BAB II STUDI PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN FASILITAS PARKIR

BAB III LANDASAN TEORI. memperkirakan kebutuhan parkir di masa yang akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kendaraan itu harus berhenti, baik itu bersifat sementara maupun bersifat lama atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut Departemen Jendral Perhubungan Darat (1998), Satuan ruang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik masing-masing kendaraan dengan disain dan lokasi parkir. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. durasi parkir, akumulasi parkir, angka pergantian parkir (turnover), dan indeks parkir Penentuan Kebutuhan Ruang Parkir

BAB III LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Parkir merupakan tempat menempatkan dengan memberhentikan kendaraan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lamanya. Pendidikan dan Kebudayaan, 1991). Parkir adalah tempat pemberhentian

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Parkir adalah menghentikan mobil beberapa saat lamanya (Departemen

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). Parkir merupakan suatu kebutuhan bagi pemilik kendaraan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Landasan Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN PARKIR DI KABUPATEN JEMBRANA (Studi Kasus Parkir Tepi Jalan Pasar Umum Negara) TUGAS AKHIR BAB II

Dalam pedoman teknis penyelenggaraan fasilitas parkir (Ditjen Hubdat,

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1998). menginginkan kendaraannya parkir ditempat, dimana tempat tersebut mudah

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. pengertian yang berkaitan dengan parkir, diantaranya yaitu : atau tidak tetap disebut parkir.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sementara (Direktorat Jendral Perhubungan Darat, 1996, 1). Pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir ialah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAl AN PI STAKA. Kata parkir berasal dari kata park yang berarti taman, dan menurut Kamus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMUDAHAN MANUVER PARKIR (STUDI KASUS UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Z.Tamin dituliskan bahwa tarikan pergerakan adalah jumlah pergerakan yang. Gambar 2.1 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat

3. Fasilitas parkir adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahwa fasilitas parkir menjadi bagian yang sangat penting dari sistem transportasi.

Mata Kuliah Manajemen Lalu Lintas Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FT UGM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berwujud (intangible) seperti reparasi, akomodasi, transportasi, asuransi, tempat

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 11 (Sebelas)

TINJAUAN KAPASITAS PARKIR TERHADAP VOLUME PARKIR PADA AREAL DINAS BINA MARGA DAN CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KAPASITAS DAN KARAKTERISTIK PARKIR KENDARAAN DI LOKASI RUMAH SAKIT UMUM (Studi Kasus RSUD Dr. Moewardi Surakarta)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jendral Perhubungan Darat (1996), ada beberapa pengertian tentang perparkiran.

Parkir Suatu keadaan dimana kendaraan tidak bergerak dalam jangka waktu tertentu (tidak bersifat sementara) PP No.43 thn 1993.

JURNAL TUGAS AKHIR ANALISIS PERENCANAAN GEDUNG PARKIR PADA KAWASAN PERDAGANGAN SOMBA OPU DI JALAN PATTIMURA KOTA MAKASSAR DISUSUN OLEH :

EVALUASI KINERJA PARKIR DI RSU HAJI SURABAYA

ANALISIS KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN PARKIR MOBIL DI UNIVERSITAS KRISTEN PETRA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA RUANG PARKIR KENDARAAN PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JENDERAL AHMAD YANI KOTA METRO

KEBUTUHAN KAPASITAS LAHAN PARKIR ANGKUTAN PUPUK PT.PUPUK SRIWIJAYA PALEMBANG

BAB III LANDASAN TEORI

INTISARI. Kata kunci : Volume parkir, kapasitas parkir, Kebutuhan Ruang Parkir(KRP).

BAB II. Landasan Teori. setiap tempat baik di rumah maupun tempat tempat tujan manusia melakukan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJUAN PUSTAKA

kendaraan (mobil penumpang, bus\truk, sepeda motor ). Termasuk ruang bebas dan

Analisis Kebutuhan Parkir

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Kata kunci : terminal parkir elektronik, karakteristik parkir, kelayakan finansial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR STUDI KEBUTUHAN RUANG PARKIR RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

PERENCANAAN GEDUNG PARKIR MAHASISWA INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Keperluan parkir. Kerja Shopping Hiburan Wisata. Dari keempat hal tersebut di atas, parkir untuk shopping merupakan masalah yang paling besar

OPTIMALISASI TAMAN PARKIR DI KAWASAN PASAR KLEWER SOLO

Studi Pemindahan Lokasi Parkir dari On-street parking menjadi Off-street parking (Studi Kasus Jalan Dhoho Kediri)

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik-karakteristik parkir seperti kebutuhan parkir, volume parkir, durasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Setiap perjalanan yang menggunakan kendaraan akan diawali dan diakhiri

ANALISIS KAPASITAS PARKIR KENDARAAN PADA RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH METRO

BAB 2 STUDI PUSTAKA. Parkir dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kategori berikut ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melewati suatu ruas jalan berhenti dalam waktu yang singkat maupun lama. Kemacetan

Volume 2 Nomor 2, Desember 2013 ISSN ANALISIS KONSEP PARKIR PADA PLAZA EKALOKASARI BOGOR. Dian Anggraini 1, Syaiful 2

BAB IV ANALISA DATA. yang ada dapat terpakai secara optimal dalam melayani kendaraan yang

ANALISIS KAPASITAS DAN KARAKTERISTIK PARKIR KENDARAAN DI PUSAT PERBELANJAAN (Studi Kasus Solo Grand mall Surakarta)

TINJAUAN KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN RUANG PARKIR BASEMENT DI PUSAT PERBELANJAAN BANDUNG SUPERMALL, BANDUNG

Transkripsi:

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut UU no.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, parkir adalah keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya. Setidaknya setiap satu kendaraan membutuhkan dua unit parkir, yaitu pada awal sebelum kendaraan digunakan dan di akhir kendaraan berhenti. Pada dasarnya parkir tidak bisa dilakukan di tengah jalan karena akan mengganggu lalu lintas yang ada di sekitarnya. Namun parkir bisa dilakukan di luar ruang milik jalan. Oleh karena itu, parkir di jalan raya (on street parking) harus diatur dan dibatasi dengan menyediakan fasilitas parkir. Fasilitas parkir adalah lokasi yang ditentukan sebagai tempat pemberhentian yang tidak bersifat sementara untuk melakukan kegiatan pada suatu kurun waktu (Departemen perhubungan, 1996). Sedangkan tujuan fasilitas parkir adalah memberikan tempat istirahat kendaraan dan menunjang kelancaran arus lalu lintas (Direktorat perhubungan darat, 1998). Di daerah perkotaan, fasilitas parkir dibangun bersama-sama dengan kebanyakan gedung untuk memfasilitasi kendaraan pemakai gedung. Dengan demikian, konsistensi dalam menerapkan kebijakan perparkiran sangat diperlukan guna memenuhi kebutuhan parkir bagi pemilik kendaraan. II-1

2.2 Penentuan Kebutuhan Parkir Kebutuhan parkir untuk masing-masing area berbeda satu dengan yang lainnya. Hal yang mendasarinya adalah peruntukkan kebutuhan parkirnya. Pada umumnya, peruntukkan kebutuhan parkir dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Kegiatan parkir tetap Jenis peruntukkan parkir ini memiliki waktu layan yang cenderung lama dan memiliki waktu operasional tertentu. Biasanya terdapat pada pusat perdagangan, pusat perkantoran swasta/pemerintahan, pusat perdagangan eceran/pasar swalayan, pasar, sekolah, tempat rekreasi, hotel dan tempat penginapan, dan rumah sakit. 2. Kegiatan parkir yang bersifat sementara Untuk jenis kegiatan ini memiliki kecenderungan waktu layan yang singkat dan waktu operasionalnya yang kondisonal. Hal tersebut terdapat pada bioskop, tempat pertunjukan, tempat pertandingan olahraga, dan rumah ibadah. 2.2.1 Ukuran kebutuhan ruang parkir Faktor-faktor yang mendasari klasifikasi kebutuhan ruang parkir pada umumnya adalah luas area/bangunan dan jumlah pengguna (staff tetap, karyawan, dan pengunjung) area/bangunan tersebut. Kemudian dari dua faktor tersebut mengarahkan kepada standar kebutuhan parkirnya yang dinyatakan dengan satuan SRP (Satuan Ruang Parkir). Berikut adalah standar kebutuhan ruang parkir untuk beberapa peruntukkan area/bangunan: II-2

Tabel 2.1. Ukuran kebutuhan ruang parkir PUSAT PERDAGANGAN Luas Areal Total (100m2) 10 20 50 100 500 1000 1500 2000 Kebutuhan (SRP) 59 67 88 124 415 777 1140 1502 PUSAT PERKANTORAN Jumlah Karyawan 1000 1250 1500 1750 2000 2500 3000 4000 5000 Administrasi 235 236 237 238 2389 240 242 246 249 Kebutuhan (SRP) Pelayanan 288 289 290 291 291 293 295 298 302 PASAR SWALAYAN Luas Areal Total (100m2) 50 75 100 150 200 300 400 500 1000 Kebutuhan (SRP) 225 250 270 310 350 440 520 600 1050 PASAR Luas Areal Total (100m2) 40 50 75 100 200 300 400 500 1000 Kebutuhan (SRP) 160 185 240 300 520 750 970 1200 2300 SEKOLAH/PER GURUAN TINGGI Jumlah Mahasisswa 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000 Kebutuhan (SRP) 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 TEMPAT REKREASI Luas Areal Total (100m2) 50 100 150 200 400 800 1600 3200 6400 Kebutuhan (SRP) 103 109 115 122 146 196 295 494 892 HOTEL & TEMPAT PENGINAPAN Tarip Standar ($) <100 100 150 200 250 350 400 550 550 600 100-150 154 155 156 158 161 162 165 166 167 150-200 300 450 476 477 480 481 484 485 487 200-250 300 450 600 900 1050 1119 1122 1124 1425 RUMAH SAKIT Jumlah Tempat Tidur (buah) 50 75 100 150 200 300 400 500 1000 Kebutuhan (SRP) 97 100 104 111 118 132 146 160 230 BIOSKOP Jumlah Tempat Duduk (buah) 300 400 500 600 700 800 900 1000 1000 Kebutuhan (SRP) 198 202 206 210 214 218 222 227 230 TEMPAT PERTANDINGAN OLAH RAGA Jumlah Tempat Duduk (buah) 1000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 10000 15000 Kebutuhan (SRP) 230 235 290 340 390 440 490 540 790 Sumber : Dirjen Perhubungan Darat 1996 II-3

Selain dari beberapa tempat yang terdapat pada Tabel 2.1, terdapat standar lain untuk menentukan kebutuhan ruang parkir lainnya, yaitu: Tabel 2.2. Ukuran kebutuhan ruang parkir Peruntukan Pusat Perdagangan Pertokoan Pasar Swalayan Pasar Satuan (SRP untuk mobil penumpang) SRP / 100 m 2 luas lantai efektif SRP / 100 m 2 luas lantai efektif SRP / 100 m 2 luas lantai efektif Kebutuhan Ruang Parkir 3,5m - 7,5m 3,5m - 7,5m Pusat Perkantoran Pelayanan bukan umum Pelayanan umum Sumber : Naasra 1988 SRP / 100 m 2 luas lantai SRP / 100 m 2 luas lantai 1,5m - 3,5m 2.2.2 Satuan Ruang Parkir (SRP) ini: Penentuan satuan ruang parkir (SRP) didasarkan oleh beberapa hal berikut 1. Dimensi kendaraan standar. Gambar 2.1. Dimensi standar untuk mobil penumpang II-4

a = jarak gandar b = depan tergantung c = belakang tergantung d = lebar h = tinggi total B = lebar total L = panjang total 2. Ruang bebas kendaraan parkir. Ruang bebas kendaraan parkir diberikan pada arah lateral dan longitudinal kendaraan. Ruang bebas arah lateral ditetapkan pada saat posisi pintu kendaraan dibuka, yang diukur dari ujung terluar pintu ke badan kendaraan parkir yang ada di sampingnya. Ruang bebas ini diberikan agar tidak terjadi benturan antara pintu kendaraan dan kendaraan yang parkir di sampingnya pada saat penumpang turun dari kendaraan. Ruang bebas arah memanjang diberikan di depan kendaraan untuk menghindari benturan dengan dinding atau kendaraan yang lewat jalur gang (aisle). Jarak bebas arah lateral diambil sebesar 5 cm dan jarak bebas arah longitudinal sebesar 30 cm. 3. Lebar bukaan pintu kendaraan. Ukuran lebar bukaan pintu merupakan fungsi karakteristik pemakai kendaraan yang memanfaatkan fasilitas parkir. Sebagai contoh, lebar bukaan pintu kendaraan karyawan kantor akan berbeda dengan lebar bukaan pintu kendaraan pengunjung pusat kegiatan perbelanjaan. Dalam hal ini, karakteristik pengguna kendaraan yang memanfaatkan fasilitas parkir dipilih menjadi tiga seperti berikut ini: II-5

Tabel 2.3. Lebar bukaan pintu kendaraan Jenis Bukaan Pintu Pengguna dan/atau Peruntukkan Gol Fasilitas Parkir Pintu depan/belakang terbuka Karyawan/pekerja kantor. I tahap awal 55 cm. Tamu/pengunjung pusat kegiatan perkantoran, perdagangan, pemerintahan, universitas Pintu depan/belakang terbuka Pengunjung tempat olahraga, pusat II penuh 75 cm. hiburan/rekreasi, hotel, pusat perdagangan eceran/swalayan, rumah sakit, bioskop Pintu depan terbuka penuh dan ditambah pergerakan kursi roda Orang cacat III Sumber : Dirjen Perhubungan Darat 1996 Berdasarkan ketentuan Tabel 2.2, maka kemudian penentuan SRP untuk mobil penumpang diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu: Tabel 2.4. Penetuan Satuan Ruang Parkir (SRP) Jenis Kendaraan 1. a. Mobil penumpang untuk golongan I b. Mobil penumpang untuk golongan II c. Mobil penumpang untuk golongan III 2. Bus/truk 3. Sepeda motor Satuan Ruang Parkir 2,30m x 5,00m 2,50m x 5,00m 3,00m x 5,00m 3,40m x 12,50m 0,75m x 2,00m Sumber : Dirjen Perhubungan Darat 1996 Besar satuan ruang parkir untuk tiap jenis kendaraan adalah sebagai berikut. II-6

1. Satuan Ruang Parkir untuk Mobil Penumpang Satuan ruang parkir untuk penderita cacat khususnya bagi mereka yang menggunakan kursi roda harus mendapat perhatian khusus karena diperlukan ruang bebas yang lebih lebar untuk memudahkan gerakan penderita cacat keluar dan masuk kendaraan. Sehingga SRP untuk golongan tersebut termasuk dalam Golongan III. Gambar 2.2. Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk mobil penumpang (dalam cm) Keterangan: B = lebar total kendaraan (cm) L = panjang total kendaraan (cm) O = lebar bukaan pintu (cm) a1, a2 = jarak bebas arah longitudinal (cm) R = jarak bebas arah lateral (cm) Gol I : B = 170 O = 55 R = 5 a1 = 10 L = 470 a2 = 20 Bp = 230 = B + O + R Lp = 500 = L + a1 + a2 Gol II : B = 170 a1 = 10 O = 75 L = 470 R = 5 a2 = 20 Bp = 250 = B + O + R Lp = 500 = L + a1 + a2 II-7

Gol III : B = 170 a1 = 10 Bp = 300 = B + O + R O = 80 L = 470 Lp = 500 = L + a1 + a2 R = 50 a2 = 20 2. Satuan Ruang Parkir untuk Bus/Truk SRP untuk Bus/Truk, besarnya dipengaruhi oleh besarnya kendaraan yang akan parkir, apakah ukuran besar, sedang, ataupun kecil. Konsep yang dijadikan acuan untuk menetapkan SRP Bus/Truk ini ditunjukkan dalam gambar berikut: Gambar 2.3. Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk bus/truk (dalam cm) II-8

3. Satuan Ruang Parkir untuk Motor SRP untuk sepeda motor ditunjukkan dalam gambar berikut: Gambar 2.4. Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk motor (dalam cm) 2.2.3 Aspek Desain 1. Ramp Besarnya tanjakan maksimum pada ramp nail adalah 15%, walaupun tanjakan sebesar 20% dapat diterapkan. Bila ramp ini juga digunakan oleh pejalan kaki untuk naik dan turun, sebaiknya digunakan tanjakan tidak lebih dar 10%. Gambar di bawah ini merupakan grafik standar penentuan kemiringan standar yang didasarkan pada perbandingan antara panjang ramp dan tingginya. II-9

Gambar 2.5. Hubungan antara besarnya tanjakan dengan panjang ramp - Tanjakan peralihan Untuk mengantisipasi benturan antara anjuran depan atau belakang kendaraan terhadap lantai datar pada ujung ramp ataupunpada bagian diantara sumbu kendaraan diberikan tanjakan peralihan/transisi seperti ditunjukkan gambar di bawah ini: Gambar 2.6. Tanjakan peralihan - Radius dan lebar ramp Untuk ramp untuk satu arah cukup disediakan lebar jalur sebesar 3,5 meter. II-10

Radius minimum ramp yang berbrntuk lingkaran helikal adalah 9,7 meter. Radius yang disarankan adalah 10,5 11,5 meter. Sedangkan lebar jalur pada ramp helikal adalah antara 4,2 5,4 meter. 2. Penahan roda Fungsi utama dari komponen ini adalah untuk menghentikan laju kendaraan yang parkir agar tidak membentur benda yang ada di jalur lajunya, biasanya dinding atau kendaraan terdekat. Penahan roda bisa berupa kansteen beton berdimensi standar 0,6 x 0,15 x 0,14 meter dan tertanam. Ada pula penahan yang menggunakan pipa besi yang tertanam. Jarak antar penahan roda ke dinding bisa ditentukan dengan grafik di bawah ini: Gambar 2.7. Grafik anjuran depan atau anjuran belakang penahan roda dengan dinding II-11

2.3 Pola Parkir Untuk melakukan suatu kebijaksanaan yang berkaitan dengan parkir, terlebih dahulu perlu dipikirkan pola parkir yang akan diterapkan. Yang mana pola parkir tersebut akan lebih efektif jika penerapannya sesuai dengan kondisi aktual di lapangan. 2.3.1 Pola parkir paralel Pola parkir paralel adalah sebuah pola parkir yang sejajar dimana parkir diatur dalam sebuah baris dengan bagian depan kendaraan menghadap bagian belakang kendaraan lainnya dengan suatu ketentuan jarak tertentu. II-12

1. Pada daerah datar Pola parkir paralel ini sangat umum ditemui di pinggir jalan. Pola parkir ini bisa diterapkan sejajar dengan tepi jalan, baik satu sisi maupun di kedua sisinya. Pola parkir ini juga digunakan di pelataran parkir ataupun gedung parkir yang tidak memungkinkan untuk diterapkan pola parkir bersudut. Gambar 2.8. Pola parkir paralel pada daerah datar 2. Pada daerah tanjakan Pada dasaranya pola parkir pada daerah tanjakan mempunyai ketentuan ruang parkir yang sama dengan pola parkir serupa pada daerah datar. Jika pada daerah datar kendaraan yang diparkir bebas mengkondisikan posisi roda bagian depannya, maka pada daerah tanjakan diterapkan beberapa standar keamanan, yaitu: - jika pada tepian jalan tidak terdapat kurb, maka kondisi roda depan kendaraan menghadap serong kiri. - jika pada tepian jalan terdapat kurb, maka kondisi roda depan kendaraan menghadap serong kanan. II-13

Gambar 2.9. Pola parkir paralel pada daerah tanjakan 3. Pada daerah turunan Pola parkir pada paralel daerah turunan mempunyai ketentuan yang sama dengan pola parkir paralel pada daerah tanjakan. Gambar 2.7. Pola parkir paralel pada daerah turunan 2.3.2 Pola parkir menyudut Pola parkir menyudut sangat umum ditemukan di tempat-tempat parkir, baik on street maupun off street. Hal ini dikarenakan faktor efisiensi ruang parkir II-14

dari penerapan sudut parkir itu sendiri jika dibandingkan dengan pola parkir paralel. Sehingga pada pola parkir ini bisa memuat lebih banyak kendaraan untuk diparkir. Umumnya pola parkir ini didesain untuk kondisi bagian depan kendaraan yang masuk terlebih dahulu. Desain tersebut memudahkan pengguna kendaraan pada saat memarkir dan mengeluarkan kendaraan dari tempat parkir. Sudut parkir yang digunakan pada umumnya ditentukan oleh lebar jalan, volume lalu lintas, kakarkteristik kecepatan, dimensi kendaraan, sifat peruntukkan lahan sekitarnya, serta peranan jalan bersangkutan. Penggunaan sudut parkir yang biasa digunakan adalah 30, 45, 60, dan 90. 1. Sudut 30 Gambar 2.10. Pola parkir dengan sudut 30 Keterangan: Untuk beberapa tabel berikut notasi pada gambar 2.10, gambar 2.11, gambar 2.12, dan gambar 2.13 yang ditunjukkan huruf A, B, C, D, dan E adalah: II-15

A B C D E = lebar ruang parkir (m) = lebar kaki ruang parkir (m) = selisih panjang ruang parkir (m) = ruang parkir efektif (m) = ruang parkir efektif ditambah ruang manuver (m) A B C D E (m) (m) (m) (m) (m) Golongan I 2,3 3,5 2,5 5,6 9,3 Golongan II 2,5 3,7 2,6 5,65 9,35 Golongan III 3,0 4,5 3,2 5,75 9,45 2. Sudut 45 Gambar 2.11. Pola parkir dengan sudut 45 II-16

Keterangan: A B C D E (m) (m) (m) (m) (m) Golongan I 2,3 3,5 2,5 5,6 9,3 Golongan II 2,5 3,7 2,6 5,65 9,35 Golongan III 3,0 4,5 3,2 5,75 9,45 3. Sudut 60 Gambar 2.12. Pola parkir dengan sudut 60 Keterangan: A B C D E (m) (m) (m) (m) (m) Golongan I 2,3 2,9 1,45 5,95 10,55 Golongan II 2,5 3,0 1,5 5,95 10,55 Golongan III 3,0 3,7 1,85 6,0 10,6 II-17

4. Sudut 90 Pola parkir ini disebut juga dengan pola parkir tegak lurus. Dengan pola parkir semacam ini, antara satu kendaraan dengan yang lainnya saling bersebelahan dan tegak lurus dengan tepi jalan (on street) atau gang atau dinding (off street). Pola parkir ini menampung lebih banyak kendaraan daripada parkir bersudut lainnya. Akan tetapi kenyamanan pengemudi dalam memarkir kendaran tidak lebih baik dari pada parkir bersudut lainnya. Sehingga pola parkir ini membutuhkan ruang gang yang lebih besar. Gambar 2.13. Pola parkir dengan sudut 90 Keterangan: A B C D E (m) (m) (m) (m) (m) Golongan I 2,3 2,3-5,4 11,2 Golongan II 2,5 2,5-5,4 11,2 Golongan III 3,0 3,0-5,4 11,2 II-18

5. Pada daerah tanjakan Gambar 2.14. Pola parkir menyudut di daerah tanjakan 6. Pada daerah turunan Gambar 2.15. Pola parkir menyudut di daerah turunan 2.3.3 Pola parkir pulau Pola parkir ini diterapkan apabila ketersedian ruang cukup luas. 1. Membentuk sudut 90 Pada pola parkir ini umumnya jika terdapat dua baris ruang parkir maka akan didesain untuk saling berhadapan satu sama lainnya. Tujuan dari II-19

pengaturan tersebut adalah untuk memudahkan pengemudi melakukan manuver baik pada saat menggunakan atau meninggalkan tempat parkir. Desain tersebut juga dikarenakan alur kendaraan masuk seringkali merupakan alur tunggal. Gambar 2.16. Pola parkir pulau dengan sudut 90 II-20

2. Membentuk sudut 45 Gambar 2.17. Pola parkir pulau dengan sudut 45 (tulang ikan tipe A) Gambar 2.18. Pola parkir pulau dengan sudut 45 (tulang ikan tipe B) II-21

Gambar 2.19. Pola parkir pulau dengan sudut 45 (tulang ikan tipe C) 2.4 Jenis Parkir 2.4.1 Parkir di badan jalan (on street parking) Yang dimaksud dengan fasilitas parkir di badan jalan adalah fasilitas parkir yang menggunakan tepi jalan sebagai ruang parkirnya. Untuk merancang suatu fasilitas parkir badan jalan, hal penting yang harus diperhatikan adalah penentuan sudut dan pola parkir yang tepat untuk diterapkan pada badan jalan tersebut, serta adanya larangan parkir yang diberlakukan pada badan jalan yang berkaitan dengan fasilitas umum. Sudut parkir yang sering digunakan adalah 90, 60, 45, 30, dan 0 (paralel). II-22

Agar penerapan parkir di badan jalan tidak mengganggu kegiatan lalu lintas yang berlangsung, maka perlu diterapkan beberapa larangan parkir. Larangan parkir tersebut antara lain: 1. Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah tempat penyebrangan pejalan kaki atau tempat penyebrangan sepeda yang telah ditentukan. 2. Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius kurang dari 500 m. 3. Sepanjang 50 meter sebelum dan sesudah jembatan. 4. Sepanjang 100 meter sebelum dan sesudah perlintasan sebidang. 2.4.2 Parkir di luar badan jalan (off street parking) Parkir jenis ini dapat diartikan sebagai tata guna lahan yang khusus disediakan sebagai ruang parkir. Dengan berpedoman pada Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996), maka untuk mendesain suatu pelataran parkir harus diperhatikan beberapa kriteria penting, yaitu: rencana tata guna lahan, keselamatan dan kelancaran lalu lintas, kemudahan bagi pengguna, tersedianya tata guna tanah serta letak jalan akses utama dan daerah yang dilayaninya. Secara umum pola parkir yang dapat diterapkan dalam suatu pelataran parkir dibedakan menjadi pola parkir satu sisi dan pola parkir dua sisi, dengan membentuk sudut 30, 45, 60, atau 90. Namun jika ketersediaan ruang cukup luas, maka dapat diterapkan suatu pola parkir kendaraan yang disebut pola parkir pulau. II-23

Pada hakekatnya, kecenderungan pengemudi selalu memarkir kendaraannya sedekat mungkin dengan tempat tujuannya agar tidak terlalu jauh berjalan kaki. Maka sangat mudah dipahami apabila disekitar pusat kegiatan selalu dijumpai banyak kendaraan parkir. Makin terhimpun kegiatan di suatu tempat, makin besar pula kebutuhan akan tempat parkir. Parkir di luar badan jalan dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Taman parkir a. Kriteria: - Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD). - Keselamatan dan kelancaran lalu lintas. - Kelestarian lingkungan. - Kemudahan bagi pengguna jasa - Tersedianya tata guna lahan - Letak antara jalan akses utama dan daerah yang dilayani. b. Pola parkir mobil penumpang Parkir kendaraan satu sisi Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang yang kurang memadai. Pola parkir menyudut sangatlah mungkin diterapkan pada pola parkir ini. Beberapa sudut parkir yang bisa diterapkan pada pola parkir ini adalah 30, 45, 60, dan 90. Parkir kendaraan dua sisi Pergerakan lalu lintas kendaraan dapat dilakukan dengan satu arah maupun dua arah. II-24

Pola parkir pulau Pola parkir ini diterapkan apabila ketersedian ruang cukup luas. c. Pola parkir bus/truk Posisi kendaraan dapat dibuat menyudut 60 ataupun 90, tergantung dari luas areal parkir dari segi efektifitas ruang. Penerapan pola parkir untuk bus/truk ini bisa diberlakukan dengan satu sisi maupun dua sisi. d. Pola parkir sepeda motor Pada umunya posisi kendaraan yang menguntungkan untuk penerapan pola parkir ini membentuk sudut 90. Pola parkir satu sisi, dua sisi, dan pulau sangat memungkinkan untuk diterapkan untuk pola parkir ini. e. Jalur sirkulasi, gang, dan modul Perbedaan anatara jalur sirkulasi dan jalur gang terutama terletak pada penggunaannya. Patokan umum yang dipakai adalah: panjang sebuah jalur gang tidak lebih dari 100 meter, jalur gang ini dimaksudkan untuk melayani lebih dari 50 kendaraan yang dianggap sebagai jalur sirkulasi Lebar jalur sirkulasi: untuk jalan satu arah = 3,5 meter, untuk jalan dua arah = 6,5 meter. II-25

Tabel 2.5. Lebar jalur gang Sumber : Dirjen Perhubungan Darat 1996 f. Jalan masuk dan keluar Ukuran lebar pintu keluar-masuk dapat ditentukan, yaitu 3 meter untuk lebarnya dan panjangnya harus dapat menampung tiga mobil berurutan dengan jarak antarmobil (spacing) sekitar 1,5 meter. Oleh karena itu, dimensi pintu keluar masuk minimum 15 meter. Pintu masuk dan keluar terpisah Ukuran lebar pintu akses kendaraan dapat ditentukan, yaitu lebar pintu 3 meter dan panjangnya dapat menampung tiga mobil berurutan dengan jarak antarmobil (spacing) sekitar 1,5 meter. Oleh karena itu panjang akses masuk minimum 15 meter. Satu jalur: Dua jalur: b = 3,00 3,50 m b = 6,00 m d = 0,80 1,00 m d = 0,80 1,00 m R 1 = 6,00 6,50 m R 1 = 3,50 5,00 m II-26

R 2 = 3,50 4,00 m R 2 = 1,00 2,50 m Gambar 2.20. Letak pintu masuk dan keluar kendaraaan terpisah II-27

Pintu masuk dan keluar menjadi satu Gambar 2.21. Perletakan pintu masuk dan keluar kendaraaan menjadi satu Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pintu masuk dan keluar adalah sebagai berikut: letak jalan masuk/keluar ditempatkan sejauh mungkin dari persimpangan, letak jalan masuk/keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga kemungkinan konflik dengan pejalan kaki dan sebagainya dapat dihindarkan, letak jalan keluar ditempatkan sedemikian rupa sehingga memberikan jarak pandang yang cukup saat memasuki arus lalu lintas, secara teoritis dapat dikatakan bahwa lebar jalan masuk dan keluar (dalam pengertian jumlah alur) sebaiknya ditentukan berdasarkan analisis kapasitas. II-28

Pada kondisi tertentu kadang ditentukan modul parsial, yaitu sebuah jalur gang hanya menampung sebuah deretan ruang parkir di salah satu sisinya. Jenis modul itu hendaknya dihindari sedapat mungkin. Dengan demikian, sebuah taman parkir merupakan susunan modul yang jumlahnya tergantung pada luas tanah yang tersedia dan lokasi jalan masuk ataupun keluarnya. g. Kriteria tata letak parkir Tata letak areal parkir kendaraan dapat dibuat bervariasi, bergantung pada ketersediaan bentuk dan ukuran tempat serta jumlah dan letak pintu masuk dan keluar. Tata letak area parkir dapat digolongkan sebagai berikut: tata letak area parkir pada satu ruas jalan yang sama dengan penempatan pintu masuk dan keluar terpisah satu sama lain seperti pada Gambar 2.22. II-29

Gambar 2.22. Tata letak area parkir tipe 1 tata letak area parkir pada satu ruas jalan yang sama dengan penempatan pintu masuk dan keluar terpisah dan tidak pada satu ruas jalan yang sama seperti pada Gambar 2.23. Gambar 2.23. Tata letak area parkir tipe 2 II-30

tata letak area parkir pada satu ruas jalan yang sama dengan penempatan pintu masuk dan keluar menjadi satu dan pada satu ruas jalan yang sama seperti pada Gambar 2.24. Gambar 2.24. Tata letak area parkir tipe 3 tata letak area parkir pada satu ruas jalan yang sama dengan penempatan pintu masuk dan keluar menjadi satu dan tidak pada satu ruas jalan yang sama seperti pada Gambar 2.25. II-31

Gambar 2.25. Tata letak area parkir tipe 4 2. Gedung parkir a. Kriteria tersedia tata guna lahan; memenuhi persyaratan konstruksi dan perundang-undangan yang berlaku; tidak menimbulkan pencemaran lingkungan; memberikan keudahan bagi pengguna jasa. II-32

b. Tata letak gedung parkir dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Lantai dasar dengan jalur landai luar (external ramp) Daerah parkir terbagi dalam beberapa lantai rata (datar) yang dihubungkan dengan ramp. Gambar 2.26. external ramp Lantai terpisah Gedung parkir dengan bentuk lantai terpisah dan berlantai banyak dengan ramp yang ke atas digunakan untuk kendaraan yang keluar (Gambar 2.27, Gambar 2.28 dan Gambar 2.29). II-33

Gambar 2.27. Ramp tipe 1 Gambar 2.28. Ramp tipe 2 Gambar 2.29. Ramp tipe 3 Selanjutnya Gambar 2.28 dan Gambar 2.29 menunjukkan jalan masuk dan keluar tersendiri terpisah), serta mempunyai jalan masuk dan jalan keluar yang lebih pendek. Gambar 2.27 menunjukkan kombinasi antara sirkulasi kedatangan (masuk) dan keberangkatan (keluar). Ramp berada pada pintu keluar; kendaraan yang masuk melewati semua ruang parkir sampai menemukan tempat yang dapat dimanfaatkan. II-34

Pengaturan gunting seperti itu memiliki kapasitas dinamik yang rendah karena jarak pandang kendaraan yang datang agak sempit. Lantai gedung yang berfungsi sebagai ramp Pada Gambar 2.30 sampai dengan Gambar 2.32 terlihat kendaraan yang masuk dan parkir pada gang sekaligus sebagai ramp. Ramp tersebut berbentuk dua arah. Gambar 2.30. Ramp tipe 4 Gambar 2.30 memperlihatkan gang satu arah dengan jalan keluar yang lebar. Namun, bentuk seperti itu tidak disarankan untuk kapasitas parkir lebih dari 500 kendaraan karena akan mengakibatkan alur tempat parkir menjadi panjang. II-35

Gambar 2.31 Gambar 2.32 Pada Gambar 2.31 terlihat bahwa jalan keluar dimanfaatkan sebagai lokasi parkir, dengan jalan keluar dan masuk dari ujung ke ujung. Pada Gambar 2.32 letak jalan keluar dan masuk bersamaan. Jenis lantai ber-ramp biasanya di buat dalam dua bagian dan tidak selalu sesuai dengan lokasi yang tersedia. Ramp dapat berbentuk oval atau persegi, dengan gradien tidak terlalu curam, agar tidak menyulitkan membuka dan menutup pintu kendaraan. II-36

Gambar 2.33 Pada Gambar 2.33 plat lantai horizontal, pada ujung-ujungnya dibentuk menurun ke dalam untuk membentuk sistem ramp. Umumnya merupakan jalan satu arah dan dapat disesuaikan dengan ketersediaan lokasi, seperti polasi gedung parkir lantai datar. Tinggi minimal ruang bebas lantai gedung parkir adalah 2,50 m. 2.5 Pengoperasian 2.5.1 Pengorganisasian Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 1993 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Dinas Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Tingkat I dan Dinas Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Tingkat II, untuk menyelenggarakan fasilitas parkir dibentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perparkiran pada Dinas Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan Daerah Tingkat II. II-37

Dalam struktur organisasi UPTD, perparkiran mencakupi aspek kegiatan sebagai berikut: 1. Aspek administratif yang mengurus hal-hal non teknis perparkiran seperti personalia, keuangan, dan umum. 2. Aspek teknis-operasional yang mengurus hal-hal teknis perparkiran, seperti perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan. 2.5.2 Penetapan tarif parkir Penetapan tarif parkir adalah salah satu cara pengendalian lalu-lintas. Perhitungan tarif parkir tidak didasarkan atas perhitungan pengembalian biaya investasi dan operasional, juga tidak semata -mata untuk memperoleh keuntungan material dan/atau finansial. Penetapan tarif parkir dilakukan untuk mengendakan lalu-lintas melalui pengurangan pemakaian kendaraan pribadi sehingga mengurangi kemacetan di jalan. Melalui penetapan tarif sedemikian rupa, untuk besaran tarif tertentu diharapkan dapat mengurangi niat orang untuk menggunakan kendaraan pribadi. Berdasarkan jenis fasilitas, pemberlakuan tarif parkir dapat digolongkan seperti berikut: 1. Golongan A a. Badan jalan tanpa untuk maksud pengendalian parkir b. Daerah dengan frekuensi parkir relatif rendah (1,5 kendaraan/srp/hari) c. Parkir dengan waktu yang lama d. Daerah perumahan, parkir dapat tanpa pembayaran atau dengan tarif yang rendah II-38

e. Daerah dengan derajat pengendalian lalu lintas rendah 2. Golongan B a. Badan jalan tanpa untuk maksud pengendalian parkir b. Daerah dengan frekuensi parkir relatif tinggi (20 kendaraan/srp/hari) c. Daerah komersial atau pertokoan, tarif parkir dapat diberlakukan relatif tinggi untuk mengendalikan lalu lintas d. Daerah dengan derajat pengendalian lalu lintas tinggi 3. Golongan C a. Kawasan parkir pada fasilitas parkir umum dengan maksud pengendalian parkir b. Keluar masuk kendaraan yang dikendalikan melalui karcis dengan waktu tercatat, dapat diberlakukan tarif parkir secara progresif yang dapat meningkat sesuai dengan lamanya parkir c. Daerah dengan derajat pengendalian lalu lintas tinggi Perbandingan tarif parkir yang wajar antara sepeda motor, kendaraan penumpang dan kendaraan truk/bus adalah sebagai berikut. Tarif parkir sepeda motor lebih rendah dari pada tarif parkir kendaraan penumpang dan tarif kendaraan penumpang lebih rendah daripada tarif truk/bus. Penetapan besar tarif parkir dicantumkan pada peraturan Daerah Tingkat II yang bersangkutan. II-39

2.5.3 Tata cara parkir Dalam melaksanakan parkir, baik pengemudi maupun juru parkir harus memperhatikan hal-hal berikut: 1. Batas parkir yang dinyatakan dengan marka jalan pembatas. 2. Keamanan kendaraan, dengan mengunci pintu kendaraan dan memasang rem parkir. Sesuai dengan jenis fasilitasnya, tata cara parkir adalah sebagai berikut: 1. Fasilitas parkir tanpa pengendalian parkir: a. Juru parkir dapat memandu pengemudi kendaraan dalam melakukan parkir. b. Juru parkir memberi karcis bukti pembayaran sebelum kendaraan meninggalkan ruang parkir. c. Juru parkir harus mengenakan seragam dan identitas. 2. Fasilitas parkir dengan pengendalian parkir (menggunakan pintu masuk/keluar): a. Pada pintu masuk, baik dengan petugas maupun dengan pintu otomatis, pengemudi harus mendapatkan karcis tanda parkir, yang mencantumkan jam masuk (petugas mencatat nomor kendaraan bila diperlukan). b. Pengemudi memarkirkan kendaraan sesuai dengan tata cara parkir dengan atau tanpa juru parkir. II-40

c. Pada pintu keluar, petugas harus memeriksa kebenaran karcis tanda parkir, mencatat lama parkir, menghitung tarif parkir sesuai ketentuan, menerima pembayaran parkir dengan menyerahkan karcis bukti pembayaran pada pengemudi. 2.6 Pemeliharaan 2.6.1 Pelataran parkir Untuk menjamin agar pelataran tetap pada kondisi baik, pemeliharaan dilakukan dengan cara: 1. Sekurang-kurangnya setiap pagi hari pelataran parkir dibersihkan agar bebas dari sampah dan air yang tergenang. 2. Pelataran parkir yang sudah berlubang-lubang atau rusak ditambah atau diperbaiki. 3. Secara rutin pada saat tertentu, pelapisan (overlay) pada perkerasan pelataran parkir perlu dilakukan. Untuk memelihara pelataran parkir itu perlu diketahui hal-hal berikut: 1. Pada fasilitas parkir di badan jalan, penmabalan atau pelapisan (overlay) dilakukan sesuai dengan pemeliharaan badan jalan oleh instansi pembina jalan. 2. Pada fasilitas parkir di luar badan jalan, pengelola wajib menyiapkan fasilitas/peralatan pemeliharaan perkerasan pelataran parkir. II-41

2.6.2 Marka dan rambu jalan Karena berfungsi sebagai pemandu dan penunjuk bagi pengemudi pada saat parkir, marka dan rambu jalan harus dijaga agar tetap dapat terlihat jelas. 1. Marka jalan a. Secara berkala marka jalan dicat kembali agar terlihat jelas oleh pengemudi. b. Bersamaan dengan pembersihan pelataran parkir, bagian marka jalan harus dibersihkan secara khusus. 2. Rambu jalan a. Rambu jalan harus diganti apabila sudah tidak terlihat jelas tulisannya atau sudah rusak. b. Secara rutin daun rambu jalan harus dibersihkan agar tidak tertutup oleh kotoran. 2.6.3 Fasilitas penunjang parkir Fasilitas penunjang parkir yang memerlukan pemeliharaan adalah: 1. Pos petugas. 2. Lampu penerangan. 3. Pintu keluar dan masuk. 4. Alat pencatat waktu elektronis. 5. Pintu elektronis pada fasilitas parkir dengan pintu masuk otomatis. II-42