dengan konsep minimal invasive dentistry, yaitu tindakan perawatan dengan

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memuaskan. Meningkatnya penggunaan resin komposit untuk restorasi gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan bahan restorasi gigi yang telah lama digunakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. restorasi resin komposit tersebut. Material pengisi resin komposit dengan ukuran

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. masalah estetik namun juga melibatkan fungsi dari gigi yang akan direstorasi

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. inovasi, salah satunya dengan ketersediaan bahan restorasi sewarna gigi (Giachetti

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. melindungi jaringan periodontal dan fungsi estetik. Gigi yang mengalami karies,

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi mengembangkan berbagai jenis material restorasi sewarna gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semen ionomer kaca banyak dipilih untuk perawatan restoratif terutama

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. yang paling sering digunakan dibidang kedokteran gigi restoratif. Selain segi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung pada kavitas gigi dalam sekali kunjungan. Restorasi tidak langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi. Penyakit ini dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena selain dapat menghasilkan senyum yang indah juga sangat membantu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan bahan adhesif telah menyebabkan restorasi resin komposit lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. untuk area yang memiliki daerah tekan yang lebih besar (Powers dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. modifikasi polyacid), kompomer, giomer (komposit modifikasi glass filler),

BAB I PENDAHULUAN. gigi berlubang (karies gigi). Pasien datang dengan kondisi gigi berlubang yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akar, mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahan tumpatan warna gigi yang lain (Winanto,1997). Istilah resin komposit dapat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggantikan gigi hilang. Restorasi ini dapat menggantikan satu atau lebih gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

BAB I PENDAHULUAN. Abrasi merupakan suatu lesi servikal pada gigi dan keadaan ausnya

BAB I PENDAHULUAN. Streptococus mutans yang menyebabkan ph (potensial of hydrogen) plak rendah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Beberapa dekade terakhir dalam kedokteran gigi konservatif resin

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

I. PENDAHULUAN. Menurut Powers dan Sakaguchi (2006) resin komposit adalah salah satu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beberapa tahun terakhir sejalan dengan tuntutan pasien dalam hal estetik. 27 Dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. silikat dan semen polikarboksilat pertama kali diperkenalkan oleh Wilson dan

BAB 1 PENDAHULUAN. akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, kebutuhan dan tuntutan pasien akan bahan

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan bersih menjadi tujuan utamanya. Bleaching merupakan salah satu perawatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik restorasi indirek maupun pasak. Dibandingkan semen konvensional, semen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu tindakan restorasi gigi tidak hanya meliputi pembuangan karies

BAB I PENDAHULUAN. warna gigi baik karena faktor intrinsik ataupun ekstrinsik dapat

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN

toksisitas amalgam yang dikaitkan dengan merkuri yang dikandungnya masih hangat dibicarakan sampai saat ini. 1,2,3 Resin komposit adalah suatu bahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi mempunyai banyak fungsi antara lain fonetik, mastikasi, estetis dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perubahan warna gigi dapat diperbaiki dengan dua cara yaitu dengan

PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR

BAB I PENDAHULUAN. efisiensi pengunyahan, meningkatkan pengucapan dan memperbaiki estetika

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Restorasi dapat dibedakan menjadi restorasi direk dan indirek. Restorasi direk

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pasien untuk mencari perawatan (Walton dan Torabinejad, 2008).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pergaulan, pasien menginginkan restorasi gigi yang warnanya sangat mendekati

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari gigi dan mencegah kerusakan selanjutnya (Tylman, 1970).

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat kumur saat ini sedang berkembang di lingkungan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi yang populer belakangan ini adalah perawatan bleaching yaitu suatu cara

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

BAB 2 RESIN KOMPOSIT. yang dihasilkan dari restorasi resin komposit, sebuah restorasi yang paling digemari

BAB V HASIL PENELITIAN. n = 3990 = 363, sampel 3990 (5%) 2 + 1

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Karies gigi, trauma dan kegagalan restorasi menyebabkan kerusakan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemakaian sistem pasak dan inti sebagai retensi intra-radikular merupakan

I. PENDAHULUAN. kedokteran gigi sejak awal abad 19 ( Florez, dkk.,2011). Prosedur ini semakin

BAB 2 RESIN KOMPOSIT YANG DIGUNAKAN DALAM RESTORASI RIGID

BAB I PENDAHULUAN. terakhir sejak ditemukannya material resin komposit dalam menggantikan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan gigi dan mulut, yang salah satunya digambarkan oleh indeks DMF-T

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. telah banyak perbaikan yang dicapai dalam hal warna dan daya tahan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang hilang serta jaringan sekitarnya (Zweemer, 1993). Penggunaan gigi

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

Adaptasi marginal restorasi Kelas 2 menggunakan bahan adhesif

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan partikel bahan pengisi. Kelemahan sistem resin epoksi, seperti lamanya

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. mengenai , dentin, dan sementum. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencegah, mengubah dan memperbaiki ketidakteraturan letak gigi dan

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sisa makanan atau plak yang menempel pada gigi. Hal ini menyebabkan sebagian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. 14% pada awal perkembangannya tetapi selama zaman pertengahan, saat bangsa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil studi morbiditas SKRT-Surkesnas menunjukkan penyakit gigi menduduki urutan pertama (60% penduduk)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 BAHAN ADHESIF. Kata adhesi berasal dari bahasa latin adhaerere yang berarti menyatukan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi),

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah estetika yang berpengaruh terhadap penampilan dan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan bahan restorasi juga semakin meningkat. Bahan restorasi warna

BAB I PENDAHULUAN. dentin dan bahan bahan organik (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kanker mulut (Lamster dan Northridge, 2008). Kehilangan gigi dapat menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Resin komposit dikenal sebagai salah satu bahan restorasi yang sering

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi adhesif dibidang kedokteran gigi berkaitan erat dengan konsep minimal invasive dentistry, yaitu tindakan perawatan dengan mengutamakan konservasi jaringan gigi yang sehat serta mengurangi intervensi yang tidak diperlukan ( Shahdad dan Kennedy, 1998; Setien et al., 2001). Salah satu perkembangan material yang mendukung konsep tersebut adalah ditemukannya resin komposit sebagai material restorasi yang bersifat adhesif dengan preparasi kavitas minimal (Devigus, 2011) dan mempunyai unsur estetik yang tinggi karena berbagai pilihan warna yang sesuai dengan warna natural dari gigi yang berbeda untuk setiap individu (Gordan et al., 2003). Resin komposit yang saat ini tersedia di pasaran, pada dasarnya sudah memiliki sifat-sifat mekanis yang baik dan dapat diaplikasikan pada seluruh area gigi di dalam mulut. Setelah resin komposit diaplikasikan ke dalam rongga mulut, suatu proses yang dinamis dan kompleks melibatkan perubahan suhu, makanan, minuman, saliva dan biofilm mulai terjadi. Proses ini mengakibatkan penuaan pada resin komposit ( Øilo, 1992; Fúcio et al., 2008). Secara klinis, degradasi resin komposit ini akan mengakibatkan diskolorasi, fraktur, delaminasi, chipping dan kegagalan adhesi pada tepi restorasi (Mjor, 1981; Roulet, 1987; Swift, 1987). Studi mengenai proses penuaan resin komposit dilakukan dengan cara mensimulasi keadaan didalam rongga mulut melalui beberapa uji in vitro, yaitu : penyimpanan 1

dalam air yang telah di destilasi ( Frankenberger et al., 2000; Cesar et al., 2001; Santerre et al., 2001), saliva (Musanje dan Darvell, 2003), perendaman dalam citric acid ( Yap et al., 1999; Özcan et al., 2007), thermocycling (Kawano et al., 2001; Rinastiti et al., 2011) atau diekspos dengan menggunakan biofilm (Rinastiti et al., 2010). Selain penuaan, kelemahan resin komposit dipengaruhi oleh keausan. Bila resin komposit diaplikasikan pada area yang menerima tekanan yang tinggi, seperti pada kasus pasien yang mengalami bruxism atau kebiasaan parafungsional, fraktur restorasi resin komposit masih sering terjadi. Resin komposit yang diaplikasikan untuk merestorasi kerusakan gigi yang luas, misalnya pada beberapa gigi pada satu kuadran atau tonjol gigi, ketahanan resin komposit terhadap keausan masih bermasalah (Kramer et al., 2007). Permasalahan lain yang sering muncul pada situasi klinis adalah adanya karies sekunder serta fraktur restorasi, sehingga diperlukan penggantian restorasi resin komposit (Sarrett, 2005). Resin komposit aktivasi sinar tampak mempunyai kelemahan apabila diaplikasikan pada gigi-gigi posterior, yaitu keausan yang cepat serta pengerutan polimerisasi. Adanya tekanan akibat pengerutan akan menyebabkan deformasi sehingga timbul retakan mikro pada resin komposit yang selanjutnya mengakibatkan kegagalan adhesi antarmuka resin komposit dan gigi dan menimbulkan celah tepi dan kebocoran mikro. Secara klinis, akibat dari rangkaian peristiwa tersebut adalah gigi menjadi sensitif dan timbul karies sekunder (Tiba et al., 2013). Studi klinis yang dilakukan terhadap restorasi resin komposit pada kavitas klas I dan II dalam jangka 2

waktu 3-6 tahun menunjukkan bahwa karies sekunder atau karies yang berulang merupakan penyebab utama terjadinya kegagalan restorasi dan pengerutan polimerisasi merupakan penyebab yang paling signifikan dalam kegagalan pelekatan antara jaringan gigi dan restorasi resin komposit (Letzel, 1989; Mjor et al., 1990). Selama ini, salah satu cara untuk mengurangi pengaruh negatif pengerutan polimerisasi adalah pengisian lapis demi lapis atau disebut teknik inkremental. Resin komposit yang diaplikasikan pada area restorasi dengan ketebalan 2 mm diharapkan terpolimerisasi secara optimal, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya marginal gap serta meningkatkan kekuatan fisis dan mekanis resin komposit ( Hakimeh et al., 2000; Ersoy et al., 2004; Correr et al., 2010). Sistem inkremental mempunyai kelemahan, yaitu adanya kontaminasi antara lapisan komposit, kegagalan pelekatan antar lapisan, teknik aplikasi yang sulit karena akses yang terbatas terhadap area preparasi dan waktu penumpatan yang diperlukan panjang (El-Safty et al., 2012b). Akhir-akhir ini dikembangkan suatu material resin komposit yang dapat diaplikasikan ke dalam kavitas dengan ketebalan hingga 4 mm atau disebut teknik bulk-fill. Sebetulnya konsep bulk-fill, bukan merupakan konsep yang baru, beberapa peneliti telah melakukan penelitian mengenai aplikasi resin komposit dengan metode ini (El-Safty et al., 2012b; Kwon et al., 2006). Penelitian menunjukkan bahwa material ini memiliki beberapa karakteristik yang penting, yaitu pengerutan polimerisasi yang rendah, mempunyai kemampuan alir yang baik, penanganan yang lebih mudah serta peningkatan sifat fisis (Jose-Luis, 2010). Penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa resin komposit bulk-fill mempunyai nilai flexural strength 3

seperti resin komposit dengan filler jenis nanofiller dan microhybrid serta lebih tinggi dibandingkan dengan resin komposit flowable. Creep resistance lebih rendah dibandingkan dengan resin komposit nano dan microhybrid. Modulus elastisitas dan kekerasan resin komposit bulk-fill lebih tinggi dibandingkan dengan resin komposit hybrid, namun resin komposit flowable mempunyai modulus elastisitas yang lebih tinggi (Ilie et al., 2013a). Moorthy, et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pengerutan polimerisasi dan defleksi tonjol resin komposit bulk-fill lebih rendah dibandingkan dengan resin komposit nano dan microhybrid konvensional. Sedangkan sifat alir dari resin komposit bulk-fill yang akan berpengaruh terhadap adaptasi material terhadap dinding kavitas, belum dapat dikonfirmasi. Illie dan Oberthur Selain resin komposit bulk-fill yang bersifat packable, dikembangkan pula suatu resin komposit sonic activated bulk-fill, yaitu resin komposit yang diaktivasi dengan energi sonik. Pada saat energi sonik diaplikasikan melalui alat, viskositas resin komposit turun hingga 87%, meningkatkan kemampuan daya alir dari komposit. Bila energy dihentikan, komposit kembali menjadi lebih viskos. Dalam hal ini, resin komposit tersebut tidak dapat dikategorikan sbagai komposit flowable. Daya alir komposit disebabkan oleh operator melalui handpiece dengan 5 level alir yang dapat diubah (Didem et al., 2014). Resin komposit bulk-fill sangat diminati oleh para klinisi, namun hingga saat ini data in vitro maupun klinis masih sangat terbatas, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat sifatnya. Beberapa peneliti menyatakan bahwa teknik 4

aplikasi resin komposit dengan jumlah lapisan yang lebih sedikit, bahkan dengan metode pengisian dengan cara bulk dapat menghasilkan restorasi yang baik (Abbas et al., 2003; Sarrett, 2005; Jose-Luis, 2010; Campodonico et al., 2011). Idriss, et al (2003) dalam penelitiannya menemukan bahwa tidak ada perbedaan celah tepi pada kavitas klas II yang direstorasi menggunakan resin komposit dengan teknik bulk maupun inkremental. Poskus, et al. (2004) menemukan bahwa kekerasan resin komposit bulk-fill pada daerah servikal lebih rendah dibandingkan di daerah oklusal, sedangkan pada resin komposit yang diaplikasikan secara inkremental tidak menunjukkan adanya perbedaan di antara kedua area tersebut. Sebaliknya, Amaral, et al. (2002) menyatakan bahwa pada kavitas klas II, tidak ada perbedaan kekerasan mikro yang signifikan pada berbagai kedalaman restorasi antara resin komposit yang diaplikasikan secara incremental maupun secara bulk. Selain itu dari hasil penelitiannya, Rees, et al, (2004) menyatakan bahwa pengerutan polimerisasi pada restorasi yang diaplikasikan secara inkremental dan bulk tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Evaluasi sifat fisis dan mekanis dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah pengukuran derajat konversi. Derajat konversi merupakan salah satu faktor penting yang akan mempengaruhi performa klinis dari resin komposit, selain teknik aplikasinya. Sifat biologis, fisis, mekanis seperti strength, modulus, kekerasan dan solubilitas yang optimal berkorelasi dengan tingginya derajat konversi (Obici et al., 2005; Obici et al., 2006). Derajat konversi bergantung pada faktor intrinsik seperti struktur kimiawi dari tipe monomer dimetakrilat, konsentrasi foto inisiator, 5

konsentrasi filler serta faktor eksternal seperti kondisi polimerisasi, jumlah tegangan yang terjadi akibat pengerutan polimerisasi serta konfigurasi preparasi kavitas (Leprince et al., 2013). Telah diketahui, bahwa untuk mencapai derajat konversi yang tinggi, dapat digunakan light curing unit (LCU) dengan intensitas yang tinggi.. Selain pengaruh penggunaan LCU, Rinastiti, et al (2010) menemukan bahwa derajat konversi akan meningkat seiring dengan proses penuaan resin komposit. Meskipun derajat konversi akan meningkatkan sifat fisis dan mekanis resin komposit, secara klinis terdapat situasi yang bertentangan. Beberapa peneliti menemukan bahwa terdapat linearitas antara peningkatan derajat polimerisasi dan pengerutan polimerisasi ( Ferracane dan Greener, 1986; Silikas et al., 2000; Braga dan Ferracane, 2002). Derajat konversi tidak cukup untuk menunjukkan struktur tiga dimensi resin komposit. Suatu bangunan resin komposit (Rinastiti, 2010) mempunyai area dengan ikatan C=C yang berbeda, yaitu adanya monomer yang belum terpolimerisasi (Asmussen dan Peutzfeldt, 2001). Heterogenitas ini akan menghasilkan suatu komposit yang memiliki densitas ikatan silang rendah ( Yap et al., 2004; Ferracane, 2006). Filho, et al (2008) dalam penelitiannya mengenai softening atau plastisisasi resin komposit menggunakan metode yang sama dengan pengukuran densitas ikatan silang, menemukan bahwa tidak terdapat korelasi antara densitas ikatan silang dan derajat konversi. Densitas ikatan silang berperan penting dalam sifat-sifat resin komposit, material dengan densitas ikatan silang yang tinggi secara umum akan meningkatkan ketahanan fraktur dan resistensi keausan (Brandt et al., 2008). Arima, 6

et al. (1996) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara konsentrasi ikatan silang dan pengurangan solubilitas dari polimer polietilmetakrilat. Hal ini dibutuhkan dalam situasi klinis, terutama pada restorasi gigi posterior yang menerima beban pengunyahan yang dapat menimbulkan kegagalan restorasi apabila resistensi keausan rendah. Densitas ikatan silang dapat diteliti secara langsung dengan cara mengukur glass temperature transition (Tg) dan menggunakan tes softening merupakan suatu uji berdasarkan pada pengukuran kekerasan secara berulang sebelum dan sesudah perendaman sampel pada cairan organic (Asmussen dan Peutzfeldt, 2001; Peutzfeldt, 1997). Metode ini berdasarkan pertimbangan bahwa suatu resin komposit dengan densitas ikatan silang yang tinggi akan lebih resisten terhadap degradasi dan penyerapan cairan, sedangkan polimer yang linear akan memiliki lebih banyak ruang dan jalur untuk difusi molekul cairan ke dalam struktur (Yap et al., 2001). Pengukuran kekerasan dapat dilakukan dengan indentasi mikro yang telah banyak dilakukan untuk mengukur kekerasan berbagai permukaan seperti email, dentin, tulang dan material polimer (Schulze et al., 2003). B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut maka timbul suatu permasalahan, apakah terdapat perbedaan densitas ikatan silang antara resin komposit packable bulk-fill, resin komposit sonic activated bulk-fill dan resin komposit packable konvensional, sebelum dan sesudah proses penuaan 7

C. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahuis sifat dari resin komposit bulk fill, yaitu : kualitas adaptasi tepi dan kebocoran mikro ( Walter, 2013; Campos et al., 2014), kekuatan mekanis ( Walter, 2013; Ilie et al., 2013a) rambatan deformasi dan defleksi tonjol (Campodonico et al., 2011), kinetik polimerisasi (Ilie dan Durner, 2013) dan derajat konversi (Alshali et al., 2013; Guimaraes et al., 2013). Berdasarkan mesin pencari artikel ilmiah, sepengetahuan peneliti belum ada penelitian mengenai densitas ikatan silang resin komposit bulk fill dalam kondisi fresh dan setelah penuaan. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi densitas ikatan silang resin komposit packable bulk-fill, resin komposit sonic activated bulk-fill dan resin komposit packable konvensional sebelum dan sesudah proses penuaan. E. Manfaat Penelitian Resin komposit bulk fill telah banyak digunakan di klinis, dan nampak sebagai suatu material yang menjanjikan, namun keterbatasan informasi ilmiah mengenai resin komposit bulk fill baik yang berupa packable bulk fill maupun sonic-activated 8

bulk fill menyebabkan adanya suatu kesenjangan antara bukti klinis dan kajian teoritis. Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan kali ini adalah untuk mengevaluasi salah satu sifat fisik resin komposit yang berperan penting dalam situasi klinis, yaitu densitas ikatan silang sebelum dan sesudah proses penuaan, sehingga diharapkan dapat memberikan dasar-dasar ilmiah apakah material ini dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya secara klinis, baik dari sisi sifat material maupun longevity dari material tersebut. 9