BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang kesehatan di Indonesia semakin berkembang. Berbagai masalah kesehatan semakin kompleks, sehingga harus ada sistem yang mampu mengatasi masalah-masalah tersebut, karena bersangkutan dengan usaha meningkatkan derajat kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Untuk itu, harus ada fasilitas yang mampu menjamin kesehatan masyarakat, salah satunya adalah rumah sakit. Seluruh bagian di rumah sakit diharapkan dapat memberikan fasilitas pelayanan yang sesuai dengan standar yang ada. Salah satu bagian pada rumah sakit yang termasuk penting adalah Instalasi Gawat Darurat atau IGD. Pada bagian IGD, pelayanan yang cepat dan tepat tentu sangat dibutuhkan, mengingat pasien yang datang ke IGD merupakan pasien yang masuk pada kondisi gawat darurat. Kondisi gawat darurat adalah keadaan pasien yang harus segera mendapatkan pelayanan medis dengan segera, karena jika tidak dilakukan tepat waktu akan berakibat besar pada kondisi pasien itu sendiri. Namun untuk dapat melakukan hal tersebut, perlu ada kontribusi dari berbagai pihak. Salah satu bagian yang penting dalam hal menunjang pelayanan IGD adalah Tempat Penerimaan Pasien IGD atau TPP IGD. TPP IGD merupakan salah satu sub unit pendaftaran pasien yang ada di rumah sakit. Menurut Budi (2011), pasien rawat darurat merupakan pasien yang datang ke tempat penerimaan pasien gawat darurat yang dibuka selama 24 jam pelayanan, disini pasien ditolong lebih dahulu setelah itu kemudian menyelesaikan administrasinya. Namun, walaupun administrasi dapat dilakukan di akhir pelayanan, hal tersebut tidak dapat disepelekan karena administrasi dapat berisi informasi yang penting, baik bagi pasien, keluarga pasien, pihak rumah sakit maupun pihak luar yang berhak mendapatkan informasi tersebut. Melihat pentingnya peran dari TPP IGD, maka petugas yang berada dibagian tersebut juga harus mampu bekerja sesuai kebutuhan yang ada. 1
2 Dengan semakin pesatnya kemajuan pada bidang kesehatan, beban kerja para petugas juga ikut bertambah. Terlebih saat ini pemerintah memiliki program yang bernama Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN. Program tersebut diadakan untuk mengendalikan biaya dan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia yang diatur pada Undang- Undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Kondisi petugas TPP IGD juga akan memengaruhi jalannya program tersebut. Misalnya pada proses klaim, petugas TPP IGD juga bertugas untuk membuat Surat Elegibilitas Pasien (SEP), maka petugas TPP IGD harus mengetahui diagnosis pasien yang termasuk dalam diagnosis gawat darurat, sehingga nantinya dapat diklaim dengan benar dan sesuai kenyataan. RSUD Wonosari merupakan salah satu rumah sakit tipe C yang ada di Gunungkidul. Keberadaan rumah sakit tersebut menjadi salah satu rujukan utama bagi para pasien di daerah Gunungkidul. Selain letaknya yang berada di pusat kota, rumah sakit tersebut juga salah satu yang terbesar dan terlengkap di Gunungkidul. Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Wonosari pada tanggal 9 Desember 2016 sampai 24 Januari 2016, dan hasil wawancara dengan petugas TPP IGD, diketahui terdapat 4 orang petugas TPP IGD. Jumlah petugas tersebut, harus ideal sesuai dengan beban kerja yang ada, supaya kinerja petugas dapat sesuai maupun meningkat di era JKN ini. Setiap harinya juga terlihat antrian dari para pasien maupun keluarga pasien di loket pendaftaran. Hal tersebut lantaran pasien terdiri dari beberapa kategori, tidak hanya pasien rawat jalan IGD saja, yaitu pasien rawat jalan IGD, pasien rawat inap IGD, dan pasien Hemodialisa. Sehingga ketika terdapat pasien dengan kategori yang berbeda tersebut datang secara bersamaan, maka dapat terjadi antrian, karena hanya terdapat satu loket pendaftaran dan satu orang petugas TPP IGD di setiap shift. Melalui metode WISN, diharapkan dapat diketahui jumlah petugas TPP IGD yang ideal. Selain itu, bagian penjaminan di RSUD Wonosari juga mengeluhkan banyaknya SEP pasien IGD yang gagal diklaimkan karena terdapat pasien yang tidak termasuk kategori pasien gawat darurat namun tetap dibuatkan SEP. Dengan adanya masalah tersebut seharusnya kinerja petugas TPP IGD
3 di RSUD Wonosari lebih ditingkatkan melalui alat untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan hambatan-hambatan yang ada. Sehingga pasien yang datang ke TPP IGD dapat dilayani dengan cepat dan tepat, dan tidak ada lagi komplain dari bagian penjaminan terkait SEP yang gagal diklaimkan. Permasalahan tersebut yang akhirnya membuat peneliti terdorong untuk melakukan penelitian di TPP IGD RSUD Wonosari untuk mengidentifikasi kebutuhan SDM di TPP IGD sehingga kinerja mereka dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, tugas akhir ini diberi judul Kebutuhan Sumber Daya Manusia di TPP IGD RSUD Wonosari. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah bagaimana kebutuhan sumber daya manusia di TPP IGD RSUD Wonosari. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Mengidentifikasi kebutuhan sumber daya manusia di TPP IGD RSUD Wonosari. 2. Tujuan Khusus: a. Mengetahui gambaran SDM dan pembagian kerja pada TPP IGD di RSUD Wonosari. b. Menghitung jumlah petugas yang dibutuhkan di TPP IGD RSUD Wonosari berdasarkan beban kerja. c. Mengidentifikasi kebutuhan petugas TPP IGD RSUD Wonosari untuk meningkatkan kinerja. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis a. Bagi rumah sakit 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait dengan kebutuhan SDM pada bagian TPP IGD berdasarkan beban kerja di RSUD Wonosari.
4 2) Dapat digunakan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan medis di RSUD Wonosari. b. Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan secara langsung di RSUD Wonosari dengan menggunakan teori yang diperoleh di institusi pendidikan. 2. Manfaat Teoritis a. Bagi institusi pendidikan Sebagai bahan menentukan dalam pembelajaran rekam medis dan meningkatkan pengetahuan tentang rekam medis. b. Bagi peneliti lain Sebagai acuan dalam pendalaman materi yang bersangkutan untuk kelanjutan penelitian yang relevan. E. Keaslian Penelitian Menurut sepengetahuan peneliti, belum ada penelitian dengan topik yang sama sebelumnya. Namun, ada beberapa penelitian dengan tema yang sama, yaitu: 1. Juliana (2015), dengan judul Menghitung Kebutuhan Petugas Koding BPJS di Instalasi Rekam Medis Berdasarkan Beban Kerja di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2015. Hasil dari penelitian tersebut adalah petugas BPJS yang berjumlah 5 orang dibagi menjadi dua shift, yaitu shift pagi 3 orang dan shift siang 2 orang. Namun akan diadakan pemindahan 2 petugas untuk mengisi koding BPJS di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Dengan rata-rata berkas berjumlah 200, petugas harus sampai lembur untuk mengerjakannya. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Juliana dan peneliti adalah sama-sama menghitung kebutuhan SDM berdasarkan beban kerja dan menggunakan jenis penelitian deskriptif, pendekatan kualitatif, rancangan penelitian fenomenologi. Perbedaannya terdapat pada waktu penelitian, lokasi penelitian, tipe rumah sakit, bagian yang diteliti, dan tujuan penelitian. Pada penelitian oleh Juliana, waktu dan tempat penelitian adalah tahun 2015 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sedangkan
5 pada penelitian peneliti dilakukan pada tahun 2017 di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan rumah sakit tipe B, sedangkan RSUD Wonosari tipe C. Selain itu, penelitian oleh Juliana, bagian yang diteliti adalah bagian koding BPJS. Sedangkan pada penelitian peneliti, bagian yang diteliti adalah bagian TPP IGD. Tujuan penelitian dari Juliana hanya menghitung kebutuhan SDM saja, sedangkan peneliti juga mengidentifikasi kebutuhan petugas petugas TPP IGD untuk meningkatkan kinerjanya. 2. Dewi (2009), dengan judul Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Berdasarkan Beban Kerja Petugas Rekam Medis di RSUD Sleman. Pada penelitian tersebut, instalasi rekam medis masih memerlukan penambahan petugas sebanyak 3 orang untuk bagian filing dan coding/indexing. Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Dewi adalah sama-sama melakukan perhitungan menggunakan WISN. Perbedaannya terdapat pada waktu penelitian, lokasi penelitian, pendekatan penelitian, rancangan penelitian, tipe rumah sakit, bagian yang diteliti dan tujuan penelitian. Waktu dan lokasi penelitian yang dilakukan oleh Dewi adalah tahun 2009 di RSUD Sleman. Sedangkan penelitian peneliti adalah tahun 2017 di RSUD Wonosari. Pendekatan penelitian Dewi adalah kuantitatif kualitatif. Sedangkan penelitian peneliti adalah kualitatif. Rancangan penelitian yang digunakan oleh Dewi adalah cross sectional, sedangkan pada peneliti adalah rancangan penelitian fenomenologi. Tipe rumah sakit pada penelitian Dewi adalah rumah sakit tipe B, sedangkan pada penelitian peneliti adalah rumah sakit tipe C. Bagian yang diteliti pada penelitian Dewi adalah seluruh bagian rekam medis, sedangkan pada peneliti adalah bagian TPP IGD. Pada penelitian Dewi, dilakukan penghitungan kebutuhan SDM serta perencanaanya. Sedangkan milik peneliti yaitu menghitung kebutuhan SDM dengan identifikasi kebutuhan petugas untuk meningkatkan kinerja. 3. Ningsih (2012), dengan judul Perencanaan Kebutuhan Petugas Rekam Medis Berdasarkan Uraian Pekerjaan Sebagai Dasar Pengambilan Keputusan di Rumah Sakit Grhasia Yogyakarta Tahun
6 2012. Hasil penelitian tersebut adalah sebelumnya RS Grhasia Yogyakarta sudah melakukan perhitungan kebutuhan SDM. Dengan perhitungan WISN yang dilakukan oleh Ningsih, maka dibutuhkan 10 orang dengan rincian 1 orang di pendaftaran rawat jalan, 4 orang di pendaftaran IGD dan rawat inap, 1 orang bagian filing, 1 orang di assembling, 2 orang bagian coding/indexing, 1 orang di pelaporan. Persamaan penelitian Ningsih dan peneliti adalah sama-sama menghitung jumlah kebutuhan SDM dengan WISN dan dengan pendekatan penelitian kualitatif dan rancangan penelitian fenomenologi. Perbedaannya terdapat pada waktu penelitian, lokasi penelitian, tipe rumah sakit, bagian yang diteliti, dan tujuan penelitian. Pada penelitian Ningsih, waktu dan lokasi penelitian adalah tahun 2012 di RS Grhasia Yogyakarta. Sedangkan penelitian peneliti tahun 2017 di RSUD Wonosari. Tipe rumah sakit pada penelitian Ningsih adalah tipe A, sedangkan pada penelitian peneliti adalah tipe C. Selain itu, bagian yang diteliti oleh Ningsih adalah seluruh bagian yang ada di rekam medis. Sedangkan pada penelitian peneliti adalah TPP IGD. Pada penelitian Ningsih dilakukan penghitungan kebutuhan SDM dan membandingkan dengan penghitungan sebelumnya sudah dilakukan rumah sakit. Sedangkan peneliti tidak membandingkan hasil penghitungan karena belum pernah dilakukan penghitungan sebelumnya. 4. Munandar (2014), dengan judul Analisis Kebutuhan SDM Berdasarkan Beban Kerja dengan Metode WISN (Workload Indicator Staffing Need) di Unit Kerja Rekam Medik RSUD Prambanan Yogyakarta Tahun 2012. Hasil dari penelitian tersebut pada RSUD Prambanan Yogyakarta memiliki masalah masih kurangnya SDM, belum adanya job description yang jelas, indexing sering terabaikan dan lain-lain. Namun yang paling terparah adalah kurangnya jumlah SDM yang membuat administrasi tidak tertib. Persamaannya adalah sama-sama menggunakan metode penghitungan WISN. Perbedaannya adalah lokasi penelitian, waktu penelitian, pendekatan penelitian, rancangan penelitian, bagian yang diteliti dan tujuan penelitian. Lokasi dan waktu penelitian yang dilakukan oleh Munandar
7 adalah RSUD Prambanan Yogyakarta tahun 2012. Sedangkan penelitian peneliti adalah RSUD Wonosari tahun 2017. Pendekatan penelitian milik Munandar adalah kuantitatif. Sedangkan pendekatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah kualitatif. Rancangan penelitian yang digunakan oleh Munandar adalah cross sectional, sedangkan pada penelitian peneliti adalah fenomenologi. Rumah sakit yang diteliti oleh Munandar adalah rumah sakit tipe D, sedangkan pada penelitian peneliti tipe C. Selain itu, bagian yang diteliti oleh Munandar adalah seluruh bagian yang ada di unit kerja rekam medis sedangkan pada penelitian peneliti hanya TPP IGD. Tujuan penelitian Munandar adalah menghitung beban kerja dengan metode WISN dan menganalisis jumlah kebutuhan SDM, sedangkan peneliti menghitung kebutuhan petugas TPP IGD dan kebutuhan petugas untuk meningkatkan kinerjanya. F. Gambaran Rumah Sakit A. Gambaran rumah sakit 1. Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari terletak di Kabupaten Gunungkidul. Kabupaten Gunungkidul merupakan daerahperbukitan kapur / karst atau yang lebih dikenal dengan kawasan Gunung Seribu. Kabupaten Gunungkidul masuk dalam wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan batas wilayah sebagai berikut: sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Wonogiri dan Pacitan, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Sleman, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bantul, sementara sebelah selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia, luas wilayah Kabupaten Gunungkidul secara keseluruhan mencapai 1.485,36 km 2 atau sekitar 46,63% dari keseluruhan wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sejarah berdirinya RSUD Wonosari secara pasti belum diketahui, sampai dengan saat ini belum ditemukan adanya catatan peresmian pendiriannya, tetapi menurut penuturan para sesepuh yang dapat ditemui, menyatakan bahwa keberadaan
8 RSUD Wonosari saat ini tidak terlepas dari usaha Zending pada waktu penjajahan Belanda dahulu. Semula hanya semacam balai pengobatan dengan nama Petronela, kemudian meningkat menjadi tempat perawatan orang sakit. Seiring dengan adanya wabah Hongerodema (HO) pada sekitar tahun 50-an, fasilitas kesehatan ini ditingkatkan sehingga mirip sebuah rumah sakit. Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari menepati lokasi di Dusun Jeruksari, Kelurahan Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Berada di jantung kota Wonosari Kabupaten Gunungkidul atau sebelah utara Kantor Bupati Gunungkidul yang beralamat di Jalan Taman Bhakti nomor 06 Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta, Kode Pos 55812. Sejak awal berdirinya sampai sekarang, RSUD Wonosari telah mengalami beberapa peningkatan baik mengenai fisik bangunan, sarana dan prasarana rumah sakit hingga peningkatan jumlah sumber daya manusianya. Selain itu juga mengalami peningkatan status rumah sakit, dari tipe D menjadi tipe C pada tahun 1993 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 201/MENKES/SK/II/1993. Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari merupakan milik pemerintah Kabupaten Gunungkidul dengan tugas menyelenggarakan urusan rumah tangga pemerintah daerah dan tugas pembantuan dibidang pelayanan kesehatan kepada masyarakat serta mempunyai fungsi (1) penyiapan bahan perumusan kebijakan umum dibidang pengelolaan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, (2) perumusan kebijakan teknis dibidang pelayanan kesehatan kepada masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, dan (4) pengelolaan tata usaha Rumah Sakit Umum Daerah. Dengan kata lain RSUD Wonosari merupakan lembaga yang bersifat pelayanan publik dibidang pelayanan kesehatan masyarakat (PKM) khususnya pelayanan kesehatan perorangan (UKP) di wilayah Kabupaten Gunungkidul.
9 Sebagai rumah sakit pemerintah, RSUD Wonosari juga berfungsi sebagai rumah sakit rujukan di wilayah Kabupaten Gunungkidul, sehingga dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sebagai unit kerja yang begitu banyak melibatkan berbagai profesi dengan multi disiplin ilmu yang beraneka ragam, tentu saja pengelolaan rumah sakit menjadi begitu kompleks. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi tentu saja tidak dapat ditangani secara mandiri oleh rumah sakit, tapi perlu komitmen bersama antara pemilik rumah sakit (pemerintah daerah), masyarakat selaku pengguna jasa melalui perwakilan mereka di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2. Struktur organisasi RSUD Wonosari dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 13 Tahun 2008, sebagaimana telah diubah dengan Perda Nomor 23 tahun 2011 dan struktur organisasi ditetapkan berdasrkan Keputusan Bupati Gunungkidul. Dengan struktur organisasi sebagai berikut: Gambar 1. Struktur organisasi RSUD Wonosari
10 B. Pengertian, Tugas, Fungsi IGD 1. Pengertian Instalasi Gawat Darurat adalah unit pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan terpaadu dengan melibatkan berbagai multidisiplin. 2. Tugas Memberikan pelayanan kesehatan pada pasien gawat darurat selama 24 jam secara terus menerus dan berkesinambungan. 3. Fungsi a) Mengelola pelayanan gawat darurat b) Melakukan pelayanan siaga bencana c) Melakukan pendidikan dan pelatihan gawat darurat d) Mengelola fasilitas, peralatan, dan obat-obat life saving e) Mengelola tenaga medis, tenaga keperawatan, dan tenaga non medis f) Mengelola administrasi gawat darurat g) Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan gawat darurat h) Melakukan koordinasi dengan unit lain dan rumah sakit lain dalam hal kegawatdaruratan C. Falsafah, Visi, dan Misi IGD 1. Falsafah Kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan pada pasien sesuai tingkat kegawatdaruratan, tanpa membedakan sosial, ekonomi, agama, dan ras akan menurunkan angka kematian dan kecacatan. 2. Visi Menjadikan Instalasi Gawat Darurat RSUD Wonosari menjadi sarana pilihan utama dalam pelayanan kegawatdaruratan di Gunungkidul. 3. Misi Memberikan pelayanan gawat darurat secara profesional, cepat, tepat, aman, dan penuh dengan cinta kasih serta didukung oleh SDM yang terampil dan fasilitas yang lengkap.