FORMULASI VITAMIN C MENGGUNAKAN SISTEM NIOSOM SPAN 80 DALAM SEDIAAN GEL UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS DAN PENETRASINYA SECARA IN VITRO

dokumen-dokumen yang mirip
Penetrasi Natrium Askorbil Fosfat dalam Sistem Niosom Span 40 secara In Vitro

NASKAH PUBLIKASI PENGGUNAAN SPAN 40 SEBAGAI PENYUSUN NIOSOM NATRIUM ASKORBIL FOSFAT DALAM SEDIAAN GEL TERHADAP PENETRASINYA SECARA IN VITRO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

NASKAH PUBLIKASI PENINGKATAN PENETRASI NATRIUM ASKORBIL FOSFAT MENGGUNAKAN SISTEM NIOSOM SPAN 80 DALAM SEDIAAN GEL SECARA IN VITRO

In vitro penetration of alpha arbutin niosome span 60 system in gel preparation

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Karakterisasi Fisik Vitamin C

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB III BAHAN, ALAT, DAN CARA KERJA. Aminofilin (Jilin, China), teofilin (Jilin, China), isopropil miristat (Cognis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan

KETOPROFEN ETHOSOME PERCUTANEOUS PENETRATION TESTING IN IN-VITRO WITH VARIATIONS IN FORM BASE GEL PREPARATIONS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

PENGARUH ASAM OLEAT TERHADAP LAJU DIFUSI GEL PIROKSIKAM BASIS AQUPEC 505 HV IN VITRO

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

PELEPASAN NA-DIKLOFENAK SISTEM NIOSOM SPAN 20-KOLESTEROL DALAM BASIS GEL HPMC

FORMULASI GEL SARI BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. salam dan uji antioksidan sediaan SNEDDS daun salam. Dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

BAB III METODE PENELITIAN

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN DOSEN PEMULA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIK KRIM SUSU KUDA SUMBAWA DENGAN EMULGATOR NONIONIK DAN ANIONIK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Palu, Sulawesi Tengah, Indonesia. Tanaman ini termasuk jenis tumbuhan dari

BAB III METODE PENELITIAN

UJI PELEPASAN FLUKONAZOL DARI SEDIAAN SUPOSITORIA DENGAN BASIS HIDROFILIK, BASIS LIPOFILIK, DAN BASIS AMFIFILIK SECARA INVITRO

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

RONAL SIMANJUNTAK DIFUSI VITAMIN C DARI SEDIAAN GEL DAN KRIM PADA BERBAGAI ph PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

Kapasitas jerap niosom terhadap ketoprofen dan prediksi penggunaan transdermal

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

UJI STABILITAS FISIK DAN KIMIA SEDIAAN SIRUP RACIKAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan rancangan penelitian eksperimental dengan

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

EFEK PENINGKAT PENETRASI DIMETILSULFOKSIDA TERHADAP LAJU DIFUSI PADA SEDIAAN GEL KLINDAMISIN HIDROKLORIDA SECARA IN VITRO

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Struktur Liposom

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian. asetat daun pandan wangi dengan variasi gelling agent yaitu karbopol-tea, CMC-

3 Metodologi Percobaan

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP

BAB I PENDAHULUAN. kecil daripada jaringan kulit lainnya. Dengan demikian, sifat barrier stratum korneum

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2015 sampai November

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

OPTIMASI KONSENTRASI HIDROKSIPROPIL METILSELULOSA SEBAGAI PEMBENTUK FILM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000

Kode Bahan Nama Bahan Kegunaan Per wadah Per bets

Jurnal Kesehatan Volume VII No. 2/2014

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Prosiding SNaPP2015 Kesehatan pissn eissn

PENGARUH PENGGUNAAN AMILUM JAGUNG PREGELATINASI SEBAGAI BAHAN PENGIKAT TERHADAP SIFAT FISIK TABLET VITAMIN E

FORMULASI SEDIAAN SEMISOLIDA

OPTIMASI KARBOKSIMETILSELULOSA NATRIUM SEBAGAI MATRIKS DAN TWEEN 60 SEBAGAI ENHANCER

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat banyak keuntungan dari penyampaian obat melalui kulit, seperti

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

Pot III : Pot plastik tertutup tanpa diberi silika gel. Pot IV : Pot plastik tertutup dengan diberi silika gel

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi kestabilan dari formula Hair Tonic sari lidah buaya (Aloe vera L.) dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di laboratorium Farmasetika, Farmakologi, Kimia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghantaran pada kosmetik atau sediaan farmasi (Barenholz, 2001). Liposom

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

UJI AKTIFITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT TERONG (SOLANUM MELONGENA L.) DAN UJI SIFAT FISIKA KIMIA DALAM SEDIAAN KRIM

I. PENDAHULUAN. wajah yang dapat dibantu dengan bahan-bahan kosmetika. Peranan gizi dan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah cincau hijau. Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik,

BAB III METODE PENELITIAN

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin)

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

PENGARUH PROPILEN GLIKOL TERHADAP PENETRASI GEL HESPERIDIN SECARA IN VITRO NASKAH PUBLIKASI

Transkripsi:

FORMULASI VITAMIN C MENGGUNAKAN SISTEM NIOSOM SPAN 80 DALAM SEDIAAN GEL UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS DAN PENETRASINYA SECARA IN VITRO NASKAH PUBLIKASI Oleh : NINA LISTIYANA I 221 11 034 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2015

FORMULASI VITAMIN C MENGGUNAKAN SISTEM NIOSOM SPAN 80 DALAM SEDIAAN GEL UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS DAN PENETRASINYA SECARA IN VITRO NASKAH PUBLIKASI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Oleh : NINA LISTIYANA I 221 11 034 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2015

FORMULASI VITAMIN C MENGGUNAKAN SISTEM NIOSOM SPAN 80 DALAM SEDIAAN GEL UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS DAN PENETRASINYA SECARA IN VITRO Pratiwi Apridamayanti, Nina Listiyana, Rise Desnita Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi 78124 Email: ninalistiyana@rocketmail.com Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sistem penghantaran obat yang dapat meningkatkan stabilitas dan penetrasi dari Vitamin C yaitu dengan sistem niosom Span 80. Metode: Span 80 divariasikan ke dalam tiga konsentrasi, yaitu formula I (100 µmol), formula II (200 µmol) dan formula III (300 µmol). Pembuatan niosom dilakukan menggunakan metode Klasik Hidrasi Lapis Tipis. Uji yang dilakukan meliputi uji efisiensi penjerapan, pengamatan morfologi niosom, uji stabilitas dan uji difusi secara in vitro. Pengujian efisiensi penjerapan dilakukan dengan metode membran dialisis. Niosom diformulasikan dalam sediaan gel dengan menggunakan basis gel HPMC 8 % dan sebagai pembanding digunakan sediaan gel vitamin C tanpa niosom. Pengamatan morfologi niosom dilakukan menggunakan mikroskop cahaya. Uji stabilitas sediaan meliputi pengamatan organoleptis, pengujian ph, dan penetapan kadar. Uji difusi secara in vitro menggunakan sel difusi Franz. Hasil: Hasil efisiensi penjerapan menunjukkan konsentrasi Span 80 yang paling optimum yaitu pada formula I (100 µmol) sebesar 99,1243 % ± 0,0255. Niosom yang terbentuk berukuran 0,3-4 μm. Hasil uji stabilitas selama 28 hari menunjukkan sediaan gel niosom vitamin C memiliki stabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan sediaan gel vitamin C di mana gel niosom vitamin C memiliki kadar 82,7716 % ± 5,1312 sedangkan gel vitamin C memiliki kadar 71,8330 % ± 3,0261. Hasil uji difusi selama 8 jam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara sediaan gel niosom vitamin C. Kesimpulan: Sistem niosom Span 80 yang dapat meningkatkan stabilitas vitamin C Kata kunci: Vitamin C, niosom, span 80, stabilitas dan penetrasi. PENDAHULUAN Pengembangan bahan obat dewasa ini tidak hanya dilihat dari segi aktivitas farmakologisnya tetapi juga harus memperhatikan stabilitas bahan obat tersebut. Stabilitas bahan obat merupakan tahap yang menentukan baik atau tidaknya bahan obat jika dibuat dalam suatu sediaan. Stabilitas didefinisikan dalam arti luas yaitu ketahanan suatu produk selama penyimpanan dan penggunaanya di mana produk tersebut masih mempunyai sifat dan karakteristik yang sama seperti pada saat pembuatan (1-2). 1

Vitamin C atau L-Asam askorbat merupakan vitamin yang berbentuk serbuk putih atau agak kuning, tidak memiliki bau, memiliki karakteristik yaitu bersifat asam, hidrofilik atau mudah larut dalam air (3). Vitamin C memiliki masalah yaitu stabilitasnya yang kurang baik dan mudah terdegradasi pada jalur oksidasi, serta mempunyai kendala yakni sulitnya berpenetrasi ke dalam kulit. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan menggunakan sistem penghantaran obat baru yaitu niosom (4-5). Niosom adalah sistem vesikel yang dapat digunakan sebagai pembawa obat lipofilik, hidrofilik dan ampifilik. Niosom memiliki bentukan vesikel dengan struktur bilayer baik unilamelar maupun multilamelar yang tersusun dari surfaktan nonionik dan kolesterol. Niosom saat ini dilaporkan dapat meningkatkan stabilitas obat, dan meningkatkan penetrasi dari senyawa yang terjerap melintasi kulit (6-8). Sorbitan monolaurat atau Span 80 merupakan salah satu surfaktan nonionik yang sering digunakan sebagai penyusun niosom. Span 80 memiliki nilai HLB 4,3. Sorbitan monooleat ini bersifat tidak larut dalam air dan larut dalam minyak, dan juga stabil pada suhu tinggi serta tidak beracun (9). Pada penelitian ini vitamin C akan diformulasikan menggunakan sistem niosom dalam bentuk sediaan gel. Sediaan gel memiliki keuntungan dibanding dengan sediaan lain yaitu memberikan kontak yang lama pada kulit, penyebaran obat yang baik, mudah digunakan, dan mudah dibersihkan. Niosom dibuat menggunakan metode Klasik Hidrasi Lapis Tipis. Niosom yang diperoleh akan dikarakterisasi, dibuat sediaan gel, kemudian diuji stabilitas dan penetrasinya menggunakan sel difusi Franz. Pembuatan sediaan vitamin C dengan sistem niosom ini diharapkan dapat meningkatkan stabilitas dan penetrasinya secara in vitro. METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah vaccum rotary evaporator (Heidolph ), Labu alas bulat 100 ml ( Iwaki Pyrex ), seperangkat alat gelas (Iwaki Pyrex ), objek glass, mikroskop cahaya (Primo Star Zeiss AxioCamERc 5s), desikator, sonikator (Krisbow ), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu tipe 2450), timbangan analitik (Precisa ), ph meter (Hanna phep tipe H198107), Indikator ph (MColorpHast TM ), pompa peristaltik (Watson Marlow 323), mikro pipet (Ecopipette ), 2

magnetic stirer (AS ONE Rexim RSH 1-DR), heater (IQ Baby TM ), Vortex, dan sel difusi franz tipe flow trough. Bahan-bahan yang digunakan meliputi vitamin C (Aland Jiangsu, Nutraceutical CO, LTD Batch No. HSA12060002), Sorbitan Monooleate ( sigma aldrich), kolesterol (sigma aldrich), kloroform, Aquadest, Hidroksi Propil Metil Selulose (HPMC 4000), DMDM hidantoin, dialysis tubing cellulose membran type D9777-100 FT cut off 12.000, dan membran lepasan kulit ular (Phyton morulus). Pembuatan Niosom Niosom disiapkan dengan metode Klasik Hidrasi Lapis Tipis. Span 80 dan kolesterol dilarutkan dalam 5 ml kloroform dalam labu alas bulat 100 ml, kemudian dirotavapor pada suhu ruang (30 ⁰±2⁰C) selama 20 menit dengan kecepatan 150 rpm dalam keadaan vakum untuk menghilangkan pelarut organik dan untuk membentuk lapisan lapis tipis pada dinding labu. Selanjutnya labu alas bulat dilepas lalu dimasukkan ke dalam desikator dan kemudian divakum selama 15 menit lalu dibiarkan selama 24 jam. Lapisan tipis yang dihasilkan kemudian dihidrasi dengan 5 ml larutan vitamin C pada suhu ruang yang dilakukan dengan rotavapor dengan kecepatan 150 rpm pada suhu ruang (30 ⁰±2⁰C) hingga semua lapis tipis pada dinding labu membentuk suspensi niosom yang homogen. Ukuran partikel niosom diperkecil menggunakan sonikator tipe bath selama 15 menit. Tabel 1. Tabel Perbandingan Vitamin C, Span 80 dan Kolesterol Vitamin C (mg/ml) Span 80 (μmol) Kolesterol (μmol) Bahan Formula I Formula II Formula III 10 100 20 10 200 40 10 300 60 Penentuan Metode Penetapan Efisiensi Penjerapan Penentuan efisiensi penjerapan vitamin C dilakukan dengan metode pemisahan menggunakan membran dialisis dengan cut off 12.000. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan larutan sampel sebanyak 2 ml kedalam dialysis tubing cellulose membrane. Sebagai medium penerima digunakan aquadest sebanyak 200 ml yang diaduk dengan magnetic stirerr dengan kecepatan 220 rpm. Pengukuran kadar vitamin C yang tidak terjerap dilakukan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 263,1 nm. 3

Pengamatan Morfologi Niosom Morfologi niosom diamati dengan menggunakan Mikroskop cahaya tipe Primo Star Zeiss AxioCamERc 5s. Pengamatan dengan Mikroskop cahaya dilakukan dengan cara meneteskan niosom di atas kaca objek kemudian diamati. Formulasi Sediaan Gel Pembuatan sediaan gel niosom vitamin C dan gel vitamin C dilakukan dengan mencampurkan basis gel yang telah dioptimasi. Pada sediaan gel niosom vitamin C, jumlah niosom vitamin C yang dimasukkan ke dalam sediaan gel setara dengan vitamin C 1 % yang dihitung berdasarkan persen esifiensi penjerapan dari niosom vitamin C. Pembuatan gel vitamin C dilakukan dengan melarutkan vitamin C dengan aquadest sambil diaduk hingga homogen. Kemudian vitamin C yang telah larut ditambahkan dengan basis gel. Tabel 2. Formula Sediaan Gel Niosom Vitamin C dan Sediaan Gel Vitamin C Bahan Gel Niosom Vitamin C Gel Vitamin C Niosom vitamin C (mg) Vitamin C (mg) DMDM Hydantoin (gram) Basis Gel (gram) 10-0,06 add 10-10 0,06 add 10 Uji Stabilitas Uji stabilitas terhadap sediaan gel niosom vitamin C dan gel vitamin C dilakukan pengamatan setiap hari dan pengukuran dilakukan selama 28 hari yaitu pada hari ke 0, 1, 3, 7, 14, 21, dan 28. Uji yang dilakukan meliputi uji organoleptik, pengukuran ph, dan penetapan kadar vitamin C dalam sediaan gel. Pengujian organoleptis sediaan meliputi warna, bau, konsistensi dan pertumbuhan mikroba. Uji organoleptis sediaan gel dilakukan sebelum dan setelah kondisi penyimpanan pada suhu 30±2⁰C secara bersama-sama. Pengukuran ph masingmasing sediaan dilakukan dengan cara mencelupkan ph meter kedalam sediaan gel. Penetapan kadar vitamin C dalam sediaan gel dilakukan dengan masing-masing gel niosom vitamin C dan gel vitamin C ditimbang 0,1 gram, lalu dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur add 10 ml kemudian distirer dengan kecepatan 500 rpm hingga homogen. Serapan larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 263,1 nm dan dihitung kadarnya dengan menggunakan persamaan 4

kurva kalibrasi. Pada proses preparasi dan pengukuran serapan, larutan sampel dihindarkan dari cahaya. Uji Difusi Uji difusi dilakukan secara in vitro menggunakan sel difusi franz tipe flow through. Membran lepasan kulit ular (Phyton morulus) yang telah disiapkan diletakkan di antara dua bagian sel difusi franz dengan membran lepasan kulit ular yang menghadap kompartemen donor. Sebagai kompartemen donor digunakan dapar fosfat ph 7,4 sebanyak 50 ml. Sediaan gel ditimbang sebanyak 0,2 gram lalu diaplikasikan pada permukaan membran kulit ular, larutan reseptor selanjutnya akan dialiri dari bagian bawah membran kulit ular menggunakan pompa peristaltik dengan kecepatan 64 rpm. Pada jam ke 0,5, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8. Sampel diambil sebanyak 5 ml dari larutan kompartemen reseptor dan diganti dengan dapar fosfat ph 7,4 dengan volume yang sama. Kemudian ditetapkan kadarnya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 265,6 nm. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Niosom Pembuatan niosom dilakukan menggunakan metode Klasik Hidrasi Lapis Tipis. Pemilihan metode Hidrasi Lapis Tipis dikarenakan pada proses pembuatannya metode ini lebih cepat, mudah dan sederhana ketika digunakan. Komponen utama pembuatan niosom adalah surfaktan nonionik dan kolesterol. Pada penelitian ini, surfaktan nonionik yang digunakan adalah Sorbitan Monooleat atau yang lebih dikenal dengan Span 80. Span 80 digunakan karena memiliki rantai alkil yang panjang sehingga diharapkan dapat membentuk vesikel yang lebih tebal untuk melindungi zat aktif yang sangat mudah teroksidasi. Konsentrasi surfaktan yang digunakan untuk pembuatan niosom berada pada rentang 100 μmol 300 μmol. Sedangkan kolesterol digunakan untuk mencegah kebocoran dari vesikel dengan cara mengisi barisan molekul lipid ganda yang terbentuk pada vesikel (10). Niosom yang dihasilkan berbau khas seperti bau Span 80, berwarna putih susu dan memiliki ph asam yaitu 3,5. Penentuan formula yang akan dipilih dan digunakan berdasarkan persentase efisiensi penjerapan yang paling tertinggi. 5

Penentuan Efisiensi Penjerapan Vitamin C Penetapan efisiensi penjerapan vitamin C dilakukan dengan metode membran dialisis. Prinsip dari metode dialisis adalah menentukan kadar vitamin C yang tidak terjerat di dalam niosom. Vitamin C yang tidak terjerat akan keluar melalui pori-pori membran dialisis dengan cut off 12.000 yang kemudian ditetapkan kadarnya menggunakan Spektrofotometer UV. Data hasil yang diperoleh pada penentuan efisiensi penjerapan dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Persentase Efisiensi Penjerapan ( ±SD, N=3) Formula Span 80 : Kolesterol (μmol) Efisiensi Penjerapan obat (%) A B C 100 : 20 200 : 40 300 : 60 99,1243 ± 0,0255 99,1218 ± 0,1386 99,0163 ± 0,1807 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat persentase efisiensi penjerapan yang optimum yaitu pada formula A dengan konsentrasi Span 80 dan kolesterol (100:20 µmol) sebesar 99,1243 %. Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa persentase efisiensi penjerapan obat setelah dilakukan 3 kali replikasi pada setiap formula relatif sama atau tidak jauh berbeda. Hasil perolehan data kemudian dianalisis statistik menggunakan uji One-Way ANOVA pada program SPSS untuk menentukan formula niosom yang menghasilkan penjerapan obat yang optimum. Hasil analisis yang diperoleh pada ketiga formula niosom tersebut yaitu tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat nilai signifikansi berada pada p > 0,05 yaitu 0,555. Pengamatan Morfologi Niosom Niosom yang dihasilkan memiliki ukuran vesikel antara 0,3 4 μm. Hasil pengamatan morfologi niosom dapat dilihat pada gambar 1. Niosom Gambar 1. Hasil pengamatan Morfologi Niosom (Perbesaran 10x) 6

Formulasi Sediaan Gel Sediaan gel vitamin C dan gel niosom vitamin C dibuat menggunakan basis gel dengan konsentrasi 8 %. Pembuatan sediaan gel vitamin C dilakukan dengan melarutkan vitamin C dengan aquadest diaduk hingga homogen kemudian dicampurkan dengan basis gel lalu ditambahkan dengan DMDM Hydantoin. DMDM Hydantoin digunakan sebagai bahan pengawet yang umum digunakan pada sediaan kosmetik dan paling efektif melawan mikroba karena memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas (12). DMDM Hydantoin juga merupakan pengawet yang kompatibel dengan surfaktan yang bersifat nonionik. Uji Stabilitas Pengamatan organoleptis yang dilakukan meliputi perubahan warna, bau, konsistensi, dan pertumbuhan mikroba. Pengamatan organoleptis sangat penting dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah ada perubahan selama penyimpanan selama 28 hari. Data hasil pengamatan organoleptis dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Data Hasil Pengamatan Organoleptis 28 Hari Uji Stabilitas Formula Hari ke- 0 1 3 7 14 21 28 Warna G-V ++ ++ + GN-V ++ + Bau G-V GN-V ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ Konsistensi G-V ++ ++ ++ ++ ++ + + GN-V ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ Pertumbuhan Mikroba G-V GN-V Keterangan : G-V : Gel vitamin C G-NV : Gel niosom vitamin C Warna : (+) Kuning, (++) agak kuning, () bening Bau : (+) bau asam, (++) bau khas Span, () tidak ada bau Konsistensi : (+) tidak kental, (++) kental, () sangat kental Pertumbuhan Mikroba : (+) ada, (++) ada sedikit, () tidak ada Berdasarkan data tersebut terlihat ada perbedaan dari kedua gel yang dibuat. Pada pengamatan warna antara formula sediaan gel niosom vitamin C dan gel vitamin C mulai terjadi perubahan warna pada hari ke 21 hingga ke 28. Perubahan warna yang terjadi yaitu sediaan berubah warna menjadi kuning. Hal ini dapat terjadi karena sebagian dari zat aktif telah teroksidasi. Pada pengamatan hingga 28 hari tidak terdapat 7

perubahan bau pada sediaan gel niosom vitamin C dan gel vitamin C. Pengamatan konsistensi sediaan dapat terlihat pada formula sediaan gel niosom vitamin C tidak terjadi perubahan namun pada sediaan gel vitamin C pada hari ke 21 berubah menjadi agak mencair atau tidak kental. Pengamatan organoleptis setelah 28 hari yaitu tidak terdapat adanya mikroba yang tumbuh pada kedua sediaan gel tersebut. Uji ph merupakan salah satu uji yang dilakukan untuk menentukan kestabilan secara kimia. Hasil pengamatan ph selama 28 hari dapat dilihat pada tabel 5. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat telah terjadi penurunan ph antara sediaan gel niosom vitamin C dengan sediaan gel vitamin C. Sediaan gel vitamin C mengalami perubahan ph dari hari ke-0 sampai ke-28 yaitu dari ph 5 menjadi 4,1 sedangkan pada sediaan gel niosom mengalami perubahan ph dari ph 5 menjadi 4,4. Hasil pengamatan ph sediaan gel niosom vitamin C dan sediaan gel vitamin C, keduanya masih berada pada rentang ph kulit, namun dapat disimpulkan bahwa sediaan gel niosom vitamin C merupakan sediaan yang lebih stabil karena perubahan ph yang lebih kecil dibandingkan dengan sediaan gel vitamin C setelah uji selama 28 hari. Tabel 5. Hasil Pengukuran ph Selama 28 Hari ( ±SD, N=3) Hari ke- 0 1 3 7 14 21 28 Gel vitamin C 5,1 ± 0,0577 4,9 ± 0,1000 4,9 ± 0,1155 4,4 ± 0,0000 4,3 ± 0,1155 4,1 ± 0,1155 4,1 ± 0,1155 Formula Gel niosom vitamin C 5,0 ± 0,0577 5,0 ± 0,0577 4,9 ± 0,1155 4,9 ± 0,1528 4,6 ± 0,1732 4,4 ± 0,1155 4,4 ± 0,1155 Penetapan kadar dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar vitamin C pada sediaan yang dibuat dan sangat penting dilakukan. Hasil penetapan kadar yang diperoleh terlihat bahwa kadar vitamin C pada sediaan gel niosom vitamin C dan sediaan gel vitamin C mengalami penurunan kadar pada setiap waktunya selama 28 hari. Hal ini dapat terjadi karena sifat dari vitamin C yang sangat mudah sekali teroksidasi dan tidak stabil. Sediaan gel yang dibuat dengan sistem niosom mampu melindungi zat aktif dari proses oksidasi sehingga dapat menjaga kestabilan vitamin C. Namun tidak pada sediaan gel vitamin C yang tidak terlindungi oleh sistem vesikel niosom sehingga menyebabkan ketidakstabilan pada zat aktif sehingga menyebabkan penurunan kadar. Data hasil penetapan kadar dianalisis dengan SPSS menggunakan uji 8

Independent-Sample T-Test. Uji T-Test bertujuan untuk membandingkan antara sediaan gel niosom vitamin C dan sediaan gel vitamin C. Berdasarkan analisis diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa antara sediaan gel niosom vitamin C dengan sediaan gel vitamin C setelah uji stabilitas pada hari ke-28 memiliki nilai signifikansi p< 0,05 yaitu 0,034 yang berarti menunjukkan bahwa kedua sediaan gel tersebut berbeda signifikan di mana gel niosom vitamin C memiliki kadar 82,7716 % ± 5,1312 sedangkan gel vitamin C memiliki kadar 71,8330 % ± 3,0261. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan gel niosom vitamin C memiliki kestabilan kadar yang lebih baik dibandingkan dengan sediaan gel vitamin C. % kadar 120 100 80 60 40 20 0 Penetapan Kadar H-0 H-1 H-3 H-7 H-14H-21H-28 waktu Gel Vit C Gel Niosom Vit C Gambar 2. Grafik Hasil Penetapan Kadar Sediaan Gel Niosom Vitamin C dan Gel Vitamin C Uji Difusi Uji difusi dilakukan secara in vitro menggunakan sel difusi franz tipe flow through. Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar vitamin C di dalam sediaan gel vitamin C dan gel niosom vitamin C yang terpenetrasi melalui kulit. Digunakan membran lepasan kulit ular karena membran tersebut dapat menggambarkan struktur stratum korneum mirip dengan kulit manusia. Selain itu juga, ular dapat melepaskan kulit secara berkala sehingga dapat memberikan lepasan kulit berulang dan kulit ular dapat diperoleh tanpa melukai hewan (13). Berdasarkan hasil uji difusi yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 3 yaitu sediaan gel vitamin C memiliki persen difusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan gel niosom vitamin C. Persentase difusi gel niosom vitamin C yang rendah dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu zat aktif yang terjebak di dalam vesikel niosom ternyata sulit untuk menembus membran sehingga zat aktif yang terpenetrasi menjadi lebih 9

sedikit dan kemungkinan vesikel niosom yang dihasilkan memiliki ukuran yang besar sehingga zat aktif yang terpenetrasi menjadi lebih sedikit. Hasil data hasil uji difusi dianalisis menggunakan uji Independent-Sample T-Test. Uji T-Test ini bertujuan untuk membandingkan antara gel vitamin C dan gel niosom vitamin C. Berdasarkan uji tersebut didapatkan hasil yaitu nilai signifikansi antara gel vitamin C dan gel niosom vitamin C adalah p > 0,05 yaitu 0,560 yang berarti pada kedua sedian gel tersebut tidak berbeda signifikan di mana sediaan gel niosom vitamin C berdifusi sebesar 18,6368 % sedangkan sediaan gel vitamin C sebesar 24,3445 %. % Difusi 40 30 20 10 0 Jam ½ Uji Difusi Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam ke 1 ke 2 ke 3 ke 4 ke 5 ke 6 ke 7 ke 8 Waktu Gel Vitamin C Niosom Gel Vitamin C Gambar 3. Grafik Hasil Uji difusi KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa konsentrasi Span 80 yang dapat menjerap vitamin C dalam sistem niosom secara optimum yaitu 100 μmol yang memberikan persen penjerapan sebesar 99,1243 % ± 0,0255. Sediaan gel dengan sistem niosom dapat meningkatkan stabilitas vitamin C secara signifikan berdasarkan pengujian organoleptis, ph dan kadarnya dibandingkan dengan sediaan gel vitamin C tanpa sistem nisom di mana gel niosom vitamin C memiliki kadar 82,7716 % ± 5,1312 sedangkan gel vitamin C memiliki kadar 71,8330 % ± 3,0261. Uji difusi selama 8 jam menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan di mana sediaan gel niosom vitamin C. DAFTAR PUSTAKA 1. Osol A. et al. Remington's Pharmaceutical Sciences, l6 th ed. Easton-Pensivania: Mack Publishing Company; 1980. 104-135, 244-262. 2. USP Convention. United States Pharmacopeia 30 NF 25, United Stated of Amerika; 2007. pp 2439. 10

3. Allen, L, v., and Luner, P. E., Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fifth Edition. USA: Pharmaceutical Press and America Assosiation; 2006. 4. Manosroi A., Wongtrakul P., Manosroi J., Sakai H., Sugawara F., Yuasa M., and Abe M., Characterization of vesicles prepared with various non-ionic surfactan mixed with colesterol, Colloids and Surfaces B:Biointerfaces. Int J Pharm; 2003. 5. Gregoriadis, G. Liposome Technology; Liposome Preparation and Related Techniques, Third Edition,Vol I. USA: Informa Healthcare USA Inc; 2007. 6. Arora R. and Jain C.P. Advances in niosome as a Drug carrier, Asian Journal of Pharmaceutics; 2007. 7. Kapoor, A., Gahoi, R., & Kumar, D. In-vitro Drug Release Profile of Acyclovir from Niosomes Formed with Different Sorbitan Esters. Asian Journal of Pharmacy & Life Science, vol. 1; 2011. 8. Kogan. A, Garti. N. Microemulsion as Transdermal Drug Delevery Vehicles, Adv Colloid Interfac; 2006. 9. Connors, K.A., Amidon, G.L., dan Stella, V.J. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi II. Jilid 1. New York: John Wiley and Sons; 1986. 10. Latifah Rahman, Isriany Ismail, Elly Wahyudin. Kapasitas jerap niosom terhadap ketoprofen dan prediksi penggunaan transdermal. Majalah Farmasi, 22 (2) 2011; 85-91. 11. Liebert, Mary ann. Final Report on the Safety Assessment of DMDM Hydantoin. Journal of the American College of Toxicology; 1988. 12. Thakker. K.d., W.H. Chern. Development and Validation of in vitro Release Test for Semisolid Dosage Form-Case Study. Dissolution Tecnologies; 2003. 13. Tomoo Itoh, Jun Xia, Ravi Magavi, Toshiaki Nishihata, and Howard Rytting. Use of shake skin as a model membrane for in vitro percutaneous penetration studies: comparison with human skin. Pharmaceutical Research, Vol.7. No.10;1990. 11