BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal. Pendidikan berlaku untuk semua anak, tanpa memandang jenis kelamin, status sosial, suku, bangsa, agama, dan kelainan atau kecacatan yang dimiliki masing-masing pribadi. Pendidikan adalah hak dasar bagi setiap manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia, hak pendidikan bagi setiap anak diatur dalam Undangundang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bahkan hak pendidikan untuk anak berkelainan atau anak berkebutuhan khusus disebutkan secara tersurat pada BAB IV pasal 5 ayat (2), yang berbunyi: Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pelaksanaan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus ditangani oleh Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah inklusi. Di SLB, anak-anak berkebutuhan khusus dilayani sesuai dengan jenis kelainannya. Berkaitan dengan hal tersebut, Praptiningrum (2010) mengemukakan bahwa sebenarnya anak-anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di SLB tanpa sadar dibatasi tembok eksklusifisme yang membatasi proses saling mengenal antara anak-anak berkebutuhan khusus tersebut dengan teman-teman sebayanya. Sedangkan di sekolah inklusi, pelayanan bagi anak-anak berkebutuhan khusus diberikan di ruang kelas yang sama dengan anak-anak sebayanya. Tujuannya supaya anakanak berkebutuhan khusus terbiasa hidup secara inklusif (tidak terpisah) dengan anak-anak sebayanya sehingga lebih siap hidup bersama di tengah-tengah masyarakat (Anjaryati, 2011). Salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang dilayani di sekolah inklusi adalah anak dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). ADHD merupakan keadaan seorang anak yang memiliki ciri-ciri kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif yang bisa menyebabkan hambatan pada kehidupan mereka (Baihaqi & Sugiarmin, 2006: 2). Anak ADHD mengalami 1
2 kesulitan dalam mengendalikan diri atau mengontrol diri, sehingga terlihat tidak dapat konsentrasi dalam waktu yang lama, perhatiannya mudah sekali teralih karena hal kecil, mudah lupa, dan mudah bingung. Anak ADHD juga sering terlihat selalu bergerak, seperti tidak pernah merasa lelah, sulit melakukan kegiatan dengan tenang, dan mengganggu orang lain baik secara verbal maupun nonverbal. Di sekolah inklusi, anak ADHD belajar bersama anak-anak sebayanya di kelas yang sama dengan harapan anak tersebut dapat bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Selain itu, anak-anak lain diharapkan dapat menerima, menghargai, dan membantu anak ADHD belajar dan menyesuaikan diri di dalam kelas tersebut. Pada kenyataannya, proses belajar mengajar di kelas inklusif tersebut tidak selalu berjalan dengan lancar dan sesuai harapan. Kadang-kadang anak ADHD mengalami kesulitan dalam mengendalikan diri, sehingga menyebabkan kegaduhan di kelas yang dapat mengganggu teman atau guru yang sedang mengajar. Tidak jarang anak ADHD menyela penjelasan guru tanpa diminta, atau tiba-tiba memukul teman sebangkunya tanpa alasan jelas. Akibatnya, anak ADHD tersebut justru mendapat hukuman dari guru, juga dijauhi oleh teman-teman sekelasnya. Teman-teman sekelasnya lebih memilih menjauh dari anak ADHD tersebut, mereka tidak ingin berkelompok dan mengerjakan tugas bersamanya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pelham dan Bender (Wood, 2005: 87) mengenai laporan guru anak ADHD yang menyebutkan bahwa mereka (anak ADHD) sering terlibat perkelahian, suka menyela, dan ditolak atau tidak disenangi teman-teman sebayanya. Berdasarkan fenomena tersebut, perlu adanya usaha untuk mengatasi perilaku-perilaku anak ADHD yang dapat merugikan, baik diri sendiri maupun orang lain, juga menyebabkan ia dijauhi atau ditolak teman-teman sekelasnya. Seperti simpulan Ransone (2009: 89) yang menyebutkan bahwa hubungan teman sebaya anak ADHD yang buruk memerlukan perhatian, hal tersebut dikarenakan anak ADHD diprediksi akan mengalami masalah penyesuaian diri yang cukup serius di masa remaja dan dewasa. Beberapa peneliti seperti Bagwell, dkk.,
3 Mikami & Hinshaw, dan Hinshaw (Ransone, 2009: 89-91) menyebutkan masalah yang akan dialami anak ADHD di masa depan antara lain gelisah, depresi, rendahnya rasa percaya diri, rendahnya prestasi akademik, penyalahgunaan obatobatan, serta dikeluarkan dari sekolah. Perilaku-perilaku anak ADHD yang merugikan dan menyebabkan ia ditolak oleh teman-teman sebaya termasuk dalam perilaku maladaptif. Menurut Latipun (2008: 135), perilaku maladaptif atau perilaku bermasalah adalah kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perilaku maladaptif harus segera ditangani supaya tidak menyebabkan anak ADHD ditolak oleh lingkungan sosialnya kelak. Cara untuk mengatasi perilaku maladaptif anak ADHD dapat melalui upaya medis atau nonmedis. Dengan cara medis, anak ADHD diberi terapi obatobatan yang dapat menenangkan syaraf anak sehingga perilaku maladaptifnya berkurang atau bahkan menghilang. Obat-obatan yang dapat digunakan untuk terapi medis anak ADHD antara lain amphetamin, methylphenidate, norepinephrine uptake inhibitor, dan alpha adrenergic agents (American Acedemy, 2013). Obat-obatan tersebut merupakan obat stimulan yang menurut Barkley (Martin, 2008: 233) efektif memperbaiki perilaku, pekerjaan akademis, dan penyesuaian sosial anak ADHD sampai 70 90 persen. Penggunaan terapi obat harus diberikan berdasarkan resep obat dari dokter, tidak boleh menambah atau mengurangi dosis tanpa sepengetahuan dokter yang menangani. Hal tersebut dikarenakan terapi obat yang dapat mengurangi perilaku maladaptif dengan segera tersebut memiliki efek samping bagi tubuh anak ADHD. Seperti pernyataan Smucker & Hedayat (Wood, 2005: 89) yang menyebutkan bahwa terdapat beberapa efek samping penggunaan terapi obat untuk anak ADHD antara lain sulit tidur (insomnia), kurang nafsu makan, sakit perut, pusing, muncul ketegangan saraf yang semakin memburuk, pertumbuhan melambat, tachycardia, tekanan darah naik, muncul kembali perilaku maladaptif setelah pengaruh obat hilang, emosi menjadi labil, menjengkelkan, menarik diri dari masyarakat, dan efek merusak. Upaya nonmedis yang dapat dilakukan untuk mengatasi perilaku maladaptif dari anak ADHD adalah dengan konseling perilaku. Konseling
4 perilaku dianggap lebih aman dari pada terapi obat yang memiliki efek samping terhadap kesehatan anak ADHD. Selain itu, hasil dari konseling perilaku bertahan lebih lama dari terapi obat yang hasilnya akan hilang seiring menurunnya pengaruh obat tersebut. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Firestone (Wood, 2005: 95) yang menyebutkan bahwa kemajuan yang didapat dari konseling perilaku (upaya nonmedis) bertahan lebih lama, tidak hilang seperti pengaruh obat, sehingga metode nonmedis berperan penting dalam mencapai keberhasilan berkesinambungan bagi anak ADHD. Teknik konseling perilaku yang digunakan oleh peneliti adalah teknik behavior contract (kontrak perilaku). Pemilihan teknik behavior contract ini didasarkan pada saat perilaku yang diinginkan muncul, anak ADHD akan mendapat imbalan sesuai dengan kontrak yang disepakati. Sehingga anak ADHD secara sadar dapat memperkirakan akibat dari tindakan yang ia lakukan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Latipun (2008: 144) yang menyatakan bahwa dengan behavior contract ini,...individu mengantisipasi perubahan perilaku mereka atas dasar persetujuan bahwa beberapa konsekuensi akan muncul. Teknik behavior contract ini penting bagi anak ADHD untuk belajar mengelola perilakunya sendiri sesuai dengan harapan lingkungan sekitar. Dengan teknik tersebut, anak ADHD akan belajar berperilaku adaptif dengan cara mengendalikan diri untuk tidak mengganggu orang lain, tidak menyela pembicaraan orang lain, dan sebagainya. Teknik behavior contract ini dianggap dapat mengendalikan perilaku maladaptif individu berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wibowo (2013) terhadap perilaku membolos siswa SMP Negeri 4 Rembang. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa perilaku membolos siswa SMP Negeri 4 Rembang dapat dihilangkan menggunakan behavior contract. Dalam penelitian yang akan penulis lakukan ini, kebaruannya adalah penerapan teknik behavior contract untuk mengurangi perilaku maladaptif anak ADHD di SD Al Firdaus Surakarta. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan judul Penggunaan Behavior Contract untuk Mengurangi
5 Perilaku Maladaptif Siswa Adhd Kelas III A Di SD Al Firdaus Surakarta Tahun Ajaran 2015/2016. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kesulitan anak ADHD dalam mengendalikan diri menimbulkan munculnya perilaku maladaptif, 2. Perilaku maladaptif anak ADHD menyebabkan anak tersebut ditolak oleh teman sekelasnya terutama di sekolah reguler, 3. Perilaku maladaptif anak ADHD yang berupa aktivitas-aktivitas mengganggu menghambat tercapainya tujuan kegiatan belajar mengajar di kelas, dan 4. Belum adanya penelitian tentang penanganan perilaku siswa ADHD menggunakan behavior contract di SD inklusi Al Firdaus, padahal perilaku maladaptif siswa ADHD mengganggu pembelajaran C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang disebutkan di atas, fokus permasalahan yang akan diteliti adalah: 1. Sekolah inklusi SD Al Firdaus Surakarta kelas III A tahun ajaran 2015/2016, 2. Perilaku maladaptif anak ADHD yang berupa aktivitas yang mengganggu saat pelajaran, seperti menyela penjelasan guru, mengganggu teman, dan tidak dapat menahan diri terhadap makanan dan minuman, dan 3. Penanganan perilaku khususnya teknik behavior contract. D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah tersebut di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, Apakah penggunaan behavior
6 contract efektif untuk mengurangi perilaku maladaptif siswa ADHD kelas III A di SD Al Firdaus Surakarta tahun ajaran 2015/2016? E. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan behavior contract untuk mengurangi perilaku maladaptif siswa ADHD kelas III A di SD Al Firdaus Surakarta tahun ajaran 2015/2016. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan penguatan terhadap teori-teori modifikasi perilaku khususnya teknik behavior contract b. Menambah khasanah perbendaharaan hasil penelitian di bidang modifikasi perilaku siswa. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa Membuat kegiatan pembelajaran kondusif dengan behavior contract yang mengatasi perilaku maladaptif siswa ADHD b. Bagi Guru Memberikan pengalaman bagi guru dalam memberikan behavior contract pada siswa ADHD terkait perilaku maladaptif c. Bagi Peneliti Memberikan wawasan dan pengalaman mengenai behavior contract untuk menangani perilaku maladaptif siswa ADHD.