BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia terletak di khatulistiwa dengan posisi geografis antara 6 0 LU 11 0 LS dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. secara luas. Selain memiliki peran yang sangat penting dalam bidang ekologi,

KARAKTERISTIK MORFOLOGI LICHEN CORTICOLOUS DI KAWASAN HUTAN SEKIPAN DESA KALISORO TAWANGMANGU KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis dengan keanekaragaman hayati sangat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar dan dibudidayakan di seluruh dunia. Jumlah spesies

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling terkait dalam berbagai

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. sebagai satu dari empat jenis buah yang ditetapkan sebagai komoditas prioritas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan paling tinggi di dunia. Keanekaragaman tumbuhan merupakan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. merpati umumnya masih tradisional. Burung merpati dipelihara secara ekstensif,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

I. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN. secara vegetatif mempunyai kemiripan dengan alga dan jamur. Thallus ini ada yang

BAB I PENDAHULUAN. alam yang sangat melimpah. Diperkirakan terdapat jenis tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. telah mengakibatkan kerugian secara ekonomi pada budidaya pertanian (Li et al.,

KEANEKARAGAMAN FAMILI GRAPHIDACEAE DI KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA R. SOERJO, BATU DAN MOJOKERTO, JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari tepi laut hingga dataran tinggi. Familia Pandanaceae terdiri dari

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

TINGKAT ORGANISASI KEHIDUPAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

BAB I PENDAHULUAN. Spesies tomat secara alami tumbuh di Amerika Barat-Daya sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber plasma nutfah yang bernilai tinggi. Sejak lama telah diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal di seluruh dunia dengan kekayaan anggreknya yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Keragaman bakteri dapat dilihat dari berbagai macam aspek, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Titik yang dijadikan lokasi penelitian adalah Jalan H.B. Jasin (eks Jalan

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Tropis. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki posisi geografi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kawista (Limonia acidissima L.) di Indonesia salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Mikroorganisme terdapat dimana-mana, seperti di dalam tanah, atmosfer, dari puncak gunung dan di dasar lautpun mungkin dijumpai.

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) salah satu komoditas sayuran penting di Asia Tenggara karena seringkali

BAB I PENDAHULUAN. Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat

BAB I PENDAHULUAN. Sementara Pasal 2, Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (Convention

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem perairan yang ada disekitarnya. Lingkungan perairan sungai tidak hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tubuh, warna serta ciri lainnya yang tampak dari luar. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

BAB I PENDAHULUAN. Udang laut merupakan salah satu komoditas utama di sektor perikanan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi

BAB I PENDAHULUAN. dan Afrika (Adrianto dkk,2011). Suhartini (2009) menyebutkan. sebanyak jenis yang hidup secara alami (Astirin,2000).

PENDAHULUAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia salah satunya berfungsi dalam menyembuhkan. berbagai penyakit yang dikenal sebagai tumbuhan obat.

KEANEKARAGAMAN FAMILIA PHYSCIACEAE DAN LOBARIACEAE DI TAMAN HUTAN RAYA RADEN SOERJO SEBAGAI BAHAN AJAR PADA MATAKULIAH MIKROBIOLOGI

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak. keanekaragaman jenis. Gena spesies yang beranekaragam ini adalah modal

PENDAHULUAN. dengan megabiodiversity terbesar kedua. Tingginya tingkat keanekaragaman

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. selebihnya tumbuh di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulau

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sebaran jenis serangga yang unik. Selain jenis-jenis yang sebarannya

TINJAUAN PUSTAKA. rendah, hutan gambut pada ketinggian mdpl, hutan batu kapur, hutan

PENGENALAN BIOINFORMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan,

BAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa dan terletak sekitar 30 kilometer di Utara wilayah Provinsi Daerah

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Soal ujian semester Ganjil IPA kelas X Ap/Ak. SMK Hang Tuah 2

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia. Keberadaan hutan di Indonesia mempunyai banyak fungsi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Riska Lisnawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tuberosum dari family Solanaceae. Kentang juga termasuk salah satu pangan. pengembangannya di Indonesia (Suwarno, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ekuator, memiliki iklim tropis dan curah hujan yang tinggi mendukung berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susadi Nario Saputra, 2013

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988).

BAB I PENDAHULUAN. Eleotridae merupakan suatu Famili ikan yang di Indonesia umum dikenal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sangat potensial. Lahan pertanian yang subur merupakan media berbagai tanaman

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di khatulistiwa dengan posisi geografis antara 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0 BT-141 0 BT, diantara benua Asia dan Australia. Posisi geografis tersebut menjadikan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi sehingga dikenal dengan negara Megabiodiversity. Potensi keanekaragaman hayati ini perlu dieksplorasi secara maksimal sehingga dapat dimanfaatkan. Salah satu jenis tumbuhan yang belum banyak diteliti adalah lichen. Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan perintis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Jumlah total jenis lichen di dunia mencapai ± 100.000 (Negi, 2003), sedangkan yang terdapat di Indonesia mencapai ± 17.000 (Baron, 1999). Lichen dapat dijumpai secara luas di daerah yang lembab, dataran tinggi, daerah artik sampai tropik. Tumbuhan ini dapat ditemukan pada permukaan tanah, daun, batu, kulit kayu, pohon, di pinggir sungai maupun tepi pantai. Persebaran yang luas dikarenakan lichen merupakan organisme hasil simbiosis antara algae (photobiont) dan jamur (mycobiont) (Dobson, 1992; Nash, 2008). Berdasarkan tipe pertumbuhannya, lichen dibedakan menjadi tujuh kelompok yaitu foliose, fruticose, crustose, squamolose, leprose, filamentous dan placodioid (Dobson, 1992), namun yang umum ditemukan yaitu foliose, fruticose, dan crustose (Rout et al., 2010). Lichen memiliki peran yang sangat penting dalam kelestarian ekosistem sebagai supplier oksigen, bioindikator pencemaran udara dan biomonitoring kualitas udara (Richardson, 1992; Negi, 2003; Eva, 2003; Rout et al., 2010). Keanekaragaman lichen yang tinggi di suatu hutan dapat digunakan sebagai indikasi keadaan hutan yang sehat (Rout et al., 2010). Lichen memproduksi berbagai macam metabolit sekunder sehingga 1

dapat dimanfaatkan antara lain sebagai bahan obat, antibiotik, antimutagenik, dan kosmetik (Nash, 1996; Negi, 2003), dan pestisida (Dayan et al., 2001). Masyarakat daerah Solo dan Yogyakarta telah mengenal lichen sebagai salah satu bahan ramuan obat tradisional. Kemampuan masyarakat untuk meracik ramuan tradisonal ini diperoleh secara turun-temurun. Berdasarkan hasil pengamatan di beberapa produsen jamu godog disekitar Yogyakarta dan Solo, jenis lichen yang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu genus Usnea, Ramalina, Evernia, dan Telochistes, yang memiliki nama daerah kayu angin atau rasuk angin, namun yang dominan digunakan yakni Usnea (Jannah, 2012, tidak dipublikasikan). Masyarakat di pasar tradisional, memanfaatkan lichen sebagai salah satu komponen semua jamu, seperti jamu kolesterol, diabetes, asam urat, bersalin, darah tinggi, penyakit kulit dan jantung, sedangkan di pabrik, lichen digunakan untuk obat maag dan masuk angin. Hasil survei menunjukkan jenis atau genus lichen yang berbeda terdapat dalam satu komponen jamu di pasar tradisional. Nayaka et al. (2010) menyatakan, setiap jenis lichen mempunyai kandungan metabolit sekunder yang berbeda dan memiliki fungsi spesifik dalam pengobatan, seperti contohnya Usnea baileyi sebagai bahan obat kulit dan U. barbata sebagai jamu kesuburan wanita. Sehingga penggunaan jenis lichen yang tidak tepat dalam pengobatan akan memberikan hasil yang kurang maksimal. Pengambilan jenis lichen yang tidak memiliki khasiat spesifik dalam pengobatan dapat mengakibatkan semakin berkurangnya populasinya di hutan yang mengancam pada kepunahan spesies. Jenis-jenis Usnea yang dimanfaatkan masyarakat daerah Solo dan Yogyakarta belum pernah dilaporkan, sehingga perlu dilakukan penelitian. Hasil penelitian akan dapat digunakan sebagai dasar pemanfaatan lichen sebagai bahan baku jamu secara tepat. 2

Genus Usnea (Parmeliaceae) memiliki distribusi luas di dunia dan mempunyai anggota ±600 spesies (Hawksworth et al, 1995). Genus ini memiliki talus yang sangat mirip antar spesies sehingga sangat sulit dibedakan, maka sering dikatakan sebagai Bad Taxonomy Reputation (Articus et al., 2004). Identifikasi jenis yang dilakukan di Indonesia masih terbatas berdasarkan karakter morfologis, anatomis dan kimiawi, walaupun identifikasi berdasarkan karakter morfologis sulit untuk bisa membedakan sampai tingkat spesies. Karakter morfologis, anatomis, dan kimiawi secara luas hanya dapat digunakan untuk membedakan tingkat famili dan genus, sehingga identifikasi berdasarkan karakter tersebut diperdebatkan oleh para taksonom, bahkan beberapa hasil identifikasi tingkat genus tidak diterima oleh para lichenologist Eropa. Hal ini karena karakter morfologis Usnea sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga bukan merupakan karakter yang stabil untuk dasar pembeda antar spesies. Divakar et al. (2006) menyatakan, terdapat kasus sibling spesies, karena secara morfologi sangat sedikit karakter pembeda antar spesies, misalnya U. florida dan U.subfloridana hanya dapat dibedakan berdasarkan ada tidaknya organ reproduksi. Perbedaan yang mencolok dari kedua spesies tersebut yakni U. florida memiliki lebih banyak organ reproduksi seksual, sedangkan U. subfloridana dengan organ reproduksi aseksual. Organ reproduksi lichen seperti apotesia merupakan karakter yang baik untuk identifikasi tingkat spesies, namun mengalami pertumbuhan yang sangat lambat selama fase hidup, sehingga menjadi kendala untuk identifikasi (Clerc, 1998; Swinscow & Krog, 1978). Berdasarkan fakta tersebut diatas maka analisis molekular diperlukan untuk memperkuat dan mendukung identifikasi spesies. Hal ini dikarenakan karakter molekular lebih stabil terhadap pengaruh lingkungan. Pendekatan molekular dengan 3

menggunakan sekuen DNA dalam penelitian filogenetik telah meningkat pesat dan telah dilakukan pada semua tingkatan takson, misalnya famili, genus, dan spesies. Sekuen ITS (Internal Transcribed Spacer) ribosomal DNA (rdna) digunakan dalam identifikasi dan analisis filogenetik lichen (Divakar et al., 2006; Del-Prado et al., 2006; Articus et al., 2004; Serusiaux, 2009). Sekuen ITS dapat membedakan inter dan intra spesies serta penelusuran hubungan kekerabatan dengan melihat perbedaan daerah conserved dan melihat similaritas daerah variabel. Ribosomal DNA adalah suatu daerah dalam nuklear DNA yang mengkode ribosom. Ribosom merupakan organel sel yang berperan dalam sintesis protein dan terdiri dari subunit kecil (18S) dan subunit besar (28S). Urutan nukleotida rdna berisi dua daerah non-coding (ITS1 dan ITS2) dan gen 5,8S rdna. Urutan nukleotida pada gen 5,8S rdna sangat conserved, tetapi dua daerah ITS lainnya tidak ditranslasi menjadi protein dan sangat bervariasi (Articus et al., 2004). Sekuen ITS rdna terdiri dari daerah yang evolusioner dan mempunyai derajat variasi yang lebih tinggi dibandingkan daerah lain di rdna. ITS rdna merupakan DNA Barcode untuk jamur yang mendominasi talus dan pembeda antar spesies pada lichen (White et al., 1990; Korabecna et al., 2007; Del- Prado et al., 2010; Kelly, 2011). Kelly et al. (2011), menyatakan ITS rdna juga mampu untuk membedakan inter dan intra spesies dalam famili Parmeliaceae genus Usnea. Berdasarkan kajian di atas, ITS rdna dapat digunakan sebagai data yang tepat dan akurat untuk memperkuat data morfologi dalam identifikasi Usnea dan penelusuran hubungan kekerabatan. Posisi takson yang jelas dan status hubungan kekerabatan dapat digunakan sebagai dasar pemanfaatan lichen secara tepat dan bijak. 4

B. Permasalahan Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut. 1. Jenis Usnea apa saja yang dimanfaatkan masyarakat berdasarkan karakter morfologis, anatomis, mikrokimiawi, dan mikrokristal? 2. Jenis Usnea apa saja yang dimanfaatkan masyarakat berdasarkan sekuen Internal Trancribed Spacer (ITS) rdna? 3. Bagaimanakah hubungan kekerabatan Usnea spp. yang dimanfaatkan masyarakat berdasarkan karakter morfologis dan molekular sekuen Internal Transcribed Spacer (ITS) rdna? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi Usnea spp. yang dimanfaatkan masyarakat berdasarkan karakter morfologis, anatomis, mikrokimia, dan mikrokristal. 2. Mengidentifikasi Usnea spp. yang dimanfaatkan masyarakat berdasarkan karakter molekular sekuen Internal Transcribed Spacer (ITS) rdna. 3. Mengetahui hubungan kekerabatan Usnea spp. yang dimanfaatkan dimasyarakat berdasarkan karakter morfologis dan molekular sekuen Internal Transcribed Spacer (ITS) rdna. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menyediakan informasi mengenai lichen genus Usnea, hubungan kekerabatannya dan aspek molekularnya sehingga dapat digunakan sebagai dasar pemanfaatan lichen dan tindakan konservasi. 2. Menyediakan data base berupa morfologi maupun sekuen barcode ITS pada BOLD system (The Barcode of Life Data System) dan Gene Bank dari lichen di Indonesia. 5

D. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Lichen yang diteliti adalah Usnea yang ditemukan di hutan Bukit Turgo Kaliurang Yogyakarta dan Gunung Lawu Jawa Tengah yang dimanfaatkan masyarakat. 2. Spesimen lichen yang digunakan untuk analisis molekuler berasal dari hutan Bukit Turgo Kaliurang Yogyakarta dan hutan Gunung Lawu Jawa Tengah. 3. Identifikasi sampai tingkat spesies dilakukan berdasarkan karakter morfologis, anatomis, mikrokimia, mikrokristal, dan sekuen Internal Transcribed Spacer (ITS) rdna menggunakan primer ITS 1 dan ITS 4 (White et al., 1990). 4. Identifikasi kandungan substansi asam lichen dilakukan berdasarkan bentuk mikrokristal berdasarkan Identification of Lichen Substances karangan Siegfried Huneck & Isao Yoshimura (1996). 5. Penelusuran hubungan kekerabatan dilakukan berdasarkan sekuen Internal Transcribed Spacer (ITS) rdna. 6