responden (46,2%). Kejadian hypertensi yang terbesar merupakan hypertensi tingkat ringan. Menurut Widyaningsih dan Latifah (2008) menyatakan bahwa setiap kenaikan usia satu tahun maka tekanan darah sistolik akan meningkat sebesar 0.369 mmhg dan sebesar 0.283 mmhg untuk tekanan darah diastolik. 5. Asupan kalium pada pasien hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata asupan kalium pada sampel adalah 1249,31mg ± 261,298 dengan asupan kalium terendah 837mg dan tertinggi 1907mg. Distribusi asupan kalium sampel penderita hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang dapat dicermati pada tabel 8 : Tabel 8. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Asupan Kalium (mg) Asupan Kalium (mg) N % Asupan kalium normal (>1400mg) 7 26,9% Asupan kalium tidak normal (<1400mg) 19 73,1% Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa asupan kalium penderita hypertensi yang tertinggi yaitu asupan kalium kurang sebanyak 19 sampel (73,1%). Penambahan kalium menyebabkan natrium intrasel akan menurun melalui aktivasi pompa Na-K ATPase sehingga berefek pada penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh tingginya asupan natrium. Sama dengan yang dikemukakan oleh Sobel BJ et all cit Hepti, M (2011) bahwa konsumsi kalium yang kurang akan meingkatkan resistensi pembuluh darah pada ginjal dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
23 6. Asupan kalsium pada pasien hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata asupan kalsium pada sampel adalah 595,31mg ± 195,593 dengan asupan kalsium terendah 359mg dan tertinggi 1012mg. Distribusi asupan kalsium sampel penderita hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang dapat dicermati pada tabel 9 : Tabel 9. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Asupan Kalsium Asupan Kalsium N % Asupan kalsium normal (800-1200mg) 4 15,4% Asupan kalsium tidak normal (<800-1200mg) 22 84,6% Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa asupan kalsium penderita hypertensi yang tertinggi yaitu asupan kalsium kurang sebanyak 22 responden (84,6%). Kadar kalsium di dalam darah berperan penting dalam pengaturan tekanan darah dengan cara membantu kontraksi otot-otot pada dinding pembuluh darah serta memberi sinyal untuk pelepasan hormon-hormon yang berperan dalam pengaturan tekanan darah (Sembiring et al cit Sri Andarini, 2012). C. Hubungan Antar Variabel 1. Hubungan Asupan Kalium dengan Tekanan Darah Sistolik Pada Pasien Hypertensi Rawat Inap di RSUD Tugurejo Semarang Berdasarkan hasil uji kenormalan menggunakan Shapiro wilks, diketahui data berdistribusi normal (p value = 0,396 > 0,05) sehingga menggunakan uji Korelasi Pearson. Hubungan asupan kalium dengan tekanan darah sistolik pasien hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang dapat dilihat pada gambar 1 :
24 Gambar 1. Hubungan Asupan Kalium dengan Tekanan Darah Sistolik Hasil analisis tersebut diperoleh p value = 0,002 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif antara asupan kalium dengan tekanan darah pada pasien hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang. Asupan kalium yang tinggi akan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik (Hull, 1993). Hal tersebut sama dengan penelitian Grossman (1997) dalam Gunawan yang melakukan penelitian eksperimen pemberian diet tinggi kalium selama 2 bulan dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi ringan (Gunawan, dkk., 2005). Menurut penelitian Kaplan (1985) pada penderita hypertensi, pemberian 1400 mg kalium perhari pada pasien tersebut dapat secara signifikan menurunkan tekanan darah ratarata 5 mmhg. 2. Hubungan Asupan Kalium dengan Tekanan Darah Diastolik Pada Pasien Hypertensi Rawat Inap di RSUD Tugurejo Semarang Berdasarkan hasil uji kenormalan menggunakan Shapiro wilks, diketahui data berdistribusi normal (p value = 0,396 > 0,05) sehingga
25 menggunakan uji Korelasi Pearson. Hubungan asupan kalium dengan tekanan darah diastolik pada pasien hypertensi rawat inap RSUD Tugurejo Semarang dapat dilihat pada gambar 2 : Gambar 2. Hubungan Asupan Kalium dengan Tekanan Darah Diastolik Hasil analisis tersebut diperoleh p value = 0,711 > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan kalium dengan tekanan darah diastolik pada pasien hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang. Hal ini berbeda dengan penelitian Lailatul M, dkk (2007) yang melakukan penelitian pada sampel perlakuan dan kontrol. Sampel perlakuan diberikan jus belimbing dan mentimun selama dua minggu, dan sampel kontrol hanya diberikan obat penurun tekanan darah. Hasil yang diperoleh setelah uji t adalah p = 0,046, Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jus buah belimbing dan mentimun berpengaruh pada penurunan tekanan darah diastolik. Pada penelitian ini diduga sampel tidak mengkonsumsi bahan makanan sumber kalium yang sesuai dengan anjuran bagi penderita hypertensi yaitu 1400mg/hari.
26 3. Hubungan Asupan Kalsium dengan Tekanan Darah Sistolik Pada Pasien Hypertensi Rawat Inap di RSUD Tugurejo Semarang Berdasarkan hasil uji kenormalan menggunakan Shapiro wilks, diketahui data berdistribusi tidak normal (p value = 0,006 < 0,05 sehingga menggunakan uji Rank Spearman. Hubungan asupan kalisum dengan tekanan darah sistolik pada pasien hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang dapat dilihat ada gambar 3 : Gambar 3. Hubungan Asupan Kalsium dengan Tekanan Darah Sistolik Hasil analisis tersebut diperoleh p value = 0,779 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan kalsium dengan tekanan darah pada pasien hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang. Hal ini sama dengan penelitian Sri Andarini, dkk., (2012) bahwa menyatakan tidak adanya hubungan antara asupan kalsium dengan tekanan darah sistolik. Dengan menggunakan uji Rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara asupan kalsium dengan tekanan darah sistolik diperoleh p= 0,489 (p>0,05) dan r= 0,074. Kesimpulan dari hasil tersebut yaitu, tidak
27 adanya hubungan yang signifikan antara asupan kalsium dengan tekanan darah sistolik (p= 0,489). Diduga tidak adanya hubungan antara asupan kalsium dengan tekanan darah adalah faktor usia. Seperti yang diungkapkan oleh Kuswardhani (2006) bahwa semakin bertambahnya usia maka pengaturan metabolisme kalsium dalam darah terganggu sehingga banyak kalsium yang beredar bersama darah. Bertambahnya usia juga menyebabkan elastisitas pembuluh darah arteri berkurang sehingga volume darah yang mengalir sedikit dan kurang lancar. 4. Hubungan Asupan Kalsium dengan Tekanan Darah Diastolik Pada Pasien Hypertensi Rawat Inap di RSUD Tugurejo Semarang Berdasarkan hasil uji kenormalan menggunakan Shapiro wilks, diketahui data berdistribusi tidak normal (p value = 0,006 < 0,05 sehingga menggunakan uji Rank Spearman. Hubungan asupan kalsium dengan tekanan darah diastolik pada pasien hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang padat dilihat pada gambar 4 : Gambar 4. Hubungan Asupan Kalsium dengan Tekanan Darah Diastolik Hasil analisis tersebut diperoleh p value = 0,441 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan kalsium dengan
28 tekanan darah diastolik pada pasien hypertensi rawat inap di RSUD Tugurejo Semarang. Penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Nining Tyas, dkk., (2013) menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan sumber kalsium dengan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik dengan nilai p>0,05. Hal ini didukung dengan penelitian Sri Andarini, dkk (2012) yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kalsium dengan tekanan darah diastolik. Dengan menggunakan uji Rank Spearman mendapatkan hasil p = 0,968.