PENDAHULUAN Latar Belakang Untuk meningkatkan produksi daging sapi dalam upaya mencukupi kebutuhan protein hewani secara nasional, di samping kualitas yang baik juga diperlukan kontinuitas ketersediaan pakan sepanjang tahun. Namun kenyataan yang dihadapi bahwa pada 10 tahun terakhir, ketersediaan pakan hijauan semakin berkurang seirama dengan menyusutnya luas lahan pertanian karena sudah beralih hngsi menjadi kawasan pemukiman, perkantoran dan industri. Untuk mengatasi kendala tersebut, perlu dicari pakan alternatif yang ketersediaannya cukup banyak, terkonsentrasi di wilayah tertentu dan belum dimanfaatkan. Salah satu contohnya adalah limbah tanaman perkebunan. Kulit buah kakao atau sering disebut pod kakao merupakan salah satu limbah tanaman perkebunan yang cukup potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber pakan serat bagi ternak ruminansia. Luas tanaman kakao di Indonesia sampai tahun 1995 diperkirakan mencapai 546,O ribu hektar dengan produksi 249,l ribu ton. tahun-' (Statistik Indonesia, 1996). Dari jurnlah produksi tersebut diperoleh pod kakao sekitar 6 669,5 ribu ton.tahuns' yaitu 75.67% dari total produksi buah kakao segar. Apabila diasumsikan bahwa seekor sapi dewasa mengkonsumsi pod kakao 30 kg.hari", maka persediaan pod kakao sebesar itu dapat mencukupi kebutuhan 609,l ribu ekor sapi sepanjang tahun dan pengaruhnya cukup baik pada pertumbuhan sapi. Berdasarkan penelitian Amirroenas (1990) dilaporkan bahwa pertumbuhan sapi yang mengkonsumsi ransum mengandung 30% pod kakao lebih baik dibandingkan dengan yang mengandung 30% rumput gajah (0.980 vs 0.750 kg.harrl). 1
Akan tetapi pod kakao yang cukup potensial tersebut belum termanfaatkan secara optimal, karena selain rnengandung lignin tinggi yaitu antara 27.95 dan 38.78% (Arnirroenas, 1990; Laconi, 1998), pod kakao juga mengandung serat kasar tinggi dan protein kasar rendah. Oleh sebab itu penggunaannya sebagai pakan dalam jurnlah besar memerlukan sentuhan teknologi. Salah satu cara yang sederhana adalah pembuatan silase (ensiling;) yang disertai dengan disuplementasi urea, agar pakan tersebut selain mudah difermentasi, juga dapat memasok amonia sebagai salah satu prekursor yang penting untuk sintesis protein mikroba. Untuk memacu pertumbuhan sapi, upaya yang diperlukan adalah memaksimumkan pasokan nutrien sebagai prekursor untuk sintesis protein mikroba dan meningkatkan daya fennentasi pakan dalam rumen. Di samping itu, yang tidak kalah pentingnya juga harus diperhatikan kehadiran nutrien yang sangat besar peranannya dalam memanfaatkan nutrisi tercerna bagi induk semangnya seperti kandungan lemak dan mineral ransum. Hal ini juga menjadi kendala dalam pemanfaatan pod kakao sebagai pakan, karena kandungan lemak dan mineral, terutama seng, rendah. Informasi terakhir menyatakan bahwa pod kakao mengandung lemak antara 0.67 dan 2.48% (Amirroenas, 1990; Zainuddin dan Zahari, 1991; Laconi, 1998), sedangkan idealnya kandungan lemak ransum adalah 3% (NRC, 1988). Oleh karena lemak dalam ransum merupakan sumber asam lemak esensial, defisiensi asam lemak tersebut dapat mengakibatkan hiperkeratosis yang dapat mengganggu absorpsi zat-zat makanan tercerna dan selanjutnya akan berpengaruh pada produksi ternak. Kandungan seng hijauan di Indonesia umurnnya juga rendah yaitu masih di bawah kadar yang layak antara 40 dan 50 mg.kg-' bahan kering (NRC, 1988).
Berdasarkan laporan yang dikemukakan Little (1986) kandungan seng pada pakan ruminansia di Indonesia berkisar antara 20 dan 38 mg.kg-' bahan kering. Defisiensi seng dapat menyebabkan parakeratosis jaringan usus yang akibatnya sama dengan defisiensi asam lemak, dan juga dapat mengganggu peran seng dalam metabolisme mikroorganisme rumen, mengingat kebutuhan seng bagi rnikroorganisme cukup tinggi yaitu antara 130 dan 220 mg.kg-l (Hungate, 1966; Arora, 1989). Hasil penelusuran pustaka oleh Larvor (1983) dinyatakan bahwa, di samping hal tersebut di atas, seng sebagai komponen metaloenzim banyak melibatkan enzim antara lain DNA polimerase, karboksi peptidase A dan B dan alkalin fosfatase. Enzim-enzim tersebut masing-masing berperan dalam proliferasi DNA yang selanjutnya berpengaruh pada sintesis protein, proses pencernaan protein dan absorpsi asam amino, serta metabolisme energi. Aktivitas enzim-enzim tersebut akan terganggu apabila terjadi defisiensi seng dan untuk mengatasinya perlu meningkatkan absorpsi seng. Selain dipengaruhi oleh konsumsi seng, absorpsi seng diduga juga dipengaruhi oleh prostaglandin terutama prostaglandin E2 Q?GE2) yang produksinya tergantung pada kecukupan asam arakhidonat (C20:4n-6) yang banyak terdapat dalam minyak lemuru. Berdasarkan hal tersebut diduga ada hubungan fisiologis antara lemak dan seng dalam peningkatan absorpsi seng. Oleh sebab itu selain seng, juga perlu ditambahkan minyak lemuru (Sardine11 lemuru) ke dalam ransum yang berkadar lemak rendah. Minyak tersebut digunakan sebagai sumber asam lemak tidak jenuh majemuk (poly unsaturated fatty acid =PUFA), yang mengandung asam arakhidonat (C20:4n-6) cukup tinggi (21.97%) dan dapat dipakai sebagai prekursor prostaglandin terutama PGE2 yang paling
. dominan berperan dalam peningkatan absorpsi seng. Di samping itu asarn lemak yang terkandung dalam rninyak lemuru juga dapat digunakan sebagai sumber energi, karier vitamin D, agensia defaunasi, dan mereduksi emisi metan. Minyak lemuru juga banyak mengandung C20:5n-3 (eicosa pentaenoic acid = EPA) dan C22:6n-3 (docosa heksaenoic acid = DHA). Apabila dikonsumsi manusia, asam lemak tersebut masuk melalui membrane sel menuju organ vital yaitu CNS yang sangat berperan dalam meningkatkan kecerdasan (IQ) anak balita di samping dapat mengurangi gangguan penyakit aterosklerosis pada manusia dewasa. Oleh karena asam lemak tersebut tidak mudah terhidrogenasi di dalam rumen dibandingkan dengan asam lemak C18 atau yang berantai karbon lebih rendah lainnya (Ashes el al., 1992), diharapkan suplementasi minyak lemuru dapat memperkaya kandungan EPA dan DHA di dalam daging sapi. Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, suplementasi minyak lemuru sebagai sumber asam lemak tidak jenuh majemuk dan seng ke dalam ransum yang mengandung silase pod kakao dan urea, perlu dikaji manfaatnya pada sapi Holstein jantan pada periode pertumbuhan. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk 1). Meningkatkan manfaat pod kakao dengan memperbaiki kualitasnya melalui proses ensiling dan penambahan urea, 2). Memperbaiki status seng dengan suplementasi minyak lemuru dan seng (ZnS04) pada pakan yang. mengandung silase kakao dan urea untuk memacu 4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan berguna sebagai 1) Informasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan, 2) Petunjuk bagi peternak yang menggunakan pakan limbah serat dalam upaya memacu perturnbuhan sapi agar pemanfaatannya lebih efektif dan diperoleh hasil yang optimal dan 3) Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memecahkan permasalahan kekurangan pakan hijauan yang dihadapi dalam upaya meningkatkan produksi ternak sapi untuk selanjutnya dapat mengatasi perrnasalahan kekurangan suplai protein hewani secara nasional di samping dapat meningkatkan kesejahteraan peternak. Hipotesis Hipotesis yang dapat diajukan dalarn penelitian ini adalah : 1. Pod kakao sebagai sumber pakan serat dapat diperbaiki kualitasnya sehingga lebih mudah difermentasi melalui proses ensiling dan penambahan urea. 2. Suplementasi minyak lemuru sebagai surnber asam lemak tidak jenuh majemuk dan seng (ZnSOr) dapat meningkatkan absorpsi seng, sehingga dapat meningkatkan aktivitas enzim yang berperan dalam proses pencernaan dan absorpsi protein serta metabolisme energi, yang pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan sapi.