PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI WILAYAH YANG MENGALAMI KONFLIK BERSENJATA. Oleh : Dentria Cahya Sudarsa*

dokumen-dokumen yang mirip
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

ANALISA KASUS PERKOSAAN DISERTAI PEMBUNUHAN TERHADAP YUYUN DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan 40% hingga 50% selama lima tahun pertama tahun 70-an. Di

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928.

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB II PENGATURAN MENGENAI HAK ANAK MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat. disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

PELANGGARAN HAM YANG BERAT. Muchamad Ali Safa at

KONVENSI HAK ANAK : SUATU FATAMORGANA BAGI ANAK INDONESIA?

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Dalam... Halaman Prasyarat Gelar Sarjana Hukum... Halaman Persetujuan Pembimbing Skripsi...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN PRINSIP NON REFOULEMENT TERHADAP PENGUNGSI DALAM NEGARA YANG BUKAN MERUPAKAN PESERTA KONVENSI MENGENAI STATUS PENGUNGSI TAHUN 1951

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK MILITER INTERNASIONAL Rubiyanto

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEDUDUKAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENGADILI PERKARA KEJAHATAN KEMANUSIAAN. Rubiyanto ABSTRACT

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) DI INDONESIA

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

Lex Crimen Vol. VI/No. 2/Mar-Apr/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP INDEKS KEMAJUAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

Daftar Pustaka. Glosarium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

PERSPEKTIF KRIMINOLOGI DALAM MENGKAJI PERKOSAAN TERHADAP LAKI-LAKI Di INDONESIA

PERLINDUNGAN ANAK YANG TERLIBAT DAN TERKENA DAMPAK KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL (STUDI KASUS REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

SANKSI PIDANA DALAM TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA

Institute for Criminal Justice Reform

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. atau hukum sengketa bersenjata memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban

Transkripsi:

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI WILAYAH YANG MENGALAMI KONFLIK BERSENJATA Oleh : Dentria Cahya Sudarsa* Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Hak Asasi Manusia adalah hak yang telah dibawa sejak lahir oleh setiap individu. Penegakkan hak asasi anak dan hak asasi perempuan yang menjadi korban dari dampak terjadinya konflik bersenjata di suatu wilayah merupakan hak yang bersifat mendasar yang harus dilindungi tidak hanya oleh negara itu sendiri tetapi juga masyarakat internasional secara keseluruhan. Hak hak mereka, seperti hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, hak atas kebebasan berpendapat, hak untuk merasa aman, serta hak untuk mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan yang layak merupakan hak yang tetap harus ditegakkan dan dilindungi meskipun mereka berada di dalam situasi konflik. Di negara yang sedang mengalami konflik, hampir selalu dijumpai pelanggaran HAM yang terjadi kepada anak anak dan perempuan, contohnya: membunuh dan melukai wanita dan anak-anak, eksploitasi dan pemanfaatan anak anak sebagai tentara anak, perkosaan dan kekerasan seksual, perdagangan, perbudakan, dan penyerangan yang dilakukan di sekolah sekolah atau rumah sakit. Akibat dari banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah wilayah yang mengalami konflik bersenjata maka perlindungan hukum berupa instrumen hukum internasional yang diberikan khususnya kepada perempuan dan anak anak yang berada dalam situasi konflik tersebut. Kata Kunci : HAM Internasional, Konflik Bersenjata,Perempuan, Anak. ABSTRACT Human rights are rights that have been brought by each individuals since they were born. The enforcement of the human rights of women and children whose become victims of the impact of armed conflict is a fundamental right that must be protected not only by the state itself but also the international community as a whole. Their rights, such as the right to have a decent life, the right to freedom of expression, the right to feel secure, and the right to proper education and health are rights that needs to be upheld and protected even if they are in a conflict situation. In conflict-affected countries, there are almost always found human rights violations occurring to children and women, for example: killing and injuring women and children, exploitation of children as child soldiers, rape and sexual violence, trafficking, slavery, and attacks carried out in schools or hospitals. As a result of the abundance of human rights violations occurring in armed conflict regions, the legal protection of international such as legal instruments need to be provided especially to women and children who are in conflict situations. Keywords : International Human Rights, Armed Conflicts, Women, Children 1

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang sama tuanya dengan sejarah umat manusia, dimana dahulu perang merupakan pembunuhan besar-besaran diantara para pihak yang berperang. Perang juga merupakan salah satu bentuk dari naluri manusia untuk mempertahankan diri, baik dalam pergaulan di antara sesame manusia maupun dalam pergaulan antar bangsa atau negara. Naluri untuk mempertahankan diri ini selanjutnya memberi kesadaran bahwa cara berperang yang tidak mengenal batas akan merugikan manusia itu sendiri, sehingga mulai dipikirkan untuk mengadakan pembatasan-pembatasan dalam pengaturan tentang perang. Tulisan dan pemikiran tentang hukum perang merupakan awal dari perkembangan hukum humaniter sebagai cabang ilmu hukum yang berdiri sendiri. 1 Istilah hukum humaniter atau lebih lengkapnya disebut international humanitarian law applicable in armed conflicts, berawal dari istilah hukum perang (law of wars) yang kemudian berkembang lagi menjadi hukum sengketa bersenjata (law of armed conflicts), yang pada akhirnya sekarang kita kenal dengan istilah hukum humaniter internasional. 2 Hukum Humaniter Interasional tidak hanya mengatur apa yang dimaksud dengan perang atau konflik bersenjata saja, namun lebih menitikberatkan kepada perlindungan yang diberikan kepada warga sipil atau yang disebut dengan non-kombatan sebagai pihak yang paling dirugikan dan menerima dampak negatif dari terjadinya perang atau konflik bersenjata. Di dalam Hukum Humaniter Internasional, yang digolongkan sebagai warga sipil atau non-kombatan adalah siapa saja yang tidak ikut terlibat secara langsung dalam battle atau tidak terlibat 1 Mochtar Kusumaatmadja, 1968, Konvensi Djenewa Tahun 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang, Binatjipta, Bandung, h.7 2 Arlina Permanasari, Aji Wibowo, et all, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of the Red Cross, Jakarta, h. 5 2

secara fisik. Dalam konflik bersenjata, penduduk sipil mengalami penderitaan yang cukup berat, seperti pembunuhan dan pembantaian massal, kekerasan dan pelecehan seksual, penjarahan dan pengungsian/pemindahan paksa. Akibat akibat yang ditimbulkan inilah yang menyebabkan kekhawatiran bagi dunia internasional khususnya PBB untuk segera mengatasi permasalahan tersebut. PBB sebagai organisasi internasional yang bertugas menjaga dan memelihara perdamaian dunia mengatur beberapa konvensi internasional, seperti Konvensi Den Haag 1907, Konvensi Jenewa 1949, serta Protokol Tambahan I dan II 1977. 3 Konvensi ini diharapkan menjadi sebuah bentuk pencegahan dan perlindungan bagi setiap pihak khususnya warga sipil yang menjadi korban dalam konflik bersenjata. Namun, walaupun telah dibuat konvensi yang mengatur mengenai tata cara berperang dan pengaturan mengenai perlindungan korban perang, pihak yang terlibat secara langsung dalam konflik bersenjata tersebut masih banyak yang melakukan pelanggaran dan tidak memperhatikan peraturan yang telah ditetapkan. Korban perang yang merupakan warga sipil masih terus berjatuhan dan terus meningkat jumlahnya, khususnya adalah anak anak dan wanita yang paling sering menjadi korban dalam konflik bersenjata. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah perlindungan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional terhadap perempuan dan anak di wilayah yang mengalami konflik bersenjata? 1.3 Tujuan Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana dampak yang diakibatkan oleh konflik bersenjata terhadap anak anak dan wanita serta perlindungan Hukum Hak Asasi Manusia h. 6-7 3 KGPH Haryomataram, 2005, Pengantar Hukum Humaniter, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 3

Internasional terhadap perempuan dan anak anak yang berada dalam situasi konflik bersenjata. II. ISI MAKALAH 2.1 Metodologi Penelitian Metodologi adalah cara mendapatkan kebenaran materiil terhadap penelitian yaitu dengan cara penelitian dan pengumpulan data untuk dapat menyusun suatu karangan ilmiah atau laporan sehingga betul betul akan terarah pada tujuannya dengan melalui cara tertentu dan teratur. 4 Dalam penulisan laporan ini, penulis menggunakan jenis penelitian secara normatif dengan menggunakan pendekatan undangundang ( statute approach ), yang dilakukan dengan menelaah undangundang dan regulasi yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang diteliti. 2.2 Hasil dan Pembahasan 2.2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia Internasional Hukum internasional dalam beberapa hal berkorelasi dengan Hukum Hak Asasi Manusia (HAM). HAM memuat beberapa prinsip diantaranya universal, tidak dapat dicabut dengan cara apapun, integral, kesetaraan serta tanpa diskriminasi. Hukum Hak Asasi Manusia Internasional dimaksudkan sebagai hukum mengenai perlindungan terhadap hak hak individu atau kelompok yang dilindungi secara internasional dari pelanggaran, terutama yang dilakukan pemerintah atau aparatur negara. 5 Tonggak lahirnya hukum hak asasi manusia terhitung sejak disahkannya Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948 yang selanjutnya disebut DUHAM. DUHAM bukanlah suatu 4 Soetrisno Hadi, Metodologi Research, UGM, Yogyakarta, 1987, h. 49 5 Rudi M. Rizki, Pokok Pokok Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, 2005, h. 1 4

hukum yang mengikat karena sifatnya yang merupakan sebuah deklarasi. Namun, DUHAM telah melandasi pembentukan norma norma HAM internasional yang diwujudkan dalam berbagai bentuk perjanjian internasional yang secara hukum mengikat negara negara pihak. Esensi hukum hak asasi manusia internasional mengatur kemanusiaan yang sifatnya universal tanpa mengenal dan terikat oleh ruang dan waktu tertentu. 6 Hukum HAM internasional telah meletakkan kewajiban dasar bagi tingkah laku negara dalam melaksanakan perlindungan internasionalnya. Tindakan yang bertentangan dengannya akan menimbulkan tanggung jawab internasional yang dapat muncul dimana terdapat pelanggaran yang sungguh sungguh terhadap hal-hal dasar yang menyangkut perlindungan atas hak asasi manusia, khususnya perempuan dan anak- anak. 2.2.2 Hukum Humaniter Internasional Seiring perkembangannya, istilah hukum humaniter digunakan untuk mengutamakan sisi kemanusiaan dan beradab dari hukum perang, dimana hukum ini menitikberatkan kepada batasan batasan yang diberikan untuk menekan dampak negatif dari konflik bersenjata. Hukum Humaniter Internasional dibuat untuk melindungi kaum yang tidak terlibat secara aktif dalam konflik bersenjata. Hukum Humaniter secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu: 1. Hukum Jenewa: yang dibuat untuk melindungi orang orang yang tidak atau tidak lagi terlibat secara aktif dalam peperangan, seperti penduduk sipil, dan tentara yang sudah terluka parah. 2. Hukum Den Haag: mengatur mengenai hak dan kewajiban pihak pihak yang terlibat secara aktif dan memberikan batasan 6 Agus Fadillah, Pengantar Hukum Internasional dan Hukum Humaniter Internasional, Elsam, 2007, Jakarta Hlm. vi 5

mengenai sarana dan prasarana yang boleh atau tidak boleh dipergunakan dalam berperang atau mencapai tujuan. Asas Asas dalam hukum humaniter: 1. Asas Kepentingan Militer (Military Necessities) 2. Asas Proporsionalitas 3. Asas Perikemanusiaan (Humanity), adalah asas dimana pihak yang berperang haruslah tetap memperhatikan sisi perikemanusian, mereka dilarang untuk menggunakan senjata yang berlebihan, menyakiti hingga menyebabkan luka yang berlebihan, menyebabkan penderitaan yang tidak perlu, dan memperhatikan pihak mana saja yang boleh dilukai dalam keadaan perang. 4. Asas Ksatrian (Chivalry), dimana dalam asas ini mengandung pengertian, walaupun dalam keadaan berperang, kejujuran dan sportivitas adalah hal yang harus tetap dijunjung tinggi oleh kedua belah pihak. Selain keempat asas diatas, terdapat satu asas lagi yang sangat penting dalam hukum humaniter, yaitu asas pembeda, dimana harus dibedakan penduduk yang terdapat disuatu negara ke dalam dua golongan yaitu: 1. Kombatan, yang merupakan penduduk yang berperan dan berpartisipasi secara aktif dalam konflik bersenjata atau perang 2. Non Kombatan atau penduduk sipil yang sama sekali tidak ikut terlibat dalam peristiwa tersebut. Golongan ini biasanya terdiri dari anak anak, orang tua dan perempuan. 2.2.3 Istilah dan Pengertian Konflik Bersenjata Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bagian dari Hukum Humaniter Internasional. Salah satu definisi klasik tentang perang dikemukakan oleh Karl von Clausewitz yang mendefinisikan perang sebagai perjuangan dalam skala besar yang dimaksudkan oleh salah satu pihak untuk menundukkan lawannya guna memenuhi kehendaknya. Dalam definisi tersebut terdapat dua aspek penting 6

mengenai perang yaitu, perang dilakukan dalam skala besar, dan pihakpihak yang terlibat dalam perang memiliki tujuan untuk menundukkan dan memaksakan persyaratan- persyaratan tertentu. J.G. Starke juga berpendapat bahwa pembedaan perang dan konflik bersenjata bukan perang dapat dilihat dari dimensi konflik, maksud-maksud para kontestan, serta sikap dan reaksi pihak ketiga yang bukan kontestan. 7 Sedangkan Oppenheim menyatakan bahwa perang atau konflik bersenjata merupakan suatu pertempuran atau pertarungan yang terjadi antara dua negara atau lebih melalui angkatan bersenjata yang dimiliki dengan tujuan menaklukkan satu sama lain dan memaksakan syarat-syarat perdamaian yang dianggap menguntungkan pihak yang memenangkan perang tersebut. 8 Berdasarkan pendapat diatas, secara umum perang lazimnya dianggap sebagai konflik bersenjata yang terjadi diantara negaranegara.6 Jadi, dapat dikatakan bahwa perang adalah salah satu wujud dari konflik bersenjata (armed conflict). 9 2.2.4 Hak Asasi Anak Perlindungan terhadap anak yang berada di wilayah konflik merupakan suatu isu yang sangat penting bagi dunia internasional. Akhir akhir ini, cukup sering diberitakan kan anak anak yang turut menjadi korban kejahatan perang seperti terror bom di sekolah, rumah sakit dan pemukiman penduduk sipil. Serangan tersebut memang tidak secara langsung ditujukan untuk melukai anak anak, namun sebagai akibat dari serangan yang bersifat massive dan massal seperti bom dan serangan udara, tidak sedikit korban yang ditimbulkan berasal dari kaum anak-anak. 7 J.G. Starke, 2004, Pengantar Hukum Internasional 2, Edisi Kesepuluh, cet. V, terjemahan Bambang Iriana Djajaatmaja, Sinar Grafika, Jakarta, h.699. 8 Yoram Dinstein, 2004, War, Agression and Self-Defense, edisi ketiga, Cambridge Universiti Press, Cambridge, h. 4. URL: https://books.google.co.id/books?id=gn6gyjdbzyyc&dq=yoram+dinstein,+2004,+war,+aggres sion+and+self-defense,&hl=id&source=gbs_navlinks_s 9 Ibid, h.6 7

Dalam situasi konflik bersenjata anak anak mendapatkan perlindungan secara khusus yang diatur dalam Konvensi Jenewa 1949. Hak hak atas anak diatur dalam beberapa konvensi internasional seperti: 1. Konvensi-konvensi Jenewa mengenai Hukum Humaniter Internasional (1949) dan Protokol Tambahannya (1977) 2. Konvensi Hak Anak Tahun 1989 3. Piagam Afrika tentang Hak-hak dan Kesejahteraan Anak, Uni Afrika (The African Charter on the Rights and Welfare of the Child of the Organisation for African Unity ) tahun 1993. Berdasarkan Konvensi Hak anak tahun 1989, mengatur syarat syarat partisipasi anak dalam konflik bersenjata: 1. Negara anggota tidak diperbolehkan merekrut siapapun yang masih berusia dibawah 15 tahun dengan alasan apapun di dalam angkatan bersenjatanya. 2. Negara yang merekrut anak ke dalam angkatan bersenjatanya setidaknya harus merekrut anak tersebut pada saat usianya telah mendekati 18 tahun 3. Negara harus melakukan langkah langkah pencegahan apabila terjadi partisipasi aktif dari siapapun yang berusia dibawah 15 tahun baik di dalam angkatan bersenjata maupun kelompok bersenjata non pemerintah. Secara umum, hak anak sangat penting dan perlu diberikan perlindungan. Sebab sebagai kaum yang lemah seringkali anak anak tidak dapat mempertahankan dan membela dirinya sendiri. Tidak jarang, dalam konflik bersenjata banyak anak anak yang tewas, menjadi cacat, diculik, diperdagangkan, kehilangan orang tua dan dipisahan dari keluarganya, dan yang terpenting adalah mengalami trauma emosi dan batin yang sangat mendalam. Anak anak tersebut kehilangan hak atas pendidikan dan kesehatan yang layak dimana seharusnya mereka bisa menikmati masa kanak - kanak serta tumbuh 8

dan berkembang layaknya anak yang lain. Konflik bersenjata atau perang sering kali menyebabkan rumah yang mereka tempati mengalami serangan serangan militer sehingga menyebabkan mereka dengan terpaksa mengungsi dan meninggalkan rumahnya. Hal inilah yang menyebabkan mereka menjadi sangat rentan terhadap kekerasan seperti kekerasan seksual, pemerkosaan, terjangkit penyakit, dan kekurangan gizi yang akhirnya menyebabkan kematian. 2.2.5 Hak Asasi Perempuan Hak asasi perempuan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang perlu mendapkatkan jaminan dan perlindungan hukum baik hukum nasional maupun internasional. Dalam situasi konflik bersenjata laki-laki dipandang sebagai pihak yang memiliki kemampuan untuk melindungi diri lebih baik daripada perempuan. Perempuan dianggap sebagai kelompok yang rentan dalam situasi konflik bersenjata maka perlindungan terhadap mereka harus lebih diutamakan.walaupun perempuan tidak terlibat secara langsung dan aktif dalam konflik bersenjata namun perempuan lebih berpotensi untuk menerima dampak dari konflik bersenjata misalnya mendapat kekerasan berbasis gender (gender based violence) 10 Margaret A. Schuler menunjukkan menunjukan bahwa kekerasan seksual terhadap perempuan yang pada situasi konflik bersenjata dapat digunakan oleh militer sebagai bagian dari strategi perangnya, yakni dengan tujuan sebagai berikut: 11 1. Penghamilan dan kehamilan paksa telah digunakan untuk tujuan tujuan sebagai berikut : 10 Siân Herbert, 2014, Links between gender-based violence and outbreaks of violent conflict, GSDRC Helpdesk Research Report, hlm.1 URL : http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/salam/article/view/2389/1802 diakses pada tanggal 25 April 2017 11 UNICEF, Sexual violence as a weapon of war, [online] tersedia di<http://www.unicef.org/sow96ok/sexviol.htm>, diakses tanggal 25 April 2017. 9

a. Memperberat rasa penghinaan terhadap korban perkosaan. b. Melahirkan bayi dengan etnis yang sama dengan pemerkosaannya 2. Perkosaan telah digunakan dengan tujuan tujuan sebagai berikut : a. Menteror penduduk sipil dan sebagai dampak ikutannya mendorong penduduk sipil untuk meninggalkan rumah dan desa mereka. b. Merendahkan musuh dengan cara menaklukkan kaum perempuannya. c. Merupakan bonus bagi para tentara serta untuk meningkatkan keberanian mereka di medan perang. 3. Pelacuran paksa telah digunakan untuk tujuan tujuan sebagai berikut: a. Meningkatkan moral para tentara dan pegawai dan; b. Merupakan cara untuk membuat atau menjadikan kaum perempuan merasa ikut bertanggungjawab terhadap pelanggaran yang terjadi. Konflik bersenjata dapat memberikan akibat kepada siapa saja, baik itu kombatan maupun non-kombatan. Namun hukum humaniter internasional mengatur bahwa bagi mereka yang berstatus non kombatan harus mendapat perlindungan selama berlangsungnya konflik. Penduduk sipil adalah termsuk dalam kategori yang mendapakan perlindungan tersebut. Selain perlindungan kepada penduduk sipil secara umum, harus diakui bahwa beberapa kelompok dapat dianggap sebagai kelompok yang rentan (vulnerable groups) dalam konflik bersenjata. Kelompok- kelompok inilah yang seharusnya mendapat perhatian lebih dalam aksi-aksi kemanusiaan selama berlangsungnya konflik bersenjata. 10

III. KESIMPULAN Perang atau konflik bersenjata merupakan suatu peristiwa yang kadang kala tidak dapat dihindari. Perbedaan kepentingan dan tujuan dari masing masing pihak yang terlibat dalam suatu konflik bersenjata merupakan faktor utama terjadinya perang, meskipun dianggap sebagai suatu pilihan terakhir, perang masih digunakan sebagai jalan yang dirasa dapat menyelesaikan suatu permusuhan di antara kedua belah pihak. Seringkali, negara negara yang sedang berperang tidak memikirkan dampak yang dapat ditimbulkan dari perang tersebut khususnya bagi warga sipil terutama nak anak dan perempuan. Sebagai kaum yang dapat dikatan lemah, pelanggaran hak asasi perempuan dan anak anak sangat sering terjadi dan tidak dilindungi. Maka dari itu sangatlah perlu perhatian dari seluruh masyarakat dunia, khususnya PBB sebagai organisasi internasional yang bersifat universal untuk tetap menjaga dan melindungi hak dari kaum perempuan dan anak anak, agar dapat menikmati rasa aman dan dapat melanjutkan kehidupannya dengan layak meskipun mereka sedang berada di wilayah yang mengalami konflik bersenjata atau perang. 11

IV. DAFTAR PUSTAKA BUKU Arlina Permanasari, Aji Wibowo, et all, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of the Red Cross, Jakarta, h. 5 Fadillah Agus, 2007, Pengantar Hukum Internasional dan Hukum Humaniter Internasional, Elsam,, Jakarta Hlm. vi Hadi Soetrisno, 1987, Metodologi Research, UGM, Yogyakarta Haryomataram, KGPH 2005, Pengantar Hukum Humaniter, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 6-7 Herbert Sian, 2014, Links between gender-based violence and outbreaks of violent conflict, GSDRC Helpdesk Research Report. Mochtar Kusumaatmadja, 1968, Konvensi Djenewa Tahun 1949 mengenai Perlindungan Korban Perang, Binatjipta, Bandung, h.7 Permanasari Arlina, Aji Wibowo, et all, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of the Red Cross, Jakarta, Rudi M. Rizki, 2005, Pokok Pokok Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, Hlm. 1 Starke, J.G 2004, Pengantar Hukum Internasional 2, Edisi Kesepuluh, cet. V, terjemahan Bambang Iriana Djajaatmaja, Sinar Grafika, Jakarta, h.699. JURNAL DAN ARTIKEL UNICEF, Sexual violence as a weapon of war, [online] tersedia 12

di<http://www.unicef.org/sow96ok/sexviol.htm>, diakses tanggal 25 April 2017. Yoram Dinstein, 2004, War, Agression and Self-Defense, edisi ketiga, Cambridge University Press, Cambridge, h. 4. URL: https://books.google.co.id/books?id=gn6gyjdbzyyc&dq=yoram+ Dinstein,+2004,+War,+Aggres sion+and+self- Defense,&hl=id&source=gbs_navlinks_s PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN Konvensi Hak Anak 1989 (Convention on the Rights of the Child) 13