BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

dokumen-dokumen yang mirip
Dr. Abdul Kadir POSTMODERNISM POSTMODERNISME

SAINS, ISLAM, DAN REVOLUSI ILMIAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Frankfurt. Para tokoh Mazhab Frankfurt generasi pertama terjebak dalam

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. akan adanya perspektif penyeimbang di tengah dominasi teori-teori liberal. Kedua

BAB VIII KESIMPULAN. kesengsaraan, sekaligus kemarahan bangsa Palestina terhadap Israel.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

5.9.Topeng Postmodern Karya Ida Bagus Anom Dan Idiom Estetikanya Dengan pertumbuhan dan ekspansi kebudayaan luar terhadap segala aspek kehidupan

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 4 PENUTUP. Semenjak berakhirnya kekuasaan Orde Baru (negara) akibat desakan arus

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diklasifikasikan menjadi dua, yakni kritik filosofis dan estetis. Kedua macam

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

dengan mencermati bahwa praktik dan gagasan seni rupa Islam di nusantara ternyata bisa dimaknai lebih terbuka sekaligus egaliter. Kesimpulan ini terba

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang

BAB V PENUTUP. dapat terlepas dari modal yang dimilikinya, semakin besar modal yang dimiliki oleh

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

KEWARGANEGARAAN GLOBALISASI DAN NASIONALISME. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

BAB 5 PENUTUP. Utopia.com..., Raditya Margi Saputro, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB V KESIMPULAN. telah mendapatkan legitimasi sebagai karya grafis bersifat internasional dan

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Progresif

POSTMODERNISME HUKUM

Teori Kebudayaan Menurut E.K.M. Masinambow. Oleh. Muhammad Nida Fadlan 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

Mengembangkan Diri Mengembangkan Organisasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian mengenai representasi materialisme pada program Take Me Out

BAB 5 PENUTUP. mendeliberasikan ide-ide mengenai perlindungan terhadap hak publik adalah ruang

Filsafat Ilmu dan Logika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

DASAR-DASAR ILMU SOSIAL SISTEM SOSIAL PARSONS SAMSURI

ESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER. Oleh : Ritter Willy Putra Christina Abigail Daniz Puspita

UNIVERSALISME DAN RELATIVISME BUDAYA DALAM HAK ASASI MANUSIA

New Media & Society ADI SULHARDI. Media Baru sebagai Teknologi yang Berbudaya. Modul ke: Fakultas ILMU KOMUNIKASI. Program Studi Penyiaran

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen

BAB VII KESIMPULAN. Bentuk dan gagasan pada tari kontemporer telah jauh. berkembang dibandingkan dengan pada awal terbentuknya.

BAB VIII PENUTUP. Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. a. Langer terkesan dengan pengembangan filsafat ilmu yang berangkat

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Skripsi

LAPORAN KEGIATAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA HIBAH PENELITIAN TIM PASCASARJANA-HPTP (HIBAH PASCA)

Pendekatan Teoritik Dalam Komunikasi Politik. Oleh: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan-pertimbangan subjektif masing-masing masyarakat berupa filosofi, nilai-nilai,

BAB 5 PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB VI PENUTUP. A. Konsep Seni dan Pengalaman Nilai Estetis Parker

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. membentuk sikap serta ketrampilan yang berguna baginya dalam menyikapi

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam telaah-telaah ilmu sosial, bahasa menempati posisi yang sangat

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ILMU DAN FILSAFAT SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan

PENDIDIKAN DAN PEMBEBASAN DALAM PANDANGAN PAULO FREIRE

Memahami Pluralitas Permainan Bahasa dalam Filsafat Postmodernisme Jean- François Lyotard

BAB V. Penutup. pengaruh kapitalisme guna mewujudkan revolusi sosialis di Indonesia, berangkat dari

Denis M c Q u a il. Teori Komunikasi Massa c Q a il

Penutup BAB Kesimpulan

PENGAMALAN PANCASILA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DAN REFORMASI

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

KAJIAN ILMIAH TERHADAP PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III METODE PENELITIAN

Berpikir Kritis (Critical Thinking)

AKTUALISASI NILAI PANCASILA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V A. KESIMPULAN. Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua bangsa di dunia memiliki cerita rakyat. Cerita rakyat adalah jenis

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

Transkripsi:

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Modernitas yang ditandai oleh rasio instrumental mengimplikasikan beberapa persoalan seperti filsafat kesadaran, positivisme, universalitas serta kecenderungan ideologi yang mapan. Habermas bermaksud merekonstruksi rasio di zaman modern. Rasio yang berpusat pada subjek hendak direkonstruksi oleh Habermas menjadi rasio komunikatif. Habermas juga hendak mengintegrasikan pengetahuan teoritis, praktis dan estetis berdasarkan pada prinsip tindakan komunikasi, artinya estetika kemudian diintegrasikan dengan sains, norma dan hukum sosial serta politik. Habermas juga menyebut rasio instrumental di era modern merupakan pemiskinan rasionalitas barat yakni subjek yang memandang kenyataan secara instrumental saja. Sikap dasar ekspresif dalam dimensi estetik diperlukan untuk menyeimbangkan rasionalisasi sikap objektivikasi yang menghasilkan sains berdasarkan rasionalitas instrumental, dan sikap penyesuaiannorma yang menghasilkan hukum dan norma. Sedangkan Lyotard menyatakan beberapa persoalan modernitas seperti narasi besar yang universal, tragedi kemanusiaan dan persoalan legitimasi pengetahuan. Berdasarkan permasalahan modernitas tersebut, Lyotard membentuk suatu paradigma baru yakni postmodern, paradigma yang menekankan ketidakpastian, ketidakstabilan, paradoks dan disensus dan paralogi. Lyotard mejelaskan strategi paralogi, yakni gerakan menggerogoti sesuatu yang mapan, sebagai legitimasi pengetahuan serta 154

gerakan dalam seni. Melalui estetika, Lyotard hendak menolak aturan-aturan seni yang mapan, termasuk kriteria penilaian seni. Melalui estetika postmodern, Lyotard mendeklarasikan perang terhadap totalitas dan determinisme yang didengungkan oleh modernitas dengan selalu menciptakan bentuk-bentuk baru karya seni, memberikan perasaan sublim dan menghidupkan perbedaanperbedaan. Dasar pemikiran Habermas perihal estetika adalah rasio komunikatif, yakni rasio yang mendorong tindakan komunikasi yang ditujukan untuk mencapai kesepemahaman atau konsensus. Rasio komunikatif merupakan formulasi hasil rekonstruksi Habermas yang dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari dominasi rasio yang berpusat pada subjek. Pemikiran Habermas perihal estetika merupakan hasil dari rasionalisasi bidang estetis. Sedangkan Lyotard memberi dasar sublim dalam pemikiran estetikanya. Lyotard mengadopsi konsep sublim dari Kant dalam usahanya merumuskan cara berfikir yang dapat melampaui zaman modern (strukturalisme dan fenomenologi). Ia hendak menawarkan cara berfikir yang dapat memikirkan sesuatu yang tak terbatas, dapat melawan sesuatu yang mapan dan terus mengkreasikan sesuatu yang baru. Ia menjelaskannya dalam bidang seni yang dianggapnya mampu mengakomodasi cara berfikir tersebut. Seni mampu mempresentasikan yang tak dapat terpresentasikan, mampu mendobrak berbagai macam aliran yang mengekang kreativitas, dan mendorong untuk menciptakan jenis dan aliran yang baru. Poin dalam pemikiran estetika Habermas antara lain estetika sebagai interpretasi kebutuhan, estetika sebagai proses komunikatif serta estetika sebagai 155

proses belajar. Estetika sebagai interpretasi kebutuhan yakni kebutuhan merupakan latar belakang yang mendeterminasi tindakan subjek dalam hubungannya dengan dunia eksternal. Seni mampu menggoyahkan fondasi tradisi kultural yang membentuk identitas/karakter individu. seni berperan dalam mendobrak sesuatu yang mapan, atau mencairkan tradisi kultural yang kokoh dan kaku terhadap interpretasi kebutuhan dan kemudian mengeksplorasi bentukbentuk alternatif dari realisasi diri sebagai jalan menuju kebahagiaan manusia. Sedangkan estetika dalam teori tindakan komunikatif yakni secara subjektif, estetika merupakan proses kreatif subjek. Secara sosial estetika, mewujud dalam presentasi diri dan secara objektif mewujud dalam karya seni. Estetika sebagai proses belajar merupakan tahapan evolusi motivasi subjek menuju ego dewasa. Sedangkan pemikiran Lyotard perihal estetika berkisar pada cara berfikir kritis, dorongan sublim dalam seni, serta seni eksperimental Avant-Garde. Sublim sebagai dasar estetika merupakan dorongan cara berfikir yang sanggup memikirkan sesuatu yang tak terbatas. Sublim merupakan dorongan dalam seni untuk mendobrak standart kategori estetik yang mapan, dan terus bergerak mencari dan menemukan aturan baru. Seni dalam estetika postmodern, mampu mempresentasikan yang tak terpresentasikan dalam wujudnya sendiri. Dalam seni Avant-Garde, Lyotard melihat ada unsur eksperimentasi terus-menerus, yang tidak terikat pada aturan tertentu, berbeda dengan realisme yang tidak mempertanyakan realitas dan cenderung mendukung status quo. Kesenangan dalam seni Avant-Garde dihasilkan dari pencarian suatu aturan baru secara terusmenerus, ketika aturan baru itu mapan, maka akan terus dipertanyakan kembali 156

dengan bereksperimentasi mencari aturan baru lagi. Lyotard mengajukan cara bagi seni untuk tidak terjebak dalam logika kapitalisme yakni melalui presenting the unpresentable. Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, maka seni berpotensi untuk melakukan eksperimen dengan berbagai medium. Posisi Habermas dalam mengkritik modernitas adalah sebagai kritikus yang masih percaya pada proyek zaman modern yang sudah digagas sejak revolusi Prancis dan deklarasi kemerdekaan Amerika, yakni cita-cita untuk membentuk masyarakat emansipatif. Posisi yang bertentangan diperankan oleh Lyotard, ia menyatakan pememutusan proyek zaman modern yang mendewakan rasionalitas dan objektivitas makna untuk memulai era baru yang disebutnya postmodern. Estetika merupakan kritik terhadap rasionalitas. Habermas menyatakan bahwa filsafat kesadaran dan rasio instrumental dalam modernitas merupakan pemiskinan rasionalisme barat, karena hanya memandang realita secara objektif saja. Secara umum, Habermas memberikan tiga macam cara pandang/sikap dasar terhadap realita, yakni objektif, normatif dan eskpresif. Sikap dasar ekspresif inilah yang berkaitan dengan estetika, pengalaman alam dalam aktor yang dikomunikasikan. Jadi estetika sebagai kritik menurut Habermas merupakan suatu sikap dasar aktor secara ekspresif yang juga harus dirasionalisasikan. Target kritiknya sebenarnya adalah sikap dasar yang objektivistik terhadap realita yang telah tertanam ke dalam struktur dan norma di masyarakat. Estetika juga merupakan kritik terhadap positivisme. Positivisme terbentuk dalam sistem birokrasi, ekonomi dan administrasi. Sikap dasar ekspresif yang dirasionalisasikan 157

nantinya akan mampu menyelamatkan manusia dari economic and administrative imperative (tuntutan ekonomi dan administrasi) dalam berfikir dan bertindak dalam hubungannya dengan realitas, alam, sosial serta individual. Estetika mampu mengubah hubungan individu dengan dunia-kehidupan secara refleksif untuk mencari dan menemukan interpretasi kebutuhan, self-realization dan identitas yang cocok dengan situasi dan kondisi yang mengalami perubahan. Sublim dalam estetika merupakan kritik terhadap modernitas, dalam hal ini narasi-narasi besar yang universal. Sublim menjelaskan bahwa subjek dapat memikirkan sesuau yang tak terbatas. Estetika dalam seni dan sastra berperan dalam memaknai pengalaman secara eksperimentatif melalui phrase. Ia juga berperan dalam menawarkan ruang representasi baru sebagai tempat relasi sosial beroperasi. Dalam konteks yang lebih khusus, estetika sublim merupakan kritik terhadap estetika modern yang menuntut totalitas namun selalu gagal dan menimbulkan penyesalan. Estetika sublim yang sebenarnya memberikan kesenangan dengan pencarian bentuk maupun aturan baru secara terus menerus. Target kritik Lyotard berikutnya adalah seni realisme yang cenderung mendukung status quo. Sublim memberikan dorongan pada seni untuk kritis terhadap realitas dengan selalu bereksperimentasi. Estetika juga merupakan kritik terhadap historisisme. Melalui seni Avant-Garde Habermas dan Lyotard mencerabut seni Avant-Garde dari historisitasnya dan mengambil semangat eksperimentalnya. Kritik terhadap estetika Habermas yakni ia memerangkap nilai estetika dalam teori tindakan komunikatif dan menyetarakannya dengan sains dan moral. Seni memiliki pemaknaan yang lebih kompleks, tidak bisa dikekang oleh suatu 158

teori tertentu. Habermas juga masih melihat estetika dalam karya seni berkutat pada persoalan sesuatu yang indah. Sedangkan Lyotard merancukan pengertian eksperimental dan dengan eklektik dalam seni. Hubungan sublim dengan seni yang dirumuskan Lyotard juga problematis, karena sublim menuntut klaim universal, sedangkan Lyotard mengaitkannya dengan ide différend yang menuntut pluralitas. Sublim sebagai dorongan seni Avant-Garde yang eksperimental selalu mencari aliran dan aturan baru. Dalam pemikiran Kant, konsep yang menjelaskan kreasi yang baru adalah jenius, bukan sublim. Kontribusi Habermas perihal budaya dan seni populer adalah pemikirannya perihal pembedaan sistem dan dunia-kehidupan. Dunia-kehidupan seharusnya berkembang berdasarkan logika internalnya, atau seni yang mengalami proses rasionalisasi, sehingga tidak mudah terpengaruh sistem. Seni dalam industri media massa merupakan fenomena seni yang gagal berkembang dengan logika internalnya. Maksud Habermas dengan nilai estetika yang berkembang dengan logika internalnya adalah seni seharusnya memiliki imunitas terhadap sistem. Perkembangan seni dimulai berdasarkan logika internalnya, lalu diinstitusionalisasikan sehingga bisa menghasilkan structure forming effect. Lyotard juga bertentangan dengan seni kontemporer dalam logika kapitalisme, yang kemudian disebutnya dengan seni populer. Dengan dorongan sublim dan semangat eksperimentatif, Lyotard bermaksud hendak menyelamatkan seni dari pengaruh kapitalisme. Kontribusi Lyotard dalam perkembangan seni di era kapitalisme dan informasi adalah ia memberikan jalan perihal bagaimana seni berperan dalam masyarakat kontemporer. Peran yang ia maksud adalah politik 159

representasi, yang memberikan ruang representasi yang mengakomodasi hubungan sosial yang demokratis, ia merupakan ruang di mana hubungan sosial beroperasi, dan perjuangan kelas mengambil perannya. Subkultur dalam pemikiran Habermas memang tidak banyak mempengaruhi perubahan struktur di masyarakat, tapi setidaknya perlawanan simbolik dalam subkultur bisa berperan sebagai alternatif dalam pemaknaan atas pengalaman. Subkultur juga merupakan pemaknaan terhadap identitas subjek di masyarakat. Identitas dalam tradisi dominan mengalami proses pemaknaan secara aktif yang memungkinkan munculnya kondisi yang dibayangkan Habermas, yakni masyarakat emansipatif. Sedangkan kontribusi Lyotard dalam fenomena subkultur adalah semangat perlawanan simbolik subkultur bisa mendapatkan legitimasinya dalam dorongan sublim. Hal ini dimaksudkan supaya subkultur bukanlah gerakan reaktif dan spontan saja namun ia menjadi budaya yang memiliki landasan perlawanan yang kreatif dengan terus mencari model-model resistensi yang mampu berkompetisi seiring berkembangnya zaman. Pemikiran Habermas bisa dikatakan tidak sesuai dengan perkembangan seni dalam estetika postmodernisme (kitsch, parody, pastiche dan camp) karena Habermas menganggap seni tidak boleh terombangambingkan oleh sesuatu di luar dirinya, seperti teknologi dan sistem. Perkembangan teknologi dan informasi diandaikan sebagai sistem yang berpretensi menjajah dunia-kehidupan manusia. Jika nilai-nilai kehidupan, termasuk estetika telah dikuasai oleh sistem maka kehidupan sosial tidak memiliki pegangan nilai untuk berkembang secara evolutif. Seni parodi, pastiche, kitsch dan camp bisa dikatakan merupakan pluralitas pemaknaan dan ekspresi 160

pengalaman manusia, seperti yang dibayangkan Lyotard. Seni tersebut merupakan eksperimentasi berbagai bentuk yang berusaha keluar dari tradisi pemaknaan yang lama. Seni parodi, pastiche, kitsch dan camp adalah bentuk perayaan besar terhadap keberagaman pemaknaan pengalaman manusia. B. SARAN Pemikiran Habermas dan Lyotard masih memerlukan perhatian untuk dikembangan lebih lanjut, apalagi jika melihat konteks zaman yang terus berkembang serta perbedaan situasi dan kondisi kebudayaan di Indonesia. Habermas sendiri terus merevisi karyanya disesuaikan dengan permasalahan zaman yang terus berkembang, dengan fokus perhatian yang berbeda-beda. Begitu juga dengan Lyotard karyanya juga mendapat banyak kritik baik dari seniman, maupun para filsuf setelahnya. Hal ini disebabkan karena perkembangan permasalahan zaman yang terus berubah, sedangkan seorang pemikir memiliki keterbatasan usia yang tidak memungkinkannya untuk terus memperbaiki pemikirannya menyesuaikan perkembangan zaman. Maka dari itu, diharapkan adanya para penerus yang terus melanjutkan dan merevisi pemikiran-pemikiran mereka, dan yang berpotensial dalam meneruskannya adalah para sarjana ilmu filsafat. Perkembangan kebudayaan khususnya di Eropa yang notabene memiliki tradisi filsafat yang panjang cenderung menuju pada usaha homogenisasi bangsa Eropa. Sumbangan Habermas pada kebudayaan Eropa adalah tentang komunikasi rasional antarbangsa, yang kemudian membentuk kelompok yang disebut dengan 161

Uni Eropa. Baru-baru ini, Yunani mengalami krisis keuangan, salah satunya disebabkan karena pola pengaturan ekonomi yang diatur oleh Uni Eropa dan wajib diterapkan oleh para anggotanya, termasuk Yunani. Permasalahan ini perlu mendapatkan perhatian, apakah rumusan Habermas tentang komunikasi rasional dan konsensus pada akhirnya membawa dampak homogenisasi yang mengakibatkan monopoli kekuatan baik politik, ekonomi maupun kebudayaan. Pemikiran Habermas perlu diteliti lebih lanjut perihal dampak penerapan dan realisasinya di masyarakat. Di sisi lain, Lyotard dengan deklarasinya untuk memerangi universalitas dan mengmumkan perayaan akan keberagaman, masih mengandung beberapa persoalan. Pertama, ia mengakibatkan kecenderungan terhadap relativitas. Hal ini akan menjadi masalah jika berada pada ranah moral. Peristiwa Auschwitz yang dikritik Lyotard tentang genosida di Negara rasional seperti Jerman akan memiliki pembenaran moral sendiri, yang tidak boleh dinilai berdasarkan standart moral lainnya, apalagi dengan standart nilai moral yang universal. Pemikiran Lyotard perihal sublim dan pemaknaan pengalaman manusia perlu dirumuskan lebih lanjut supaya tidak terjebak pada relativisme moral yang eksklusif dan beku yang dapat berakibat membenarkan fenomena kekerasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Habermas, dalam hal estetika, sebenarnya tidak membahasnya secara khusus, ia mengintegrasikan nilai estetika dengan nilai sains dan moral yang mensyaratkan praktik komunikasi. Estetika dalam pemikiran Habermas merupakan dimensi reflektif dan interpretatif dari praktik komunikasi. Dalam hal 162

ini, estetika sebagai pemaknaan pengalaman manusia perlu dikembangkan lebih lanjut untuk memberikan gambaran tentang kehidupan yang berbasis estetika yang reflektif dan interpretatif. Di era kontemporer belum banyak pemikir atau filsuf yang konsen di permasalahan estetika setelah Lyotard. Kesenian di era kontemporer menghadapi tantangan berupa perkembangan teknologi dan kapitalisme. Pemikiran estetika Lyotard, dalam hal seni, perlu diperhatikan dan dikembangkan, karena rumusannya tentang sublim dan estetika postmodern, menurut Lyotard mampu menyelamatkan seni dari perangkap ekonomi dan komodifikasi. Apalagi melihat perkembangan Avant Garde yang dianggap kurang dapat menampilkan kreativitas yang baru dan cenderung meniru kreativitas seni Avant Garde sebelumnya. Sublim dalam pemikiran Lyotard yang terwujud dalam estetika postmodern mengarahkan seni pada peran politiknya dalam kehidupan. Hal ini masih mengandung berbagai macam persoalan, karena seni membawa beban peran praktisnya, seni menjadi tidak bebas atau membawa suatu misi tertentu, yakni politik representasi. Sublim perlu dirumuskan lebih lanjut untuk bisa membawa kesenian dalam semangat perlawanannya terhadap berbagai macam simbolisasi yang merepresi pengalaman manusia, demi membawa manusia pada kemerdekaannya dalam berekspresi. 163