V. ANALISIS PERUBAHAN EKSPOR TPT INDONESIA. Analisis perubahan ekspor TPT Indonesia di pasar dunia akan dilakukan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nasional adalah melalui perdagangan internasional. Menurut Mankiw. (2003), pendapatan nasional yang dikategorikan dalam PDB (Produk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

MENCERMATI KINERJA TEKSTIL INDONESIA : ANTARA POTENSI DAN PELUANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

BPS PROVINSI JAWA BARAT

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

BPS PROVINSI JAWA BARAT

1. PENDAHULUAN. Tragedi serangan teroris ke gedung World Trade Center (WTC) Amerika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa pembangunan Indonesia dimulai, perdagangan luar negeri

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

ANALISIS EKONOMI PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA. Iwan Hermawan

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

VII. HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN ALTERNATIF KEBIJAKAN. Bab ini akan membahas penerapan model ekonometrika melalui analisis

BPS PROVINSI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

BPS PROVINSI JAWA BARAT

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

V. POSISI DAYA SAING UDANG INDONESIA, TAHUN

I. PENDAHULUAN. Ekonomi merupakan salah satu sektor yang memainkan peranan yang sangat

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2015

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pesat di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, jumlah industri TPT di Indonesia

Bab 5 Bisnis Global 10/2/2017 1

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri garmen semakin mengglobal. Perkembangan ini dimulai

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

SIARAN PERS Pusat Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB 1 PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat telah memberikan dampaknya ke

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

V GAMBARAN UMUM EKSPOR UDANG INDONESIA

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Bandung menjadi kota yang memiliki daya saing paling kompetitif dibanding kota-kota lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

Analisis Perkembangan Industri

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2016 menjadi awal mula pemberlakuan MEA (Masyarakat Ekonomi

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEKSTIL INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

Transkripsi:

V. ANALISIS PERUBAHAN EKSPOR TPT INDONESIA Analisis perubahan ekspor TPT Indonesia di pasar dunia akan dilakukan dengan menggunakan metode CMS. Hasil analisis CMS akan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang kompetisi dan posisi TPT Indonesia dibandingkan dengan negara-negara pesaingnya, seperti China, India, dan Italia, di pasar Amerika Serikat dan Jerman. Periode analisisnya dibagi ke dalam 4 kelompok tahun, untuk dapat menganalisis lebih mendalam dan realistis dengan perubahan-perubahan yang terjadi selama kurun waktu tahun 1995-2005. 5.1. Perubahan Nilai Ekspor TPT Negara Produsen Model CMS didasarkan pada asumsi pangsa pasar yang konstan dan tergantung pada penentuan tahun dasar. Oleh sebab itu analisis perubahan ekspor dilakukan dalam jangka waktu yang lebih pendek berdasarkan sub-sub periode yang meliputi: (1) tahun 1995-2005 untuk mengetahui daya saing ekspor secara utuh pada saat pengintegrasian perdagangan TPT periode 10 tahun hingga pencabutan kuota impor, (2) tahun 1995-1997 untuk mengetahui daya saing pada saat pra krisis moneter dan sekaligus sebagai awal pengintegrasian perdagangan TPT kepada ketentuan GATT, (3) tahun 1998-2000 untuk mengidentifikasi daya saing ekspor pada saat pasca krisis moneter, dan (4) tahun 2001-2004 untuk melihat daya saing ekspor menjelang pencabutan kuota impor TPT. 5.1.1. Periode Tahun 1995-2005 Dekomposisi perubahan nilai ekspor TPT tahun 1995-2005 untuk negaranegara pengekspor TPT ditampilkan pada Tabel 5. Pada tahun 1995-2005 ekspor TPT Indonesia, India, China, dan Italia menunjukkan peningkatan ekspor. Hasil dekomposisi tahap pertama menunjukkan bila peningkatan ekspor TPT

78 Indonesia dan Italia banyak disebabkan oleh efek struktural, sedangkan peningkatan ekspor TPT India dan China lebih dikarenakan kontribusi efek kompetitif, yaitu masing-masing sebesar 37.52 persen dan 46.22 persen. Tabel 5. Dekomposisi CMS Perubahan Nilai Ekspor Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun 1995-2005 Komponen Indonesia India Nilai (ribu USD) (%) Nilai (ribu USD) (%) Perubahan Ekspor 2 404 392.80 100.00 8 754 017.22 100.00 A. Tahap Pertama 1. Struktural 3 098 276.66 128.86 3 797 534.39 43.38 2. Kompetitif -357 838.70-14.88 3 284 135.97 37.52 3. Ordo Kedua -336 045.15-13.98 1 672 346.86 19.10 B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan 3 025 022.80 125.81 3 632856.67 41.50 b. Efek Distribusi Pasar 73 758.41 3.07 141 566.68 1.62 c. Efek Komposisi Komoditas -151 931.02-6.32-25 632.99-0.29 d. Efek Interaksi Struktural 151 426.47 6.30 48 744.03 0.56 2. a. Efek Kompetitif Umum -406 134.76-16.89 3 351 242.03 38.28 b. Efek Kompetitif Khusus 48 296.06 2.01-67 106.06-0.77 3. a. Ordo Kedua Murni 357 838.71 14.88-3 284 135.97-37.52 b. Struktural Residual Dinamis -693 883.86-28.86 4 956 482.83 56.62 China Italia Komponen Nilai (ribu USD) (%) Nilai (ribu USD) (%) Perubahan Ekspor 72 420 361.16 100.00 4 887 522.00 100.00 A. Tahap Pertama 1. Struktural 21 002 597.76 29.00 11 175 224.99 228.65 2. Kompetitif 33 475 747.82 46.22-4 448 843.26-91.02 3. Ordo Kedua 17 942 015.58 24.77-1 838 859.73-37.62 B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan 17 857 861.84 24.66 13 273 741.43 271.58 b. Efek Distribusi Pasar 1 386 467.38 1.91-1 810 758.40-37.05 c. Efek Komposisi Komoditas 3 096 987.92 4.28 654 524.62 13.39 d. Efek Interaksi Struktural -1 338 719.39-1.85-942 282.66-19.28 2. a. Efek Kompetitif Umum 35 705 215.53 49.30-5 487 867.60-112.28 b. Efek Kompetitif Khusus -2 229 467.71-3.08 1 039 024.34 21.26 3. a. Ordo Kedua Murni -33 475 747.82-46.22 4 448 843.26 91.02 b. Struktural Residual Dinamis 51 417 763.40 71.00-6 287 702.99-128.65 Sumber: COMTRADE (diolah), 2006. Pada hasil dekomposisi tahap kedua memperlihatkan bahwa kontribusi positif dari efek struktural di negara Indonesia dan Italia adalah disebabkan oleh efek pertumbuhan yang positif. Demikian pula bagi India dan China, efek kompetitif yang positif banyak disumbangkan oleh efek pertumbuhan juga.

79 Bagaimanapun, proses pengintegrasian perdagangan TPT terhadap ketentuan GATT, dalam bentuk reduksi jumlah kuota impor, telah berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekspor negara-negara produsen TPT selama 1 dasawarsa terakhir ini. Menurut Diao and Agapi (2001), bahwa perdagangan TPT negara-negara berkembang mengalami peningkatan pada dekade terkahir ini. Hampir 70 persen komoditas TPT diimpor oleh negara-negara maju atau industri dan hal ini menjadi momentum pertumbuhan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Antara tahun 1995 dan 2003, pangsa pasar ekspor TPT dari negara-negara berkembang meningkat dari 2 persen menjadi 5 persen. Hal ini distimulasi oleh pertumbuhan rata-rata tahunan yang mencapai 15.70 persen (Jauch and Rudolf, 2006). Efek distribusi pasar TPT yang negatif hanya dialami oleh negara Italia, yaitu sebesar 37.05 persen. Hal ini menunjukkan bila Italia tidak mengonsentrasikan ekspornya ke pasar yang tumbuh relatif cepat bila dibandingkan Indonesia, India, dan China. Secara umum tekstil dan garmen China di pasar Amerika memperoleh pangsa pasar sebesar 13.39 persen untuk tekstil dan 15 persen untuk garmen. Di pasar Jerman, China juga masih mampu mengambil bagian pangsa pasar sebesar 4.40 persen untuk tekstil dan 11.10 persen untuk garmen. Pangsa pasar India di pasar Amerika Serikat dan Jerman relatif masih lebih baik daripada Indonesia. Tekstil Indonesia mampu mendapatkan bagian pasar sebesar 1.16 persen dan 3.51 persen untuk garmen di pasar Amerika Serikat. Besaran tersebut semakin kecil ketika ekspor tekstil dan garmen Indonesia berada di pasar Jerman. Pangsa pasar sebesar 0.76 persen diperoleh dari ekspor tekstil dan sebesar 2.29 persen dari ekspor garmen pada periode tahun 1995 sampai 2005. Efek komposisi komoditas TPT berkontribusi negatif untuk Indonesia dan India. Hal ini mengimpilikasikan bahwa Indonesia dan India tidak

80 mengosentrasikan ekspornya pada TPT yang permintaan impornya meningkat dengan cepat. China menempati urutan pertama, dengan kontribusi efek kompetitif yang positif terhadap peningkatan ekspornya sebesar 46.22 persen, kemudian disusul oleh India dengan 37.52 persen selama kurun waktu 10 tahun. Selama tahun 1995 sampai 2005 ternyata daya saing TPT Indonesia mengalami penurunan, begitu pula dengan Italia. Indikasi ini ditunjukkan oleh besaran efek kompetitif yang negatif sebesar 14.88 persen untuk Indonesia dan 91.02 persen untuk Italia (Gambar 8). Meskipun perdagangan TPT negaranegara berkembang mengalami peningkatan pada dekade terakhir ini, namun penghapusan sistem kuota impor TPT dunia telah menurunkan pangsa pasarnya. Hal ini salah satunya disebabkan oleh harga TPT dunia yang menurun sebagai akibat dari efisiensi perdagangan TPT setelah penghapusan MFA, di sisi lain konsumen akan diuntungkan dengan komoditas TPT yang murah tersebut (Diao and Agapi, 2001). 60.00 40.00 20.00 37.52 46.22 s ent ase Per 0.00-20.00-40.00-60.00-80.00-14.88-91.02-100.00 Indonesia India China Italia Gambar 8. Besaran Efek Kompetitif dari Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun 1995-2005 Penting untuk digarisbawahi bahwa ketergantungan terhadap kapas impor akan menjadikan posisi Indonesia rentan terhadap perubahan harga kapas

81 dunia. Sampai saat ini hampir 80 persen, tanaman kapas di Indonesia masih dikembangkan sebagai kapas tadah hujan (rained cotton) dan dilaksanakan di daerah lahan kering marginal. Pada tanggal 1 Januari 2005, kuota impor TPT telah dihapuskan. Negara yang paling diuntungkan dengan penghapusan kuota tersebut adalah negaranegara yang selama ini telah mencapai kuota impor yang ditetapkan pada produk-produk utamanya. Sementara negara yang akan menderita kerugian paling besar adalah negara yang selama ini belum mampu memenuhi batas kuotanya. Kerugian semakin besar bila negara tersebut sangat tergantung pada produk-produk tersebut. Tabel 6 memperlihatkan pemanfaatan kuota oleh negara-negara pengekspor TPT ke Amerika Serikat dan Uni Eropa. China merupakan negara pengekspor TPT yang paling banyak memanfaatkan kuota impor mereka, sementara negara-negara Afrika dan anggota NAFTA cenderung hanya sedikit saja mampu memenuhi batas impor mereka. Apabila negara-negara di Asia mampu memenuhi kapasitas kuota sebesar rata-rata 53.10 persen pada tahun 2002, maka sesuai dengan laporan yang dikeluarkan oleh customs and border protection textile status report, Indonesia pada tahun 2004 mampu memenuhi kapasitas kuota ke negara Amerika Serikat sebesar 57.35 persen dan banyak didominasi oleh produk-produk garmen. Tabel 6. Pemenuhan Kuota Tahun 2002 No. Kawasan Kuota Terpenuhi (%) Di Bawah Kuota (%) 1. NAFTA 0.50 99.50 2. Afrika 41.10 58.90 3. Asia 46.90 53.10 4. China 86.60 13.40 Sumber: Nathan Associates, 2002 dalam Maidir, 2006. Dengan dihapuskannya penerapan kuota impor, di satu sisi akses pasar TPT akan semakin terbuka. Namun demikian, pada saat bersamaan, retriksi lain

82 berupa hambatan tarif yang juga berkonsekuensi terhadap pangsa ekspor sejumlah produk tekstil dan produksi tekstil Indonesia masih relatif besar. Bahkan pada pasar non tradisional, seperti Amerika Latin dan Eropa Timur, bea masuk ekspor TPT ke negara-negara di kawasan tersebut mencapai 13.5-18 persen. Besaran yang tinggi untuk dapat memenuhi pertumbuhan permintaan yang pesat dari tujuan ekspor potensial TPT tersebut (Maidir, 2006). Studi lain memperlihatkan bahwa bila China dapat meningkatkan ekspor TPT-nya ke Uni Eropa hingga mendapatkan pangsa pasarnya sebesar 13 persen pada produk tekstil dari sebelumnya 10 persen saja, sementara pangsa pasar produk pakaian naik menjadi 30 persen dari sebelumnya 18 persen. Begitu pula dengan pasar di Amerika serikat, dimana pangsa pasar china akan naik menjadi 18 persen dari 11 persen untuk tekstil dan 50 persen dari sebelumnya 16 persen untuk pakaian. Sedangkan India disebutkan mampu meningkatkan ekspornya di kawasan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Ekspor India ke Uni Eropa memperoleh pangsa pasar sebesar 11 persen yang sebelumnya 9 persen untuk tekstil. Adapun pangsa pasar pakaiannya pun juga dilaporkan meningkat hingga 9 persen dari sebelumnya hanya 6 persen. Sama halnya untuk pasar di Amerika Serikat, India mampu mengambil bagian dalam ekspor produk pakaian sebesar 15 persen dari sebelumnya 45 persen, sedangkan untuk ekspor produk tekstil, India tidak ada perubahan pangsa pasar(nordas, 2004). 5.1.2. Periode Tahun 1995-1997 Dekomposisi perubahan nilai ekspor TPT tahun 1995-1997 untuk Indonesia dan negara-negara pengekspor pesaing ditampilkan pada Tabel 7. Pada tahun 1995-1997, ternyata di antara China, India, dan Italia, hanya ekspor TPT Indonesia saja yang menurun sebesar 901.23 juta USD. Dari hasil dekomposisi tahap pertama menunjukkan bahwa penurunan ekspor TPT

83 Indonesia tersebut berkaitan dengan efek kompetitif yang turun secara signifikan sebesar 145.72 persen, meskipun terjadi peningkatan pada efek struktural. Artinya perubahan ekspor TPT Indonesia banyak disebabkan oleh adanya perubahan ekspor dunia. Italia meskipun terjadi penurunan efek kompetitif sebesar 104.41 persen, akan tetapi efek struktural meningkat lebih besar, sehingga dampaknya tetap positif. Adapun kontribusi efek struktural terhadap perubahan ekspor terendah adalah China sebesar 44.77 persen dan tertinggi adalah Italia sebesar 212.54 persen. Tabel 7. Dekomposisi CMS Perubahan Nilai Ekspor Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun 1995-1997 Indonesia India Komponen Nilai (ribu USD) (%) Nilai (ribu USD) (%) Perubahan Ekspor -901 229.69 100.00 1 073 368.34 100.00 A. Tahap Pertama 1. Struktural 533 276.87 59.17 640 088.99 59.63 2. Kompetitif -1 313 270.07-145.72 442 018.43 41.18 3. Ordo Kedua -121 236.49-13.45-8 739.08-0.81 B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan 488 295.11 54.18 586 410.84 54.63 b. Efek Distribusi Pasar 45 087.08 5.00 48 853.89 4.55 c. Efek Komposisi Komoditas -27 945.68-3.10-1 455.43-0.14 d. Efek Interaksi Struktural 27 840.36 3.09 6 279.69 0.59 2. a. Efek Kompetitif Umum -1 280 371.43-142.07 448 704.82 41.80 b. Efek Kompetitif Khusus -32 898.64-3.65-6 686.39-0.62 3. a. Ordo Kedua Murni 1 313 270.07 145.72-442 018.43-41.18 b. Struktural Residual Dinamis -1 434 506.56-159.17 433 279.36 40.37 Komponen China Italia Nilai (ribu USD) (%) Nilai (ribu USD) (%) Perubahan Ekspor 8 101 177.84 100.00 637 275.49 100.00 A. Tahap Pertama 1. Struktural 3 626 539.97 44.77 1 354 470.24 212.54 2. Kompetitif 3 985 160.99 49.19-665 365.00-104.41 3. Ordo Kedua 489 476.87 6.04-51 829.75-8.13 B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan 2 882 592.03 35.58 2 142 629.48 336.22 b. Efek Distribusi Pasar 376 922.29 4.65-728 091.87-114.25 c. Efek Komposisi Komoditas 592 564.57 7.31 71 798.88 11.27 d. Efek Interaksi Struktural -225 538.91-2.78-131 866.26-20.69 2. a. Efek Kompetitif Umum 4 808 642.59 59.36-1 387 101.72-217.66 b. Efek Kompetitif Khusus -823 481.60-10.16 721 736.72 113.25 3. a. Ordo Kedua Murni -3 985 160.99-49.19 665 365.00 104.41 b. Struktural Residual Dinamis 4 474 637.86 55.23-717 194.75-112.54 Sumber: COMTRADE (diolah), 2006.

84 Dari dekomposisi tahap kedua, efek kompetitif yang menjadi penyebab turunnya ekspor TPT Indonesia, disebabkan oleh efek kompetitif umum sebesar 142.07 persen sedangkan efek kompetitif khusus hanya sebesar 3.09 persen. Sementara itu, efek struktural meskipun positif, ternyata lebih banyak disebabkan oleh efek pertumbuhan sebesar 54.18 persen, namun efek komposisi komoditasnya adalah negatif sebesar 3.10 persen. Yang perlu diperhatikan bagi Indonesia adalah efek ordo kedua walaupun dampaknya relatif kecil, yaitu sebesar 13.45 persen. Efek tersebut ternyata sangat dipengaruhi oleh efek struktural residual dinamis. Apabila dibandingkan dengan 3 negara lain, dekomposisi tahap kedua menunjukkan bahwa kontribusi efek pertumbuhan berkisar antara antara 35.58 persen China yang terendah sampai yang tertinggi 366.22 persen oleh Italia. Peningkatan ekspor TPT India, China, dan Italia tersebut berkaitan erat dengan peningkatan impor dunia terhadap kebutuhan tekstil rata-rata sebesar 3.26 persen dan garmen rata-rata sebesar 12.19 persen pada tahun tersebut. Di antara keempat negara pengekspor utama TPT, Indonesia, India dan China mempunyai efek distribusi pasar TPT yang positif. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia, India, dan China mengonsentrasikan ekspornya kepada pertumbuhan pasar yang tinggi. Indonesia mempunyai pangsa pasar sebesar 2.33 persen di pasar Amerika Serikat dan 1.51 persen. Sedangkan India mengonsentrasikan ekspornya ke pasar Amerika Serikat dengan pangsa pasar ekspornya mencapai 3.44 persen dan 2.64 persen di pasar Jerman. China mampu mengambil bagian pangsa pasar TPT di pasar Amerika Serikat hingga 12.88 persen dan di pasar Jerman sebesar 6.32 persen (Tabel 8). Efek komposisi komoditas TPT adalah negatif untuk Indonesia dan India, sedangkan China dan Italia positif. Hal tersebut menunjukkan bila Indonesia dan India tidak mengonsentrasikan pertumbuhan ekspornya berdasarkan jenis

85 produknya. Di pasar Amerika Serikat, garmen China sangat mendominasi dibandingkan Indonesia, India, dan Italia. Hampir lebih dari 15 persen garmen China dipasarkan di pasar Amerika Serikat dan 9.61 persen dipasarkan di pasar Jerman. Berbeda dengan Italia, tekstil Italia banyak diserap di pasar Amerika Serikat hingga 6.51 persen dan 21.76 persen dipasarkan di pasar Jerman. Tabel 8. Pangsa Pasar TPT Indonesia, India, China, dan Italia Berdasarkan Jenis Produk Tahun 1995-2005 Tahun Indonesia India China Italia Tekstil Garmen Tekstil Garmen Tekstil Garmen Tekstil Garmen 1995 2.04 2.04 2.40 2.48 8.47 14.52 9.53 8.54 1997 1.62 1.56 3.03 2.34 8.50 17.12 9.17 8.00 1998 1.74 1.38 2.51 2.50 8.05 15.73 9.23 7.72 2000 2.40 2.28 3.41 2.98 10.01 17.38 8.05 6.57 2001 2.29 2.15 3.16 2.61 10.85 17.43 8.17 6.76 2004 1.88 1.67 3.66 2.49 17.66 23.23 7.95 6.86 2005 2.06 1.81 4.37 3.27 21.82 26.29 7.74 6.61 Sumber: COMTRADE (diolah), 2006. Pada Tabel 9 disajikan pangsa pasar dari eksportir berdasarkan jenis produk yang dihasilkan. Indonesia mengekspor TPT rata-rata 1.80 persen berbentuk tekstil dan 1.83 persen berbentuk garmen selama tahun 1995 hingga 1997. Apabila dilihat lebih detail, maka ekspor Indonesia yang berbentuk benang tekstil (SITC 651) dan kain tenun dari serat buatan (SITC 653) mendominasi keseluruhan ekspor tekstil. Sedangkan untuk ekspor garmen, tampak bila ekspor berbentuk pakaian lelaki dan anak lelaki bukan rajutan (SITC 841) dan rajutan (SITC 843) menjadi primadona. Tabel 9. Pangsa Pasar TPT Indonesia Tahun 1995-1997 Tahun SITC Digit 3 266 651 653 654 655 657 658 1995 0.41 2.53 4.02 0.05 0.43 0.68 1.39 1997 0.58 2.24 3.08 0.07 0.28 0.61 0.92 Tahun SITC Digit 3 841 842 843 844 845 846 848 1995 2.93 2.29 3.56 1.81 1.47 0.90 1.09 1997 2.31 2.08 2.35 1.06 1.04 0.53 0.89 Sumber: COMTRADE (diolah), 2006.

86 India mengekspor TPT rata-rata 2.72 persen berbentuk tekstil dan 2.41 persen berbentuk garmen (Tabel 10). Secara lebih detail, ekspor India banyak didominasi oleh benang tekstil (SITC 651) dan benang teksti lainnya (658). Adapun untuk ekspor garmen banyak berbentuk pakaian wanita dan anak wanita bukan rajutan (SITC 842) dan pakaian lelaki dan anak lelaki rajutan (SITC 843). Tabel 10. Pangsa Pasar TPT India Tahun 1995-1997 Tahun SITC Digit 3 266 651 653 654 655 657 658 1995 0.27 4.20 1.43 2.20 0.77 0.39 5.09 1997 0.24 5.84 1.35 2.98 0.40 0.39 6.21 Tahun SITC Digit 3 841 842 843 844 845 846 848 1995 2.60 3.99 6.18 1.56 0.74 1.59 3.61 1997 2.54 3.98 3.04 1.31 1.07 1.39 3.49 Sumber: COMTRADE (diolah), 2006. Efek kompetitif Indonesia dan Italia memberikan kontribusi negatif terhadap kenaikan ekspornya, masing-masing sebesar 145.72 persen dan 104.41 persen (Gambar 9). Atau dengan kata lain, China dan India lebih kompetitif bila dibandingkan dengan Indonesia dan Italia dengan besaran efek kompetitif masing-masing sebesar 49.19 persen dan 41.18 persen. 100 50 41.48 49.19 Persentase 0-50 -100-150 -200-145.72-104.41 Indonesia India China Italia Gambar 9. Besaran Efek Kompetitif dari Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun 1995-1997

87 Apabila dilihat lebih jauh, efek kompetitif umum Indonesia lebih besar daripada efek kompetitif spesifik. Hal ini terjadi karena pangsa ekspor Indonesia tidak terfokus pada jenis TPT tertentu. Hanya Italia yang relatif mempunyai efek kompetitif spesifik yang lebih tinggi dibanding Indonesia, India, dan China. Bagaimanapun Italia adalah kiblat fashion dunia, sehingga ekspor garmen dan produk lainnya lebih berkembang daripada tekstil. 5.1.3. Periode Tahun 1998-2000 Dekomposisi perubahan nilai ekspor TPT tahun 1998-2000 untuk negaranegara pengekspor TPT ditampilkan pada Tabel 11. Pada tahun 1998-2000 di antara 4 negara pengekspor TPT, hanya Italia saja yang menurun sebesar 1.61 miliar USD. Hasil dekomposisi tahap pertama menunjukkan bahwa penurunan ekspor TPT Italia tersebut disebabkan oleh efek kompetitif sebesar 138.47 persen. Dalam kurun waktu ini, Indonesia memiliki efek kompetitif yang kuat dan peningkatan ekspor Indonesia diakibatkan oleh efek kompetitif ini. Sedangkan kontribusi efek struktural terhadap perubahan ekspor berkisar antara 13.22 persen (Indonesia) sampai 56.29 persen (Italia). Dekomposisi tahap kedua menunjukkan bahwa peningkatan ekspor TPT Indonesia yang disebabkan oleh efek kompetitif, ternyata ditentukan oleh efek kompetitif umum sebesar 83.23 persen dibandingkan efek kompetitif khusus. Sedangkan efek struktural Indonesia yang positif dipengaruhi oleh efek pertumbuhan sebesar 10.93. Peningkatan ekspor Indonesia, India, dan China selama tahun 1998-2000 dapat dikaitkan dengan peningkatan impor TPT dunia, yaitu rata-rata 4.42 persen untuk impor tekstil dunia san 8.62 persen untuk impor garmen dunia.

88 Tabel 11. Dekomposisi CMS Perubahan Nilai Ekspor Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun 1998-2000 Komponen Indonesia India Nilai (ribu USD) (%) Nilai (ribu USD) (%) Perubahan Ekspor 3 009 687.56 100.00 2 638 175.81 100.00 A. Tahap Pertama 1. Struktural 397 934.47 13.22 601 910.06 22.82 2. Kompetitif 2 427 346.05 80.65 1 898 525.19 71.96 3. Ordo Kedua 184 407.04 6.13 137 740.56 5.22 B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan 328 865.60 10.93 543 047.98 20.58 b. Efek Distribusi Pasar 80 268.48 2.67 58 901.34 2.23 c. Efek Komposisi Komoditas -13 086.53-0.43-954.35-0.04 d. Efek Interaksi Struktural 1 886.92 0.06 915.08 0.03 2. a. Efek Kompetitif Umum 2 505 059.18 83.23 1 957 764.93 74.21 b. Efek Kompetitif Khusus -77 713.12-2.58-59 239.73-2.25 3. a. Ordo Kedua Murni -2 427 346.05-80.65-1 898 525.19-71.96 b. Struktural Residual Dinamis 2 611 753.09 86.78 2 036 265.76 77.18 Komponen China Italia Nilai (ribu USD) (%) Nilai (ribu USD) (%) Perubahan Ekspor 8 807 151.05 100.00-1 606 074.87 100.00 A. Tahap Pertama 1. Struktural 3 094 507.57 35.14 903 983.50 56.29 2. Kompetitif 5 373 011.51 61.01-2 223 979.33-138.47 3. Ordo Kedua 339 631.98 3.86-286 079.05-17.81 B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan 2 778 325.23 31.55 1 764 941.80 109.89 b. Efek Distribusi Pasar 81 863.93 0.93-827 233.87-51.51 c. Efek Komposisi Komoditas 228 843.10 2.60 10 256.62 0.64 d. Efek Interaksi Struktural 5 475.31 0.06-43 981.06-2.74 2. a. Efek Kompetitif Umum 5 633 557.79 63.97-3 150 002.64-196.13 b. Efek Kompetitif Khusus -260 546.28-2.96 926 023.31 57.66 3. a. Ordo Kedua Murni -5 373 011.51-61.01 2 223 979.33 138.47 b. Struktural Residual Dinamis 5 712 643.49 64.86-2 510 058.37-156.29 Sumber: COMTRADE (diolah), 2006. Di antara keempat negara tersebut, hanya Italia yang mempunyai efek distribusi pasar TPT yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa hanya Italia yang tidak mengonsentrasikan ekspornya pada pasar yang meningkat relatif cepat. Komoditas garmen Italia mendominasi pasar Amerika Serikat sebesar 11.31 persen. Sedangkan di pasar Jerman, lebih dari 9 persen (9.38 persen) garmen Italia membanjiri pasar domestik. Tekstil Italia di pasar Amerika Serikat dan Jerman masing-masing sebesar 21.76 persen dan 19.91 persen. Dan pangsa

89 tersebut adalah yang terbesar, bila dibandingkan dengan Indonesia, India, dan jchina. Pangsa pasar TPT Indonesia di Amerika Serikat hanya sebesar 1.01 persen untuk tekstil dan 2.02 persen untuk garmen. Adapun di pasar Jerman, Indonesia juga memperoleh besaran pangsa pasar yang tidak jauh berbeda. Komoditas tekstil Indonesia berkontribusi sebesar 0.76 persen dan komoditas garmen mempunyai pangsa pasar sebesar 2.40 persen saja. Efek komposisi komoditas TPT berkontribusi negatif terhadap perubahan ekspor Indonesia dan India, tetapi berkontribusi positif terhadap perubahan ekspor China dan Italia. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia dan Italia tidak mengonsentrasikan ekspor TPT-nya ke produk yang permintaan impornya tumbuh relatif cepat. Efek kompetitif berkontribusi positif terhadap peningkatan ekspor Indonesia, India, dan China, masing-masing sebesar 80.65 persen, 71.96 persen, dan 61.01 persen. Sebaliknya berkontribusi negatif terhadap perubahan ekspor Italia sebesar 138.47 persen. Atau dapat dikatakan bahwa daya saing ekspor Indonesia, India, dan China menunjukkan peningkatan, sedangkan daya saing Italia mengalami penurunan (Gambar 10). 100 80.65 71.96 61.01 50 Persentase 0-50 -100-138.47-150 Indonesia India China Italia Gambar 10. Besaran Efek Kompetitif dari Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun 1998-2000

90 Hal ini tidak terlepas dari proses pengintegrasian perdagangan TPT ke dalam ketentuan GATT, dimana kuota impor direduksi selama 10 tahun, dari tahun 1995 hingga 2005. Oleh sebab itu, ekspor yang selama ini terbatas pada negara-negara tradisional, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan juga Kanada, menjadi lebih terbuka dan segmen pasar menjadi lebih luas. Italia adalah salah satu negara di Uni Eropa yang menerapkan quota impor terhadap negara Indonesia, China, dan juga India. Sejak tahun 1995, impor TPT Italia terbuka bagi siapa saja yang ingin mengekspor, sehingga TPT-nya harus berkompetisi dengan negara-negara lain. Selain itu krisis moneter yang terjadi mulai tahun 1997 menjadikan nilai Rupiah terdepresiasi terhadap USD. Keadaan tersebut membuat harga TPT Indonesia menjadi lebih menarik bagi negara-negara pengimpor. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bila menjelang pasca krisis moneter, daya saing TPT Indonesia meningkat cukup tinggi. 5.1.4. Periode Tahun 2001-2004 Dekomposisi perubahan nilai ekspor TPT tahun 2001-2004 untuk negaranegara pengekspor TPT ditampilkan pada Tabel 12. Hasil dekomposisi tahap pertama dari metode CMS menunjukkan bahwa penurunan ekspor TPT Indonesia banyak disebabkan oleh kontribusi efek struktural. Penurunan ekspor TPT Indonesia tersebut juga dikarenakan penurunan produksi tekstil sebesar 14 persen dan juga produksi garmen sebesar 8 persen selama tahun 2001 sampai 2004. Keadaan ini dipicu antara lain karena harga garmen yang cenderung menurun hingga 12.67 persen per tahun.

91 Tabel 12. Dekomposisi CMS Perubahan Nilai Ekspor Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun 2001-2004 Komponen Indonesia India Nilai (ribu USD) (%) Nilai (ribu USD) (%) Perubahan Ekspor -36 398.63 100.00 2 763 387.36 104.75 A. Tahap Pertama 1. Struktural 1 742 717.69 4787.87 2 413 484.97 91.48 2. Kompetitif -1 361 070.74-3739.35 304 765.58 11.55 3. Ordo Kedua -418 045.58-1148.52 45 136.81 1.71 B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan 1 855 957.77 5098.98 2 364 097.12 89.61 b. Efek Distribusi Pasar -110 179.61-302.70 61 697.85 2.34 c. Efek Komposisi Komoditas -83 683.30-229.91 32 268.34 1.22 d. Efek Interaksi Struktural 80 622.84 221.50-44 578.34-1.69 2. a. Efek Kompetitif Umum -1 506 787.90-4139.68 317 934.67 12.05 b. Efek Kompetitif Khusus 145 717.17 400.34-13 169.08-0.50 3. a. Ordo Kedua Murni 1 361 070.74 3739.35-304 765.58-11.55 b. Struktural Residual Dinamis -1 779 116.32-4887.87 349 902.39 13.26 Komponen China Italia Nilai (ribu USD) (%) Nilai (ribu USD) (%) Perubahan Ekspor 38 262 627.73 100.00 6 042 299.39 100.00 A. Tahap Pertama 0.00 1. Struktural 14 283 975.76 37.33 6 461 442.74 106.94 2. Kompetitif 18 811 818.36 49.16-385 994.39-6.39 3. Ordo Kedua 5 166 833.61 13.50-33 148.96-0.55 B. Tahap Kedua 1. a. Efek Pertumbuhan 12 675 783.89 33.13 6 117 288.89 101.24 b. Efek Distribusi Pasar 1 462 073.03 3.82 375 624.49 6.22 c. Efek Komposisi Komoditas 832 046.59 2.17 72 671.04 1.20 d. Efek Interaksi Struktural -685 927.75-1.79-104 141.67-1.72 2. a. Efek Kompetitif Umum 20 373 512.60 53.25-59 710.35-0.99 b. Efek Kompetitif Khusus -1 561 694.23-4.08-326 284.04-5.40 3. a. Ordo Kedua Murni -18 811 818.36-49.16 385 994.39 6.39 b. Struktural Residual Dinamis 23 978 651.97 62.67-419 143.36-6.94 Sumber: COMTRADE (diolah), 2006. Dekomposisi tahap kedua menunjukkan bahwa kontribusi negatif efek struktural terhadap penurunan ekspor Indonesia terutama karena kontribusi efek pertumbuhan sebesar 5 098.98 persen. Peningkatan ekspor TPT India, China, dan Italia selama tahun 2001 sampai 2004 dapat dikaitkan dengan peningkatan impor TPT dunia, yaitu sebesar 23.72 persen untuk tekstil dan 26.64 persen untuk garmen. Efek distribusi pasar TPT berkontribusi negatif berkontribusi negatif untuk Indonesia. Dengan kata lain Indonesia tidak mengonsentrasikan ekspornya ke

92 pasar yang tumbuh relatif cepat, baik di pasar Amerika maupun Jerman. Tekstil dan garmen China kembali mendominasi pasar Amerika, masing-masing sebesar 18.19 persen dan 16.49 persen. Sedangkan di pasar Jerman, tekstil dan garmen China bersaing dengan Italia. Adapun pangsa pasar tekstil dan garmen Italia di pasar tujuan Jerman, masing-masing sebesar 17.60 persen dan 7.47 persen. India dan Indonesia tidak menunjukkan perbedaan pangsa pasar yang terlalu jauh. Tekstil dan garmen India di pasar Amerika Serikat, masing-masing sebesar 6.10 persen dan 3.23 persen. Tidak jauh berbeda untuk di pasar Jerman, masing-masing sebesar 2.46 persen dan 2.93 persen. Komoditas garmen Indonesia, baik di pasar Amerika Serikat maupun di Jerman, masing-masing sebesar 3.62 persen dan 2.45 persen. Pangsa pasar tekstil Indonesia di pasar Amerika sebesar 1.03 persen dan di pasar Jerman sebesar 0.51 persen. Meskipun efek distribusi pasar India adalah positif, namun mempunyai nilai efek distribusi pasar yang lebih rendah dibandingkan dengan China dan Italia. Keadaan ini tidak terlepas dari sangsi ekonomi yang ditetapkan Uni Eropa terhadap komoditas TPT India. Pada tahun 2001, sangsi ekonomi berupa tuduhan dumping mulai diberlakukan oleh WTO terhadap India, khususnya produk bed linen. Nilai ekspor bed linen India turun drastis dari 127 juta USD pada tahun 1998 menjadi hanya 91 juta USD pada tahun 2001. Perusahaan India Anglo-French Textiles, salah satu perusahaan yang terkena dampak kebijakan tersebut, mengatakan bila penerimaan perusahaan menurun lebih dari 60 persen selama kebijakan anti dumping diimplementasikan. Hal ini memaksa perusahaan TPT merumahkan lebih dari 1 000 pekerjanya (Adhikari and Chatrini. 2006). Efek komposisi komoditas TPT berkontribusi negatif untuk Indonesia. Hal ini mengimpilikasikan bila Indonesia tidak mengosentrasikan ekspornya pada TPT yang permintaan impornya meningkat dengan cepat.

93 Pada periode 2001 sampai 2004, daya saing ekspor TPT India dan China menunjukkan peningkatan (Gambar 11). Hal ini diindikasikan oleh kontribusi efek kompetitif yang positif, yaitu sebesar 11.55 persen dan 49.16 persen. Sebaliknya ekspor Indonesia dan Italia mengalami penurunan daya saing. China mempunyai daya saing tertinggi daripada India. Hal ini tidak terlepas dari masuknya China menjadi anggota WTO pada 17 September tahun 2001. Disebutkan, pada saat China masuk menjadi anggota WTO, China menyetujui untuk menaikkan angka kuota berbagai macam jenis synthetic fiber dan produk lainnya yang memiliki potensi ekspor di pasar Amerika Serikat. Sedangkan polyester fiber akan dihapus kuotanya setahun setelah masuk menjadi anggota WTO. 500 0 11.55 49.16-6.39-500 -1000 Persentase -1500-2000 -2500-3000 -3500-3739.35-4000 Indonesia India China Italia Gambar 11. Besaran Efek Kompetitif dari Negara Produsen TPT di Pasar USA dan Jerman Tahun 2001-2004 India dalam rangka menghadapi tantangan dan kesempatan dari perubahan lingkungan perdagangan TPT dunia telah menyusun kebijakan tekstil nasional 2000 (NTP 2000) pada tanggal 2 November 2000. Adapun tujuan utama kebijakan ini sangat jelas, adalah untuk meningkatkan daya saing industri tekstil dengan pertumbuhan ekspor tekstil dan garmen sebesar 50 miliar USD per tahun dari tahun 2010. Bentuk konkritnya adalah dengan membuka kesempatan

94 Foreign Direct Investment mengalir ke dalam negara India dan sekaligus membuat aturan main yang jelas, khususnya perpajakan dan birokrasi. Investasi dan join ventura sangat diperlukan untuk mengembangkan produk-produk baru dan mengintegrasikan antara mesin-mesin tekstil dan proses produksinya. Sedangkan di sisi lain industri garmen India mempunyai kelemahan pada keterbatasan penggunaan kain dan rendahnya diversifikasi produk. Produksi garmen India untuk ekspor didominasi oleh produk-produk dengan bahan baku kapas (cotton base). Padahal harga kapas secara rata-rata lebih mahal dari pada serat sintetis ataupun campuran kapas (cotton blends). Ditambahkan pula bea masuk dan perpajakan terhadap serat sintetik, benang, dan kain adalah lebih tinggi dari pada serat, benang, dan kain yang berbahan dasar kapas. Hal ini menjadi batasan India untuk tumbuh dan berkembang di dalam pasar dunia dibandingkan dengan China. Belum lagi ditambah permasalahan kualitas dan diversikasi produk India yang relatif rendah. India secara historis, jarang berhasil bekerja sama dengan negara-negara yang tidak menggunakan bahasa Inggris dalam komunikasi bisnisnya, Oleh sebab itu, ketergantungan pada pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat menjadi sangat tinggi. 5.2. Diskusi dan Implikasi dari Analisis Perubahan Ekspor TPT Indonesia Dekomposisi perubahan nilai ekspor TPT dengan menggunakan model CMS berdasarkan pembagian sub periode menunjukkan bila perubahan ekspor TPT Indonesia di negara Amerika Serikat dan Jerman lebih banyak disebabkan oleh efek pertumbuhan dunia (struktural) dan efek daya saing. Hal ini senada yang dilakukan oleh Purnamaningrum (1998), bila perubahan ekspor tekstil Indonesia di negara-negara tujuan (terutama pasar non kuota) disebabkan oleh efek daya saing dan efek pertumbuhan dunia. Ekspor TPT Indonesia mengalami peningkatan daya saing pada tahun 1998 sampai 2000, peningkatan daya saing

95 ini didukung oleh depresiasi Rupiah terhadap USD. Setelah tahun 2000 sampai 2005, daya saing ekspor TPT Indonesia adalah negatif,. Hal ini menunjukkan bila pemberlakuan liberalisasi perdagangan, dengan pencabutan kuota impor, masih belum memberikan peningkatan kinerja ekspor TPT Indonesia. Distribusi pasar tujuan ekspor TPT Indonesia relatif sesuai dengan perkembangan permintaan pasar. Hal ini dapat dilihat dari efek distribusi pasar yang berkontribusi positif pada perubahan nilai ekspor di hampir seluruh sub periode analisis, kecuali pada tahun 2001-2004. Hal ini menunjukkan, pada saat menjelang berakhirnya kuota impor TPT tahun 2005, Indonesia harus mampu mengeksplorasi pasar baru sebagai tujuan ekspor TPT ke negara-negara dengan laju peningkatan permintaan yang lebih tinggi, termasuk negara-negara yang selama ini tidak diretriksi oleh kuota. China yang sangat mendominasi di pasar low end bersama Vietnam dan Kamboja. Sebagai contoh, China mempunyai segmen pasar bawah dengan kisaran harga 5 USD sampai 50 USD, produk-produk ini terdiri dari t-shirt, sport shirt, jeans-pants untuk semua jenis kelamin. Untuk kategori perempuan yang banyak diproduksi adalah blouses, shirt, dress, dan pants, sedangkan untuk pakaian pria, yaitu T/C outwear, dress-shirt, dan T/C pants. Untuk menghindari pasar yang sama, maka Indonesia harus memproduksi garmen dengan segmen kelas menengah dengan harga 50 USD sampai 350 USD. Jenis produk ini terbatas, yaitu high value ladies fashion garment, antara lain jaket, shirt, dress, blouses, pants, dan ditambah dengan mens wear suite, fine count dress shirt, serta celana resmi dengan kualitas bahan yang sangat baik. Di kelas yang lebih tinggi, produk garmen saat ini dikuasai oleh Jepang, Perancis, dan Italia dengan kisaran harga antara 350 USD sampai 1 000 USD (Capricorn Indonesia Consultant, 2004).

96 Indonesia mempunyai peluang dengan berlakunya safeguard sejak 1 Januari 2005 dan berakhir 31 Desember 2008 oleh Amerika Serikat untuk ekspor TPT China. Setelah mekanisme safeguard berjalan untuk beberapa produk tekstil dan juga garmen, pangsa pasar China di Amerika Serikat menurun tajam, di sisi lain pangsa pasar Indonesia meningkat (Tabel 13). Tabel 13. Pangsa Pasar Pra dan Post Safeguard Garmen di Pasar Amerika Serikat Tahun 2005 No. Negara Pra Safeguard (%) Post Safeguard (%) Januari-Juli Agustus-Desember Total (%) 1. Mexico 13.62 20.38 16.25 2. China 20.33 1.35 12.93 3. India 9.45 7.98 8.88 4. Indonesia 7.17 8.84 7.82 5. Dunia 100.00 100.00 100.00 Keterangan : Kategori 340640 (Kaos lelaki dan anak lelaki dari bahan kapas dan serat buatan bukan rajutan). Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2006. Safeguard diberlakukan dengan landasan bahwa ekspor TPT China ke Amerika Serikat telah mengancam industri TPT Amerika Serikat. The Committee for the Implementation of Textile Agreement (CITA) adalah badan yang bertanggung jawab terhadap mekanisme safeguard di pasar Amerika Serikat. Sebenarnya safeguard terhadap ekspor TPT China sudah terjadi pada 24 Juli 2003, tahun 2005 dan yang terakhir pada tahun 2006. Namun demikian, Indonesia perlu tetap mengkuatirkan masuknya TPT China ke Indonesia melalui praktek transhipment untuk diekspor kembali dengan atas nama Indonesia. Secara umum posisi daya saing TPT dunia didominasi oleh China, lalu India, Italia, dan Indonesia. Berdasarkan tahun pengamatan dari 1995 sampai 2005, pada tahun 1998-2000 daya saing TPT Indonesia mengalami peningkatan, sisanya daya saing ekspornya selalu menurun. Nilai tukar Rupiah yang terdepresiasi terhadap USD memberikan keuntungan bagi eksportir TPT pada rentang tahun tersebut. Harga TPT Indonesia menjadi lebih kompetitif dan hal ini

97 mendorong peningkatan daya saing. Namun demikian pada tahun 2001 sampai 2004, daya saing ekspor Indonesia mengalami penurunan lagi (Tabel 14). Tabel 14. Perkembangan Daya Saing TPT Indonesia Tahun 1995-2005 Perubahan Nilai Tahun Efek Kompetitif Umum Efek Kompetitif Khusus Total Nilai (ribu USD) (%) Nilai (ribu USD) (%) Nilai (ribu USD) (%) 1995-1997 -1 280 371.43-142.07-32 898.64-3.65-1 313 270.07-145.72 1998-2000 2 505 059.18 83.23-77 713.12-2.58 2 427 346.05 80.65 2001-2004 -1 506 787.90-4 139.68 145 717.17 400.34-1 361 070.74-3 739.35 1995-2005 -406 134.76-16.89 48 296.06 2.01-357 838.70-14.88 Sumber: COMTRADE (diolah), 2006. Hal ini dikarenakan kapas, sebagai bahan baku industri tekstil, sebagian besar diimpor, membuat harga jual TPT menjadi mahal (Gambar 12). Jumlah impor kapas yang tinggi menjadikan ketergantungan yang tinggi pula dan rentan terhadap perubahan harga kapas dunia. Keadaan ini tentu tidak akan menguntungkan industri TPT Indonesia. Hasil penelitian Maidir (2006) menyatakan, bahwa TPT Indonesia cenderung mengalami penurunan daya saing di negara-negara kuota dan non kuota, yang ditandai dengan nilai negatif untuk indeks perubahan daya saing selama kurun waktu 1990-2003. 600 500 400 1 000 Ton 300 200 100 0 1981 1985 1990 1995 1997 1998 2000 2005 2006 Tahun Impor Harga Kapas Dunia (US$/Ton) Gambar 12. Impor Kapas Indonesia dan Harga Kapas Dunia Tahun 1981-2006 Sumber: United Nations Departement of Agriculture, 2004.

98 Ditambahkan bahwa penurunan daya saing di sejumlah produk TPT mengindikasikan adanya kendala pasokan di dalam negeri yang telah menghambat, dan bahkan menurunkan kemampuan industri untuk menyesuaikan struktur ekspornya dengan kenaikan permintaan pasar dunia. Faktor-faktor seperti rigiditas peraturan ketenagakerjaan, kendala industri pendukung, dan limitasi pemasaran serta teknologi terus mempengaruhi daya saing industri TPT. Meskipun industri TPT memberikan kontribusi yang besar terhadap PDB, namun industri tersebut menggunakan kapasitas terpakai di bawah kapasitas maksimumnya dengan rata-rata 72-80 persen. Belum optimalnya kapasitas tersebut sejalan dengan rendahnya tingkat investasi pada industri TPT (Bank Indonesia, 2006). Kuatnya daya saing produk China di pasar tekstil dan garmen di pasar dunia juga tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ada di negara tersebut. Dalam kebijakan moneter, China melakukan fixed exchange rate Yuan terhadap USD. Keadaan ini menjadi keuntungan tersendiri bagi eksportir China. Selain itu, pemerintah China juga masih memberikan subsidi terhadap industri garmen di dalam negeri. Kebijakan tersebut berupa pemberian subsidi silang dengan pemotongan pajak impor. Selain itu, tingkat suku bunga mampu ditekan pada kondisi yang ideal bagi kegiatan dunia usaha. Rata-rata suku bunga di China pada tahun 2004 sebesar 5 persen. Tingkat bunga tersebut hampir sama dengan di India dan Thailand. Hal lain yang menguntungkan China adalah lemahnya penghargaan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), sehingga China leluasa dalam melakukan produksi tekstil dan garmen. Sedangkan kekuatan industri TPT India terletak pada penggunaan serat yang luas dan berlimpah, upah tenaga kerja terlatih yang rendah, infrastruktur tekstil yang baik, pasar domestik yang tumbuh dan fleksibilitas manufaktur.

99 India dan China adalah negara pengekspor kapas terbesar di dunia (Tabel 15). Keadaan ini menjadikan kontinuitas produksi terjamin dan meningkatkan daya saing TPT kedua negara. Walaupun China tidak dapat disaingi untuk TPT dari beberapa serat tekstil nabati (kapas dan rami) dan hewani (chasmere, angora, hair, dan sutera), namun lemah untuk serat buatan (synthetic maupun cellulosic). Tabel 15. Produksi, Ekspor, dan Impor Kapas Dunia Tahun 2003/2004 No. Negara Produksi (ribu ton) Ekspor (ribu ton) Impor (ribu ton) 1. China 4 877 44 1 851 2. Jerman 0 13 98 3. Jepang 0 0 169 4. Indonesia 8 4 479 5. India 2 743 131 218 6. Italia 0 4 212 7. Turki 893 98 479 8. USA 3 968 3 005 11 9. Dunia 20 200 7 260 7 359 Sumber: United Nations Departement of Agriculture, 2004. Meskipun kuota impor TPT telah berakhir, namun hambatan-hambatan baru juga bermunculan. Salah satunya adalah adanya perjanjian-perjanjian yang sifatnya regional dengan menerapkan perdagangan dan tarif khsusus, seperti North American Free Trade Agreement (NAFTA), the Caribbean Basin Economic Recovery Act (CBERA), dan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Free Trade Area yang berlaku mulai 1 Januari 2000 (Shetty, 2001). Kendati telah memberikan segala alasan, Uni Eropa diduga sedang membentuk Eropean Fortress. Antara lain dengan mengadakan lingkaran luarnya untuk negara-negara ACP-Lome (khususnya Afrika), lingkaran dalam untuk negara-negara Meditarenia dan keempat negara blok Timur yang berbatasan dengan Eropa (Polandia, Hongaria, Ceko, dan Slovakia). Preferensi tarif dan kuota TPT seperti yang diberikan kepada keempat negara tersebut, diberikan pula kepada negara bekas blok Timur walaupun dalam tingkat yang

100 lebih kecil. Meskipun demikian, preferensi tersebut masih lebih besar dibandingkan preferensi kepada negara berkembang lainnya. Alasan pemberian preferensi kepada negara bekas blok Timur adalah secara ekonomis akan lebih baik meniadakan pembatasan TPT terhadap negara-negara tersebut daripada harus mengatasi maraknya imigran gelap, yang menimbulkan masalah pengagguran di Uni Eropa. Prinsip yang sama juga diberlakukan NAFTA terhadap Amerika Latin serta kekhususan preferensi untuk kepulauan Karibia dengan CBI. Ketentuan generalized system of preferences (GSP) yang lebih adil untuk semua negara sepanjang tahun diberikan terhadap produk very sensitive sebesar 85 persen dari tarif biasa. Fasilitas ini bagi Indonesia hanya diberikan sampai tahun 1998. Mulai 1 Januari 2006, Uni Eropa mengubah sistem GSP. Ini adalah sebuah sistem penetapan tarif yang menawarkan akses pasar lebih baik di pasar Uni Eropa dari negara-negara berkembang. Tujuan utamanya adalah untuk mendukung proses pengintegrasian negara-negara berkembang ke dalam ekonomi dunia, melalui peningkatan pendapatan dari ekspor, mempercepat industrialisasi, dan mengembangkan diversifikasi ekonomi. Penetapan tarif berbeda-beda dan tergantung pada komoditas dan negaranya. Hampir 7 200 produk masuk dalam ketentuan GSP, dan contoh di antaranya dapat dilihat pada Tabel 16. Hampir 20 persen terjadi pengurangan besaran tarif bila dibandingkan dengan tarif berdasarkan MFN. Pengurangan tarif tersebut akan diberikan apabila Indonesia dapat memenuhi semua aturan mainnya. Tabel 16. Tingkat Tarif pada Tekstil dan Garmen No. Produk (Contoh) Tingkat MFN (%) Tingkat GSP (%) 1. Woven cotton fabrics (HS 5208, 5209) 8 6.4 2. Woven fabrics of artificial filament yarn (HS 5408) 8 6.4 3. Yarn of synthetic staple fibers (HS 5511) 5 4.0 4. Woven fabrics of synthetic staple fibers (HS 5512) 8 6.4 5. Clothing knitted or crocheted (HS 61) 12 9.6 6. Clothing not knitted or crocheted (HS 62) 12 9.6 Sumber: Julin, 2006.

101 Keadaan ekonomi pada masa sekarang mendorong peniadaan batasan pasar antar negara. Hal ini karena sangat berkaitan dengan biaya-biaya yang dapat diminimalkan melalui penempatan lokasi industri yang menawarkan keunggulan komparatif tersebut. Upah tenaga kerja di sektor industri tekstil dan garmen juga turut menentukan daya saing output tekstil dan garmen (Tabel 17). Apalagi proses pemotongan, menjahit, dan menambahkan aksesoris pada baju hanya dapat dilakukan oleh tenaga manusia, khususnya wanita. Lebih dari 70 persen pekerja di sektor industri garmen adalah perempuan (Allwood et al, 2006). Dan secara global sebesar 26.50 juta orang bekerja di sektor TPT pada tahun 2000. Table 17. Upah Tenaga Kerja di Industri TPT Tahun 2002 No. Negara Tekstil (USD/hari) Garmen (USD/hari) 1. Jerman 21.18-2. Italia 15.60-3. USA 11.73 8.89 4. Afrika Selatan 2.17 1.38 5. Turki 2.13-6. India 0.57 0.38 7. Indonesia 0.50 0.27 8. China 0.41 0.68 9. Bangladesh 0.25 0.39 Sumber: Werner International dalam World Bank, 2004. Upah tenaga kerja di Italia pada sektor industri tekstil ternyata relatif lebih tinggi daripada Indonesia, India, dan China. Keadaan ini menjadikan daya saing TPT Italia menjadi menurun tajam. Dan makin diperparah dengan dihapuskan sistem kuota, sehingga persaingan menjadi lebih ketat. Indonesia masih memiliki peluang yang cukup bagus, karena upah tenaga kerjanya relatif masih rendah. Berdasarkan penjelasan tentang posisi dan daya saing TPT Indonesia di dunia, maka secara umum posisi daya saing TPT dunia didominasi oleh China, lalu India, Italia, dan Indonesia. Tahun 1995 sampai 2005, peningkatan daya saing ekspor TPT Indonesia disebabkan oleh depresiasi Rupiah terhadap USD

102 dan bukan karena daya saing komoditas TPT itu sendiri. Selain itu faktor-faktor yang terjadi di dalam negeri, seperti rigiditas peraturan ketenagakerjaan, kendala industri pendukung, dan limitasi pemasaran serta teknologi juga mempengaruhi daya saing industri TPT. Secara umum daya saing TPT Indonesia lebih rendah bila dibandingkan dengan negara China, India, dan Italia, khususnya di pasar Amerika Serikat dan Uni Eropa. Namun demikian, bukan berarti TPT Indonesia tidak memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Berakhirnya sistem kuota akan memberikan peluang untuk melakukan penetrasi di pasar-pasar TPT non kuota. Berbagai macam bentuk kerja sama regional maupun internasional lainnya dapat digunakan Indonesia untuk memperbesar akses ekspor TPT ke negara tersebut. Di dalam negeri, potensi pasar TPT domestik yang besar dan upah tenaga kerja yang relatif rendah akan menjadi faktor pendorong bagi perkembangan industri ini.