TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar (BSN, 998). Tabel. Standar Mutu Susu Segar (SNI-0-34-998) No. Karakteristik Syarat. Berat jenis (pada suhu 27,5 o C minimal),028 g/cm 3 2. Kadar lemak Minimum 3,0% 3. Kadar bahan kering tanpa lemak Minimum 8,0% 4. Kadar protein Minimum 2,7% 5. Warna, bau, rasa dan kekentalan Tidak ada perubahan 6. Derajat keasaman 6 7 o SH 7. Uji alkohol (70%) Negatif 8. Uji katalase maksimal 3cc 9. Angka refraksi 36-38 0. Angka reduktase 2-5 jam. Cemaran mikroba maksimal Total kuman Salmonella x0 6 CFU/ml Negatif E. coli (patogen) Negatif Coliform Streptococcus group B Staphylococcus aureus 20/ml 4x0 2 /ml 4x0 5 /ml 2. Jumlah sel radang ambing maksimal 4x 0 5 /ml 3. Cemaran logam berbahaya maksimal Timbal (Pb) Seng (Zn) Merkuri (Hg) Arsen (As) 4. Residu Antibiotika Pestisida/insektisida 0,3 ppm Sesuai dengan aturan yang berlaku 5. Kotoran dan benda asing Negatif 6. Uji pemalsuan Negatif 7. Titik beku -0,520 0 C s.d -0,560 0 C 8. Uji Peroksidase Positif Sumber : BSN (998)
Susu memiliki kandungan gizi yang tinggi dan merupakan bahan makanan sempurna, karena mengandung hampir semua zat gizi yang diperlukan tubuh manusia dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Komposisi terbesar dari susu yaitu air sekitar 87%. Komponen susu selain air merupakan total solid (TS) dengan nilai rata-rata 3% dan total solid tanpa komponen lemak atau solid non fat (SNF) rata-rata adalah 9,5% (Rahman et al., 992). Selain mengandung gizi yang tinggi, susu juga mudah sekali mengalami kerusakan terutama oleh mikroba. Pada saat susu keluar setelah diperah, susu merupakan suatu bahan yang murni, higienis, bernilai gizi tinggi, mengandung sedikit kuman (yang berasal dari ambing), demikian pula bau dan rasa tidak berubah serta tidak berbahaya untuk diminum. Setelah beberapa saat berada dalam suhu kamar, susu sangat peka terhadap pencemaran sehingga dapat menurunkan kualitasnya. Pada keadaan normal, susu hanya bertahan maksimal 4 jam setelah pemerahan tanpa mengalami kerusakan maupun penurunan kualitas. Kerusakan pada susu dapat pula dijumpai kurang dari 4 jam setelah pemerahan. Hal ini dapat terjadi akibat tidak terjaganya kebersihan ambing atau kondisi pemerah saat pemerahan berlangsung, serta kontaminasi pada alat yang digunakan. Pengujian terhadap kualitas susu segar dapat dilakukan melalui pengujian fisik, kimia dan mikrobiologi (Deptan, 997). Susu Pasteurisasi Susu pasteurisasi adalah susu yang telah mengalami proses pemanasan pada temperatur 72 o C selama minimum 5 detik atau pemanasan pada 63 o C-66 o C selama 30 menit, kemudian segera didinginkan sampai 0 o C. Selanjutnya diperlakukan secara aseptik dan disimpan pada suhu maksimum 4,4 o C (BSN, 995). Pasteurisasi pada susu dimaksudkan untuk memberikan perlindungan maksimum terhadap susu segar yang kemungkinan membawa bibit penyakit dengan mengurangi seminimal mungkin kehilangan zat gizinya dan mempertahankan semaksimal mungkin rupa dan cita rasa susu mentah segar (Buckle et al., 2007). Alur proses produksi susu pasteurisasi yaitu penerimaan bahan baku, homogenisasi, pasteurisasi, pengisian ke dalam kemasan, penyimpanan dingin dan distribusi (Murdiati et al., 2004).
Beberapa cara pasteurisasi yang dikenal yaitu metode Low Temperature Long Time (LTLT) dan metode High Temperature Short Time (HTST). Metode LTLT merupakan metode pemanasan susu pada suhu 65 o C selama 30 menit, sedangkan metode HTST merupakan metode pemanasan susu pada suhu 7 0 C selama 5-6 detik (Buckle et al., 2007). Daya simpan susu yang telah dipasteurisasi diperpanjang dengan cara pendinginan secara cepat dan penyimpanan pada suhu dingin 0 o C atau suhu yang lebih rendah sehingga akan memberikan hasil yang lebih baik. Suhu tersebut tidak menyebabkan mikroba-mikroba pembusuk mati, tetapi tidak lagi mampu tumbuh dan berkembangbiak. Selama mikroba-mikroba pembusuk tidak aktif, maka susu tetap awet dan baik untuk dikonsumsi (Winarno dan Ivone, 2007). Standar mutu susu pasteurisasi disajikan pada Tabel 2. Table 2. Standar Mutu Susu Pasteurisasi (SNI 0-395-995) Karakteristik Syarat Jenis A B Bau, rasa dan warna Khas Khas Kadar lemak min (%) 2,8,5 Kadar padatan tanpa lemak minimal (%) 7,7 7,5 Uji Reduktase dengan methilen biru 0 0 Kadar protein minimal (%) 2,5 2,5 Uji fosfatase 0 0 TPC (Total Plate Count) maksimal 3 x 0 4 3 x 0 4 Coliform presumptive maksimal (MPN/ml) 0 0 Logam berbahaya As (ppm) maksimal Pb (ppm) maksimal Cu (ppm) maksimal Zn (ppm) maksimal 2 5 2 5 Bahan pengawet, pemantap, zat pewarna sesuai dengan peraturan yang ada dan zat penyedap cita rasa Keterangan : A (Susu pasteurisasi tanpa penyedap cita rasa) B ( Susu pasteurisasi diberi penyedap cita rasa) Sumber : BSN (995)
Mutu Produk Sifat-sifat mutu terdiri atas: ) sifat yang objektif, termasuk sifat mekanik, fisik, morphologi, kimiawi, mikrobiologi, sifat gizi dan sifat biologi serta, 2) sifat organoleptik yang subjektif termasuk rasa, bau, warna, tekstur dan penampilan. Mutu suatu produk ditentukan oleh banyaknya sifat produk dan hal-hal lain yang mempengaruhi mutu. Hadi (2000) mengemukakan bahwa mutu merupakan karakteristik menyeluruh dari suatu barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan. Mutu menggambarkan keseluruhan gabungan karakteristik produk pada proses produksi, produk akhir hingga pemasaran. Feigenbaum (996) menyatakan bahwa konsumen merupakan evaluator mutu karena pada akhirnya konsumen yang akan memutuskan suatu mutu. Pencapaian dan pemeliharaan tingkat kepuasan konsumen terhadap mutu suatu produk merupakan faktor yang dapat menentukan pertumbuhan kelangsungan suatu perusahaan. Konsumen yang puas merupakan definisi praktis dari mutu yang tinggi. Mutu yang baik dapat dipertahankan melalui suatu aktivitas yang disebut pengendalian mutu. Pengendalian mutu produk merupakan teknik dan kegiatan yang dilakukan dalam upaya mencapai, mempertahankan dan memperbaiki mutu suatu produk atau jasa. Feigenbaum (996) mengklasifikasikan pengendalian mutu menjadi empat jenis yaitu : ) pengendalian rancangan baru yang meliputi pembentukan dan spesifikasi mutu dari segi biaya dan keamanan yang diperlukan untuk memenuhi kepuasan konsumen serta mencari kemungkinan sumber gangguan mutu sebelum dilakukan produksi, 2) pengendalian bahan yang masuk mencakup spesifikasi penerimaan dan penyimpanan pada tingkat mutu yang paling ekonomis, 3) pengendalian produk adalah pengendalian dari sumber produksi hingga ke pemasaran sehingga penyimpangan-penyimpangan mutu dapat dikoreksi sebelum produk-produk menjadi cacat atau tidak sesuai, 4) kajian proses khusus yang melibatkan penyelidikan dan pengujian untuk (a) menetapkan penyebab terjadinya produk-produk yang tidak sesuai, (b) memperbaiki karakteristik mutu dan (c) menjamin bahwa perbaikan atau tindakan korektif sudah permanen.
Fishbone Diagram (Diagram Sebab Akibat) Fishbone diagram atau diagram sebab akibat merupakan alat bantu manajemen (mutu) berupa grafik yang menggambarkan sumber-sumber penyebab variasi suatu proses. Diagram sebab akibat berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab munculnya masalah yang berpengaruh terhadap hasil (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Diagram sebab akibat dapat digunakan untuk mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah, membantu memberikan solusi suatu masalah dan membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut. Tahapan dalam membuat diagram sebab akibat yaitu: ) penentuan masalah yang digambarkan dalam sebuah kotak di sebelah kanan garis panah utama, 2) pencarian faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap masalah dan digambarkan dengan garis panah cabang yang mengarah ke panah utama, 3) faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap masalah digambarkan di sebelah kanan dan kiri panah cabang serta dihubungkan dengan garis panah yang mengarah ke panah cabang, dan 4) penyebab utama dicari dari diagram yang sudah lengkap.