BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi dikenal awam sebagai penyakit darah tinggi yang terkadang tidak disadari penderitanya sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Keluhan juga tidak dirasakan mengganggu, hanya pusing-pusing sedikit. Namun setelah diukur tekanan darahnya, ternyata sudah melewati batas normal. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogenous group of dieses, karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial ekonomi (Karyadi, 2002). Hipertensi merupakan penyebab utama dari kematian dan gangguan kardiovaskuler. Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer karena menimbulkan komplikasi pada jantung, otak dan ginjal. Namun sayangnya sekitar 50% penderita hipertensi tidak menyadari adanya hipertensi tersebut, sehingga penderita yang dapat diobati dalam arti hipertensinya terkendalikan dengan baik, hanyalah sekitar 10% - 12%. Masalah utama pada hipertensi adalah bahwa lebih dari 90% hipertensi termasuk golongan esensial yaitu yang tidak atau belum diketahui sebabnya, 75% termasuk hipertensi ringan (diastolic 90-105 mmhg) dan bila digabung dengan hipertensi sedang (diastolic 105-115 mmhg) berjumlah lebih dari 90% penderita. Keadaan ini mempunyai kaitan dengan kebijaksanaan tatalaksana terapinya, karena
2 menyangkut jumlah populasi yang besar dan beban masyarakat yang berat bila terapi tidak direncanakan dengan seksama (Sidabutar, 1996) Di Indonesia belum ada data nasional lengkap untuk prevalensi hipertensi. Dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, prevalensi hipertensi adalah 8,3%. Survei faktor resiko penyakit kardiovaskuler (PKV) oleh proyek WHO di Jakarta, menunjukkan angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90 masing-masing pada pria adalah 13,6% (1988), 16,5% (1993), 12,1% (2000). Pada wanita, angka prevalensi mencapai 16% (1988), 17% ( 1993), 12,2% (2000). Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar antara 15%-20% (Depkes, 2007. 4. http://www.dinkeskotasemarang.go.id/indek.php?option=com_contant&task= view&id=717intemid=2, diperoleh tanggal 20 februari 2008). Di Propinsi Jawa Tengah berdasarkanflaporan dari rumah sakit dan puskesmas tahun 2006, kasus hipertensi sebesar 166,07 per 1000 penduduk, mengalami peningkatan dibanding tahun 2005 dimana kasus hipertensi tahun 2005 sebesar 143,82 per 1000 penduduk (BPS, 2006). Berdsarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan yang diperoleh dari kasus yang ada diwilayah kerja puskesmas dan rumah sakit tahun 2005 penderita hipertensi merupakan urutan pertama penderita yang terbanyak sebesar 8.353 kasus dan penyebab kematian tertinggi adalah hipertensi. Penderita hipertensi cenderung meningkat pada penduduk yang mengalami stres berkepanjangan termasuk orang-orang yang hidup dalam tekanan ekonomi atau orang - orang yang bekerja dalam keadaan tekanan
3 seperti buruh pabrik. Disisi lain baru sedikit orang dengan tekanan darah yang tinggi tahu tentang bagimana mengontrolnya. Untuk itu metode yang dapat digunakan menekan jumlah kematian dengan hipertensi adalah mendorong untuk melakukan olah raga selain dari perubahan gaya hidup dan ketepatan serta kecepatan dalam memperoleh pengobatan (DINKES Pekalongan, 2006). Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas Sragi dari data yang diolah didapatkan jumlah kasus yang tertinggi adalah hipertensi dan jumlah penderita hipertensi tertinggi di Desa Sragi sepanjang tahun 2007 sebanyak 162 orang, didominasi oleh penderita berumur 55-64 tahun. Cara yang paling baik untuk menghadapi timbulnya tekanan darah tinggi adalah pencegahan. Cara kedua adalah pengobatan untuk mengendalikan hipertensi yang sudah ada. Individu dengan tekanan darah yang meningkat ringan (140/90 atau lebih) sampai tekanan darah yang meningkat tinggi (160/95) akan mendapat manfaat dari pengobatan yang efektif. Faktor dietik dan kebiasaan makan mempengaruhi tekanan darah. Faktor-faktor ini meliputi cara mempertahankan berat badan ideal, natrium, kalium, kalsium, magnesium, lemak dalam diet, serat dan alkohol (Hull, 1996) Melakukan aktivitas fisik yang cukup merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang dikategorikan kedalam pengobatan non farmakologis. Aktivitas fisik yang cukup dan teratur terbukti dapat membantu menurunkan tekanan darah. Bagi yang tidak hipertensi, aktivitas fisik akan menjauhkan dari resiko terkena hipertensi dikemudian hari karena dapat mengoptimalkan kerja jantung dan pembuluh darah. Bagi yang mempunyai satu atau lebih
4 faktor resiko hipertensi, aktivitas fisik dapat mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah. Bagi penderita hipertensi ringan, aktivitas fisik dapat mengendalikan tekanan darah sehingga mungkin tidak diperlukan lagi pengobatan farmakologis. Bagi penderita hipertensi yang memerlukan pengobatan farmakologis, aktivitas fisik dapat membantu kerja obat menjadi lebih efektif (Tatan, 2007) Olah raga secara teratur dapat bermanfaat untuk mencegah dan menanggulangi hipertensi. Orang yang tekanan darahnya normal tetapi kurang gerak dan tidak bugar mempunyai resiko 20-50% lebih tinggi untuk memperoleh hipertensi dari pada orang yang lebih aktif. Jadi, manfaat olahraga meskipun hanya dalam porsi sedang, berguna pada penurunan tekanan darah untuk maksud pencegahan dan pengendalian (WHO, 1996) Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan what. Apabila pengetahuan mempunyai sasaran tertentu dan mempunyai pendekatan untuk mengkaji obyek tersebut akan memperoleh hasil pengakuan secara umum (Notoatmodjo. 2005). Pengetahuan yang diperoleh masyarakat akan dapat mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan pengendalian terhadap hipertensi. Pentingnya pengetahuan tersebut hendaknya masyarakat dapat mengetahui pengendalian hipertensi. Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap menunujukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
5 aktivitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi tingkah laku yang terbuka (Notoatmodjo. 2003). Namun demikian sikap seseorang dalam melakukan pengendalian hipertensi akan berpengaruh terhadap perilaku pengendalian hipertensi. Dari uraian diatas, maka dapat diasumsikan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap pada penderita hipertensi berhubungan dengan perilaku olah raga khususnya yang ada di Desa Sragi Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan. B. Rumusan Masalah Adakah hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pada penderita hipertensi dengan perilaku olah raga di Desa Sragi Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap pada penderita hipertensi dengan perilaku olah raga di Desa Sragi Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus pada penderita hipertensi di Desa Sragi Kecamatan Sragi Kabupaten Pekalongan adalah :
6 a. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan pada penderita hipertensi. b. Mendiskripsikan sikap pada penderita hipertensi. c. Mendiskripsikan perilaku olahraga pada penderita hipertensi. d. Menganalisa hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku olah raga pada penderita hipertensi. e. Menganalisa hubungan sikap dengan perilaku olah raga pada penderita hipertensi. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat a. Dapat menambah pengetahuan hipertensi. b. Dapat mengetahui pentingnya olah raga untuk menstabilkan hipertensi. c. Sebagai masukan untuk meningkatkan peran serta masyarakat untuk pencegahan dan pengendalian hipertensi. 2. Bagi Petugas Kesehatan dan Pemerintah a. Sebagai bahan referensi bagi para petugas kesehatan dan pemerintah sehingga mereka dapat memberikan informasi, arahan kepada masyarakat khususnya hipertensi. b. Sebagai masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat.