PERBAIKAN PAKAN TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO

dokumen-dokumen yang mirip
INTRODUKSI TANAMAN PAKAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH SAYURAN KUBIS UNTUK PAKAN TERNAK KAMBING

KAJIAN PEMBERIAN PAKAN LEGUMINOSA, DAUN LIMBAH KUBIS DAN KONSENTRAT PADA KAMBING

PEMANFAATAN KULIT KAKAO SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PE DI PERKEBUNAN RAKYAT PROPINSI LAMPUNG

UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN PAKAN PADA KAMBING PERANAKAN ETAWAH MENGGUNAKAN SUPLEMEN KATALITIK

ANALISIS EKONOMI PENGGEMUKAN KAMBING KACANG BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL. Oleh : M. Jakfar dan Irwan* ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

HIJAUAN GLIRICIDIA SEBAGAI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

TEKNIK BUDIDAYA LADA INTEGRASI BERTERNAK KAMBING

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

Nutrisi dan Pakan Kambing dalam Sistem Integrasi dengan Tanaman

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

MATERI DAN METODE. Materi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

ANALISIS USAHATANI TERNAK KELINCI PADA POLA PEMELIHARAAN PETERNAK SKALA MENENGAH DAN KECIL DI KALIMANTAN TIMUR

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. PENDAHULUAN. sedikit berbukit. Kecamatan Tanjung Bintang merupakan daerah yang sebagian

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

PENGARUH UMUR DAN PANJANG CACAHAN RUMPUT RAJA TERHADAPEFISIENSI BAGIANYANGTERMAI{AN DOMBA DEWASA

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Integrasi Tanaman Jeruk dengan Ternak Kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

BOBOT HIDUP DOMBA EKOR GEMUK (DEG) YANG DIBERIKAN PAKAN TAMBAHAN LEGUMINOSA

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

ANALISIS POLA USAHA PEMBIBITAN SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF DAN SEMI INTENSIF

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG

UMMB ( Urea Molasses Multinutrient Block) Pakan Ternak Tambahan bergizi Tinggi

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

PELEPAH DAN DAUN SAWIT SEBAGAI PAKAN SUBSTITUSI HIJAUAN PADA PAKAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN LUWU TIMUR SULAWESI SELATAN

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

ANALISA USAHA POLA INTEGRASI TANAMAN TERNAK KAMBING DI LAHAN KERING DESA BUANA SAKTI LAMPUNG TIMUR

sumber gizi yang potensial untuk manusia, sementara produk samping dalam bentuk kotoran dapat dijadikan sumber pupuk organik. Keuntungan pola integras

KARYA TULIS ILMIAH PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO MENJADI BAHAN PAKAN TERNAK

I.M. Mulyawati, * D. Mardiningsih,** S. Satmoko **

PERBAIKAN TATALAKSANA PEMELIHARAAN TERNAK KAMBING KACANG DI LAHAN KERING DESA BUANA SAKTI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

PEMANFAATAN DAUN GAMAL (Gliricidia maculata) SEBAGAI PAKAN TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGAH

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

KAJIAN TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN TERNAK BABI. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua 2

SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT

Jerami padi fermentasi yang diberikan dalam bentuk utuh dan konsentrat maupun setelah digiling dibuat menjadi pakan komplit untuk ransum kambing betin

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kajian Adaptasi Teknologi Spesifik Lokasi Pada Ternak Kambing Yang Dipelihara Oleh Petani Kakao Di Lampung

PENGEMBANGAN PERBIBITAN KERBAU KALANG DALAM MENUNJANG AGROBISNIS DAN AGROWISATA DI KALIMANTAN TIMUR

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI COBA PEMBERIAN DUA JENIS LEGUMINOSA HERBA TERHADAP PERFORMANS SAPI BALI DI DESA TOBU, NUSA TENGGARA TIMUR

PENGARUH PEMBERIAN LEGUMINOSA TERHADAP BOBOT LAHIR DOMBA EKOR GEMUK (DEG) YANG DIPELIHARA SECARA SEMI INTENSIF

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK

I. PENDAHULUAN. Ternak kambing merupakan salah satu ternak ruminansia penghasil protein

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

JENIS PAKAN. 1) Hijauan Segar

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

UMMF (Urea Molasses MultinullrienL Olock) Fakan Ternak Tambahan Eerqizi Tinqqi

Transkripsi:

PERBAIKAN PAKAN TERNAK KAMBING PADA PERKEBUNAN KAKAO (Fodder Improvement for Goats in Cocoa Plantation) SYAMSU BAHAR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Sudiang, Makassar ABSTRACT A feeding trial fodder improvement for goats was conducted at Wonosari sub village, Kamanre village, Kamanre sub district, Luwu district, South Sulawesi. The aim of this trial for increasing efficiency and effectivity of goats production and the outcome was expected one package fodder technology of goats in cocoa plantation. The trial was commenced January 2005 till December 2005. This experiment involve farmers devided into 2 treatments of fodder with improved feeding and treatment without improved feeding. The result showed that treatment with improved feeding suplementation increase goats consume 3,46 % on live weight based, live weight per day 88,6 g/head/day and fodder conversion 8.87. Compared without improved feeding consume 2,79% on live weight based, live weight per day 15.7 g/head and fodder conversion 35,2. Key Words: Fodder, Goats, Cocoa Plantation ABSTRAK Suatu kajian perbaikan pakan ternak kambing pada perkebunan kakao telah dilakukan di Dusun Wonosari, Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Waktu pelaksanaan termasuk persiapan berlangsung dari bulan Januari 2005 sampai dengan Desember 2005. Tujuan pengkajian adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha ternak kambing pada perkebunan kakao dan keluaran yang diharapkan adalah satu paket teknologi pakan ternak kambing pada perkebunan kakao. Pengkajian ini melibatkan petani koperator yang diintroduksi dengan perbaikan pakan ternak kambing dan tanpa perbaikan pakan sebagai kontrol. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa dengan perbaikan pakan ternak kambing yaitu pemberian pakan blok suplemen berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan rata-rata sebesar 3,46% terhadap bobot hidup ternak, pertambahan bobot hidup harian sebesar 88,6 g/ekor/hari dan konversi pakan adalah 8,87, sedangkan tanpa perbaikan pakan menunjukkan konsumsi pakan rata-rata sebesar 2.79% terhadap bobot hidup ternak, pertambahan bobot hidup harian sebesar 15,7 g/ekor/hari dan konversi pakan adalah 35,2. Kata Kunci: Pakan, Kambing, Perkebunan kakao PENDAHULUAN Pengembangan usaha ternak kambing pada lahan perkebunan kakao memungkinkan untuk dilakukan. Potensi biomasa tanaman kakao berupa daun-daun pangkasannya dan kulit buah kakao (cangkang/ pod) merupakan pakan ternak kambing. Tanaman pelindung/ naungan seperti tanaman gamal (Gliricidia sepium) dan tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) juga merupakan pakan yang bergizi.disamping itu dapat pula diintroduksi berbagai jenis rumput unggul sebagai pakan. Ternak kambing merupakan salah satu penunjang pendapatan petani di pedesaan. Sistim pemeliharaan ternak umumnya secara tradisionil yakni pemberian pakan kurang memenuhi standar gizi yang dianjurkan. Skala pemilikan masih kecil yaitu 2-5 ekor per petani (SETIADI, 2003). Untuk meningkatkan pendapatan yang berorientasi agribisnis maka diperlukan peningkatan produktivitas melalui 497

peningkatan tipologi usaha yang semula berupa usaha sambilan menjadi cabang usaha dengan perbaikan tatalaksana pemeliharaan dan efisiensi usaha. Populasi ternak kambing di Sulawesi Selatan 475.178 ekor (ANONIMUS, 1998). Usaha peternakan kambing sebagian besar berupa peternakan rakyat yang berskala kecil dengan teknologi produksi yang rendah dan masih bersifat subsisten. Ciri usaha peternakan rakyat antara lain: 1). Sistem pemeliharaan yang didominasi oleh usaha sambilan yang tidak dilandasi motif ekonomi sepenuhnya; 2). Peranan ternak kambing sebagai sumber pupuk kandang belum dimanfaatkan secara optimal; 3). Pola pemberian pakan yang belum memperhatikan nilai gizi sesuai kebutuhan ternak; dan 4). Usaha perbaikan mutu belum banyak dilakukan (RAHMAT et al., 1998; WIRDATETI, et al., 1994). Langkah antisipatif terhadap kondisi tersebut, Balai Pengkajian Teknologi Sulawesi Selatan dalam tugas dan peranannya perlu melakukan pola usaha pembinaan melalui pengembangan sistem usahatani ternak kambing pada lahan perkebunan kakao. Dalam rangkaian pengkajian ini juga dikaji mengenai pengembangan ternak kambing. Pakan ternak di daerah tropika umumnya berkualitas rendah. Hal ini ditandai dengan rendahnya kualitas protein dan tingginya kandungan serat pada hijauan pakan. Pemberian hijauan sebagai makanan pokok untuk ternak kambing belum menunjukkan tingkat produktivitas ternak yang maksimum, sehingga penambahan makanan tertentu yang berkualitas lebih baik perlu dilakukan agar kebutuhan zat makanan bergizi dapat terpenuhi. Daun-daun leguminosa lebih mudah dicerna oleh ternak dan kandungan proteinnya lebih tinggi yakni rata-rata 26%. Pemberian daun leguminosa sebagai pakan ternak sudah lama dikenal oleh petani hanya belum merata pada pemeliharaan ternak yang intensif. Menurut SOEDONO et al. (1993) bahwa limbah pertanian yang disuplementasi dengan daundaun leguminosa akan menunjukkan peningkatan pertumbuhan ternak kambing. Penambahan daun lamtoro sebanyak 1 kg/ekor/hari pada pakan dasar ternak akan meningkatkan bobot badan ternak 44 g/ekor/hari dan memperbaiki efisiensi pakan (SEMALI dan MATHIUS, 1993), sedangkan Menurut RANGKUTI et al. (1993) bahwa penambahan daun gamal 900 g/ekor/hari pada pakan dasar akan menunjukkan peningkatan bobot badan kambing 28 g/ekor/hari serta efisiensi pakan akan lebih baik. Dalam usahatani kakao, basis lahan ada pada tanaman kakao, sedangkan ternak kambing dapat diintroduksi pada lahan yang sama. Menurut YUSDJA et al. (2000) bahwa sub sektor peternakan merupakan non land base artinya tidak selamanya memerlukan lahan khusus kecuali untuk penggembalaan. Model usaha tani terpadu sudah dilakukan di beberapa daerah antara lain di Lampung (PRABOWO, 2003). Tanaman leguminosa biasanya ditanam oleh petani untuk pelindung atau sebagai pagar sekaligus untuk pakan ternak. Tanaman leguminosa yang digunakan sebagai sumber pakan ternak antara lain Sesbania grandiflora (turi), Gliricidia maculata (gamal), Leucaena leucocephala (lamtoro gung) (BAHAR et al., 1992a; 1992b). Adapun berbagai tanaman leguminosa introduksi yang telah diperkenalkan di beberapa negara Asia Tenggara termasuk di Indonesia antara lain Desmodium cinerea, Arachis pintoi, Stylosanthes guianensis (HORNE dan STUR, 1999). Menurut SIREGAR (1984) bahwa kegunaan lain tanaman leguminosa adalah sebagai penguat teras dan penahan erosi sekaligus sebagai sumber pakan hijauan. Dasar pertimbangan dilakukannya pengkajian ini adalah ternak kambing mampu berkembang dengan cepat karena memiliki sifat reproduksi yang baik terutama anak yang dilahirkan per induk mencapai 2 3 ekor dengan masa kebuntingan antara 148 152 hari dengan umur kawin pertama 9 12 bulan (LIWA, 1994; SUBANDRYO, 1994; TIESNAMURTI dan TRIWULANINGSIH, 1994). Ternak kambing tidak memerlukan lahan yang luas apabila pemeliharaan intensif (dikandangkan) dan mampu memberi nilai tambah usahatani, mudah pemeliharaannya, mampu beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan dan cepat memberikan hasil (pendapatan tunai). Besarnya keterlibatan tenaga kerja keluarga petani dalam pemeliharaan ternak kambing dapat dilihat dari curahan waktu 2,2 jam per hari (WAHYUNI, 1994). 498

Pada perkebunan kakao rakyat, daun pangkasan tanaman dan kulit buah kakao (cangkang/ pod) serta hijauan tanaman pelindung/ naungan yaitu gamal (Gliricidia sepium) dan lamtoro (Leucaena leucocephala) dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak kambing (PRABOWO, 2003). Kulit buah kakao selalu tersedia mengingat cara panen yang dilakukan hampir sepanjang tahun. Sementara itu dengan interval dan cara pemangkasan yang benar diperoleh daun-daun hasil pangkasan tanaman kakao dan tanaman pelindung. Kandungan gizi kulit buah kakao terutama kandungan protein kasar yaitu 8,5% (WONG et al., 1986 dalam SUTIKNO, 1997). METODOLOGI Pengkajian ini dilakukan di Dusun Wonosari, Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan yang termasuk kawasan pengembangan tanaman kakao. Keadaan umum Kabupaten Luwu adalah daerah ini memiliki agroekosistem lahan kering dataran rendah beriklim basah. Curah hujan 1.500 2.700 mm per tahun, curah hujan terendah pada bulan September dan Oktober. Tipe iklim menurut Smith-Ferguson adalah termasuk Tipe A (amat basah) dan Tipe B (basah). Luas komoditas perkebunan kakao saat ini mencapai 27.796 ha atau 43,75% dari luas komoditas perkebunan lainnya. Pada daerah tersebut yang berbasis utama komoditas perkebunan kakao dapat dilakukan introduksi ternak kambing. Beberapa kecamatan telah diintroduksi ternak kambing oleh Dinas Pertanian & Peternakan Kabupaten Luwu. Adapun kegiatan yang dilakukan di Dusun Wonosari, Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre oleh BPTP Sulawesi Selatan melakukan pengkajian optimalisasi sistem usahatani ternak kambing pada perkebunan kakao. Jangka waktu pelaksanaan pengkajian termasuk persiapan dimulai Januari 2005 s/d Desember 2005. Percobaan perbaikan pakan terhadap 20 ekor kambing betina muda dan 2 ekor jantan dewasa yaitu perlakuan A berupa biomasa tanaman kakao yaitu kulit buah kakao yang diolah dalam bentuk pakan blok suplemen. Komposisi bahan pakan blok adalah tetes (molase) 45%, dedak padi 24%, kulit buah kakao 20%, garam 5%, urea 3% dan mineral mix 3%. Selain pemberian pakan blok suplemen, ternak kambing juga diberi pakan daun-daunan yaitu daun gamal dan daun kakao. Ternak kambing dikandangkan secara kolektif dan tiap ternak dipisahkan oleh sekat per individu. Perlakuan B (kontrol) adalah pemberian pakan hanya daun-daunan saja. Untuk memudahkan dalam pengamatan maka diberi tanda berupa nomor yang dikalungkan pada leher ternak. Peubah-peubah yang diukur adalah: a. Konsumsi pakan = jumlah pakan yang diberikan dikurangi jumlah pakan yang tersisa. (g berat kering bahan pakan per ekor per hari) b. Persentase bobot hidup = konsumsi pakan dibagi bobot hidup x 100 (kg konsumsi pakan per kg ratan bobot hidup x 100 %) c. Bobot awal = penimbangan ternak di awal pengkajian (kg bobot hidup awal) d. Bobot akhir = penimbangan ternak di akhir pengkajian (kg bobot hidup akhir) e. Pertambahan bobot hidup = bobot hidup akhir dikurangi bobot hidup awal (kg) f. Rataan bobot hidup = jumlah hasil penimbangan bobot hidup per 2 dibagi frekwensi penimbangan (kg) g. Pertambahan bobot hidup harian = bobot hidup akhir dikurangi bobot hidup awal dibagi jumlah hari dalam periode pengamatan (g pertambahan bobot hidup per ekor per hari) h. Konversi pakan = konsumsi pakan dibagi pertambahan bobot hidup harian (g konsumsi pakan per pertambahan bobot hidup harian) Data pengukuran peubah-peubah dianalisis dengan menggunakan Uji t (SOEMARTONO, 1982). Adapun analisis pendapatan dihitung dengan menggunakan revenue cost ratio (nisbah R/C) yaitu membandingkan antara total penerimaan dibagi seluruh biaya produksi yang digunakan dalam suatu proses produksi. Analisa kualitatif hijauan pakan meliputi analisa proksimat menggunakan metode AOAC (1995). 499

HASIL DAN PEMBAHASAN Amoniasi kulit buah kakao Kulit buah kakao adalah biomasa yang merupakan produk samping dari prosesing biji kakao yang dapat digunakan sebagai substitusi pakan ternak kambing. Adapun potensinya dari sebanyak 810.837 ton buah kakao dapat diperoleh 567.318 ton kulit buah atau ± 70% (SUTIKNO, 1997). Namun demikian ada faktor pembatas kulit buah kakao ini untuk dijadikan pakan ternak yaitu kualitas pakan rendah ditandai kandungan serat kasar dan lignin yang tinggi. Untuk mengatasi bahan pakan yang berserat kasar tinggi ini maka secara kimiawi perlakuan zat alkali dengan pemberian urea (amoniasi). Amoniasi bertujuan untuk memecahkan ikatan ligno-selulosa yang sukar tercerna dalam rumen ternak. Kandungan nitrogen dari urea juga digunakan oleh mikroba rumen. Pakan blok suplemen Pakan blok suplemen terdiri dari bahan berupa kulit buah kakao dicampur dengan beberapa produk samping yaitu tetes (molase), dedak, garam, urea dan mineral digunakan sebagai bahan pembuatan pakan blok suplemen. Pemberian pakan blok suplemen untuk ternak kambing sangat membantu dalam hal peningkatan konsumsi pakan dan pertumbuhan ternak serta memperbaiki konversi pakan yaitu perbandingan konsumsi pakan dengan pertambahan bobot hidup harian. Susunan formula dan biaya pembuatan pakan blok suplemen disajikan pada Tabel 1. Untuk membuat sebuah pakan blok suplemen yang beratnya 2.000 g diperlukan biaya bahan sebesar Rp. 1.932. Komposisi nutrisi bahan pakan (Tabel 2). menunjukkan nutrisi kulit buah kakao (p) masih rendah namun dengan perlakuan amoniasi (q) menjadi lebih baik yang ditandai dengan meningkatnya protein kasar dan menurunnya serat kasar. Meskipun limbah biji pecah/rusak mengandung protein lebih tinggi (r) produk samping tersebut kurang mendapat perhatian karena jumlah yang diperoleh dari prosesing kakao sangat sedikit. Adapun pakan blok suplemen (s) menunjukkan nutrisi yang paling baik karena selain terdiri dari kulit buah kakao juga dicampur dengan produk samping lainnya yaitu tetes (molase), dedak, garam, urea dan mineral mix. Tabel 1. Susunan formula bahan pakan blok suplemen Komponen Bahan dan uraian biaya a b c d Tetes (molase) 45 900 1.500 675 Dedak padi 24 480 830 199 Kulit buah kakao 20 400 500 100 Garam 5 100 500 25 Urea 3 60 1.100 33 Mineral mix 3 60 30.000 300 100% 2.000 g Rp. 1.932 a = %, tiap komponen bahan b = gram, masing-masing bahan c = Rp., per kg harga bahan (Tahun 2005) d = Rp., untuk biaya 1 buah blok suplemen Tabel 2. Komposisi nutrisi bahan pakan Uraian Pakan (% terhadap bahan kering) p q r s Protein kasar 6,06 6,56 10,94 12,88 Lemak 0,42 0,57 11,21 3,08 Serat kasar 41,32 25,34 10,62 11,33 Abu 8,63 11,61 8,86 11,67 Ca 0,68 0,66 0,39 1,28 P 0,11 0,20 0,28 0,78 p = kulit buah kakao q = kulit buah kakao amoniasi r = limbah biji kakao pecah/rusak s = pakan blok suplemen yang sudah jadi Pertumbuhan ternak kambing Ternak kambing dalam pengkajian ini adalah kambing betina muda. Kategori ternak kambing betina muda adalah ternak yang berumur 8 12 bulan. Peubah yang diukur adalah konsumsi pakan berdasarkan berat kering bahan pakan (bukan bahan kering). Pada Tabel 3 dengan perlakuan A dimana 500

petani koperator menerapkan perbaikan pakan kambing menunjukkan ternak mampu mengkonsumsi pakan sebanyak 785,7 g per ekor per hari. Bila dihitung berdasarkan bobot hidup ternak berarti mampu mengkonsumsi pakan sebanyak 3,46% dari bobot hidup. Dibandingkan dengan konsumsi pakan pada perlakuan B (kontrol) menunjukkan konsumsi pakan kambing sebanyak 552,5 g per ekor per hari atau konsumsi pakan berdasarkan bobot hidup ternak adalah 2,79%. Tingginya konsumsi pakan pada perlakuan A memberi dampak pada pertambahan bobot hidup sebesar 6,2 kg dalam 70 hari atau pertambahan bobot hidup harian sebesar 88,6 g/ekor/hari. Dibanding pertambahan bobot hidup pada perlakuan B (kontrol) lebih kecil yaitu 1,1 kg dalam waktu yang sama yaitu 70 hari atau pertambahan bobot hidup harian 15,7 g/ekor/hari. Menurut MARTAWIDJAJA et al. (1999) bahwa pertambahan bobot hidup ternak erat kaitannya dengan konsumsi pakan. Perlakuan A juga menunjukkan konversi pakan yang lebih baik yaitu 35,2 dibanding perlakuan B (kontrol) yaitu 11,1. Adapun yang dimaksud dengan konversi pakan yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi per hari dibagi pertambahan bobot hidup harian. Menurut MARTAWIDJAJA et al. (1998) bahwa konversi pakan dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Berdasarkan hasil uji beda nyata t terhadap peubah-peubah yang diukur yaitu konsumsi pakan, % bobot hidup, pertambahan bobot hidup, pertambahan bobot hidup harian dan koversi pakan menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kepercayaan 95%. Adapun mengenai performans kambing betina muda selama pertumbuhan yaitu perubahan bobot hidup dapat dilihat pada Gambar 1 dan hasil pengukuran lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak. sebagaimana pada Gambar 2. Menurut MATHIUS et al. (2002) bahwa pertambahan bobot hidup harian lebih dipengaruhi oleh protein yang dikonsumsi dibanding mengkonsumsi energi. Makin tinggi taraf kandungan protein yang dikonsumsi oleh ternak kambing maka makin besar pula responnya terhadap pertambahan bobot hidup harian. Selanjutnya dikemukakan bahwa pertambahan bobot hidup harian kambing muda dengan perlakuan pakan energi rendah dan protein tinggi adalah 123,2 g, sedangkan dengan perlakuan energi tinggi dan protein rendah hanya 45,0 g. Hal ini dapat dimengerti karena fase pertumbuhan ternak lebih membutuhkan protein dibanding energi dengan catatan bahwa energi bukan merupakan faktor pembatas. Tabel 3. Konsumsi pakan, Bobot Hidup dan Konversi Pakan kambing betina muda (8 12 bulan) Uraian Perlakuan A B (kontrol) Konsumsi pakan: Berat kering bahan (g/ekor/hari) 785,7 552,5 % BH (kg kons./kg rataan BH x 100) 3,46 2,79 Bobot Hidup (BH) Awal (kg) 19,70 19,20 Akhir (kg) 25,90 20,30 Pertambahan Bobot Hidup (kg) 6,20 1,10 Rataan Bobot Hidup (kg) 22,40 19,70 PBHH (g/ekor/hari) 88,6 15,7 Konversi Pakan (g kons/g PBHH) 8,87 35,2 PBHH = Pertambahan Bobot Hidup Harian 501

27 26 25 24 Perlakuan A Perlakuan B (kontrol) 23 22 21 20 19 18 17 kg bobot awal ke 2 ke 4 ke 6 ke 8 ke 10 Gambar 1. Perubahan bobot hidup kambing per 2 75 73 71 69 67 Lingkar dada Panjang badan Tinggi pundak 65 63 61 59 57 55 cm ukur awal ke 2 ke 4 ke 6 ke 8 ke 10 Gambar 2. Perubahan lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak kambing betina muda per 2 pada perlakuan A Pada pengkajian ini telah dilakukan tatalaksana perkawinan ternak yang diharapkan adanya peningkatan produktivitas ternak yang ditandai dengan efisiensi reproduksi. Menurut SETIADI et al. (1997) bahwa dengan efisiensi reproduksi induk dapat memperpendek selang beranak. Laju kebuntingan induk pada birahi pertama setelah beranak adalah 50% (sekitar 56 hari setelah beranak), sedangkan laju kebuntingan induk pada birahi kedua adalah 67% (lebih dari 56 hari setelah beranak) dan pada birahi ketiga 75% (lebih panjang lagi dari 56 hari). Hal ini berarti mengawinkan induk pada birahi pertama setelah beranak dapat meningkatkan efisiensi reproduksi yakni dapat 502

memperpendek selang beranak, namun laju kebuntingan rendah yakni 50%. Sebaliknya selang beranak lebih panjang pada birahi kedua dan ketiga tetapi laju kebuntingan lebih tinggi yakni 67% dan 75%. Oleh karena itu untuk perbaikan tatalaksana perkawinan adalah persingkat selang beranak dari 11 12 bulan menjadi 7 8 bulan. Mengawinkan induk pada birahi kedua akan memperbaiki laju pertumbuhan anak pra sapih, bobot sapih dan produktivitas induk. Menurut SUTAMA et al. dalam HASTONO (2003) bahwa pertambahan bobot hidup harian anak kambing lepas sapih yang masih bersama dengan induknya menunjukkan bobot anak jantan 104 g dan bobot anak betina 77,9 g. Analisis pendapatan Analisis pendapatan usaha ternak kambing sangat diperlukan untuk mengetahui, apakah usaha ternak yang dilakukan itu menguntungkan. Dalam suatu usaha memerlukan biaya sebagai pengadaan input yang dapat dinilai dengan rupiah. Dalam proses produksi diharapkan memperoleh hasil yang dapat dikonversikan dengan harga komoditas pada waktu dan tempat tertentu (RAMADHAN, 2003). Hasil analisis pendapatan usaha ternak kambing dan kakao di Dusun Wonosari, Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu disajikan pada Tabel 4. Upaya untuk mencapai pendapatan dan tingkat R/C yang maksimal khususnya pada petani koperator maka nilai ternak harus ditingkatkan. Mengingat pemeliharaan ternak kambing baru berjalan selama 3 bulan maka nilai ternak yang diperoleh masih rendah. Bila pemeliharaan sudah mencapai satu siklus produksi ternak maka nilai ternak akan lebih nyata sehingga penerimaan akan lebih besar. KESIMPULAN DAN SARAN Perbaikan pakan ternak kambing pada perkebunan kakao dapat meningkatkan konsumsi pakan rata-rata sebesar 3,46% terhadap bobot hidup ternak, pertambahan bobot hidup harian 88,6 g/ekor/hari dan konversi pakan adalah 8,87, sedangkan tanpa perbaikan pakan menunjukkan konsumsi pakan sebesar 2,79% terhadap bobot hidup ternak, pertambahan bobot hidup harian 15,7 g/ekor/hari dan konversi pakan adalah 35,2. Tabel 4. Analisis pendapatan usaha ternak kambing dan kakao Uraian Perlakuan A Perlakuan B Input (Rp) Bibit ternak 636.363 446.750 Pakan suplemen 5.796 0 Pupuk 664.928 813.000 Pestisida 72.182 78.666 Tenaga kerja 2.515.079 3.276.666 Penyusutan alat 76.666 34.666 Jumlah input 3.971.014 4.669.748 Penerimaan (Rp) Produksi kakao 7.224.392 7.337.500 Nilai bobot ternak 135.346 24.013 Pupuk kandang 18.000 0 Jumlah penerimaan 7.377.738 7.361.513 Pendapatan 3.406.724 2.691.765 R/C 1,85 1,57 Petani yang terlibat dalam percobaan ini juga sebagai petani kakao 503

Sebagai saran adalah perlu dipertahankan talaksana perbaikan pakan dan pengaturan tatalaksana produksi dan reproduksi ternak kambing. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 1998. Statistik Peternakan Sulawesi Selatan. Dinas Peternakan. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. 17 th Edition. Association of Official Analytical Chemist. Washington, D.C. BAHAR, S., M.E. SIREGAR, D. BULO dan R. SALAM. 1992b. Penampilan pertumbuhan beberapa jenis tanaman pakan pada lahan marginal di Sulawesi Selatan. J. Ilmiah Penelitian Ternak Gowa. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa. Balitbang Pertanian. 1(2): 67 70. BAHAR, S., R. RACHMAN, D. BULO dan R. SALAM. 1992a. Produksi dan kualitas hijauan lamtoro (Leucaena leucocephala) dan rumput benggala (Panicum maximum) dengan dan tanpa pemupukan pada lahan marginal. Pros. Seminar Pertemuan Pengolahan Hasil Penelitian Peternakan di Sulawesi Selatan. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa. Balitbang. hlm. 62 68. HASTONO. 2003. Kinerja produksi kambing PE. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hlm. 91 94. HORNE, P.M. and W.W. STUR. 1999. Developing Forage Technologies with Smallholders Farmers. How to select the best varieties to offer farmers in South East Asia. ACIAR and CIAT. ACIAR Monograph No. 62. 80 pp. LIWA, A.M. 1994. Korelasi umur dan berat induk dengan berat lahir dan tipe anak kambing PE yang dipelihara secara efektif. J. Ilmiah Penelitian Ternak Gowa. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa. 3(2): 26 29. MARTAWIDJAJA, M., B. SETIADI dan S.S. SITORUS. 1998. Pengaruh penambahan tetes dalam ransum terhadap produktivitas kambing kacang. JITV 3(3): 149 153. MARTAWIDJAJA, M., B. SETIADI dan S.S. SITORUS. 1999. Pengaruh tingkat protein-energi ransum terhadap kinerja produksi kambing kacang muda. JITV 4(3): 167 172. MATHIUS, I-W., I.B. GAGA dan I.K. SUTAMA. 2002. Kebutuhan kambing PE jantan muda akan energi dan protein kasar: Konsumsi, Kecernaan, Ketersediaan dan Pemanfaatan nutrien. JITV 7(2): 99 109. PRABOWO, A., SOERACHMAN, B. SUDARYANTO., N.D. SURETNO, H. SURYANTO., T. SUNARTI, A. MARYANTO, T. KUSNANTO dan KISWANTO. 2003. Kajian sistem usahatani ternak kambing pada perkebunan kakao rakyat di Lampung. Makalah pada Sarasehan Potensi Ternak Kambing dan Prospek Agribisnis Peternakan. Bengkulu, 9 September 2003. RAKHMAT, NASRULLAH, R. HARYANI, M. AZIS dan L. TOLENG. 1998. Kajian teknologi inseminasi buatan pada kambing PE di Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Penelitian BPTP Kendari/ IP2TP Makassar. RAMADHAN, A.S. 2003. Manajemen usahatani dan perusahaan pertanian. Makalah Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. 34 hlm. RANGKUTI, M., I-W. MATHIUS dan J.E. VAN EYS. 1993. Penggunaan Gliricidia maculata oleh ruminansia kecil: Konsumsi, Kecernaan dan Performans. Kumpulan Beberapa Hasil Penelitian Bagi Pengembangan Sub Sektor Peternakan. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa. SEMALI, A. dan I-W. MATHIUS. 1993. Pengaruh penambahan daun lamtoro pada ransum domba terhadap konsumsi dan daya cerna ransum. Kumpulan Beberapa Hasil Penelitian Bagi Pengembangan Sub Sektor Peternakan. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa. SETIADI, B. 2003. Alternatif konsep pembibitan dan pengembangan usaha ternak kambing. Makalah pada Sarasehan Potensi Ternak Kambing dan Prospek Agribisnis Peternakan. Bengkulu, 9 September 2003. SETIADI, B., I-K. SUTAma dan I-G.M. BUDIARSANA. 1997. Efisiensi reproduksi dan produksi kambing PE pada berbagai tatalaksana perkawinan. JITV 2(4): 233 236. SIREGAR, M.E. 1984. Peran tanaman pakan rumput dan leguminosa untuk pengembangan peternakan serta pengawetan tanah dan air. Wartazoa 1(3): 55 59. SOEDONO, H. HARTADI, J. SUTRISNO dan R. UTOMO. 1993. Penggunaan limbah pertanian dengan suplementasi daun leguminosa lamtoro dalam ransum untuk pertumbuhan kambing. Kumpulan Beberapa Hasil Penelitian Bagi Pengembangan Sub Sektor Peternakan. Sub Balai Penelitian Ternak Gowa. 504

SOEMARTONO. 1982. Pola Percobaan. Yayasan Pembina Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. SUBANDRYO, B. SETIADI dan K. DIWYANTO. 1994. Hasil penelitian pemuliaan ternak domba dan aplikasi untuk wilayah padat penduduk di Jawa (Suatu konsep usaha ternak skala kecil sebagai basis industri peternakan di daerah padat penduduk). Makalah Pertemuan Nasional Pengelolaan dan Komunikasi Hasil- Hasil Penelitian. Semarang, 8-9 Februari 1994. SUTIKNO, A.I. 1997. Pod coklat untuk pakan ternak ruminansia. Wartazoa 6(2): 38 43. TIESNAMURTI, B. dan E. TRIWULANINGSIH. 1994. Kemampuan sapih induk kambing Peranakan Etawah. Makalah Pertemuan Nasional Pengelolaan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian. Semarang, 8 9 Februari 1994. WAHYUNI, S. 1994. Sumberdaya wanita dan peranannya dalam usaha ternak ruminansia kecil. Makalah Pertemuan Nasional Pengelolaan dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian. Semarang, 8 9 Februari 1994. WIRDATETI, B., P. NAIOLA dan A.H. WAWO. 1994. Peningkatan produktivitas usaha ternak di lahan kering Desa Pulutan, Kabupaten Gunung Kidul dan Desa Gambir manis, Kabupaten Wonogiri. Makalah Pertemuan Nasional Pengelolaan dan Komunikasi Hasil- Hasil Penelitian. Semarang, 8 9 Februari 1994. YUSDJA, Y., NYAK ILHAM, WAHYUNING, VALERIANA dan Z. MUTTAQIN. 2000. Review dan Outlook Pengembangan Agribisnis Peternakan. Makalah Seminar Nasional Perspektif Pembangunan dan Kehutanan Tahun 2001 ke Depan. Bogor 9 10 Nopember 2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. 505