BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perbankan sebagai bagian dari perekonomian, memiliki peranan penting dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Bank merupakan lembaga intermediasi yang dalam menjalankan usahanya bergantung pada dana masyarakat dan kepercayaan baik dari dalam maupun luar negeri. Perbankan memiliki kedudukan strategis, yakni sebagai penunjang sistem pembayaran, pelaksanaan sistem moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Saat ini masih cukup banyak kredit macet yang terjadi di bank-bank BUMN dan BUMD. Tidak jarang kasus kredit macet tersebut berakhir di ranah hukum pidana. Hal tersebut disampaikan Yunus pada seminar nasional Perspektif Hukum Penanganan Kredit Macet pada Bank BUMN/BUMD: Korupsi atau Risiko Bisnis di Jakarta,Rabu (19/3/15). Pembicara lain dalam seminar itu adalah Wakil Jaksa Agung, Andhi Nirwanto dan Ketua Serikat Karyawan Bank BJB, Agus Jaja Ma'soem.Yunus berpendapat kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) terjadi karena beberapa hal, antara lain kondisi debitur, internal perbankan, serta kondisi ekonomi makro. Terkait 1
2 adanya tindak korupsi dalam NPL, lanjutnya, hal itu bergantung pada kasusnya. "Artinya, kredit macet dapat masuk katagori korupsi jika terjadi pelanggaran hukum. Tapi, jika termasuk risiko perbankan BUMN-BUMD, kredit macet itu bukan termasuk pidana korupsi," tegasnya. Di tengah kondisi tersebut, banyak tindak pidana perbankan didominasi oleh masalah perkreditan dan penyalahgunaan aset, sedangkan dari sisi pelaku yang terbanyak direksi bank, pejabat, eksekutif, dan karyawan bank. Menurut Kepala Departemen Pemeriksaan Khusus dan Investigasi Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tutty Kustiati, kegiatan operasional bank memiliki kompleksitas yang cukup tinggi yang memungkinkan oknum bank melakukan penyimpangan, baik administratif maupun pidana. (finansial.bisnis.com : 2015) Contoh kasus yang terjadi yaitu kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Bank DKI kepada PT. Likotama Harum dan PT. Mangkubuana Hutama Jaya tahun 2013 yang melibatkan pejabat eksekutif bank dan karyawan bank. Dalam pelaksanaan pemberian kredit modal kerja pada waktu permohonan dilakukan oleh PT Likotama Harum belum dipenuhi persyaratan-persyaratan atau tidak sesuai dengan Buku Pedoman Perusahaan (BPP) Kredit tapi telah disetujui oleh Dewan Direksi sehingga pencairan kredit dilaksanakan. Setelah pencairan kredit modal kerja yang diterima, bukan untuk permodalan pekerjaan dimaksud, akan tetapi disalurkan kepada
3 pihak lain. Di akhir jatuh tempo kredit, Bank DKI Jakarta tidak berusaha mengklaim asuransi pada Jasindo, hanya mengkondisikan kredit atau penilaian kolektibilitas pada Bank DKI Jakarta pada koll 2-3 (tidak lancar/menunggak pembayaran kredit), tidak pada koll 5 (kredit macet) sehingga lewat waktu klaim sehingga asuransi sebesar Rp 100 miliar tidak dapat diklaim, sehingga menyebabkan kerugian negara. (detik.com : 2016). Untuk mengurangi potensi penyimpangan tersebut, bank wajib menjalankan operasionalnya dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian, sehingga bukan saja bank akan terhindar dari masalah, tetapi yang jauh lebih penting adalah kepercayaan masyarakat yang menyimpan dananya di bank dapat tetap terpelihara. Dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat, manajemen bank harus mempertanggungjawabkan sumber daya yang dipercayakan kepadanya. Langkah strategis yang dapat dilakukan adalah dengan cara memperbaiki kinerja bank. Kinerja yang baik suatu bank diharapkan mampu meraih kembali kepercayaan masyarakat terhadap bank itu sendiri atau sistem perbankan secara keseluruhan. Pada sisi lain kinerja bank dapat pula dijadikan sebagai tolak ukur kesehatan bank tersebut. Secara intuitif dapat dikatakan bahwa bank yang sehat akan mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat serta mampu menghasilkan laba yang optimal.
4 Menyadari arti pentingnya kesehatan suatu bank bagi pembentukan kepercayaan dalam dunia perbankan serta untuk melaksanakan prinsip kehatihatian (prudential banking) dalam dunia perbankan, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menerapkan aturan tentang kesehatan bank. Dengan adanya aturan tentang kesehatan bank ini, perbankan diharapkan selalu dalam kondisi sehat sehingga tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. (Totok Budisantoso, 2014 :74) Bank Indonesia selaku bank sentral mempunyai peranan sangat penting dalam pengaturan dan pengawasan bank. Hal tersebut diarahkan guna mendorong tercapainya perbankan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia agar tercipta sistem perbankan yang sehat secara menyeluruh maupun individual dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, bank wajib memelihara kesehatannya. Kesehatan bank yang merupakan cerminan kondisi dan kinerja bank merupakan sarana bagi otoriras pengawas dalam menetapkan strategi dan fokus pengawasan terhadap bank. Selain itu, kesehatan bank juga menjadi kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen), dan masyarakat pengguna jasa bank.
5 Berdasarkan Surat keputusan Direksi Bank Indonesia nomor 30/12/KEP/DIR dan surat edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997 yaitu tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Indonesia. Penilaian ini dengan memperhatikan beberapa komponen yang biasa disebut dengan istilah CAMEL yaitu Capital (Permodalan), Assets (Aktiva), Management (Manajemen), Earnings (Rentabilitas), Liquidity (Likuiditas). Kemudian terdapat tambahan 3 komponen yaitu sensitivity of market (Sensitivitas terhadap resiko pasar) sehingga berubah menjadi CAMELS sesuai dengan surat edaran Bank Indonesia nomor 6/23/DNP tahun 2004. Sesuai dengan perkembangan usaha bank yang senantiasa bersifat dinamis dan mempengaruhi pada tingkat risiko yang dihadapi, maka metodologi penilaian Tingkat Kesehatan Bank disempurnakan agar dapat lebih mencerminkan kondisi bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Penyesuaian tersebut dilakukan agar penilaian Tingkat Kesehatan Bank dapat lebih efektif digunakan sebagai alat untuk megevaluasi kinerja bank termasuk dalam penerapan manajemen resiko dengan fokus pada risiko yang signifikan, dan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku serta penerapan prinsip kehati-hatian. Penyesuaian tersebut dilakukan dengan menyempurnakan penilaian Tingkat Kesehatan Bank menggunakan pendekatan berdasarkan
6 risiko (Risk Based Bank Rating) dan menyesuaikan faktor-faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Semakin kompleksnya risiko yang dihadapi, mendorong perlunya peningkatan efektivitas penerapan manajemen risiko dan Good Corporate Governance (GCG). Hal tersebut bertujuan agar bank mampu mengidentifikasi permasalahan secara lebih dini, melakukan tindak lanjut perbaikan yang sesuai dan lebih cepat, sehingga bank lebih tahan dalam menghadapi krisis. Sejalan dengan perkembangan tersebut, maka Bank Indonesia menyempurnakan metode penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dengan menggunakan cakupan penilaian meliputi faktor faktor yaitu Profil Risiko (Risk Profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (Earnings) dan Permodalan (Capital) atau disingkat dengan istilah RGEC berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP pada tanggal 25 Oktober 2011 yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Penilaian tingkat kesehatan bank dengan menggunakan pendekatan berdasarkan risiko merupakan penilaian yang komprehensif dan terstruktur terhadap hasil integrasi profil risiko dan kinerja yang meliputi penerapan tata kelola yang baik, rentabilitas, dan permodalan.
7 Berkaitan dengan profil risiko, risiko kredit menjadi perhatian utama industri perbankan). Risiko kredit sebagai penyokong kestabilan keuangan bank yang bergantung dari kinerja pihak lawan. Artinya, risiko kredit berkaitan dengan strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya dana yang berasa dari pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Salah satu rasio yang biasa digunakan yaitu Non Performing Loan/NPL yang merupakan salah satu indikator kesehatan kualitas aset bank. Semakin tinggi nilai NPL, maka dapat dikatakan bank tersebut tidak sehat. NPL yang tinggi dapat menyebabkan menurunnya laba yang akan diterima oleh bank. Metode RGEC digunakan tidak hanya untuk menilai tingkat kesehatan bank, tetapi juga untuk menilai kinerja bank tersebut. Bank dengan tingkat kesehatan yang baik tentu memiliki kinerja yang baik pula. Begitu juga sebaliknya, bank dengan tingkat kesehatan yang buruk tentu memiliki kinerja yang buruk. Bank yang sehat akan menjalankan setiap fungsi-fungsi perbankan dengan baik serta menjaga kesehatan bank agar memperoleh kinerja yang baik. Pertumbuhan laba tidak bisa terlepas dari kinerja perusahaan. Apabila kinerja perusahaan baik maka pertumbuhan laba akan meningkat, tetapi apabila kinerja perusahaan tidak baik maka pertumbuhan laba akan menurun. Hal ini dapat dikatakan bahwa pertumbuhan laba merupakan peningkatan laba yang diperoleh perusahaan dibandingkan dengan
8 tahun yang sebelumnya. Untuk menilai masing-masing aspek RGEC, dapat digunakan pendekatan berupa rasio keuangan. Dengan beberapa hal-hal yang peneliti sampaikan diatas, peneliti termotivasi untuk meneliti lebih dalam mengenai tingkat kesehatan bank dan pertumbuhan laba. Pada penelitian ini dibatasi oleh faktor Risk Profile yang diukur dengan variable Non Performing Loan (NPL) dan Loan to Deposit Ratio (LDR), faktor Earning yang diukur dengan variable Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional (BOPO), dan faktor Capital diukur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR). Penelitian ini dilakukan pada periode 2013-2015. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Purnamasari (2012) dengan judul Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Laba Operasional (Studi Empirik Pada Bank Umum Di Indonesia periode tahun 2002-2011). Hasil penelitian menunjukan bahwa BOPO berpengaruh negatif signifikan, LDR berpengaruh positif signifikan, NIM berpengaruh positif tidak signifikan, CAR berpengaruh negatif signifikan dan Pemenuhan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) positif tidak signifikan terhadap Laba Operasional. Penelitian Tio Ariella Doloksaribu (2012) tentang Pengaruh Rasio Indikator Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan Perbankan Go Public membuktikan bahwa CAR dan NPL berpengaruh positif
9 terhadap pertumbuhan laba, sedangkan NIM, BOPO dan LDR berpengaruh negatif. Penelitian ini mengacu pada penelitian Miftah (2015). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Miftah (2015) yaitu pada terletak pada tahun periode penelitian. Peneliti menggunakan periode penelitian yaitu 2013-2015, sedangkan Miftah (2015) menggunakan periode penelitian pada tahun 2011-2013. Menurut hasil penelitian Miftah (2015) menunjukan bahwa besarnya pertumbuhan laba dari perusahan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013 berkisar antara 1,26% sampai 96,13% dengan rata-rata 31,04% dan standar deviasi 21,63%. Hal ini menunjukkan adanya variabel yang berpengaruh terhadap pertumbuhan laba yaitu variabel NPL, ROA dan variabel BOPO sedangkan variable LDR dan CAR tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba. Adanya perbedaan dari hasil-hasil penelitian terdahulu membuat faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesehatan bank terhadap pertumbuhan laba masa mendatang pada perusahaan sektor perbankan masih merupakan hal yang menarik untuk diteliti kembali. Berdasarkan hal tersebut, maka berikut ini diajukan penelitian dengan judul Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank dengan Metode RGEC (Risk Profile, Good Corporate
10 Governance, Earning, Capital) terhadap Pertumbuhan Laba (Studi Empiris pada bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2013-2015) B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang akan diuji lebih lanjut dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh Risk Profile yang diukur dengan Non Performing Loan (NPL) terhadap Pertumbuhan Laba? 2. Bagaimana pengaruh Risk Profile yang diukur dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Pertumbuhan Laba? 3. Bagaimana pengaruh Earnings yang diukur dengan Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Pertumbuhan Laba? 4. Bagaimana pengaruh Capital yang diukur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh terhadap Pertumbuhan Laba? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dengan adanya rumusan masalah yang telah disampaikan diatas, penulis berharap bahwa penelitian yang akan dilaksanakannya akan tercapai. Berikut tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1) Untuk mengetahui pengaruh tingkat kesehatan bank berdasarkan Risk Profile yang diukur dengan Non Performing Loan (NPL) terhadap
11 pertumbuhan laba bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2013-2015. 2) Untuk mengetahui pengaruh tingkat kesehatan bank berdasarkan Risk Profile yang diukur dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap pertumbuhan laba bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2013-2015. 3) Untuk mengetahui pengaruh tingkat kesehatan bank berdasarkan Earnings yang diukur dengan Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap pertumbuhan laba bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2013-2015. 4) Untuk mengetahui pengaruh tingkat kesehatan bank berdasarkan Capital yang diukur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap pertumbuhan laba bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2013-2015. 2. Kontribusi Penelitian Dengan adanya tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh penulis diatas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik, diantaranya adalah:
12 1. Teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dan bisnis mengenai perbankan khususnya mengenai faktor faktor dalam menganalisis tingkat kesehatan bank. 2. Praktis 1) Bagi manajemen perusahaan perbankan Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan bagi pihak bank sehingga manajemen bank dapat meningkatkan kinerjanya dan dapat menetapkan strategi bisnis yang baik dalam menghadapi krisis keuangan global dan juga persaingan dalam dunia bisnis perbankan serta dapat digunakan sebagai referensi dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pertumbuhan laba. 2) Bagi Universitas Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan penilaian tingkat kesehatan bank terhadap pertumbuhan laba dan mungkin dapat menambah koleksi bacaan yang ada di perpustakaan kampus. 3. Investor Bagi investor dan calon investor dapat menjadi masukan dalam mempertimbangkan pembuatan keputusan untuk membeli dan menjual
13 saham sehubungan dengan harapannya terhadap laba yang akan diterima oleh para pemegang saham biasa (common stock). 4. Bagi Penulis Penelitian ini dapat dijadikan media bagi penulis dalam menerapkan pengetahuan teoritis yang telah diperoleh selama masa perkuliahan serta memperkaya wawasan dan pengetahuan mengenai Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. 5. Bagi penelitian selanjutnya Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi untuk penelitian selanjutnya secara luas dan mendalam yang berkaitan dengan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank.