BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Indonesia

III KERANGKA PEMIKIRAN

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

I. PENDAHULUAN. 1 Sambutan Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad Dimyati pada acara ulang tahun

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik. financial openness). Keuntungan dari keterbukaan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Kebutuhan kedelai meningkat seiring dengan meningkatkan permintaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung. Di Indonesia, budidaya

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kebijakan pangan nasional. Pertumbuhan ekonomi di negara negara

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Produksi dan Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

V GAMBARAN UMUM PERKEMBANGAN DAN IMPOR KEDELAI INDONESIA

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

4. KEBIJAKAN KEDELAI NASIONAL

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

I PENDAHULUAN. [3 Desember 2009] 1 Konsumsi Tempe dan Tahu akan Membuat Massa Lebih Sehat dan Kuat.

RESUME. Liberalisasi produk pertanian komoditas padi dan. biji-bijian nonpadi di Indonesia bermula dari

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki laju pertumbuhan

PROSPEK TANAMAN PANGAN

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di

I. PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, usaha kecil mikro, dan menengah adalah usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB V PENUTUP. pertanian selain dua kubu besar (Amerika Serikat dan Uni Eropa). Cairns Group

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. pertumbuhan produksi pertanian tidak sebesar laju permintaan pangan. Tabel 1.1

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan tersebut atau lebih dikenal dengan perdagangan internasional.

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian, Semester I 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. maupun yang sudah modern. Perkembangan jumlah UMKM periode

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Dalam periode September Oktober 2009 terbukti telah terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan global merupakan aspek penting dalam perekonomian di setiap

Program Studi Agribisnis, Fakutas Pertanian, Universitas Trunojoyo Telp

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

RINGKASAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang sangat menunjang sektor pertanian negara Indonesia. Indonesia juga memiliki pengetahuan bidang pertanian yang tersimpan dalam kearifan lokal dan sosial budaya masyarakat. Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasonal. Secara singkat kontribusi sektor pertanian tercermin lewat kontribusinya dalam pembentukan PDB Nasional, penyerapan tenaga kerja, ekspor hasil-hasil pertanian khususnya perkebunan. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional dalam lima tahun terakhir cenderung mengalami peningkat. Data perkembangan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Nasional dapat dilihat pada Lampiran 1. Dengan demikian komoditi pertanian sangat penting untuk diperhatikan, terutama komoditi-komoditi pertanian yang diolah menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi bagi setiap rakyat Indonesia, hal ini tercantum dalam UU No.7 tahun 1996 tentang pangan. Salah satu komoditas tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat adalah kedelai. Kedelai merupakan komoditas pangan yang utama di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai merupakan salah satu bahan makanan yang mempunyai potensi sebagai sumber utama protein. Sebagai sumber protein yang tidak mahal, kedelai telah lama dikenal dan digunakan dalam beragam produk makanan, seperti tahu, tempe dan kecap. Selain itu kedelai juga merupakan bahan baku industri yang penting terutama industri makanan ternak. Kedelai (Glicine max) dikenal sebagai makanan rakyat karena merupakan sumber protein nabati paling menyehatkan. Kebutuhan atas protein ini akan semakin meningkat seiring peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan, sedangkan di pihak lain penyediaan sumber protein di Indonesia masih belum mencukupi, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, konsumsi kedelai juga meningkat. Peningkatan kebutuhan konsumsi tersebut tidak saja dipengaruhi oleh

2 jumlah penduduk, tetapi juga dipengaruhi perubahan preferensi konsumsi kedelai dan turunannya. Meningkatnya konsumsi kedelai ternyata tidak diiringi dengan meningkatnya produksi kedelai. Pada tahun 2013, produksi kedelai domestik hanya sebesar 779.992 ton. Produksi tersebut hanya mampu memenuhi 40,48% dari konsumsi domestik sehingga terdapat kelebihan permintaan sebesar 1,1 juta ton yang harus diimpor. Produksi kedelai di Indonesia hanya mampu memenuhi konsumsi dalam negeri sekitar 30%, sisanya dipenuhi melalui impor. Permintaan impor kedelai selama satu dekade terakhir mengalami peningkatan 6,7% per tahun. Impor kedelai diperkirakan akan semakin meningkat di masa mendatang mengingat adanya kemudahan tataniaga impor yaitu dengan dibebaskannya bea masuk dan pajak pertambahan nilai kedelai. Diperkirakan kebutuhan kedelai untuk bahan baku industri terutama tahu dan tempe mencapai 80%, sisanya untuk kebutuhan pakan ternak dan konsumsi rumah tangga (Amang et. al., 1996). Preferensi industri tempe dan tahu terhadap kedelai didasarkan pada pertimbangan teknis yang bermuara pada aspek ekonomis (keuntungan). Industri tempe cenderung menggunakan kedelai impor warna kuning karena harga kedelai impor lebih murah, bijinya lebih besar dan kualitasnya lebih baik. Industri tahu cenderung menggunakan kedelai local karena rendemen tahu kedelai local lebih tinggi dari kedelai impor (Rosegrant et. al., 1987 dalam Nurhiasati,dkk, 2010). Permintaan komoditas pertanian dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri, harga komoditas pertanian lainnya sebagai komoditas substitusi, pendapatan konsumen, selera dan preferensi konsumen, jumlah penduduk dan indeks distribusi pendapatan (Sudiyono, 2000 dalam Nurhiasati, dkk, 2010). Kebijakan proteksi harga diakui telah berhasil mencapai sasarannya dan berdampak positif dalam mendorong pengembangan dan peningkatan produksi kedelai domestik (Rosegrant et. al. 1987 dalam Nurhiasati,dkk, 2010). Di sisi lain kebutuhan kedelai sebagai bahan baku industri pangan dalam negeri dipenuhi dengan kedelai impor karena berbagai alasan, antara lain ketersediaan kedelai lokal terbatas, harga lebih tinggi, mutu kedelai impor lebih baik dan alasan lainnya.

3 Seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan hasil pertanian di dalam negeri dan keterbatasan produksi dalam negeri, menjadikan kebutuhan masyarakat tidak dapat terpenuhi, maka pemerintah memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara impor komoditi hasil pertanian. Dari data impor komoditi pertanian tanaman pangan dapat diketahui bahwa volume impor kedelai tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan, dan kedelai harusnya dapat diproduksi di dalam negeri, data ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Periode 2014-2019 bahkan diperkirakan defisit pasokan kedelai Indonesia akan semakin meningkat setelah menghitung angka kebutuhan dan mempertimbangkan kemampuan produksi kedelai dalam negeri. Pada tahun 2016 diperkirakan kekurangan pasokan kedelai akan mencapai 1,61 juta ton, naik 21,6% dari tahun 201. Peningkatan defisit ini diperkirakan akan berkelanjutan sampai tahun 2019, meskipun pada periode yang sama prediksi produksi meningkat namun laju pertumbuhan produksi lebih rendah dari laju konsumsi nasional. Pada tahun 2019 defisit pasokan kedelai diperkirakan mendekati angka 2 juta ton, yakni sebesar 1,93 juta ton atau naik 0,0% dari tahun 2018 yang mengalami defisit sebesar 1,93 juta ton (Lampiran 4). Saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor kedelai terbesar di dunia. Setiap tahunnya jumlah kedelai yang diimpor rata-rata di atas 1 juta ton dari total kebutuhan rata-rata di atas 2 juta ton. Padahal pada masa jaya tahun 1991-1996, Indonesia memproduksi lebih dari 1, juta ton per tahun. Angka ini hanya menutup sekitar 70 persen dari kebutuhan lokal. Namun, produksi kedelai nasional dalam 10 tahun terakhir tidak dapat melampaui 1 juta ton per tahunnya. Impor suatu produk yang semakin meningkatkan menunjukkan bahwa ketergantungan pada pasar dunia semakin tinggi dalam memenuhi kebutuhan domestik dan menyerap devisa dalam jumlah besar pula. Impor juga dipengaruhi oleh pendapatan (Labys, 1973 dalam Nurhiasati,dkk, 2010), selain itu permintaan impor dipengaruhi juga oleh harga impor, nilai tukar, pendapatan dan kebijakan negara pengimpor (Brandson dan Litvatch, 1981 dalam Nurhiasati,dkk, 2010). Terbentuknya beberapa kawasan perdagangan bebas untuk beberapa kawasan, liberalisasi perdagangan akan berlangsung lebih cepat dari yang dijadwalkan WTO, yaitu mulai tahun 2010 untuk negara maju dan 2020 untuk negara berkembang. Sebagai bagian dari tatanan perekonomian dunia, Indonesia yang

4 menganut sistem ekonomi terbuka, mau tidak mau harus ikut melaksanakan perdagangan bebas. Komitmen tersebut dilaksanakan dalam bentuk keikutsertaan Indonesia dalam AFTA, APEC, WTO. Bank dunia berpendapat bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang paling dirugikan dengan pemberlakuan WTO karena akan menyandang kerugian sebesar 1,9 milyar dolar Amerika Serikat. Pemenuhan kebutuhan akan kedelai bisa dipenuhi melalui dua cara, yaitu melalui produksi domestik dan impor kedelai. Banyak pihak dalam negeri berharap kedelai dapat dipenuhi melalui produksi domestik (swasembada) dan impor hanya dilakukan jika produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan kedelai. Namun pada kenyataannya impor kedelai masih saja terus mengalir deras ke pasar domestik. Ketergantungan secara terus menerus kepada impor kedelai akan merugikan posisi ekonomi Indonesia. Walaupun konsumsi dalam negeri terpenuhi, namun kesejahteraan petani kedelai pun harus diperhatikan. Selain itu impor kedelai merupakan impor kacang-kacangan tertinggi di Indonesia dimana setiap tahunnya menghabiskan devisa sebanyak US$ 200-300 juta (Deptan, 200). Impor kedelai dipengaruhi oleh bea masuk, harga kedelai dalam negeri, dan harga jagung sebagai pesaingnya. Bea masuk sangat berperan terhadap perubahan impor kedelai karena perubahan bea masuk dapat mempengaruhi keputusan importir untuk mendatangkan kedelai dari luar negeri. Oleh karena itu dengan peningkatan bea masuk kedelai impor dapat mengakibatkan penurunan impor kedelai. Sedangkan harga kedelai dalam negeri dapat mempengaruhi impor kedelai karena tinggi dan rendahnya harga kedelai dalam negeri menjadi pertimbangan bagi importir untuk mengimpor kedelai (Santoso,2006). Impor kedelai merupakan jalan pintas untuk memasok kekurangan dalam negeri, kerena dalam beberapa hal harganya lebih rendah dan kualitasnya lebih baik. Sesuai kesepakatan dengan IMF, sejak tahun 1998-2003 pemerintah membebaskan bea masuk kedelai (BM nol persen) dan pada tahun 2004 tarif tersebut ditingkatkan menjadi sepuluh persen (Deptan, 200). Tarif ini masih tergolong rendah sehingga relatif merugikan petani, karena harga komoditi cenderung melemah, namun di sisi lain diharapkan juga bisa memacu petani untuk mengusahakan pertanaman kedelai secara efisien dan menerapkan teknologi tepat guna.

Penggunaan tarif impor kedelai ini dianggap dapat berpengaruh terhadap beberapa hal. Secara teori tarif impor dapat meningkatkan harga barang domestik pada negara pengimpor. Akibatnya untuk konsumen pada negara pengimpor secara relatif akan mengalami kerugian. Para produsen di negara pengimpor akan memperoleh keuntungan. Menurut Salvatore (2014) ada beberapa dampak dari pemberlakuan tari impor yaitu dampak pemberlakuan tarif impor terhadap konsumsi (Consumtion Effect of The Tariff) yakni berkurangnya konsumsi domestik. Dampak pengenaan tarif terhadap produksi (Production Effect of The Tariff) adalah peningkatan produk domestik (khususnya terhadap komoditi yang semula lebih banyak di impor). Dampak pengenaan tarif terhadap perdagangan (Trade Effect of The Tariff) yaitu turunnya impor akibat kenaikan harga di negara pengimpor. B. Rumusan Masalah Produksi kedelai nasional akhir-akhir ini belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi nasional. Hal tersebut mengharuskan impor kedelai dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional sehingga sejak tahun 2006 impor kedelai rata-rata meningkat sebesar 19.8% per tahun (BPS, 2012). Kecenderungan meningkatnya pangsa kedelai impor di Indonesia, menunjukan bahwa pasar kedelai dalam negeri memiliki prospek yang cukup baik. Ketergantungan terhadap impor kedelai dapat dikurangi dengan melakukan upaya-upaya peningkatan produksi kedelai nasional agar swasembada kedelai dapat tercapai. Disisi lain Indonesia sebagai anggota WTO harus mematuhi Agreement onagriculture (AoA). Inti kesepakatan AoA adalah: (1) Meningkatkan akses pasar melalui pengurangan hambatan perdagangan, berupa penurunan tarif impor, tarifikasi hambatan non tarif, (2) Pengurangan subsidi ekspor (export subsidy), dan (3) Pengurangan bantuan kepada petani dalam negeri (domesticsupport) (FAO,2003). Dalam hal ini pemerintah selaku decision maker (pengambil kebijakan) tidak boleh salah dalam menentukan dan menerapkan kebijakan. Kebijakan yang baik seyogyanya tidak akan menimbulkan dampak negatif dikemudian hari. Produsen (petani) dan konsumen sebagai objek yang akan merasakan dampaknya, seharusnya sudah diperhitungkan secara cermat dan matang oleh para pelaku pengambil kebijakan.

6 Indonesia juga harus memiliki mekanisme untuk melindungi diri dalam waktu sementara dari ancaman serbuan impor kedelai murah dari luar negeri. Menurut Swastika et al. (2007) hambatan impor yang paling sederhana dan mudah dilakukan adalah peningkatan tarif. Oleh karena itu, masalah efektivitas penerapan tarif menjadi amat penting. Infrastruktur dan SDM haruslah disiapkan sedemikian rupa, sehingga perlindungan melalui tarif menjadi pengaruh. Karena kita tidak mungkin kembali ke perlindungan industri dalam negeri dengan caracara primitif, seperti pelarangan impor. Kita harus mampu melaksanakan perlindungan melalui kebijakan tarif. Tarif merupakan kebijakan perdagangan yang digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah, akan tetapi peranan tarif meluas menjadi alat untuk melindungi industri dalam negeri (Krugman dan Maurice, 1999 dalam Pangestika dkk, 201). Adanya perubahan tarif impor kedelai dapat berdampak pada konsumsi dan produksi kedelai nasional yang meliputi permintaan kedelai, produksi kedelai, produktivitas kedelai jumlah impor kedelai dan harga kedelai domestik. Periode 1973 kebijakan kedelai diupayakan untuk pemenuhan ketersediaan dalam negeri berasal dari produksi kedelai dalam negeri (swasembada kedelai). Periode 1974 s.d. 1997 kebijakan kedelai masih didominasi pemenuhan produksi kedelai dalam negeri (lebih dari 0%) dan selebihnya dari impor dengan pencapaian produksi kedelai dalam negeri tertinggi terjadi pada tahun 1992 sebesar 1,8 juta ton. Pencapaian tersebut didukung beberapa kebijakan antara lain: (i) kebijakan harga dasar (HPP), (ii) adanya campur tangan pemerintah dalam monopoli (Bulog), (iii) program intensifikasi dan ekstensifikasi; serta (iv) pengenaan tarif bea masuk (BM) yang tinggi (10%). Periode 1998 s.d. 2004 terdapat beberapa perubahan kebijakan, antara lain penghapusan peran Bulog dan HPP serta adanya kebijakan penurunan tarif bea masuk berkisar 0 s.d. % yang mengakibatkan terjadinya pergeseran pemenuhan kedelai produksi lokal ke impor (lebih dari 0% berasal dari impor). Hal tersebut berdampak kepada minat petani tanam kedelai menjadi rendah yang disebabkan oleh harga kedelai dipasaran berfluktuasi cenderung meningkat sementara harga ditingkat petani rendah sehingga ketergantungan impor makin besar. Dalam konteks ini harga ditingkat importir menjadi acuan dalam menentukan harga

7 ditingkat pedagang besar, dimana harga ditingkat pedagang besar dijadikan acuan dalam menentukan harga ditingkat pengecer. Dengan demikian harga kedelai ditingkat petani ditentukan oleh pedagang pengumpul desa yang mengacu pada harga kedelai impor. Jika harga kedelai impor murah maka harga kedelai petani juga murah sehingga tidak akan bisa menutupi biaya usahataninya (Setiabakti, 2013). Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya penurunan luas area tanam kedelai. Dari segi persaingan harga pasar, harga kedelai impor jauh lebih murah, dimana hal ini merupakan disinsentif bagi petani dalam menanam kedelai. Selama harga kedelai impor masih rendah maka arus impor semakin deras dan harga kedelai dalam negeri akan turun, sehingga para petani tidak berminat mengusahakan kedelai. Periode 200 s.d. 2010, kebijakan tarif impor kedelai ditujukan untuk mendukung ketahanan sektor pertanian dan swasembada pangan. Besarnya tarif mengalami beberapa perubahan. Pada tahun 200, Pemerintah menetapkan Program Harmonisasi tarif berdasarkan pola khusus dengan tingkat tarif bea masuk kedelai ditetapkan secara advolurum sebesar 10 persen. Tarif bea masuk atas impor kedelai ditetapkan sebesar 0% dan berlaku mulai tanggal 18 Januari 2008. Alasan pemerintah menetapkan tarif rendah adalah untuk memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri, namun tarif sebesar nol persen ternyata merugikan petani, maka pada tahun 2010 tarif impor kedelai kembali ditetapkan menjadi %. Tarif bea masuk atas kedelai menjadi 0% dan berlaku mulai tanggal 24 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2011, kemudian pada 1 Januari 2012, tarif bea masuk kedelai kembali menjadi %. Dengan berubah-ubahnya struktur proteksi akibat kebijakan baru yang diambil maka kemungkinan besar akan terjadi perubahan struktur produksi dan konsumsi kedelai nasional. (Kementrian Keuangan Republik Indonesia, 2014). Harga kedelai nasional dianggap memiliki hubungan dengan tarif impor kedelai. Dalam hal ini tarif impor kedelai dianggap dapat mempengaruhi harga kedelai nasional, karena dengan tarif ini akan ada pengaruh terhadap jumlah kedelai impor yang ada di dalam negeri yang dimana akan mempengaruhi harga kedelai nasional. Berdasarkan penelitian Pangestika et al (201) bahwa tarif impor jagung berpengaruh secara signifikan terhadap harga jagung domestik. Harga

8 kedelai nasional cenderung akan meningkat ketika tarif impor kedelai meningkat, berdasarkan data kementrian keuangan dan kementrian pertanian pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 harga kedelai nasional mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan tarif impor kedelai, kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. 10 9 8 7 6 4 3 2 1 0 8,37 8,64 8,814 8,487 8,90 0 0 0 2008 2009 2010 2011 2012 tarif (%) harga kedelai nasional Gambar 1. Grafik Harga Kedelai Nasional dan Tarif Impor Kedelai Konsumsi kedelai cenderung meningkat ketika tarif impor menurun begitu pula sebaliknya, data yang diperoleh dari BPS, kementrian keuangan dan pusdatin kementrian pertanian memperlihatkan bahwa pada tahun 2008 sampai 2010 bahwa konsumsi mengalami penurun disaat tarif impor meningkat pada tahun 2010 sebesar % dan kemudian konsumsi kembali meningkat pada tahun 2011 disaat tarif impor turun menjadi 0% dan kembali meningkat pada tahun 2012 ketika tarif impor meningkat kembali menjadi %, kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 2. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Pangestika et al (201) mengenai simulasi kebijakan tarif impor jagung terhadap ekonomi jagung di Indonesia terlihat bahwa permintaan jagung akan menurun ketika tarif impor ditingkatkan.

9 6 4 3 tarif (%) 2 1,944 1,86 1,829 2,01 1,937 konsumsi kedelai nasional (juta Ton) 1 0 0 0 0 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 2. Grafik Konsumsi Kedelai Nasional dan Tarif Impor Kedelai Produktivitas kedelai menunjukan peningkatan pada saat tarif impor kedelai meningkat dan mengalami penurunan pada saat tarif impor kedelai menurun. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran. Volume impor kedelai cenderung mengalami peningkatan pada tahun 2011 pada saat tarif impor kedelai menurun dan volume impor kedelai mengalami penurunan kembali pada tahun 2012 pada saat tarif impor kedelai meningkat, walaupun pada tahun 2010 peningkatan tarif impor kedelai tidak diiringi dengan penurunan volume impor kedelai, hal ini dapat dilihat pada Gambar 3. 6 4 3 tarif (%) 2 1 1,176 1,321 1,741 2,088 1,921 impor kedelai (juta Ton) 0 0 0 0 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 3. Grafik Impor Kedelai dan Tarif Impor Kedelai Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa tarif impor dianggap dapat mempengaruhi konsumsi dan produksi kedelai nasional, maka penting dilakukan penelitian tentang analisis pengaruh kebijakan tarif impor kedelai terhadap konsumsi dan produksi kedelai nasional. Pentingnya dilakukan penelitian ini guna mengetahui bagaimana dampak dari perubahan tarif impor terhadap konsumsi dan

10 produksi kedelai nasional yang meliputi harga kedelai nasional, konsumsi kedelai, produktivitas kedelai dan jumlah impor kedelai. Dengan demikian muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi dan produksi kedelai nasional? 2. Bagaimana pengaruh alternatif kebijakan tarif impor kedelai terhadap konsumsi dan produksi kedelai nasional? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi dan produksi kedelai nasional 2. Menganalisis pengaruh alternatif kebijakan tarif impor kedelai terhadap konsumsi dan produksi kedelai nasional D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai pedoman bagi pihak pembuat kebijakan dalam menentukan kebijakan yang dapat meningkatkan konsumsi dan produksi kedelai nasional 2. Sebagai sumbangsih dan pedoman untuk penelitian selanjutnya E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh kebijakan tarif impor kedelai terhadap konsumsi dan produksi kedelai nasional. Konsumsi dan produksi kedelai nasional yang dikaji dalam penelitian ini hanya difokuskan kepada kuantitas impor kedelai, harga kedelai nasional, konsumsi kedelai, produktivitas kedelai dan produksi kedelai. Penelitian ini melakukan analisis regresi dengan persamaan simultan yang menggunakan data skunder selama 30 tahun, kemudian melakukan peralaman selama tujuh tahun dan memberikan gambaran simulasi alternatif kebijakan tarif impor kedelai pada tingkat 0 persen, 10 persen dan 1 persen.