II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. IKAN LEMURU (Sardinella Longiceps)

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. buah dan sayur termasuk produk yang cepat rusak (perishable).

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP MUTU KERIPIK IKAN LEMURU (Sardinella longiceps) SKRIPSI OKTAVIANUS MANURUNG F

PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KANDUNGAN KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK UBI CILEMBU

ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH MANGGA (Mangifera indica L.) PRODUK OLAHAN VACUUM FRYING

I. METODE PENELITIAN. Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) KERIPIK TALAS (Colacasia esculenta) TONI DWI NOVIANTO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP KADAR AIR DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK KULIT PISANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MESIN PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYER)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Daging sapi

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB XI MEDIA PENGHANTAR PANAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. energi untuk kepentingan berbagai kegiatan dalam kehidupan. Bahan makanan terdiri

PENILAIAN ORGANOLEPTIK

Jusniati, Et al. / Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 4 (2017) 365. Kata Kunci : Jantung Pisang, Ikan Tongkol, Abon Jantung Pisang

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian jenis eksperimen di bidang Ilmu Teknologi pangan.

LAPORAN HASIL LITBANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK BENGKOANG DENGAN VACCUM FRYING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karbohidrat biji jagung manis juga fraksi-fraksi gula bebas sebesar 1%-3% yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

UJI COBA ALAT PENGGORENGAN VAKUM UNTUK MEMBUAT KERIPIK LOBAK (Raphanus sativus) DENGAN VARIABLE SUHU, WAKTU, DAN PERENDAMAN AIR GARAM

II. TINJAUAN PUSTAKA. digoreng menggunakan minyak hingga buah pisang berubah warna dan teksturnya

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3.2 Prosedur Percobaan

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMBUATAN KERIPIK WALUH (Cucurbita) MENGGUNAKAN ALAT VACUUM FRYER DENGAN VARIABEL WAKTU DAN SUHU

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

KALOR. Peta Konsep. secara. Kalor. Perubahan suhu. Perubahan wujud Konduksi Konveksi Radiasi. - Mendidih. - Mengembun. - Melebur.

Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB I PENDAHULUAN. Hall, 2008). Kolestrol telah terbukti mengganggu dan mengubah struktur

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

TINJAUAN PUSTAKA. Konsep cost of capital (biaya-biaya untuk menggunakan modal) dimaksudkan

BAB I. Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN

OPTIMALISASI WAKTU PADA PROSES PEMBUATAN KERIPIK BUAH APEL (Pyrus malus L) DENGAN VACUUM FRYING

PEMBUATAN KERIPIK PEPAYA MENGGUNAKAN METODE PENGGORENGAN VACUUM DENGAN VARIABEL SUHU DAN WAKTU

PENGARUH LAMA PENGGORENGAN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN DAYA TERIMA KERIPIK PEPAYA YANG DIGORENG MENGGUNAKAN METODE KONVENSIONAL DAN VAKUM

BAB I PENDAHULUAN. ditemui dan digemari masyarakat Indonesia. Buah ini sangat baik apabila

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3. Nanas terpilih (a) Nanas paon kebun, (b) nanas madu

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

Hesti Herminingsih Program Studi Agribisnis Fakultas MIPA UPBJJ UT Jember

: Laila Wahyu R NIM :

Pengolahan dengan suhu tinggi

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, PEMANGANGAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Industri keripik pisang milik Bapak Heriyanto di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

PERUBAHAN MASSA AIR, VOLUME, DAN UJI ORGANOLEPTIK KERIPIK BUAH DENGAN BERBAGAI VARIASI WAKTUPADA PENGGORENGAN TEKANAN HAMPA UDARA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo,

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

PENGGORENGAN (FRYING)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

TUGAS AKHIR SRI NUR AENY L0C009090

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

RENCANA OPERASIONAL PENGKAJIAN PERTANIAN (ROPP)

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

METODOLOGI PENELITIAN

M T. 1 liter air, Kebutuhan bahan bakar. 3 liter air, Kebutuhan bahan bakar

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016-Januari 2017.

OPTIMASI SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN HAMPA (VACUUM FRYING) DALAM PRODUKSI KERIPIK UBI JALAR MENTAWAI NI MADE CITTA ISWARI

OPTIMASI PROSES PENGGORENGAN VAKUM (VACUUM FRYING) KERIPIK DAGING SAPI SKRIPSI NUR FITRI SHOFIYATUN F

Vacuum fryer Laboratorium Pilot Plant

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempe Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa, dll merupakan bahan

Natallo Bugar dan Hermansyah, Uji Sensoris Pada Pembuatan Mie Basah Dengan Penambahan Surimi

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENGARUH WAKTU DAN SUHU PADA PEMBUATAN KERIPIK WORTEL DENGAN VACCUM FRYING

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Tongkol Ikan tongkol adalah jenis ikan pelagis yang merupakan salah satu komoditas utama ekspor Indonesia. Akan tetapi akibat pengelolaan yang kurang baik di beberapa perairan Indonesia, terutama disebabkan minimnya informasi waktu musim tangkap, daerah penangkapan ikan, disamping kendala teknologi tangkapnya itu sendiri, tingkat pemanfaat sumber daya ikan menjadi sangat rendah. Menurut Soesanto (1979), ikan tongkol merupakan salah satu jenis ikan pelagis artinya hidup di lapisan atas dari suatu perairan. Bentuk badannya memanjang yang kedua ujungnya meruncing, mempunyai dua sirip punggung dan 7-8 finlet. Dari bentuk ikan adanya dua sirip punggung dan banyaknya finlet ini menujukan ikan tongkol termasuk jenis ikan perenang cepat. Ikan tongkol merupakan penghuni hampir seluruh perairan Asia. Di Indonesia, ikan ini banyak membentuk gerombolan-gerombolan besar terutama di perairan Indonesia timur dan samudra Indonesia. Termasuk ikan pelagis perenang cepat sehingga untuk menangkapnya alat yang digunakan harus dioperasikan dengan kecepatan yang memadai (Kriswanto, 1986). Klasifikasi ikan tongkol menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Sub Phylum Class Sub Class Ordo Family Genus Species : Animalia : Chordata : Vertebrata : Pisces : Teleostei : Percomorphi : Scombridae : Euthynnus : Euthynnus affinis Tabel 2. Kandungan gizi ikan tongkol per 100 gram Kandungan Jumlah Kalori (kkal) 116 Protein (gram) 24 Lemak (gram) 1 Kolesterol (gram) 0.46 Zat besi (miligram) 0.7 Sumber : http://holichaxor.com/serba-serbi/kandungan-gizi-berbagai-jenis-ikan-per-100-gram 4

Tabel 3. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan protein Golongan ikan Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Lemak rendah-protein tinggi <5 15-20 Lemak sedang-protein tinggi 5-15 15-20 Lemak tinggi-protein tinggi >15 <15 Lemak rendah-protein tinggi <5 >20 Lemak rendah-protein rendah <5 <15 Sumber : Istanti, 2005 B. Proses Penggorengan Salah satu proses pengolahan pangan yang banyak digunakan di industri pangan adalah proses penggorengan. Penggorengan adalah suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai pengantar panas (Muchtadi, 2008). Secara umum tujuan dari proses penggorengan adalah untuk melakukan pemanasan pada bahan pangan, pemasakan, dan pengeringan pada bahan yang digoreng. Menggoreng dengan minyak atau lemak mampu meningkatkan cita rasa dan tekstur makanan yang spesifik sehingga makanan menjadi kenyal dan renyah, jumlah kalori makanan meningkat setelah digoreng. Jenis makanan yang digoreng tidak mudah dicerna karena adanya lemak yang terserap dalam makanan (Winarno, 1999). Muchtadi (2008) menyatakan bahwa berdasarkan metode pindah panas yang terjadi selama penggorengan, terdapat dua metode penggorengan yang telah ditetapkan secara komersial yaitu shallow/pan frying atau penggorengan dangkal dan deep-fat frying. 1. Shallow/Pan Frying atau Penggorengan Dangkal Shallow atau pan frying adalah proses penggorengan dengan menggunakan sedikit minyak goreng, sehingga proses penggorengan terjadi pada minyak yang dangkal (shallow). Pada metode penggorengan seperti ini, bahan yang digoreng tidak seluruhnya terendam dalam minyak. Bahan pangan akan mengalami kontak langsung dengan wajan atau pan penggorengan. Konsekuensi dari proses penggorengan ini adalah proses pematangan dan pencoklatan tidak terjadi secaramerata di seluruh lapisan permuk aan bahan yang digoreng. 2. Deep-Fat Frying Metode deep-fat frying yaitu metode penggorengan dengan menggunakan minyak goreng yang banyak sehingga bahan pangan yang digoreng terendam seluruhnya dalam minyak goreng. Proses penggorengan ini akan menghasilkan bahan pangan yang digoreng matang secara merata, serta warnanya cenderung seragam. Sedangkan berdasarkan kondisi prosesnya, penggorengan dapat dilakukan pada kondisi tekanan atmosferik, bertekanan lebih tinggi dari tekanan atmosferik, dan pada kondisi vakum. Kondisi proses tersebut akan mempengaruhi suhu proses penggorengan yang terjadi, dan juga mutu produk gorengan yang dihasilkan (Muchtadi, 2008). C. Penggorengan Hampa (Vacuum frying) Mesin penggoreng hampa atau vacuum fryer adalah mesin produksi untuk menggoreng berbagai macam produk pangan dengan cara penggorengan hampa. Teknik penggorengan hampa yaitu menggoreng bahan baku dengan menurunkan tekanan udara pada ruang penggorengan sehingga menurunkan titik didih air sampai 50-60 C. Dengan turunnya titik didih air maka bahan baku yang biasanya mengalami kerusakan/perubahan pada titik didih normal 100 C bisa dihindari. Teknik penggorengan hampa ini akan menghasilkan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan cara 5

penggorengan biasa. Menurut (Shyu et all, 1998) proses vacuum frying memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan penggorengan pada umumnya atau deep fat frying, yaitu dapat mengurangi kadar minyak yang terkandung di dalam produk hasil gorengan, karena proses penggorengan vacuum frying pada umumnya dilakukan pada suhu yang lebih rendah dan terdapat kandungan oksigen di dalamnya, maka warna hasil produk penggorengan lebih alami seperti warna produk sebelum dilakukan penggorengan, selain itu pengaruh terhadap kualitas minyak lebih rendah. Gambar 1. Mesin Penggorengan Hampa Desain Anang Lastriyanto Mesin penggorengan hampa terdiri dari beberapa komponen mesin dengan fungsi yang berbeda-beda. Tabel 4 merupakan penjelasan mengenai komponen serta fungsi pada masing-masing komponen mesin penggorengan hampa. Tabel 4. Komponen dan fungsi mesin penggoreng hampa No. Bagian Fungsi 1 Pompa Vakum Water jet Menghisap udara di dalam ruang penggoreng sehingga tekanan menjadi rendah, serta untuk menghisap uap air bahan 2 Tabung Penggoreng Mengkondisikan bahan sesuai tekanan yang diinginkan. Di dalam tabung dilengkapi keranjang setengah lingkaran 3 Kondensor Mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama penggorengan. Kondensor ini menggunakan air sebagai pendingin 4 Unit Pemanas Pemanas, dengan menggunakan kompor gas LPG 5 Unit Pengendali Operasi Mengaktifkan alat vakum dan unit pemanas (Boks Kontrol) 6 Bagian Pengaduk Penggorengan Mengaduk buah yang berada dalam tabung penggorengan Bagian ini perlu sil yang kuat untuk menjaga kevakuman tabung 7 Mesin Pengering (spinner) Meniriskan keripik D. Penelitian Penerapan Penggorengan Hampa (Vacuum frying) Menurut Manurung (2011), dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa terhadap Mutu Keripik Ikan Lemuru (Sardinella longiceps) menyimpulkan bahwa suhu dan waktu penggorengan keripik ikan lemuru berpengaruh nyata terhadap penurunan dan peningkatan mutu produk hasil uji fisikokimia. Dimana terjadi penurunan kadar air, peningkatan kadar 6

lemak dan kekerasan, serta penurunan rendemen. Berdasarkan hasil uji pembobotan, mutu keripik ikan lemuru yang dianggap terbaik diperoleh pada suhu penggorengan 90 o C selama 45 menit. Hal ini juga terlihat melalui uji fisikokimia, dimana keripik tersebut memiliki kadar air yang paling rendah yang tidak beda nyata dengan perlakuan 100 o C selama 60 menit dan 90 o C selama 60 menit. Hasil analisis kelayakan usaha menyimpulkan bahwa usaha pembuatan keripik ikan lemuru dengan alat penggorengan hampa akan layak dijalankan jika kapasitas masuk per prosesnya minimal 6 kg ikan segar. Selain itu, menurut Wijayanti (2011), dalam judul penelitian Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang menyimpulkan bahwa suhu dan waktu penggorengan keripik pisang dengan menggunakan penggorengan hampa sangat berpengaruh nyata terhadap penurunan maupun peningkatan mutu dan karakteristik produk yang dihasilkan dimana terjadi penurunan parameter kadar air, peningkatan nilai kadar lemak dan kekerasan. Berdasarkan hasil uji organoleptik mutu keripik pisang yang terbaik diperoleh pada suhu penggorengan 80 C selama 60 menit dengan nilai kadar air 10.75%, kadar lemak 26.45% dan kekerasan 3.90 kg/mm. Menurut Paramita (1999), dalam judul penelitiannya Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Keripik Sawo (Achras sapota), disimpulkan bahwa keripik sawo terbaik diperoleh pada penggorengan hampa dengan suhu 95 o C dengan waktu 40 menit. Paramita (1999), melakukan penelitian terhadap suhu 85 o C, 90 o C, 95 o C dan waktu 35 menit, 40 menit, 45 menit dengan tekanan 65 cmhg. Dalam penelitian penggorengan hampa buah cempedak yang dilakukan oleh Sudjud (2000), pada suhu 85 o C, 90 o C, 95 o C dengan waktu penggorengan 25 menit, 30 menit, dan 35 menit dengan tekanan 10 cmhg diperoleh keripik cempedak terbaik pada penggorengan hampa pada suhu 9 o C selama 30 menit. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nurhudaya (2011), dengan judul penelitian Rekayasa Proses Penggorengan Vakum (vacuum frying) dan Pengemasan Keripik Durian Mentawai, diperoleh suhu dan waktu yang optimal untuk penggorengan hampa durian menjadi keripik durian berdasarkan hasil pembobotan adalah 75 o C dan 85 menit. Sedangkan menurut Suseno,dkk (2008) untuk penggorengan hampa ikan balita diperoleh suhu dan waktu yang optimal adalah 105 o C dalam waktu 30 menit. E. Uji Organoleptik Menurut Soekarto (1981), penilaian dengan indra disebut penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah cukup lama digunakan. Penilaian dengan indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan, dirasionalkan, dihubungkan dengan penilaian secara obyektif, analisa data mejadi lebih sistematis, demikian pula metoda statistik digunakan dalam analisa serta pengambilan keputusan. Dwi Setyaningsih (2010) menyatakan bahwa analisis sensori atau uji organoleptik merupakan suatu proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis,, dan interpretasi atribut-atribut produk melalui lima pancaindra manusia, meliputi indra penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan pendengaran. Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberi hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif. 7

Untuk penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subyektif. Jadi penilaian makanan secara panel adalah berdasarkan kesan subyektif dari para panelis dengan prosedur sensorik tertentu yang harus dituruti. Dalam penilaian organoleptik dikenal beberapa macam panel. Penggunaan panel-panel ini dapat berbeda tergantung dari tujuannya. Ada 6 macam panel yang biasa digunakan, yaitu : 1) Pencicip perorangan (individual expert). 2) Panel pencicip terbatas (small expert panel). 3) Panel terlatih (trained panel). 4) Panel tak terlatih (untrained panel). 5) Panel agak terlatih. 6) Panel konsumen (consumer panel). F. Analisis Biaya Pokok Produksi Tujuan dari suatu usaha adalah mendapatkan keuntungan yang diperoleh dari selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang diterima. Untuk dapat memperkirakan biaya produksi maka dilakukan suatu analisis biaya dari proses produksi sehingga akan didapat berapa biaya produksinya. Prestasi dari suatu usaha dapat dilihat dari biaya produksinya. Semakin rendah biaya produksinya maka semakin tinggi keuntungan yang akan diperoleh. Penggolongan biaya menurut perubahannya terhadap volume produksi adalah biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semi variabel (Revinaldo,1992). Biaya tetap adalah biaya yang totalnya tetap sampai batas kapasitas tertentu, meskipun volume produksi berubah. Biaya variabel merupakan biaya yang sebanding dengan perubahan volume produksi. Sedangkan biaya semi variabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding dengan volume produksi. Biaya-biaya yang termasuk biaya tetap adalah biaya penyusutan, biaya bunga modal, biaya pajak, dan biaya gudang/garasi. Sedangkan yang termasuk biaya variabel adalah biaya operasional, biaya perbaikan/pemeliharaan, dan biaya khusus. Biaya pokok produksi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang ditambah dengan biaya lainnya sehingga barang tersebut dapat digunakan. Salah satu tujuan perhitungan biaya pokok adalah menentukan harga penjualan (Adhipratiwi, 2001). Biaya pokok produksi dapat diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan jumlah produksi dalam satu tahun (Pramudya dan Dewi, 1992). Dalam menghitung biaya penyusutan, metode yang digunakan adalah metode garis lurus tanpa memperhitungkan bunga modal. Metode yang digunakan cukup sederhana, pada metode ini biaya penyusutan dianggap sama setiap tahun atau penurunan nilai suatu alat tetap sampai pada umur ekonomisnya. Cara menghitungnya adalah harga awal (baru) dikurangi dengan harga akhir pada akhir umur ekonomisnya dibagi dengan umur ekonomisnya (Persamaan 1). (1) D = Biaya penyusutan tiap tahun (Rp/tahun) P = Harga Awal (Rp) S = Harga Akhir (Rp) L = Perkiraan umur ekonomis (tahun) 8

Sedangkan untuk menghitung besarnya bunga modal, digunakan persamaan berikut untuk menghitung bunga modal (Persamaan 2). (2) I =Bunga modal (Rp/tahun) i = Tingkat bunga modal (%/tahun) P = Harga awal mesin (Rp) N = Umur ekonomis mesin (tahun) Untuk menentukan besarnya biaya total, digunakan rumus pada Persamaan 3. B (Biaya Total) (Rp/Jam) 3 B BT BTT x = Biaya total (Rp/Jam) = Biaya tetap (Rp/tahun) = Biaya tidak tetap (Rp/Jam) = Perkiraan jam kerja dalam satu tahun (Jam/Tahun) Untuk menentukan besarnya biaya pokok, digunakan rumus pada Persamaan 4. BP (Biaya Pokok) (Rp/Kg) 4 Bp = Biaya pokok (Rp/Kg) BT = Biaya tetap (Rp/tahun) BTT = Biaa tidak tetap (Rp/jam) k = Kapasitas alat (Kg/jam) x = Perkiraan jam kerja dalam satu tahun (Jam/tahun) 9