BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp ,

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik, mencapai 6,23%. Meskipun turun dibandingkan pertumbuhan

2. Penawaran ekspor karet alam Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN. ekonomi internasional (ekspor dan impor) yang meliputi perdagangan dan

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS PERMINTAAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA DI NEGARA CINA. Oleh: ELLA HAPSARI HENDRATNO A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010]

3 KERANGKA PEMIKIRAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

Bisnis Internasional Pertemuan Ketiga Bab 5 Teori Perdagangan Internasional

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

I. PENDAHULUAN. ditujukan kepada pengembangan industri yang berbasis pertanian dan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA

KEUNGGULAN KARET ALAM DIBANDING KARET SINTETIS. Oleh Administrator Senin, 23 September :16

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian internasional, diantaranya yaitu impor. Kegiatan impor yang dilakukan

ANALISIS DAYA SAING KOMODITI EKSPOR UNGGULAN INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. yang penuh patriotisme, Indonesia berusaha membangun perekonomiannya. Sistem perekonomian Indonesia yang terbuka membuat kondisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tabel 1.1 Posisi Daya Saing Indonesia Negara

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh keuntungan dari mengekspor dan mengimpor.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Teori ini dikenal dengan sebutan teori Heksher-Ohlin (H-O). Nama teori ini

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka

BAGIAN KEEMPAT MEMBANGUN AGRIBISNIS MEMBANGUN EKONOMI RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI AGUSTUS 2014

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

CAPAIAN KINERJA PERDAGANGAN 2015 & PROYEKSI 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Indonesia merupakan negara dengan kebun karet terbesar di dunia mengungguli produsen utama lainnya yaitu Thailand dan Malaysia. Meskipun demikian produksi karet Thailand pertahun lebih besar dibandingkan dengan hasil produksi karet Indonesia. Keadaan ini disebabkan karena rendahnya produktivitas, terutama di perkebunan karet rakyat yang menyumbang 71 % dari total produksi karet nasionnal serta karet yang dihasikan dari perkebunan karet rakyat saat ini masih dijual dalam bentuk gelondongan dengan mutu rendah karena industri pengolahan karet alam belum berkembang. Saat ini pasar produksi karet dunia di dominasi oleh 6 negara yaitu Thailand, Indonesia, Malaysia, India, China dan Vietnam (Soekarno, 2009). Menurut Mamlukat (2005), strategi pengembangan agribisnis karet nasional yang dipilih adalah bagaimana meningkatkan manfaat secara optimal melalui perolehan nilai tambah dan peningkatan daya saing secara adil dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan aset-aset perkebunan yang sudah ada sehingga strategi tersebut hendaknya didasari dari penelitian-penelitian yang inovatif, kreatif, proporsional sehingga efektif dalam implementasinya. Agar diiperoleh manfaat yang optimal dari pembangunan agribisnis perkaretan nasional, maka kebijakan pengembangan agribisnis diarahkan kepada kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu karet.

Dengan peningkatan terhadap ekspor karet di Indonesia yang dapat memberikan dampak positif dengan peningkatan devisa negara melalui perdagangan internasional yang terjadi antarnegara. Perdagangan internasional sudah ada sejak jaman dahulu, namun dalam ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, dimana pemenuhan kebutuhan di dalam negeri yang tidak diproduksi ataupun mengalami kekurangan. 2.1.1 Jenis Mutu Karet Alam Jenis mutu karet alam terdiri dari TNSR (Technically Specified Natural Rubber) atau SIR (Standart Indonesian Rubber), RSS (Ribbed Smoked Sheets), Lateks, Crepe dan lainnya. Jenis mutu yang menempati tempat teratas adalah SIR 77,99%, RSS 17,03%, Lateks pekat 3,39%, pale crepe dan lain-lain 1,55%. 1. SIR (Standart Indonesian Rubber) Cara pengolahan SIR menghasilkan spesifikasi teknis yang sesuai bagi konsumen. Peralatan sehari-hari yang dibuat dari bahan baku SIR adalah ban, peralatan bedah, peralatan farmasi, alat percetakan, pembuatan tekstil, bola golf, alat renang, bantalan mesin, penghapus dan suku cadang elektronik, industri kertas dan pembuatan pita sensitif. 2. RSS (Ribbed Smoked Sheets) Kedudukan RSS dalam ekspor karet alam Indonesia cenderung terus menurun dari tahun ke tahun, akan tetapi untuk menjaga keseimbangan pangsa pasar di luar negeri khususnya di Eropa Barat dan Jepang, maka produksi RSS perlu dipertahankan. Masalah penetuan mutu secara visual yang kurang dapat diterima para konsumen terhadap RSS.

3. Lateks Lateks dadih adalah salah satu jenis dari lateks pekat, merupakan hasil pengentalan (koagulasi) dari lateks segar di lapangan dengan bantuan bahan kimia (bahan pendadih). Permintaan atas lateks pekat juga berkembang cepat untuk pembuatan berbagai peralatan seperti sarung tangan, balon, alat kontrasepsi, dan peralatan lainnya. Lateks pusingan tidak banyak berbeda dengan lateks dadih, hanya berbeda cara pengolahan untuk memisahkan lateks dan air (serum). Lateks pekat atau lateks pusingan berasal dari lateks segar dengan kadar karet kering sekitar 30 persen. Lateks segar itu kemudian dipekatkan dengan cara pusingan menjadi lateks pekat. Pasaran karet alam terbesar ketiga terdapat dalam produk-produk lateks dimana jatah pasarannya 30%. Lateks konsentrat merupakan satu-satunya produk karet alam yang diperdagangkan dalam bentuk cair (liquid rubber). Semua jenis karet alam lain yang diperdagangkan berbentuk karet kering (dry rubber) atau disebut juga karet padat (solid rubber). Lateks pekat terutama dipergunakan untuk membuat barang-barang karet yang tipis (Spillane, 1989). Menurut Mamlukat (2005), analisis dampak perubahan faktor internal dan eksternal terhadap permintaan, penawaran dan harga karet alam serta distribusi kesejahteraan dilakukan dengan metode simulasi. Peubah yang berpengaruh terhadap penawaran ekspor karet alam Indonesia ke masing-masing negara tujuan (Amerika Serikat, Jepang, Singapura, dan Korea Selatan) adalah harga ekspor karet alam Indonesia, produksi, nilai tukar, pajak ekspor dan jumlah ekspor karet alam Indonesia. Penawaran karet negara pesaing (Thailand dan Malaysia)

dipengaruhi oleh harga ekspor, produksi dan nilai tukar negara pengekspor. Perilaku impor negara pengimpor dipengaruhi oleh harga impor karet alam, harga impor karet sintesis, nilai tukar, dan pendapatan per kapita masing-masing negara. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga karet alam internasional yaitu rasio total permintaan impor, total penawaran ekspor dan harga karet alam internasional sebelumnya. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Porter Menurut Porter (1990), suatu negara memperoleh keunggulan daya saing jika perusahaan (yang ada di negara tersebut) kompetitif. Daya saing suatu negara ditentukan oleh kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan kemampuannya. Perusahaan memperoleh daya saing karena tekanan dan tantangan. Perusahaan menerima manfaat dari adanya persaingan di pasar domestik, supplier domestic yang agresif, serta pasar lokal yang memiliki permintaan tinggi. Dalam Teori Porter ini juga menyatakan Diamond Model (DM) yang terdiri dari empat determinan (faktor-faktor yang dapat menentukan) National Competitive Advantage (NCA). Empat atribut ini adalah: Factor Conditions Mengacu pada input yang digunakan sebagai faktor produksi, seperti tenaga kerja, sumber daya alam, modal, dan infrastruktur.

Demand Conditions Mengacu pada tersedianya pasar domestik yang siap berperan menjadi elemen penting dalam menghasilkan daya saing.pasar seperti ini ditandai dengan kemampuan untuk menjual produk-produk superior, dan didorong oleh adanya permintaan barang dan jasa berkualitas serta adanya kedekatan hubungan antara perusahaan dan pelanggan. Related and Supporting Industries Mengacu pada tersedianya serangkaian dan adanya keterkaitan kuat antara industri pendukung dan perusahaan, hubungan dan dukungan ini bersifat positif yang berujung pada peningkatan daya saing perusahaan. Firm Strategy, Structure and Rivalry Mengacu pada strategi dan struktur yang ada pada sebagian besar perusahaan dan intensitas persaingan pada industri tertentu. Dan terdiri dari dua aspek yaitu: pasar modal dan pilihan karir individu. Pasar modal domestik mempengaruhi strategi perusahaan, sementara individu seringkali membuat keputusan karir berdasarkan peluang dan prestise. Intesitas persaingan (rivalry) yang tinggi mendorong terciptanya inovasi. Menurut Michael Porter (1990), dalam era persaingan global saat ini, suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional apabila memiliki : The Four Diamond Framework atau empat determinan daya saing Porter.

Porter s Diamond Model for The Competitive Advantage of Nations Government Firm Stategy, Structure and Rivalry Factor Conditions Demand Conditions Related and Supporting Industries Gambar 1. Porter s Diamond Model Sumber : www.quickmba.com Dari Porter s Diamond Model di atas merupakan sumber-sumber utama keungulan kompetitif suatu Negara. Karena menurut Porter, daya saing erat kaitannya dengan konsep keunggulan kompetitif. Kondisi faktor disini adalah sumber daya (resources) yang dimiliki suatu negara atas lima kategori sebagai berikut: 1. Sumber daya manusia (human Resources) 2. Sumber daya alam (Physical Resources) 3. Sumber daya teknologi (Knowledge Resources)

4. Sumber daya modal (Capital Resources) 5. Sumber daya infrastruktur (Infrastructure Resources) 2.2.2 Konsep Daya Saing Porter (1990) menyebutkan bahwa istilah daya saing sama dengan competitiveness atau competitive. Sedangkan istilah keunggulan bersaing sama dengan competitive advantage. Dan hal ini pun saling berhubungan dan terikat antara faktor yang satu dengan yang lain. World Economic Forum (WEF) mendefinisikan daya saing nasional sebagai kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Fokusnya kemudian adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat. Institusi-institusi yang sesuai dengan karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan (Tambunan, 2003). Sedangkan Institute of Management and Development (IMD) mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambahan dalam rangka menambahkan kekayaan nasional dengan cara mengelola asset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globalilsasi dan proksimitas, serta dengan mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model ekonomi dan social (Hady, 2004). Tingkat daya saing suatu negara di kancah perdagangan internasional, pada dasarnya ditentukan oleh dua faktor, yaitu: faktor keunggulan komparatif (comparative advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage) (Apidar,2009).

Faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang bersifat acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan. Tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat persaingan global yang sedemikian lama menjadi sedemikian ketat/keras atau Hyper Competitive (Budiman, 2004). Analisis Hyper Competitive (persaingan yang super ketat) berasal dari D Aveni merupakan analisis menunjukkan bahwa pada akhirnya setiap negara akan dipaksa memikirkan atau menemukan suatu stratesgi yang tepat, agar negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan global yang sangat sulit. Strategi yang tepat adalah strategi SCA atau strategi yang berintikan upaya perencanaan dan kegiatan operasional yang terpadu, yang mengkaitkan 5 lingkungan eksternal dan internal demi pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang, dengan disertai keberhasilan dalam mempertahankan/meningkatkan sustainable real income secara efektif dan efisien (Budiman, 2004). Menurut Amir (1993), Adapun jenis-jenis perhitungan daya saing ekspor, antara lain sebagai berikut: NXS = Xi/Xw Keterangan: NXS = Net Export Share Xi = Total ekspor produk Indonesia Xw = Total Ekspor produk dunia

2.2.3 Konsep Ekspor Pengertian ekspor menurut Keputusan Menteri Perindustiran dan Perdagangan Nomor 182/MPP/Kep/4/1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor, menyatakan bahwa ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah kepabean suatu negara. Adapun daerah kepabean sendiri didefinisikan sebagai wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku Undang-Undang No.10 tahun 1995 tentang Kepabean. Menurut Sadono Sukirno (2004), ekspor merupakan bagian dari perdagangan internasioanl biasa dimungkinkan oleh beberapa kondisi antara lain: Adanya kelebihan dalam negeri, sehingga kelebihan tersebut dapat dijual keluar negeri melalui kebijaksanaan ekspor Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun produk tersebut karena adanya kekurangan produk dalam negeri Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri daripada penjualan di dalam negeri, karena harga dipasar dunia lebih meguntungkan Adanya barter produk tertentu dengan produk lain yang diperuntukkan dan tidak dapat diproduksi dalam negeri Adanya kebijaksanaan ekspor yang bersifat politik Ekspor suatu komoditas ke pasaran internasional dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor domestik, harga luar negeri dan faktor permintaan dan penawaran domestik antarnegara. Selain itu secara implisit ekspor juga

dipengaruhi oleh faktor nilai tukar (exchange rate) mata uang suatau negara dengan negara lain. Faktor yang mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu negara tergantung pada pendapatan dan output luar negeri, nilai tukar uang (kurs) serta harga relatif antara barang dalam dan luar negeri. Apabila output luar negeri meningkat, atau nilai tukar terhadapa mata uang negara lain menurun, maka volume dan nilai ekspor suatu negara akan cenderung meningkat, demikian juga sebaliknya (Sukirno, 2004). 2.3 Kerangka Pemikiran Dalam menganalisis faktor-faktor tingkat daya saing karet di Indonesia maupun di Thailand sebagai negara pembanding dengan tingkat tertinggi produktivitas penghasil karet di dunia, perlu disusun suatu skema kerangka pemikiran dengan tujuan agar dalam menyusun penelitian ini mempunyai alur yang jelas selain juga diharapkan tujuan penelitian ini dapat tercapai dengan maksimal dan efisien. Karet merupakan salah satu produk andalan ekspor Indonesia menghadapi era perdagangan bebas saat ini. Oleh sebab itu penting artinya untuk melihat keunggulan dan daya saing yang dimiliki setiap negara, mengingat globalisasi menuntut adanya persaingan. Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki areal karet alam terbesar di dunia. Meskipun demikian Indonesia hanya menjadi eksportir terbesar kedua setelah Thailand. Hal ini tentunya disebabkan oleh banyak faktor baik eksternal maupun internal.

Tingkat daya saing suatu komoditas dapat dibandingkan oleh beberapa faktor yakni yang pertama kondisi sumber daya manusia dan sumber daya alam di negara tersebut. Indonesia memang kaya secara sumber daya alamnya, namun masih banyak sumber daya manusia Indonesia yang belum terlatih dalam mengusahakan komoditi karet sampai tingkat menguntungkan. Ini bukan berbicara berapa banyak sumber daya manusia yang dimiliki oleh Indonesia tetapi seberapa berkualitaskah sumber daya manusia tersebut. Lain halnya dengan Thailand yang dengan sumber daya alam yang terbatas, lewat sumber daya manusia yang terdidik dan ahli dibidangnya mampu menjadi eksportir karet terbesar nomor satu di dunia. Faktor kedua adalah kondisi permintaan dan tuntutan mutu karet Indonesia. Dengan permintaan yang begitu besar Indonesia belum mampu sepenuhnya mencukupi permintaan karet baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Mutu karet Indonesia yang sering dibawah standart juga menyebabkan kendalanya harga jual karet Indonesia dibanding dengan negara lain terutama Thailand. Terjaminnya Indonesia pendukung pengelolaan karet dari hulu ke hilir juga merupakan salah satu indikator pembanding tingkat daya saing produk ini substainable atau ketersediaan yang terjamin baik dari bibit awal sampai ke industri pemasaran / pengelolaan karet merupakan penentu tinggi tidaknya daya saing suatu komoditi. Faktor keempat berkaitan dengan efisiensi teknis dan manajemen strategi dalam menghadapi persaingan. Efisiensi bisa dilihat dari dua sisi baik dari teknis yakni bagaimana dengan input yang sama menghasilkan output yang lebih banyak

maupun dari sisi biaya yakni bagaimana menggunakan input seoptimal mungkin untuk mengurangi biaya input. Indonesia masih sangat jauh dari keberhasilan dalam menerapkan manajemen strategi dalam menghadapi persaingan dengan negara-negara perngekspor karet lainnya terutama Thailand. Faktor kelima yaitu perhitungan daya saing ekspor negara indonesia dengan negara pembanding yaitu negara Thailand, sehingga dapat terlihat perbandingan jumlah ekspor antara kedua negara tersebut. Berikut skema dari kerangka pemikiran penelitian ini:

TINGKAT DAYA SAING KARET Kondisi Faktor SDM; SDA; SD Teknologi; SD Modal; SD Infrastruktur. Kondisi Permintaan dan Tuntutan Mutu : Mutu; Konsumsi. Industri Terkait yang Kompetitif : Industri hulu ke industri hilir. Kondisi Struktur, Persaingan, dan Strategi : Produk baru; Pengembanga n teknologi; Perbaikan mutu dan pelayanan. Perhitungan Daya Saing Ekspor: NXS = Xi/Xw INDONESIA THAILAND Keterangan : : Perbandingan / Komparasi : Faktor-faktor yang mempengaruhi Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dugaan sementara atau hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan yang nyata tingkat daya saing karet antara negara Indoonesia dengan negara Thailand.