BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Folat merupakan golongan vitamin larut air yang berperan penting dalam sistem metabolisme tubuh. Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa folat berperan sebagai koenzyme pada berbagai metabolisme asam amino dan nukleotida (Arcot dan Ashok, 2005), kofaktor konversi homocysteine menjadi methionine (Maxwell, 2000) serta menurunkan resiko kanker kolorektal dan kanker payudara (Langenohl, dkk., 2001). Studi pada folat mengalami peningkatan seiring ditemukannya beberapa kasus akibat defisiensi folat. Defisiensi folat pada ibu hamil mampu meningkatkan resiko Neural Tube Defects (NTD) pada bayi (Scott, dkk., 2000). Menurut Honein, dkk. (2001) prevalensi NTD sekitar 0,8 per 1000 kelahiran. Di Indonesia, dari 300 ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di RSCM setiap bulan, 3 pasien diantaranya terbukti janinnya menderita NTD. Sedangkan di Malaysia setiap tahunnya sekitar 500 bayi lahir menderita NTD (Purwani dan Zulaekah, 2008). Selain itu, defisiensi folat dilaporkan juga meningkatkan resiko penyakit jantung koroner, kanker kolon dan anemia megaloblastik (Bower, 1996; Shidfar, dkk., 2009; Omar, dkk., 2009; Hawkes dan Villota, 1989). Defisiensi folat merupakan salah satu defisiensi vitamin yang umum terjadi di seluruh dunia (Joosten, dkk., 1994). (Kondisi tersebut mendorong adanya program fortifikasi folat untuk memastikan asupan folat yang cukup. Fortifikasi folat dilakukan pada produk-produk seperti : roti tawar, jus, sereal, 1
yoghurt, mie, tepung terigu dan beberapa produk lain (Boeneke dan Aryana, 2007; Gujska dan Katarzina, 2005 ). Di Indonesia, pemerintah mewajibkan untuk melakukan fortifikasi pada tepung terigu dan menetapkan kandungan folat minimal 2 mg/kg tepung, bahkan direncanakan melakukan fortifikasi folat pada beras sebagai makanan pokok (Anonim, 2011). Asupan folat dapat diperoleh dari sumber pangan alami kaya folat, folat sintesis yang ditambahkan pada makanan (fortifikasi) dan suplementasi. Bahan makanan yang dikonsumsi sehari-hari banyak mengandung folat seperti bayam, citrus, pisang, kubis, brokoli, apel, tomat dan apokat serta bahan yang lain seperti kuning telur, hati, tuna, keju cheddar serta whole wheat bread, yeast dan sereal yang difortifikasi folat (Machlin, 1991; Devi, dkk., 2007, Arcot dan Ashok, 2005). Kedelai merupakan golongan legum yang memiliki kandungan folat. Penelitian yang dilakukan Arcot, dkk. (2002) menunjukkan bahwa kandungan folat pada kedelai 4,04 mg/kg kedelai kering. Ginting, dkk (2003) melaporkan kandungan folat pada kedelai lokal Varietas Wilis sebesar 2,73 mg/kg. Sebagai sumber folat, kedelai jarang dimanfaatkan secara langsung karena kandungan minyak cukup tinggi, digestibiliti yang rendah, dan bau langu. Sehingga untuk bisa dimanfaatkan lebih lanjut perlu dilakukan pengolahan menjadi aneka produk olahan. Tempe merupakan produk fermentasi kedelai yang mengandung folat sebesar 416,4 µg/100g (Ginting dan Arcot, 2004). Pembuatan tempe terdiri dari beberapa tahapan proses, dan setiap tahapan terjadi perubahan kandungan gizi. Penelitian yang dilakukan oleh Ginting dan Arcot (2004) menunjukkan bahwa proses pemasakan pertama hingga peamasakan kedua menyebabkan kehilangan 2
folat sekitar 68%. Proses fermentasi oleh Rhizopus mampu meningkatkan kandungan folat hingga lima kali dibandingkan dengan kandungan folat sebelum fermentasi (71,6 µg/100g menjadi 416,4 µg/100g). Konsumsi tempe akan memberikan dampak positif bagi kesehatan. Tempe kaya akan protein, lemak tidak jenuh, serat pangan, vitamin (Riboflavin, Niacin, B-12, Pantothenate, Pyridoxine, Folat), mudah dicerna serta mengandung komponen mineral (kalsium, phospor, besi) yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sebagai sumber protein, konsumsi tempe paling tinggi dibandingkan dengan kelompok sumber protein yang lain. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (2008-2012), data konsumsi perkapita/tahun untuk tempe 7,091 kg, sedangkan tahu 6,987 kg, daging sapi 0,365 kg, dan telur ayam ras 6,581 kg (Anonim b, 2012). Konsumsi rata-rata harian tempe pada tahun 2012 adalah 19,1 g/kapita/hari dengan rincian konsumsi masyarakat perkotaan 21,3 g/kapita/hari dan masyarakat pedesaan 17 g/kapita/hari (Hardinsyah, 2013). Tingginya konsumsi tempe sebagai pemenuhan kebutuhan protein di masyarakat serta adanya kandungan folat pada tempe diharapkan mampu berperan dalam mensuplai kebutuhan protein serta folat harian. Hingga saat ini belum ada informasi tentang pengaruh konsumsi tempe dalam terhadap perubahan status folat. Penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi tempe sebagai sumber asupan folat, sehingga perlu diketahui pengaruh asupan tempe terhadap status folat tersebut. Penelitian ini dilakukan secara in vivo dengan menggunakan hewan uji yaitu tikus (Sprague Dawley). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang manfaat tempe sebagai sumber folat sehingga dapat 3
dimanfaatkan sebagai pangan sumber folat yang murah dan mudah diperoleh. Jangka panjangnya diharapkan dengan konsumsi tempe dapat mengurangi resiko defisiensi folat. 1.2. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh proses pembuatan tempe dan tepung tempe terhadap kandungan folat? 2. Bagaimana pengaruh konsumsi tempe terhadap folat serum, folat liver, berat badan, profil hematologi darah pada tikus (Sprague Dawley) yang dibuat defisiensi folat? 3. Bagaimana gambaran mikroskopik sel darah merah yang mengalami defisiensi folat dan kecukupan folat dari tempe? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan folat pada tempe kedelai kuning varietas Anjasmoro serta potensinya sebagai sumber folat. 1.3.2. Tujuan khusus 1. Mengetahui pengaruh proses pengolahan tempe terhadap kandungan folat. 2. Mengetahui pengaruh asupan tempe terhadap berat badan, folat serum, folat liver, profil hematologi darah, pada tikus (Sprague Dawley) yang dibuat defisiensi folat. 4
3. Mengetahui gambaran mikroskopik sel darah merah yang mengalami defisiensi folat dan kecukupan folat dari tempe. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi ilmu pengetahuan: Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam memberikan informasi tentang potensi tempe sebagai sumber folat dan perannya dalam memenuhi kebutuhan folat harian. 2. Bagi pembangunan kesehatan: penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang asupan tempe dan pemenuhan kebutuhan folat dari sumber alami dan murah. 5