BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat yang terbagi menjadi 40 kecamatan dan 410 desa dan 16 kelurahan dengan jumlah penduduk menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2014) Kabupaten Bogor sebanyak 4.771.932 jiwa, kepadatan 2.303,93 jiwa/km 2. Kabupaten Bogor memiliki batas administratif sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi dan Kota Depok. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten dan di tengah berbatasan dengan Kota Bogor. Kabupaten Bogor mempunyai kondisi iklim yang unik dibandingkan dengan kabupaten lain di Provinsi Jawa Barat, di mana curah hujan Kabupaten Bogor termasuk dalam kategori sangat tinggi. Curah hujan Kabupaten Bogor ratarata setiap tahun sekitar 3.500 mm hingga 4000 mm dengan kelembaban udara 70 persen dan curah hujan terbesar terjadi pada Desember dan Januari. Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Bogor, curah hujan rata-rata setiap tahun di Kabupaten Bogor dapat menyebabkan berbagai peristiwa alam diantaranya peristiwa banjir dan longsor yang selama ini sering terjadi. 1
Sumber: Pemerintah Kabupaten Bogor Gambar 1.1 Peta Kabupaten Bogor Peristiwa longsor beberapa kali terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga yang terletak di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang berupa longsoran sampah. TPA Galuga mempunyai peran sebagai tempat penampungan akhir sampah yang disalurkan dari bank sampah dan tempat penampungan sementara (TPS) yang tersebar di beberapa titik di Kabupaten dan Kota Bogor. Longsor sampah terjadi karena tumpukan sampah di TPA Galuga sering dialiri air hujan dan sampah basah tersebut terdistribusi ke tanah-tanah disekitar TPA Galuga. Longsoran sampah di TPA Galuga mempunyai eksternalitas negatif yang sering dirasakan oleh pemilik tanah di sekitar TPA. Eksternalitas negatif yang dirasakan yaitu penyakit kulit, bau tidak sedap, dan hasil panen tanah sawah yang tidak maksimal karena longsoran sampah. 2
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor Gambar 1.2 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga Warga Desa Galuga yang terkena eksternalitas negatif TPA beberapa kali telah menyampaikan aspirasi dan meminta solusi kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bogor. Berdasarkan latar belakang untuk memenuhi aspirasi warga Desa Galuga dan keberlangsungan operasional Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga, Pemda Kabupaten Bogor melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan melakukan kegiatan pembebasan lahan terhadap tanah-tanah warga di sekitar TPA Galuga. Berdasarkan hasil keputusan Pemda Kabupaten Bogor, tanah yang termasuk dalam kegiatan pembebasan lahan sebanyak 60 bidang yang terdiri dari tanah darat dan tanah sawah. Setelah dibebaskan oleh negara, tanah-tanah tersebut akan dimohonkan hak pakai oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor untuk pengembangan TPA Galuga selanjutnya. 3
Sumber: Dinar Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor Gambar 1.3 Peta Rencana Kegiatan Pembebasan 1.2 Keaslian Penelitian Penilaian terhadap tanah kosong sudah banyak dilakukan oleh profesi penilai publik di Indonesia tetapi sangat sedikit yang dituliskan ke dalam sebuah karya ilmiah. Namum beberapa metode penentuan besaran nilai ganti kerugian dalam kegiatan pembebasan lahan untuk kepentingan umum sudah pernah dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Adi (2013), dalam penelitiannya melakukan penilaian terhadap bidang perbidang tanah dan menilai setiap benda-benda yang dapat dinilai dengan menggunakan Market Data Approach dengan Grid Data Pasar dengan terlebih dahulu mengelompokkan bidang-bidang tanah yang terkena rencana 4
pengadaan tanah berdasarkan kondisi fisik tanah terutama lokasi, luasan, peruntukkan dan penggunaan tanah. 2. Alias dan Raud (2006), menjelaskan dalam penelitiannya mengenai masalah yang dihadapi dalam proses pembebasan lahan serta bagaimana cara menentukan besaran ganti rugi yang sesuai dengan aturan yang berlaku di Malaysia. Keduanya menyimpulkan bahwa persoalan utama pada proses pembebasan lahan adalah kuantum dari ganti rugi itu sendiri di mana persepsi dari para responden tidak mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai maksud dari ganti rugi yang memadai yang diadakan oleh suatu konstitusi pemerintahan. Praktek negosiasi dan mediasi beberapa partisi mengadopsi dari pendekatan workable untuk memberikan ganti rugi. Di mana untuk menentukan besaran ganti rugi sendiri yang paling tepat adalah menggunakan data pasar untuk membayar penggantian dari penggunaan sumber daya alam lahan. 3. Kidido dkk. (2014), dalam penelitiannya memfokuskan pada pemberian ganti rugi pembebasan lahan untuk pertambangan baru. Studi kasus pada tahun 2006 di Ghana dengan pendekatan Cross-Sectional dalam pengambilalihan tanah pertanian. Di mana pemberian kompensasi atau ganti rugi ini adalah pertama kalinya diterapkan di Ghana. Dalam tulisan tersebut disebutkan bahwa pemberian kompensasi atau ganti rugi juga mengalami hal yang serupa seperti yang di alami oleh beberapa negara. Besaran nilai ditentukan oleh faktor-faktor yang mencakup nilai investasi pada tanah tersebut, level dari permintaan dan lamanya penggunaan lahan. 5
4. Lesmana (2012), dalam penelitiannya mengenai salah satu alasan untuk mengatasi banjir di daerah Ibukota Jakarta adalah dengan normalisasi sungai yang tentunya akan berdampak pada pemukiman di sepanjang sungai. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui besarnya dana ganti rugi yang diharapkan masyarakat pada pemukiman tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala semantik untuk mengkaji persepsi masyarakat, Willingness to Accept (WTA) untuk mengestimasi nilai ganti rugi dan regresi linear berganda untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Willingness to Accept (WTA). Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai ganti rugi yang diharapkan masyarakat adalah sebesar Rp2.110.000,00 per meter persegi. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tersebut adalah luas lahan, jarak tempat tinggal dengan sungai, pendidikan, status kepemilikan lahan, dan jenis bangunan. Persamaan penelitan ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada topik yang dibahas yakni pengambilalihan tanah untuk kepentingan umum (Land Acquisition) dan jenis objek penelitian yaitu penentuan nilai ganti kerugian atas suatu properti. Perbedaan penelitan ini dengan penelitian sebelumnya adalah metode dan teknik dalam penentuan besaran nilai ganti kerugian di mana penelitian ini menambahkan Petunjuk Teknis (Juknis ) 306 tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 sebagai pedoman penilaian dalam kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 6
1.3 Rumusan Masalah Pada Bulan Desember 2015 Pemda Kabupaten Bogor dan pemilik tanah di sekitar TPA Galuga melakukan musyawarah untuk menentukan nilai ganti kerugian dalam kegiatan pembebsan lahan. Akan tetapi kegiatan musyawarah tidak mencapai kesepakatan karena warga menilai besaran ganti kerugian terlalu kecil. Nilai ganti kerugian yang diajukan Pemda Kabupaten Bogor yang diajukan ternyata masih menggunakan dasar Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan berlandaskan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 35 Tahun 1993 dan Peraturan Presiden (Perpres) N omor 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Peneliti berpendapat Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tidak sesuai digunakan sebagai penentuan nilai ganti kerugian karena NJOP tidak dapat mencerminkan nilai pasar tanah. Kegiatan pembebasan lahan di Indonesia saat ini telah memiliki dasar hukum terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang menegaskan bahwa besaran nilai ganti rugi dalam proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan opini dari profesi penilai independen. Selain itu, profesi penilai independen yang dimaksud oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 saat ini sudah didukung teori penilaian properti dan pedoman teknik berupa Juknis SPI 306 tahun 2015 tentang penilaian dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Kedua pedoman tersebut diharapkan dapat menghasilkan nilai ganti kerugian yang dapat disepakati oleh Pemda Kabupaten Bogor dan diterima oleh warga pemilik lahan disekitar TPA Galuga. 7
1.4 Pertanyaan Penelitian Nilai ganti kerugian didalam SPI 306 tahun 2015 disebut juga Nilai Penggantian Wajar (NPW). Sehingga, pertanyaan dalam penelitian ini adalah berapa NPW yang seharusnya disepakati oleh Pemda Kabupaten Bogor dan sewajarnya diterima oleh warga pemilik lahan di sekitar TPA Galuga. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah opini NPW dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Selain itu, tujuan penelitian berupa opini NPW yang dihasilkan berpedoman pada teori penilaian properti dan Juknis SPI 306 tahun 2015. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian tentang penilaian NPW ini mempunyai empat manfaat. Manfaat penelitian terdiri dari manfaat praktis dan manfaat akademis. 1. Opini NPW yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai nilai ganti kerugian yang seharusnya disepakati oleh Pemda Kabupaten Bogor dan diterima oleh pemilik tanah dalam kegiatan pembebasan lahan di sekitar TPA Galuga. 2. Opini NPW yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat menyelesaikan tahap negosiasi nilai ganti kerugian dalam kegiatan pembebasan lahan di sekitar TPA Galuga. 3. Kegiatan pembebasan lahan yang diselesaikan dengan Opini NPW yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat menjadi solusi atas dampak eksternalitas 8
negatif bagi pemilik tanah di sekitar TPA Galuga. 4. Penelitian ini dapat menghasilkan manfaat akademis yaitu sebagai kajian pustaka bagi penelitian tentang penilaian properti dalam kegiatan pengadaan lahan bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini mengacu sistematika sebagai berikut. Bab I merupakan Pendahuluan, mencakup uraian tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Lebih lanjut di bahas di dalam Bab II diuraikan mengenai Landasan Teori dan Alat Analisis. Bab III merupakan Metoda Penelitian yang digunakan, Bab IV merupakan Analisis Data dan Pembahasan penentuan opini nilai penggantian wajar. BAB V membahas tentang Kesimpulan, Keterbatasan dan Saran. 9