PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER SITRAT KUNING TELUR TERHADAP DAYA HIDUP DAN TUDUNG AKROSOM UTUH SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING EFFECT OF GLYCEROL LEVEL IN EGG YOLK CITRATE EXTENDER ON SPERM VIABILITY AND SPERM ACROSOME INTEGRITY OF POST THAW SEMEN OF ETAWAH CROSSBREED GOAT Ayunda Melisa*, Rangga Setiawan**, Soeparna** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad e-mail : ayundamelisa@yahoo.com ABSTRAK Gliserol sebagai krioprotektan umumnya digunakan untuk melindungi spermatozoa dari kristal es selama proses pembekuan. Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh level gliserol dan mengetahui level gliserol yang menghasilkan daya hidup dan keutuhan tudung akrosom sperma paling baik pada kambing peranakan etawah. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan januari 2016 di Breeding Station dan Laboratorium Reproduksi Ternak dan Inseminasi Buatan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Objek penelitian yang digunakan adalah semen dari lima ekor kambing PE umur 1,5-3 tahun. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima perlakuan yaitu level gliserol 5%, 6%, 7%, 8% dan 9%. Setiap perlakuan diulang lima kali. Uji lanjut untuk melihat perbedaan antar perlakuan adalah Uji Duncan. Hasil penelitian menunjukan bahwa level gliserol 6% memberikan hasil terbaik karena mampu mempertahankan daya hidup sperma (14,8 jam) dan presentase tudung akrosom utuh (52,80%) dan level gliserol 9% memberikan hasil paling rendah terhadap daya hidup sperma (11,2 jam) dan presentase tudung akrosom utuh (37,50%). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa level gliserol nyata (P<0,05) berpengaruh terhadap daya hidup dan keutuhan tudung akrosom sperma. Gliserol 6% menghasilkan persentase tudung akrosom utuh paling baik dan daya hidup sperma paling lama pada semen kambing peranakan etawah post thawing Kata Kunci : Daya hidup, gliserol, keutuhan tudung akrosom. ABSTRACT Glycerol as a cryoprotectant was commonly used to protect spermatozoa during freezing process by the formation of ice crystals. The aim of this study to find out the effect and the best level of glycerol on sperm s viability and sperm s acrosome intergrity of etawah crossbreed goat. This research had been conducted on January 2016 at Breeding Farm Station and Animal Reproduction Labolatory Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University. The object of this study was semen of five etawah crossbreed goat aged 1.5-3 years old. The data was analyzed using randomized block design with five treatments in glycerol level 5%, 6%, 7%, 8% and 9%. Each treatment was replicated five times. The differences between treatments was analyzed by Duncan s test. Result of this research indicated that 6% glycerol is the best level to maintain sperm s viability (14.8 hours) and the percentage of sperm s acrosome integrity (52.80%) and 9% glycerol is the lowest level on sperm s viability (11.2 hours) and the percentage of sperm s acrosome integrity (37.50%). It was concluded that glycerol level significantly (P<0.05) affected sperm s viability and sperm s acrosome integrity. The 6% of
glycerol is the best level of sperm s acrosome integrity and maintain the longest sperm s viability of etawah crossbreed goat semen post thaw. keywords : viability, glycerol, sperm acrosome integrity. PENDAHULUAN Di Indonesia ternak kambing telah lama dikenal dan dipelihara. Salah satu kambing yang diternakkan di Indonesia adalah kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE telah beradaptasi baik dengan kondisi tropis basah di Indonesia sehingga memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu tindakan alternatif yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan populasi adalah melalui inseminasi buatan. Inseminasi Buatan (IB) merupakan pemasukan atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia. Semen yang umum digunakan dalam program IB adalah semen beku karena memiliki daya simpan yang lebih lama. Permasalahan yang sering timbul adalah semen mudah mengalami kerusakan selama proses pembekuan karena terjadinya pembentukan kristal-kristal es yang dapat menyebabkan kualitasnya menurun seperti motilitas, daya hidup dan keutuhan tudung akrosom sesudah thawing dan akhirnya mempengaruhi pula tingkat fertilitas. Daya tahan hidup sperma dapat diartikan sebagai kemampuan sperma untuk bertahan hidup selama penyimpanan yang diamati sampai spermatozoa tersebut tidak ada pergerakan lagi. Spermatozoa yang memiliki daya hidup yang tinggi menandakan bahwa membran plasma masih utuh sehingga organel sel spermaozoa akan terlindungi. Selain itu, tudung akrosom perlu tetap utuh agar enzim yang ada didalamnya dapat terbawa dan baru dilepaskan di dalam organ reproduksi betina untuk meleburkan dinding sel telur pada proses pembuahan. Zat krioprotektan pada pengencer sitrat kuning telur perlu ditambahkan untuk meminimalisir kerusakan sperma selama proses pembekuan. Krioprotektan pada semen beku umumnya menggunakan gliserol. Hal ini didasarkan pada peranan gliserol dalam melindungi membran plasma, mencegah kerusakan fisik dan fungsional sel spermatozoa selama proses pembekuan semen Namun demikian penggunaan gliserol harus memperhatikan konsentrasi yang tepat, agar kualitas semen dapat dipertahankan. Penambahan dosis gliserol pada beberapa pengencer berbeda-beda. Konsentrasi 6% gliserol pada pengencer tris lebih efektif mempertahankan motilitas, daya hidup dan keutuhan tudung akrosom sel sperma kambing Peranakan Etawah dibandingkan dengan konsentrasi 5% dan 7% (Tambing, dkk. 2000). Level gliserol yang umum digunakan adalah 6% sampai 8%. Penggunaan kurang dari level tersebut, gliserol tidak akan memberikan efek yang berarti
sedangkan jika lebih tinggi akan menimbulkan efek toksik pada spermatozoa (Evan dan Maxwell, 1987). Efek toksisitas gliserol yang terlalu tinggi akan menyebabkan struktur membran plasma termodifikasi dan konsentrasi yang tinggi akan menghambat metabolisme energi (Mclaughlin, dkk. 1992). Oleh sebab itu, penambahan gliserol ke dalam pengencer dengan konsentrasi yang optimal adalah essensial untuk pembekuan semen agar kualitas semen seperti daya hidup dan keutuhan tudung akrosom spermatozoa dapat dipertahankan. BAHAN DAN METODE Objek penelitian yang digunakan adalah semen yang didapat dari lima ekor kambing Peranakan Etawah jantan berumur 1,5-3 tahun yang dipelihara di Breeding Station Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran. Bahan dan alat yang digunakan adalah gliserol, sitrat, kuning telur, penicilin dan streptomycin, formalin, N 2 cair, haemocytometer, mikroskop, inkubator, straw 0,25 ml, tabung semen, container, dan lain-lain. Tahapan penelitian dilakukan dengan penampungan semen menggunakan vagina buatan, kemudian pemeriksaan semen secara makroskopis dan mikroskopis. Semen yang memenuhi syarat selanjutnya dilakukan pengenceran semen menggunakan sitrat kuning telur, dan penambahan gliserol. Kemudian dilakukan proses pengemasan straw lalu equilibrasi dengan temperatur 5 0 C selama 2-4 jam. Straw di uapkan terlebih dahulu diatas uap nitrogen cair selama 7-8 menit lalu dicelupkan kedalam nitrogen cair suhu -196 0 C. Thawing dilakukan dengan menggunakan air suhu 37 C selama 30 detik. Kualitas semen yang diamati adalah daya hidup dan tudung akrosom utuh spermatozoa (TAU). Daya hidup sperma dilakukan dengan mengamati seberapa lama spermatozoa tersebut dapat bertahan hidup hingga spermatozoa yang didapatkan mati semua atau motilitas 0% setelah di thawing yang diamati setiap 3 jam sekali. Jika motilitasnya sudah mencapai 20%, maka pengamatan dilakukan tiap 1 jam sekali. Pengamatan daya tahan hidup ini sama dengan pengamatan motilitas, tetapi pengencernya menggunakan larutan sitrat bukan NaCl 3%. Spermatozoa yang bergerak tidak progresif dan yang mati dihitung sebagai sperma mati. Sedangkan TAU diamati dengan melihat kesempurnaan kondisi kepala spermatozoa menggunakan mikroskop fase kontras pada pembesaran obyektif 400 kali. Tudung akrosom yang utuh ditandai oleh tudung atau penutup bagian ujung kepala spermatozoa berwarna hitam, sedangkan yang rusak tudung akrosomnya berwarna putih (mengkilat). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5 kelompok. Kelima kelompok dalam penelitian ini adalah penampungan semen dari lima ekor kambing dan perlakuan dalam penelitian ini yaitu P1 = Semen + (Pengencer +
gliserol 5%), P2 = Semen + (Pengencer + gliserol 6%), P3 = Semen + (Pengencer + gliserol 7%), P4 = Semen + (Pengencer + gliserol 8%), dan P5 = Semen + (Pengencer + gliserol 9%). Guna megetahui perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji jarak beganda Duncan (α = 0,05). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma, motilitas dan TAU. Karakteristik makroskopis dan mikroskopis semen kambing PE dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik semen segar kambing PE Karakteristik Semen K₁ K₂ K₃ K₄ K₅ Volume (ml) 1 1 1,8 0,8 0,7 Warna Putih Putih Putih Putih Krem susu susu susu susu Bau Anyir Anyir Anyir Anyir Anyir Konsistensi Kental Kental Kental Kental Kental ph 6,5 7,0 7,0 6,8 6,5 Gerakan massa +++ +++ +++ +++ +++ Konsentrasi sperma (juta sel/ml) 4170 2980 1950 2180 3460 Motilitas (%) 80,34 83,89 80,51 81,19 79,19 Tudung Akrsom Utuh (%) 86,00 84,00 83,00 86,00 77,00 Keterangan: K = Kambing Hasil pemeriksaan makroskopis didapatkan rentang volume semen segar kambing PE berkisar 0,7-1,8 ml. Volume semen segar tersebut masih dalam kondisi normal karena sesuai dengan standar volume semen kambing yaitu 0,8 1,2 ml (Garner dan Hafez, 2000). Warna semen putih susu namun pada kambing tiga berwarna krem dan bau semen dari kelima kambing yaitu anyir. Warna dan bau tersebut masih dalam kondisi normal karena sesuai dengan pendapat Evan dan Maxwell (1987). Konsistensi semen segar kambing PE yang diamati yakni kental dengan derajat keasaman (ph) semen segar kambing PE yang diamati yaitu berkisar 6,5-7,0. Hasil ini sesuai dengan standar derajat keasaman semen kambing yang dapat diolah menjadi semen beku adalah 6,2 7,2 (Hafez, 1987). Pemeriksaan mikroskopis didapatkan hasil konsentrasi sperma total yakni berkisar 1950-4170 juta sel/ml. Gerakan massa yang diperoleh dari kelima kambing yaitu +++ yang diperlihatkan dengan gerakan yang cepat berpindah, dan terbentuk gumpalan tebal dan gelap, motilitas berkisar 79,19% - 83,89%. Dari angka tersebut memiliki tingkat fertilitas yang tinggi dan layak diproses menjadi semen beku (Garner dan Hafez, 1980). Presentase TAU
semen segar kambing PE berkisar 77,00% - 86,00%. Hasil presentase TAU pada penelitian ini tidak dikatakan infertil karena diperoleh lebih tinggi dari 60% dan sesuai dengan pernyataan Rizal (2002) yaitu nilai presentase TAU semen segar yang kurang dai 60% dikategorikan sebagai semen yang infertil. Berdasarkan hasil pemeriksaan secara makroskopis dan mikroskopis semen segar kambing PE, dapat disimpulkan bahwa semen telah memenuhi syarat dan layak untuk diencerkan atau diolah sebagai semen beku (Evans dan Maxwell, 1987; Toelihere, 1993; Rizal, dkk. 2002). Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Sitrat-Kuning Telur terhadap Daya Hidup Sperma Kambing PE Post Thawing Daya hidup sperma adalah kemampuan sperma untuk bertahan hidup selama penyimpanan hingga spermatozoa tersebut tidak ada pergerakan lagi. Pengamatan daya hidup didapatkan dari presentase motilitas post thawing yang diamati tiap 3 jam sekali dan apabila motilitas sudah mencapai 20% maka pengamatan dilakukan tiap jam hingga motilitas mencapai 0%. Data hasil penelitian mengenai daya hidup sperma kambing PE sampai motilitas 0% pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Daya hidup sperma kambing PE pada berbagai level gliserol dalam pengencer sitrat-kuning telur Kelompok Perlakuan P₁ P₂ P₃ P₄ P₅...Jam... K1 14 15 14 13 12 K2 12 14 12 11 10 K3 14 15 13 12 11 K4 13 15 14 13 11 K5 14 15 15 12 12 Total 67 74 68 61 56 Rata-rata 13,4 ± 0,89 c 14,8 ± 0,45 d 13,6 ± 1,1 c 12,2 ± 0,84 b 11,2 ± 0,84 a Keterangan : K = Kambing P₁ = Level gliserol 5% P₂ = Level gliserol 6% P₃ = Level gliserol 7% P₄ = Level gliserol 8% P₅ = Level gliserol 9% Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya hidup sperma paling lama yaitu pada perlakuan P 2 dengan level gliserol 6% sebesar 14,8 jam, kemudian diikuti dengan P 3 (13,6
jam), P 1 (13,4 jam), P 4 (12,2 jam), dan daya tahan hidup sperma paling rendah yaitu pada P₅ dengan level gliserol 9% sebesar 11,2 jam. Berdasarkan hasil analisis ragam bahwa level gliserol dalam pengencer sitrat kuning telur nyata (P<0,05) berpengaruh terhadap daya hidup sperma kambing PE post thawing. Adapun untuk mengetahui perlakuan mana yang paling berpengaruh terhadap daya hidup sperma, maka dilakukan uji lanjut yaitu dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan. Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa P 2 (6%) nyata lebih lama (P<0,05) mempertahankan daya hidup sperma kambing PE dibandingkan dengan P 1 (5%), P 3 (7%), P 4 (8%), dan P 5 (9%). Perlakuan P 1 (5%) dan P 3 (7%) tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05) antar perlakuan namun berbeda nyata (P<0,05) dengan P 2 (6%), P 4 (8%), dan P 5 (9%). Perlakuan P 4 (8%) dan P 5 (9%) menujukkan perbedaan nyata (P<0,05) dengan semua perlakuan. Hasil ini memperlihatkan bahwa penambahan gliserol 8% dan 9% tidak efektif untuk mempertahankan daya hidup sperma dan pemberian gliserol 9% merupakan hasil yang paling rendah dari seluruh perlakuan karena motilitas post thawing yang dihasilkan rendah pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Rizal, dkk. (2002) konsentrasi gliserol yang berlebihan akan menimbulkan efek toksik pada sperma, sebaliknya apabila kurang, gliserol tidak akan memberikan efek yang optimal. Pemberian gliserol 6% merupakan hasil yang paling optimal mempertahankan daya hidup sperma kambing PE. Tambing, dkk. (2000) menyatakan selama proses pembekuan, gliserol mampu menembus membran plasma masuk ke dalam sel spermatozoa dan dapat dimetabolisir menghasilkan energi dan membentuk fruktosa. Fruktosa yang cukup akan menyebabkan spermatozoa tetap bergerak, karena fruktosa berperan menghasilkan energi berupa ATP yang mengandung fosfat anorganik (Pi) kaya energi dan akan digunakan untuk kontraksi fibril-fibril serta menghasilkan gerak spermatozoa dan digunakan untuk mempertahankan daya hidupnya (Toelihere, 1993). Selain itu pemberian gliserol sebesar 6% ke dalam pengencer sitrat mampu melindungi spermatozoa dari pengaruh cekaman dingin selama proses pembekuan. Efek perlindungan dari gliserol adalah menjaga keseimbangan elektrolit intra dan ekstraseluler sehingga proses biokimia yang terjadi di dalam sel spermatozoa tetap berlangsung dan mengurangi kematian sel spermatozoa yang berlebihan (Tambing, dkk. 2000). Gliserol juga mampu melindungi membran plasma selama pembekuan. Futino (2010) menyatakan bahwa gliserol dapat mempertahankan integritas membran plasma spermatozoa dibanding krioprotektan lain. Kondisi membran plasma yang baik menyebabkan proses metabolisme dapat berjalan dengan lancar sehingga dapat mempertahankan motilitas dan daya hidup sperma.
Rendahnya daya hidup sperma pada pemberian giserol 9% diduga karena pengaruh toksik gliserol. Pada konsentrasi tertentu gliserol dapat melindungi spermatozoa, tetapi pada dosis yang berlebih dapat bersifat toksik. Efek toksik ini akan memodifikasi struktur membran plasma selama proses pembekuan dan pada konsentrasi yang tinggi menghambat metabolisme energi dan menyebabkan kematian pada spermatozoa (Toelihere, 1993). Penggunaan krioprotektan dalam pengencer untuk proses pembekuan harus memperhatikan sifat toksisitasnya yang berkaitan dengan komposisi pengencer, metode pencampuran, ekulibrasi, pendinginan dan pembekuan (Fahy, 1986). Pengaruh Level Gliserol dalam Pengencer Sitrat Kuning Telur terhadap Tudung Akrosom Utuh Sperma Kambing PE Post Thawing Tudung Akrosom Utuh (TAU) merupakan suatu selubung yang terdapat pada bagian kepala spermatozoa yang berfungsi untuk melindungi keluarnya materi genetik dan enzim enzim dari bagian kepala spermatozoa. Hasil pengamatan tudung akrosom utuh sperma dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tudung akrosom utuh sperma kambing PE pada berbagai level gliserol dalam pengencer sitrat kuning telur Kelompok Perlakuan P₁ P₂ P₃ P₄ P₅...%... K1 44,50 54,00 46,00 45,00 44,50 K2 45,50 48,00 42,50 36,00 35,00 K3 43,00 51,00 45,50 32,50 30,00 K4 48,50 58,00 52,00 43,50 40,00 K5 46,50 53,00 51,00 44,00 38,00 Total 228,00 264,00 237,00 201,00 187,50 Rata-rata 45,60 ±2,70 b 52,80 ±3,70 c 47,40 ±3,99 b 40,20 ±5,60 a 37,50 ±5,43 a Keterangan : K = Kambing P₁ = Level gliserol 5% P₂ = Level gliserol 6% P₃ = Level gliserol 7% P₄ = Level gliserol 8% P₅ = Level gliserol 9% Berdasarkan Tabel 3. dapat dilihat bahwa rata-rata P₂ dengan level gliserol 6% memberikan presentase tudung akrosom utuh sperma kambing PE post thawing paling tinggi yaitu 52,80% diikuti dengan P₃ (47,40%), P₁ (45,60 %), P₄ (40,20 %) dan rata-rata
presentase tudung akrosom paling rendah diperoleh pada P₅ dengan level gliserol 9% yaitu 37,50%. Pemberian gliserol 6% memberikan hasil yang paling optimal terhadap keutuhan tudung akrosom spermatozoa. Hasil ini lebih tinggi dari hasil pengamatan Tambing, dkk. (2000) dimana penambahan gliserol 6% memberikan persentase TAU sebesar 47,54%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa level gliserol dalam pengencer sitrat kuning telur berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap keutuhan tudung akrosom sperma kambing PE post thawing. Guna mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji jarak berganda Duncan. Hasil uji jarak berganda Duncan menujukkan bahwa presentase TAU sperma pada P 2 (6%) nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan semua perlakuan. Hal ini menunjukan bahwa level gliserol 6% memberikan hasil yang paling optimal terhadap keutuhan tudung akrosom sperma kambing PE. Perlakuan P 1 (5%) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P 3 (7%) namun berbeda nyata (P<0,05) dengan P 2 (6%), P 4 (8%), dan P 5 (9%). Perlakuan P 4 (8%) dan P 5 (9%) tidak berbeda nyata antar perlakuan, namun berbeda nyata dengan P 1 (5%), P 2 (6%), dan P 3 (7%). Hal ini berarti penggunaan level gliserol 5% dan 7% belum bekerja optimal memelihara keutuhan tudung akrosom sperma kambing PE sedangkan level gliserol 8% dan 9% menujukkan penurunan keutuhan tudung akrosom spermatozoa kambing PE. Penambahan gliserol 6% dalam pengencer sitrat kuning telur dapat memberikan perlindungan paling optimal terhadap keutuhan tudung akrosom sperma setelah pembekuan karena selama proses pembekuan, spermatozoa mudah mengalami peroksidasi lipid yang akan merusak sel spermatozoa. Bagian sel spermatozoa yang paling peka terhadap kerusakan peroksidasi endogenous dan eksogenous adalah bagian akrosom. Adanya gliserol yang berfungsi sebagai agen protektif akan menjaga keseimbangan konsentrasi fisiologik intra dan ekstraseluler dan tudung akrosom akan tetap utuh (Tambing, dkk. 2000). Peranan gliserol dalam melindungi tudung akrosom juga disebabkan karena membran plasma yang terlindungi (Futino, 2010). Gliserol akan berinteraksi dengan membran plasma dengan cara mengikat gugus pusat fosfolipid, sehingga menurunkan ketidakstabilan membran dan berinteraksi dengan membran untuk mengikat protein dan glikoprotein yang menyebabkan partikelpartikel intra membran terkumpul (Parks dan Graham, 1992). Membran plasma yang terlindungi akan mengurangi kerusakan tudung akrosom saat terjadi perubahan struktur dari relatif cair ke padat selama pembekuan atau yang lebih penting lagi pada saat pencairan kembali (Feradis, 1999 dalam Tambing, dkk. 2000). Hasil Penelitian terhadap penambahan gliserol 8% dan 9 % menujukkan presentase TAU lebih rendah dari level gliserol 5%, 6% dan 7%. Hal ini menunjukkan bahwa level gliserol 8% dan 9% tidak dapat melindungi tudung akrosom spermatozoa dengan optimal.
Hasil persentase TAU paling rendah yaitu pada penambahan gliserol 9% yang ditandai dengan kerusakan tudung akrosom yang tinggi. Kerusakan tudung akrosom dapat disebabkan oleh kristal-kristal es akibat dehidrasi sel yang berlebihan dalam proses pembekuan semen yang menyebabkan enzim-enzim pelebur dinding ovum pada tudung akrosom akan turut pula rusak (Afiati, dkk. 2004). Hal ini disebakan karena pemberian gliserol tidak optimal dalam melindungi tudung akrosom spermatozoa sehingga mengakibatkan rusaknya membran plasma dan keutuhan tudung akrosom (Sinha, dkk. 1996). KESIMPULAN Level gliserol dalam pengencer sitrat kuning telur berpengaruh terhadap daya hidup dan tudung akrosom utuh sperma kambing Peranakan Etawah post thawing dan level gliserol 6% memberikan pengaruh paling baik terhadap daya hidup sperma sebesar 14,8 jam dan presentase tudung akrosom utuh sperma kambing Peranakan Etawah post thawing sebesar 52,80%. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Soeparna, MS sebagai pembimbing utama serta sebagai ketua Penelitian Unggulan Academic Leadership Grant (ALG) 1-1-6 dan kepada Rangga Setiawan, S.Pt., M.Sc sebagai dosen pembimbing anggota yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing serta memberikan arahan, masukan, dan motivasi yang sangat bermanfaat DAFTAR PUSTAKA Afiati, F., E. M. Kaiin, M. Gunawan, S. Said, dan B. Tappa. 2004. Pengaruh Suhu Gliserolisasi dan Penggunaan Kaset Straw. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004. 1: 67 71. Evan, G. and W. M. C. Maxwel. 1987. Salamon s Artificial Insemination of Sheep and Goat. Butterworths, London. 108-135. Fahy, G. M. 1986. The Relevance of Cryoprotectant mitoxicity to Cryobiology. Cryobyology. 23: 1-13. Feradis. 1999. Penggunaan Antioksidan Dalam Pengencer Semen Beku dan Metode Sinkronisasi Estrus Pada Program Inseminasi Buatan Domba St. Croix. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Futino, D. O., M. C. B. Mendes, W. N. L. Matos, R. G. Mondadori, and C. M. Lucci. 2010. Glycerol, Methyl-formamide and Dimethyl-formamide in Canine Semen Cryopreservation. Reprod Dom Anim. 45: 214 220 Garner, D. L. and E. S. E. Hafez. 1980. Spermatozoa. In: Reproduction in Farm Animals. 4 th Edition Lea and Febiger. Philadelphia. pp. 167-188.. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma, Reproduction in Farm Animals. 7 th, 96-109. Lippincott Williams and Wilikins, USA. 368-375. Mclaughlin, E. A., W. C. L. Ford, and M. G. R. Hull. 1992. Motility Characteristics and Membrane Integrity Of Cryopreserved Human Spermatozoa. J. Reprod. 95: 527-534. Park, J. D. and J. K. Graham. 1992. Effect of cryopreservation procedur on sperm membrane. Theriogenology. 38: 209-222. Rizal, M. 2002. Fertilitas Spermaozoa Ejakulat Domba Garut Hasil Kriopreservasi Menggunakan Modifikasi Pengencer Tris Dengan Berbagai Krioprotektan dan Akntioksidan. Disertasi Doktor Institut Pertanian Bogor, Bogor. 63-65. Rizal, M., M. R. Toelihere, T. L. Yusuf, B. Purwantara, dan P. Situmorang. 2002. Kualitas Semen Beku Domba Garut dalam Berbagai Konsentrasi Gliserol. JITV. 7(3): 4-6. Sinha, M. P., A. K. Sinha, B. K. Singh, R. L. Prasad. 1996. The Effect of Glutathione on The Motility, Enzyme Leakage and Fertility Frozen Goat Semen. J. Anim. Reprod. Sci. 41: 237 243. Tambing, S. N., M. R Toelihere., T. L. Yusuf, dan I. K. Sutama. 2000. Pengaruh Gliserol dalam Pengencer Tris terhadap Kualitas Semen Beku Kambing Peranakan Etawah. JITV. 5(2): 3-7. Toelihere, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Cetakan ketiga. Angkasa. Bandung. Chapter: 4-6.