BAB I PENDAHULUAN. santan dan gula kelapa. Dalam bidang pariwisata gudeg menjadi aset yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. jumlah wisatawan Yogyakarta semakin meningkat setiap tahunnya.

BAB I PENDAHULUAN. nangka muda, berwarna cokelat dan memiliki rasa manis secara dominan.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

BAB I PENDAHULUAN. khas daerah yang beraneka ragam. Yogyakarta sebagai salah satu sentra budaya

Menimbang : Mengingat :

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan berbasis agroindustri semakin ketat. Selain itu, ketatnya

BAB I PENDAHULUAN. dari kedelai yang melalui proses fermentasi. Berdasarkan data dari BPS, produksi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi memaksa banyak pengusaha yang membuka usaha restoran kuliner khas

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

IV. GAMBARAN UMUM. DIY adalah salah satu Provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam kehidupan keseharian manusia tidak bisa lepas

BAB I PENDAHULUAN. gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan-perusahaan

I. PENDAHULUAN. karena berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup setiap manusia,

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan dan dilestarikan agar tidak hilang ditelan waktu. Banyak

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bisnis Kerupuk Udang, Renyah Menguntungkan

2016, No Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Ikl

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Regulasi Pangan di Indonesia

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan energi dan untuk proses metabolisme dalam tubuh. Mengkonsumsi

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN

Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar yaitu juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmiati Tsaniah, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Usus sapi merupakan bagian dalam hewan (jeroan) sapi yang dapat. digunakan sebagai sumber bahan makanan hewani. Sebagian masyarakat

2016, No Indonesia Nomor 5360); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 STUDI KELAYAKAN BISNIS PADA RUMAH MAKAN SAUNG POJOK DADAHA KOTA TASIKMALAYA

STUDI KASUS KADAR FORMALIN PADA TAHU DAN KADAR PROTEIN TERLARUT TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU DUKUH PURWOGONDO KECAMATAN KARTASURA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 224/Menkes/SK/II/2007 TENTANG SPESIFIKASI TEKNIS MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI)

BAB I PENDAHULUAN. dengan nilai tambah yang lebih agar mampu memenuhi kebutuhan dan

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

Undang-undang Pangan No. 7/1996

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan akan vitamin dan mineral yang diperoleh dari buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. Bakso merupakan makanan jajanan yang paling populer di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik

BAB I PENDAHULUAN. Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, mengingat. pentingnya kebutuhan pangan untuk mencapai angka kecukupan gizi.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah yang baik agar masyarakat dapat merasa lebih aman dan terjamin dalam

I. PENDAHULUAN. terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia, baik dari segi kuantitas maupun

BAB I PENDAHULUAN. pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia atau basic needs.

Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG. Salah satu bisnis industri makanan yang terus merangkak naik

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Biaya Pengeluaran Rata-rata Per Hari Masyarakat Perkotaan dan Pedesaan di Jawa Barat Tahun 2006 dan 2008

PENDAHULUAN. sebagai bahan baku atau bahan tambahan untuk membuat berbagai jenis makanan.

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

UJI ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN SELAI GULMA KROKOT

PENDAHULUAN. Pada tahap awal pembangunan, ekspor setiap negara didominasi oleh hasil hasil

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

Kata Kunci :Ronto, jumlah mikroba, kadar air, kadar garam

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL

BAB I PENDAHULUAN. mendorong peningkatan daya beli dan kebutuhan berwisata. Waktu

BAB I PENDAHULUAN. saing manusia akan meningkat yang berpengaruh terhadap kelanjutan serta kemajuan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. produk daging. Di Indonesia sendiri, daging yang paling banyak digemari

BAB I PENDAHULUAN. asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang

syarat penting untuk kemajuan produk-produk pangan lokal di Indonesia khususnya agar dapat bersaing dengan produk lain baik di dalam maupun di

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman. Upaya

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Nata De Coco

BAB I PENDAHULUAN. dengan ketersediaan lahan sawah yang mencapai 8,1 juta ha, lahan tegal/kebun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang kaya sumberdaya alam dan mempunyai

Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI. PKPA Tahun 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ekonomi yang semakin cepat menimbulkan pesatnya

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KEAMANAN DAN MUTU MINUMAN BERALKOHOL

I. PENDAHULUAN. dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

TUGAS AKHIR LINGKUNGAN BISNIS BISNIS JAMUR CRISPY. Disusun Oleh : : Siti Faizzatul Aslamiyah. No Mahasiswa :

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gudeg merupakan sayur berbahan dasar nangka muda yang dimasak dengan santan dan gula kelapa. Dalam bidang pariwisata gudeg menjadi aset yang memegang peranan penting sebagai ikon wisata kuliner dan sebagai buah tangan khas Kota Yogyakarta bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Makanan tradisional khas Kota Yogyakarta ini memiliki cita rasa manis dan banyak diproduksi oleh produsen kuliner gudeg setempat. Pada umumnya gudeg diproduksi oleh home industri dan dipasarkan langsung ke konsumen lewat display berkonsep warung makan ataupun pedagang kaki lima. Makanan ini biasa dijadikan sebagai lauk yang dinikmati bersama dengan nasi. Hidangan gudeg biasa disajikan dengan pelengkap areh, telur, ayam, krecek, tempe bacem dan tahu bacem (Gardjito dan Permatasari, 2012). Dalam bisnis kuliner gudeg, permasalahan utama yang harus dihadapi produsen adalah sifat karakteristik gudeg yang memiliki umur simpan pendek. Gudeg hanya mampu bertahan sekitar 48 jam. Dengan kadar air, protein dan lemak tinggi gudeg rentan terhadap kerusakan di antaranya perubahan warna, penyimpangan aroma dan rasa, serta penurunan nilai gizinya (Nurhikmat dkk, 2015). Selain itu, permasalahan lain yang harus dihadapi produsen gudeg yakni keluhan dari konsumen mengenai kemasan produk gudeg yang kurang praktis ketika hendak dibawa untuk dijadikan buah tangan. 1

2 Telah dilakukan upaya untuk mengatasi permasalahan utama produk gudeg dari berbagai lintas sektor. Inovasi kemasan gudeg dengan menggunakan kaleng dinilai sebagai solusi yang paling tepat. Kemasan kaleng dipilih sebagai alternatif untuk memperpanjang umur simpan produk karena kemasan ini memiliki kekuatan mekanik besar, penghalang (barrier) tinggi terhadap kontaminan karena kedap udara, toksisitas rendah, tahan kondisi ekstrem dan permukaan ideal untuk pelabelan. Melalui proses pengalengan maka gudeg dapat bertahan selama satu tahun tanpa penambahan bahan pengawet. Inovasi kemasan ini sekaligus dilakukan sebagai wujud upaya modernisasi pangan tradisional di Yogyakarta. Modernisasi juga diupayakan oleh produsen gudeg untuk tujuan memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan eksistensi produknya di pasaran. Produk gudeg kaleng merupakan makanan olahan tradisional siap saji yang dikemas dalam kemasan kaleng dan melalui proses aseptik sehingga menjadikan produk berumur simpan panjang. Produk yang semula hanya mampu dipasarkan secara lokal karena keterbatasan umur simpan, saat iniberpotensi untuk dapat dipasarkan dengan jangkauan pasar nasional hingga internasional. Namun, terkait tujuan perluasan pemasaran tersebut, perusahaan harus memenuhi persyaratan mutu untuk produk pangan olahan yang berlaku di sistem regulasi pangan. Sebuah produk yang akan dipasarkan secara global harus terjamin mutu, kelayakan serta keamanannya. Regulasi pangan di Indonesia diatur dalam bentuk peraturan perundangundangan. Peraturan disusun dan disesuaikan dengan perkembangan zaman serta kondisi lapangan dari produsen. Peraturan yang diberlakukan disesuaikan dengan

3 kapasitas, skala perusahaan, material bahan yang digunakan, tingkat risiko keamanan pangan dari produk, proses produksi serta lembaga yang mengakui/ bertanggung jawab atas jaminan produk tersebut. Perusahaan yang memiliki modal besar dan skala pasarnya nasional, serta perusahaan yang menghasilkan produk makanan dalam kaleng dan melibatkan proses canning (pengalengan) wajib memenuhi persyaratan dan mendapatkan sertifikasi produk olahan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). Kriteria persyaratan produk pangan sesuai dengan ketentuan yang harus dipenuhi oleh perusahaan pangan olahan meliputi: keamanan pangan, jaminan mutu dan pemenuhan nilai gizi. Keamanan pangan yang dimaksudkan berupa batas cemaran produk. Jaminan mutu dinilai berdasarkan keberhasilan proses produksi untuk menghasilkan produk akhir sesuai spesifikasi, sedangkan pemenuhan gizi ditentukan oleh kesesuaian informasi nilai gizi. Perseroan Terbatas Risquna Dewaksara merupakan sebuah perusahaan berbasis customer goods yang memproduksi makanan kaleng. Perusahaan yang mulai dirintis pada tahun 2015 ini memiliki fokus produksi makanan olahan tradisional siap saji dalam kemasan kaleng. Produk utamanya, Gudeg Bagong, sudah resmi diluncurkan ke pasar pada tahun 2016. Gudeg Bagong merupakan produk gudeg kering yang diproses dengan teknologi modern dan dikemas dalam kemasan kaleng. Sebagai pelaku pasar baru di industri gudeg kaleng, perusahaan ini berupaya untuk menembus dan memasarkan gudeg ke pasar nasional hingga pasar internasional melalui strategi pengembangan bisnis produk gudeg kaleng.

4 Sertifikasi MD dari BPOM RI dapat digunakan untuk membuktikan bahwa produk yang dihasilkan aman dan layak untuk dikunsumsi serta terjamin mutunya. Prosedur dan ketentuan sertifikasi BPOM RI diatur dalam Peraturan Kepala BPOM RI No. HK. 03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011 tentang Tata Laksana Pendaftaran Pangan Olahan (Lampiran 1). Peraturan tersebut memuat beberapa ketentuan pokok yang harus dipenuhi perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi, salah satunya adalah aspek kelengkapan teknis. Kelengkapan teknis meliputi analisis produk akhir. Suatu produk olahan dalam kemasan harus memenuhi ketentuan batas aman konsumsi dan kelayakan edar. Ketentuam untuk produk olahan dalam kaleng mengacu pada Peraturan Kepala BPOM RI No. HK. 00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan (Lampiran 2) sedangkan untuk kelayakan edar terkait dengan pemasaran mengacu pada ketentuan PP No 69. Tahun 1999 tentang Label dan Periklanan Produk (Lampiran 3). Parameter mutu fisik kemasan dan prosedur uji dilakukan dengan pendekatan SNI 01-2372.4-2006 tentang Cara Uji Fisika- Bagian 4: Pemeriksaan Kemasan Kaleng Produk Perikanan (Lampiran 4). Langkah awal yang dapat dilakukan untuk mendorong produsen menghasilkan produk bermutu sekaligussertifikasi BPOM RI, perlu dilakukan upaya pre-market evaluation terhadap produk Gudeg Bagong. Evaluasi dilakukan berdasarkan tinjauan mutu dari sisi produk akhir Gudeg Bagong dari aspek kimia biologi fisik dan label. Lebih lanjut, evaluasi ini dilakukan dengan harapan produk Gudeg Bagong memiliki kapabilitas untuk memproduksi produk yang bermutu dan memiliki daya saing tinggi di industri gudeg kaleng.

5 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011, sebuah perusahaan dalam negeri yang melibatkan aktivitas pengalengan (canning) wajib memiliki sertifikat MD dari BPOM RI. Gudeg Bagong yang diproduksi oleh PT. Risquna Dewaksara belum memiliki sertifikasi pangan olahan MD dari BPOM RI. PT. Risquna Dewaksara merupakan perusahaan baru yang belum memiliki pengukuran parameter mutu produk. Pengukuran terhadap parameter kontroldari segi kimia, biologi, fisik dan labelyang mengacu pada regulasi BPOM harus dilakukan agar produk Gudeg Bagong bisa mendapatkan sertifikasi. 1.3 Batasan Penelitian Untuk meminimalkan adanya bias dalam penelitian ini maka perlu diberikan beberapa batasan masalah sebagai berikut ini. 1. Produk gudeg kaleng yang dievaluasi pada penelitian ini mencakup isi produk yang terdiri dari gudeg dan pelengkapnya yang terkemas dalam kemasan kaleng berlabel. 2. Aspek yang dikaji pada penelitian ini mencakup kelengkapan teknis yang meliputi analisis kimia biologi dan fisik produk serta analisis rancangan label produk. 3. Mutu produk ditinjau dari aspek kimia, biologi, fisik dan label.

6 4. Ketentuan aspek kimia dan biologi mengacu padaperaturan Kepala BPOM No. HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan (Lampiran 2). 5. Ketentuan pengujian aspek fisik dan cara uji fisik dilakukan berdasarkan SNI 01-2372.4-2006 tentang Cara Uji Fisika-Bagian 4: Pemeriksaan Kemasan Kaleng Produk Perikanan (Lampiran 4). 6. Acuan pelabelan produk didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Periklanan Produk (Lampiran 3). 7. Penelitian dan pengambilan data sampel dilaksanakan di PT. Risquna Dewaksara periode Mei sampai Juli 2016. 1.4 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan, maka ditetapkan tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui parameter mutu Gudeg Bagong berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No. HK. 03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011 dalam rangka mendapatkan sertifikasi MD BPOM RI. 2. Mendapatkan informasi kajian mutu Gudeg Bagong berdasarkan parameter yang diacu pada Peraturan Kepala BPOM RI No. HK. 03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011.

7 1.5 Manfaat Hasil penelitian berjudul Evaluasi Mutu Gudeg Kaleng Bagong Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM RI No. HK. 03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011 ini memberikan informasi sejauh mana kesesuaian produk akhir Gudeg Bagong dengan spesifikasi Peraturan Kepala BPOM RI No. HK. 03.1.5.12.11.09956 Tahun 2011 dari aspek kimia, biologi, fisik dan label. Evaluasi ini dapat dijadikan bahan rujukan PT. Risquna Dewaksara untuk dapat lolos verifikasi audit dan mendapatkan sertifikasi MD dari BPOM RI. Penelitian ini juga dapatmendorong produsen untuk menghasilkan produk bermutu melalui peningkatan kinerja perusahaan berkelanjutan berdasarkan parameter-parameter yang telah ditentukan. Infromasi terkait acuan parameter mutu dan cara evaluasi secara legal berdasarkan regulasi BPOM RI juga dapat dimanfaatkan oleh perusahaan lain sejenis yang ingin mendapatkan sertifikasi MD BPOM RI.