Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Alat transportasi merupakan salah satu faktor yang mendukung berjalannya

Penyelesaian Capacitated Vehicle Routing Problem (Cvrp) Menggunakan Algoritma Sweep Untuk Optimasi Rute Distribusi Surat Kabar Kedaulatan Rakyat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Graf Definisi 1 (Graf, Graf Berarah dan Graf Takberarah) 2.2 Linear Programming

BAB I PENDAHULUAN. lebih efektif dan efisien karena akan melewati rute yang minimal jaraknya,

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA SWEEP PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN GULA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

PANDUAN APLIKASI TSP-VRP

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. transportasi yang harus dikeluarkan dalam proses pendistribusian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan

BAB 1 PENDAHULUAN. tempat tujuan berikutnya dari sebuah kendaraan pengangkut baik pengiriman melalui

BAB 1 PENDAHULUAN EURASIA. Gambar 1.1. Kondisi Geologi Indonesia

Optimasi Rute Pengangkutan Sampah Dengan Metode Vehicle Routing Problem With Time Window Menggunakan Binary Integer Programming

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Optimalisasi Pengantaran Barang dalam Perdagangan Online Menggunakan Algoritma Genetika

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah perusahaan melakukan proses produksi untuk menghasilkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV PENUTUP. algoritma genetika pada penyelesaian capacitated vehicle routing problem (CVRP)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

DAFTAR ISI ABSTRAK...

Jurnal Ilmiah Mustek Anim Ha Vol.1 No. 2, Agustus 2012 ISSN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

PENGGUNAAN METODE CODEQ UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Usulan Rute Distribusi Tabung Gas Menggunakan Algoritma Ant Colony Systems di PT. Limas Raga Inti

Kata Kunci: Minimalisasi biaya mengungsi relokasi, Optimasi rute transportasi. ISBN :

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

Gambar 1.1 Contoh Ilustrasi Kasus CVRP 13

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I Pendahuluan Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

Grand Desain Simulasi Bencana Merapi 2014 Solusi Perencanaan dan Pengelolaan Aspek Kesehatan Masyarakat Pengungsi

Analisis Jarak Optimal Model Kolaborasi Distribusi Beras, Gula, dan Minyak Goreng di Area Kota Yogyakarta dan Sekitarnya

TUGAS AKHIR PERENCANAAN SISTEM DITRIBUSI HASIL PRODUKSI BUKU PADA PT. BINA PUTRA MANDIRI

Seminar Nasional IENACO ISSN:

ANALISIS ALGORITMA ANT SYSTEM (AS) PADA KASUS TRAVELLING SALESMAN PROBLEM (TSP)

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana,

Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer e-issn: X

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada proses bisnis, transportasi dan distribusi merupakan dua komponen yang

BAB I PENDAHULUAN. Radar Malang merupakan salah satu grup Radar terbesar di Jawa Pos.

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

APLIKASI SIMULATED ANNEALING UNTUK MENYELESAIKAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

VEHICLE ROUTING PROBLEM UNTUK DISTRIBUSI BARANG MENGGUNAKAN ALGORITMA SEMUT

BAB I PENDAHULUAN. merupakan cabang distributor dari perusahaan manufaktur yang. memproduksi sandal bermerek Zandilac. Dalam menjalankan usahanya

PENJADWALAN PERJALANAN ALAT TRANSPORTASI UNTUK PENDISTRIBUSIAN DAN LOADING BARANG DI WILAYAH RUTE SUMATERA UTARA PADA PT.BINA TAMA SENTRA FAJAR MEDAN

PENGEMBANGAN MODEL DISTRIBUSI LOGISTIK BENCANA MERAPI. SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Teknik Industri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENERAPAN METODE PARTICLE SWARM OPTIMIZATION PADA OPTIMASI DISTRIBUSI LPG DARI AGEN KE TOKO KOMPETENSI KOMPUTASI SKRIPSI

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. bagian dalam pekerjaan. Dalam melakukan pemasangan kabel perlu

DAFTAR PUSTAKA. 58

BAB II DASAR TEORI. menyelesaikan Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP) yang meliputi. teori graf, Traveling Salesman Problem (TSP), Vehicle

Pembentukan Rute Distribusi Menggunakan Algoritma Clarke & Wright Savings dan Algoritma Sequential Insertion *

PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM MENGGUNAKAN SAVING MATRIKS, SEQUENTIAL INSERTION, DAN NEAREST NEIGHBOUR DI VICTORIA RO

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI LPG DENGAN PENDEKATAN MODEL MATEMATIS

BAB I PENDAHULUAN. hingga ke luar pulau Jawa. Outlet-outlet inilah yang menjadi channel distribusi

PENERAPAN ALGORITMA SWEEP DAN ALGORITMA GENETIKA PADA PENYELESAIAN CAPACITATED VEHICLE ROUTING PROBLEM (CVRP) UNTUK OPTIMASI PENDISTRIBUSIAN GULA

PENGARUH NILAI PARAMETER TERHADAP SOLUSI HEURISTIK PADA MODEL VTPTW

BAB 4 DATA DAN DEFINISI MASALAH

GENETIKA UNTUK MENENTUKAN RUTE LOPER KORAN DI AGEN SURAT KABAR

2.2.1 Definisi VRP Model Matematis VRP Model Matematis Berbasis Travelling Salesman Problem

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah, salah satu program dari

PENYELESAIAN TRAVELING SALESMAN PROBLEM (TSP) MENGGUNAKAN ALGORITMA RECURSIVE BEST FIRST SEARCH (RBFS)

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

USULAN PERBAIKAN RUTE PENDISTRIBUSIAN ICE TUBE MENGGUNAKAN METODE NEAREST NEIGHBOUR DAN GENETIC ALGORITHM *

BAB I PENDAHULUAN. Industri mobile phone saat ini berkembang dengan pesat. Menurut

Penentuan Lokasi Depo dan Jalur Pengiriman Bantuan Bencana di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN an berkembang algoritma genetika (genetic algorithm) ketika I. Rochenberg dalam bukunya yang berjudul Evolution Strategies

PENENTUAN RUTE DISTRIBUSI BARANG YANG OPTIMAL MENGGUNAKAN ALGORITMA HEURISTIK PADA PT. POS INDONESIA MEDAN

Algoritma Genetika Ganda (AGG) untuk Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP)

USULAN RANCANGAN RUTE TRANSPORTASI MULTI TRIP

BAB I PENDAHULUAN. konsumen adalah kemampuan untuk mengirimkan produk ke pelanggan secara

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB V ANALISIS 5.1 Analisis Evakuasi

OPTIMALISASI RUTE PENGUMPULAN SAMPAH DI KAWASAN PERUMAHAN PESONA KHAYANGAN DENGAN MODEL PENYELESAIAN TRAVELLING SALESMAN PROBLEM

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan 1. Di Kabupaten Malang penerapan manajemen rantai pasok dilaksakan

Transkripsi:

Petunjuk Sitasi; Sulistyo, S. R., & Zulfikar, M. (2017). Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep. Prosiding STI dan SATELIT 2017 (pp. H24-29). Malang: Jurusan Teknik Industri Universitas Brawijaya. Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep Sinta Rahmawidya Sulistyo (1), Muhammad Zulfikar (2) (1), (2) Program Studi Teknik Industri, Departemen Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jalan Grafika 2 Yogyakarta 55281 (1) sinta.sulistyo@ugm.ac.id ABSTRAK Logistik medis menjadi kebutuhan kritis saat kondisi bencana sehingga kebutuhan logistik medis di pos-pos pengungsian harus segera terpenuhi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah merancang rute distribusi bantuan logistik medis dari gudang pusat menuju pos-pos pengungsian sehingga pendistribusian dapat dilakukan secara cepat, efektif, dan efisien. Penentuan rute distribusi logistik medis yang digolongkan permasalahan Capacitated Vehicle Routing Problem (CVRP) pernah diselesaikan pada penelitian terdahulu menggunakan metode Particle Swarm Optimization (PSO) dan metode Simulated Annealing (SA). amun, rute yang dihasilkan tidak dalam satu regional. Agar rute yang dihasilkan dalam satu regional, pada penelitian ini pos-pos pengungsian dibagi menjadi beberapa kluster terlebih dahulu menggunakan algoritma Sweep yang dilanjutkan dengan optimasi rute pada masing-masing kluster. Metode ini pun menyederhanakan permasalahan CVRP menjadi permasalahan Traveling Salesman Problem (TSP). Penelitian ini mengangkat distribusi logistik medis pada kasus bencana erupsi Gunung Merapi dengan tiga skenario amatan, yaitu skenario I (pra-erupsi, 7 pos pengungsian,1 gudang logistik), skenario II (erupsi, 71 pos pengungsian, 1 gudang logistik), dan skenario III (pasca erupsi, 20 pos pengungsian, 1 gudang logistik). Jarak optimal yang diperoleh pada skenario I adalah 51,2 km dengan satu rute, skenario II 238,89 km dengan lima rute, dan skenario III 87,4 km dengan dua rute. Kata kunci Algoritma sweep, logistik medis, travelling salesman problem I. PEDAHULUA Gunung Merapi yang terletak di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan ketinggian 2.930 meter di atas permukaan air laut merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia. Dalam satu dekade terakhir, tercatat dua kali erupsi besar Gunung Merapi yaitu pada tahun 2006 dan 2010. Erupsi terakhir Gunung Merapi menyebabkan 275 korban jiwa dan 287.131 pengungsi (BPB, 2010). Selain itu, kerugian secara fisik terjadi di 299 titik terdampak berupa kerusakan rumah warga, kerusakan fasilitas wisata, kerusakan sektor infrastruktur, sektor sosial, dan lintas sektor yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp 3,628 Triliun (BPB, 2011). Banyaknya korban terdampak oleh bencana erupsi Gunung Merapi mendorong perlunya perencanaan dan perhitungan yang matang sejak dini mengenai dukungan pascabencana berupa distribusi bantuan logistik yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan dalam waktu yang cepat dan biaya yang efisien. Salah satu bentuk bantuan yang menjadi fokus distribusi adalah logistik peralatan medis. Menurut Situmorang (2014), masker dan obat-obatan serta peralatan P3K merupakan bantuan yang paling diperlukan dengan persentase frekuensi 100% bagi korban bencana erupsi Gunung Merapi. Oleh karena itu, proses pendistribusian bantuan harus dilakukan dengan tepat agar distribusi bantuan menjadi lebih cepat dan akurat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan optimasi rute yang dilalui oleh kendaraan dari gudang logistik menuju pos-pos pengungsian. STI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu H-24

Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep Permasalahan rute distribusi bantuan dapat digolongkan sebagai Vehicle Routing Problem (VRP). Rute distribusi ini merupakan rute pergerakan dari satu pos pengungsian ke pos pengungsian lainnya dengan ketentuan bahwa masing-masing pos hanya dilewati satu kali dan kembali lagi ke gudang logistik. VRP dengan kasus rute distribusi bantuan untuk bencana erupsi Gunung Merapi pernah dilakukan oleh Prathama dan Sulistyo (2016). amun, lokasi pos pengungsian yang dihasilkan pada rute distribusi tidak berada pada satu regional dan saling berjauhan. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana menentukan jalur yang optimal untuk kendaraan pengangkut bantuan medis untuk korban bencana erupsi Gunung Merapi dengan mempertimbangkan pengelompokkan pos-pos pengungsian dalam area yang sama. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam penentuan rute distribusi dengan mempertimbangkan pengelompokkan pos-pos pengungsian adalah Algoritma Sweep. Prinsip yang digunakan dalam metode Algoritma Sweep adalah membagi pos-pos pengungsian menjadi beberapa kluster dan kemudian melakukan optimasi rute pada masing-masing kluster. II. METODOLOGI Objek dalam penelitian ini adalah rute kendaraan yang digunakan untuk distribusi bantuan medis ke setiap pos pengungsian. Data yang diperlukan diantaranya adalah data jumlah dan lokasi pos-pos pengungsian erupsi Gunung Merapi yang didasarkan pada data historis dari laporan Satuan Tugas asional Penanggulangan Bencana Gunung Merapi yang diterbitkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, serta data pada aplikasi Portal Peta Partisipatif Forum Pengurangan Risiko Bencana Tanggap Merapi. Data historis jumlah dan lokasi pos pengungsian terbagi menjadi 3 skenario; Skenario I pra-erupsi (per 26 Oktober 2010, ring 10 km ketika terjadi letusan I, sebanyak 7 pos), Skenario II erupsi (per 5 ovember 2010, ring 15 km ketika terjadi letusan II, sebanyak 71 pos), dan Skenario III pasca erupsi (per 19 ovember 2010, ring 20 km ketika terjadi letusan II, sebanyak 20 pos). Gudang logistik untuk Skenario I berada di RS Grhasia sedangkan untuk Skenario II dan Skenario III gudang logistik dipusatkan di Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Data lain yang diperlukan adalah data kebutuhan logistik medis yang diperlukan di setiap pos pengungsian yang diperoleh dengan menggunakan formulasi dari Departemen Kesehatan RI yang disusun oleh Pakaya et al (2007). Kebutuhan logistik medis pada setiap pos difokuskan pada kebutuhan masker dan obat-obatan umum karena penggunaannya yang mencapai 100% (Situmorang, 2014). Sedangkan data jumlah pengungsi di setiap pos pengungsian diperoleh dari BPBD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan BPBD Kabupaten Sleman. Setiap pos pengungsian dan gudang logistik ditentukan koordinatnya (longitude dan latitude) menggunakan Google Map dan digunakan untuk proses clustering. Jarak antar pos pengungsian dalam satu kluster ditentukan setelah proses clustering. Data jarak antar pos pengungsian dalam satu kluster disimpan dalam bentuk matriks dan digunakan sebagai input model matematis. Matriks jarak merupakan matriks tidak simetris (asymmetric) untuk jarak pulang dan pergi salah satunya dikarenakan kondisi pengaturan lalu lintas. Proses clustering dilakukan agar pos-pos pengungsian yang dilalui kendaraan pengangkut berada dalam satu regional. Proses clustering diawali dengan menempatkan gudang logistik sebagai pusat koordinat dan pos-pos pengungsian sebagai titik-titik dalam koordinat kartesius. Algoritma Sweep mengelompokkan pos-pos pengungsi berdasarkan sudut polar yang terbentuk antara pos pengungsi dengan gudang logistik. Pengelompokan dimulai dari titik dengan sudut terkecil hingga titik dengan sudut polar terbesar dengan mempertimbangkan kapasitas kendaraan (Boonkleaw, et al., 2009). Kendaraan yang sering digunakan dalam pengangkutan logistik medis oleh Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah kendaraan jenis Mitsubishi L300 dengan dimensi boks angkut 2,5 m x 1,5 m x 1,5 m (kapasitas angkut 5625 dm 3 ) dan pengangkutan dilakukan dengan full truck load. Setelah kluster terbentuk, optimasi rute dilakukan untuk setiap kluster menggunakan linear programming yang diselesaikan dengan LIGO. Model yang dibangun disederhanakan menjadi Traveling Salesman Problem (TSP) karena kapasitas kendaraan sudah dipertimbangkan saat penentuan kluster sehingga kebutuhan logistik medis dalam satu kluster dipastikan dapat dipenuhi oleh satu kali perjalanan kendaraan pengangkut logistik. STI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu H-25

Sulistyo dan Zulfikar III. HASIL DA PEMBAHASA 3.1 Formulasi Masalah Permasalahan penentuan rute optimal ini termasuk dalam kategori permasalahan Traveling Salesman Problem (TSP) yang bertujuan untuk menentukan rute optimal pengiriman bantuan medis dari gudang menuju pos-pos pengungsian. Model matematis permasalahan ini ditunjukkan oleh Rumus (1) hingga (6). Gudang dinotasikan dengani 1dan pos pengungsian berjumlah dinyatakan dengan i=2,3,4,, dengan masing-masing permintaan sebesar di (demand/kebutuhan logistik medis di pos pengungsian i). Jarak dari titik i ke titik j (pos pengungsian selanjutnya) diketahui sebesar c ij, dengan 0 i j. Permasalahan yang akan diselesaikan adalah bagaimana menentukan rute distribusi dalam jarak tempuh yang minimal, setiap pos pengungsian dapat terlayani oleh tepat satu kendaraan, dan kebutuhan logistik medis setiap pos pengungsian terpenuhi. Dalam model matematis ini terdapat variabel keputusan berupa x ij yang bernilai 1 apabila kendaraan melayani pos j setelah pos i, dan bernilai 0 jika tidak. Rumus (1) menunjukkan fungsi objektif yang bertujuan untuk meminimasi total jarak tempuh rute distribusi logistik medis. Rumus (2) merupakan batasan bahwa setiap pos pengungsian akan dilayani oleh kendaraan pengangkut tepat satu kali. Rumus (3) adalah batasan yang menunjukkan bahwa setiap kendaraan pengangkut logistik yang tiba di pos pengungsian akan meninggalkan pos. Rumus (4) menyatakan batasan rute kendaraan yang harus berawal dan berakhir di gudang. Rumus (5) merupakan eliminasi subtour untuk mencegah adanya lebih dari satu siklus dalam 1 rute. Terakhir, Rumus (6) merupakan batasan bahwa variabel keputusan merupakan bilangan biner. i z j i1 j1 min c x ij (1) i x 1 ij j 1 untuk j 2,3,..., x ij x i1 j1 ij (2) ji 0 (3) x j 1 2 1 dan x i 2 i1 1 (4) ui u x 1 untuk i j; i 2,3,..., ; j 2,3,..., (5) j ij x ij binary (6) 3.2 Hasil Kluster Proses clustering dengan Algoritma Sweep dilakukan pada 3 skenario. Skenario I menghasilkan 1 kluster karena kapasitas kendaraan distribusi lebih tinggi dibandingkan total demand pos-pos pengungsian dalam Skenario I sehingga masih dapat dipenuhi dalam satu kali perjalanan. Skenario II dengan 71 pos pengungsian dan 1 gudang pusat menghasilkan 5 kluster dengan rincian Kluster 1 terdiri dari 16 pos, Kluster 2 terdiri dari 13 pos, Kluster 3 terdiri dari 14 pos, Kluster 4 terdiri dari 15 pos, Kluster 5 terdiri dari 13 pos. Skenario III yang memiliki 20 pos pengungsian dan 1 gudang logistik menghasilkan 2 kluster yang terdiri dari 15 pos di Kluster 1 dan 6 pos di Kluster 2. 3.3 Hasil Rute Optimal Penentuan rute optimal pada masing-masing kluster tidak melibatkan kapasitas kendaraan sebagai batasannya sehingga permasalahan yang terjadi pada masing-masing kluster adalah permasalahan Traveling Salesman Problem (TSP). Penentuan rute optimal pada setiap kluster dilakukan dengan linear programming. Hasil optimasi rute distribusi disajikan dalam Tabel 1. Hasil optimasi rute distribusi pada Tabel 1 dibandingkan dengan hasil penelitian Prathama dan Sulistyo (2016) yang tidak mempertimbangkan clustering meskipun mempunyai objek dan tujuan yang sama. Penelitian Prathama dan Sulistyo (2016) memiliki fungsi tujuan yang sama yaitu penentuan rute optimal untuk distribusi bantuan medis bencana Gunung Merapi menggunakan metode metaheuristik yaitu Particle Swarm Optimization (PSO) dan Simulated Annealing (SA). STI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu H-26

Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep Tabel 1 Hasil Rute Optimal Skenario Rute Jarak Tempuh I 1 51,20 km II 1 48,09 km 2 41,20 km 3 44,60 km 4 71,30 km 5 77,00 km III 1 66,05 km 2 44,90 km Perbandingan hasil perhitungan rute optimal untuk setiap skenario ditunjukkan dalam Tabel 2. Jumlah rute yang dihasilkan untuk setiap skenario pun sama yaitu 1 rute untuk Skenario I, 5 rute untuk Skenario II, dan 2 rute untuk Skenario III. Pada Skenario I, tidak ada perbedaan hasil antara penelitian ini dan penelitian Prathama dan Sulistyo (2016). Pada Skenario II, Algoritma Sweep memberikan hasil yang lebih baik yaitu 8,37 % lebih singkat dari hasil yang diperoleh menggunakan SA. Sedangkan pada Skenario III, penelitian ini memberikan hasil jarak tempuh 25,05 km lebih jauh dari hasil SA oleh Prathama dan Sulistyo (2016). Tabel 2 Perbandingan Rute Optimal Skenario Tanpa Clustering Dengan Clustering I 51,20 km 51,20 km II 307,98 km 282,19 km II 96,85 km 121,90 km Rute yang dihasilkan pada penelitian ini terutama pada Skenario II dan Skenario III memiliki beberapa kluster dengan pos-pos pengungsian yang tidak terletak dalam satu regional. Sebagai contoh, pos-pos pengungsian pada Kluster 5 Skenario II berada pada 3 kuadran berbeda yang berarti ada beberapa pos dalam Kluster 5 yang saling berjauhan. Hal serupa juga terjadi pada Kluster 2 Skenario III yang memiliki pos pengungsian di kuadran 2 dan kuadran 3. Oleh karena itu, perbaikan clustering pada Skenario II dan Skenario III perlu dilakukan. 3.4 Perbaikan Kluster Proses clustering dilakukan kembali karena hasil perhitungan yang diperoleh dari proses clustering sebelumnya belum optimal. Dalam proses clustering ulang, proses sweeping yang sebelumnya dilakukan dari kuadran 1 (Ѳ = 0 0 ) diubah menjadi dari kuadran 4 (Ѳ = 270 0 ). Penggantian titik sweeping ini dilakukan untuk menghindari pos di kuadran 2 dan pos di kuadran 4 terdapat dalam satu kluster, atau pos di kuadran 1 dan kuadran 3 tergabung dalam satu kluster sehingga tidak ada pos yang saling berjauhan dalam satu kluster. Setelah proses clustering ulang, Skenario II tetap memiliki 5 kluster dengan rincian Kluster 1 terdiri dari 11 pos, Kluster 2 terdiri dari 17 pos, Kluster 3 terdiri dari 7 pos, Kluster 4 terdiri dari 18 pos, dan Kluster 5 terdiri dari 18 pos. Skenario 3 pun tetap menghasilkan 2 kluster dengan komposisi 16 pos pada Kluster 1 dan 4 pos pada Kluster 2. 3.5 Hasil Rute Optimal setelah Perbaikan Kluster Penentuan rute optimal pada masing-masing kluster setelah perbaikan dilakukan dengan cara yang sama yaitu menggunakan linear programming. Hasil optimasi rute distribusi setelah perbaikan kluster disajikan dalam Tabel 3. Melalui hasil perhitungan yang didapatkan untuk masing-masing skenario setelah dilakukan proses clustering ulang, total jarak yang ditempuh oleh kendaraan pada Skenario I adalah sejauh 51,2 km, Skenario II sejauh 238,89 km, dan Skenario III sejauh 87,4 km. Selain membandingkan dengan kluster awal, hasil yang diperoleh juga dibandingkan dengan hasil penelitian Prathama dan Sulistyo (2016) seperti ditunjukkan dalam Tabel 4. STI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu H-27

Sulistyo dan Zulfikar Tabel 3 Hasil Rute Optimal setelah Perbaikan Kluster Skenario Rute Jarak Tempuh II 1 50,97 km 2 46,02 km 3 34,50 km 4 45,29 km 5 64,80 km III 1 55,20 km 2 29,40 km Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa total jarak yang ditempuh menggunakan Algoritma Sweep dengan titik sweeping berawal pada kuadran 4 memberikan hasil yang lebih baik. Skenario II mempunyai jarak total sejauh 238,89 km atau 22,72 % lebih pendek daripada hasil dari metode SA pada penelitian Prathama dan Sulistyo (2016). Selain itu, Skenario III juga mempunyai jarak total 9,8 % lebih pendek dari hasil penelitian Prathama dan Sulistyo (2016). Tabel 4 Perbandingan Rute Optimal setelah Perbaikan Kluster Skenario Tanpa Clustering Clustering Awal Clustering Perbaikan I 51,20 km 51,20 km 51,20 km II 307,98 km 282,19 km 238,89 km III 96,85 km 121,90 km 84,60 km Menurut hasil penentuan kluster yang telah dilakukan, didapatkan total kluster terbanyak pada Skenario II yaitu sebanyak 5 kluster. Jumlah kluster ini menunjukkan bahwa minimal kendaraan yang dibutuhkan dalam distribusi bantuan medis bencana erupsi Gunung Merapi ini adalah sebanyak 5 kendaraan agar seluruh pos pengungsian dapat menerima bantuan medis secara cepat. IV. KESIMPULA Dalam penelitian optimasi rute distribusi bantuan medis dalam bencana erupsi Gunung Merapi, telah dibuat model untuk menentukan rute optimal dalam setiap skenario yang ada dengan mempertimbangkan kluster sesuai dengan area pos-pos pengungsian menggunakan Algoritma Sweep. Jumlah kluster yang dihasilkan adalah satu kluster untuk Skenario I, lima kluster untuk Skenario II, dan dua kluster untuk Skenario III. Selain itu, hasil rute yang paling optimal diperoleh saat proses clustering dilakukan pada sudut awal sweeping di kuadran 4 (Ѳ = 270 0 ) dengan total jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejauh 51,2 km pada Skenario I, 238,89 km pada Skenario II, dan 87,4 km pada Skenario III. Dalam pengembangan penelitian terkait pengembangan rute distribusi selanjutnya, penambahan faktor lain seperti kondisi jalan, kondisi lalu lintas, kondisi infrastruktur, keseimbangan beban kerja kendaraan dapat dipetimbangkan. Selain itu, penambahan terkait waktu loading dan unloading pada setiap pos pengungsian juga dapat dilakukan. DAFTAR PUSTAKA Badan asional Penanggulangan Bencana, 2011, Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Erupsi Gunung Merapi Provinsi D. I. Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013, http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/112720-%5b_konten_%5d- Konten%20C7527.pdf, (diakses 13 September 2016). Badan asional Penanggulangan Bencana, 2010, Peta Rekapitulasi Per Kabupaten Jumlah Korban, Pengungsi dan Kerusakan Akibat Letusan Gunungapi Merapi (30 ovember 2010), http://geospasial.bnpb.go.id/2010/11/30/peta-rekapitulasi-per-kabupaten-jumlah-korban-pengungsidan-kerusakan-akibat-letusan-gunungapi-merapi-30-nov-2010/, (diakses pada 13 September 2016). Boonkleaw A.; Suthikannarunai R.; & Srinon R., 2009, Strategic Planning and Vehicle Routing Algorithm for ewspaper Delivery Problem: Case Study of Morning ewspaper, Bangkok, Thailand, Proceeding of the World Congress on Engineering and Computer Science, Vol. 2. Pakaya, R. S., et al., 2007, Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana: Panduan bagi Petugas Kesehatan yang Bekerja dalam Penanganan Krisis Kesehatan akibat Bencana di Indonesia, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia STI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu H-28

Optimasi Rute Distribusi Bantuan Logistik Bencana Erupsi Gunung Merapi Menggunakan Algoritma Sweep Prathama, W.A & Sulistyo, S.R., 2016, Penentuan Rute Distribusi Bantuan Medis untuk Bencana Erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta, Prosiding Seminar asional Teknik Industri Universitas Gadjah Mada 2016, hlm. RO-87-RO-96. Situmorang, F. A., 2014, Identifikasi Daftar Kebutuhan pada Korban Bencana Alam Gunung Meletus dan Gempa Bumi, Skripsi tidak dipublikasikan, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. STI dan SATELIT, 4-6 Oktober 2017, Batu H-29