BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi didunia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia sector UMKM mampu bertahan menghadapi krisi pada tahun 1997-1998. Pada tahun 2012 hingga 2013 UMKM menyumbang kan 57,86 % untuk PDB jika dibandingkan dengan sector usaha besar yang menyumbangkan 42,14% untuk PDB dan kurang tahan menghadapi krisis. Pada tahun 2013 sektor ini mampu 97,16% dari total tenaga kerja. Penyaluran dana ke sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) telah difasilitasi oleh pemerintah yang diawali dengan dua skema kredit dari Bank Indonesia yaitu Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan Kredit Investasi Kecil (KIK). Saat ini pemerintah memfasilitasi dngan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR), Selain itu Bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 yang mewajibkan perbankan untuk menyediakan 20 persen dari total kreditnya kepada usaha kecil. Peraturan tersebut dikeluarkan untuk mendorong perbankan agar meningkatkan penyaluran dana ke sektor UMKM. Melihat besarnya peran UMKM di Indonesia maka sektor UMKM ini patut mendapat perhatian lebih, khususnya dari segi akses dan permodalan yang selama ini sering menjadi permasalahan utama dalam pengembangan UMKM di Indonesia. Kebijakan moneter melalui pengendalian instrumen moneter merupakan wewenang dari Bank Indonesia sebagai bank sentral dengan maksud 1
2 mempengaruhi tujuan makro ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi. Interaksi yang dilakukan dalam transmisi kebijakan moneter melalui dua tahap yaitu interaksi yang dilakukan perbankan dan lembaga keuangan dengan pelaku ekonomi di sektor riil serta interaksi antara otoritas moneter dengan perbankan dan lembaga keuangan.meskipun kehadiran industri perbankan syariah masih baru dan pangsa pasar perbankan syariah total peta perbankan baru mencapai 4.8% per Oktober 2013 (Bank Indonesia 2013). Dilihat dari jumlah aset, Dana Pihak Ketiga dan pembiayaan perkembangan bank syariah di Indonesia terutama bank umum syariah hingga akhir tahun 2013 aset bank umum syariah mencapai 180.360 milliar dan meningkat pada april 2015 mencapai 198.151 milliar, dengan pembiayaan yang disalurkan bank syariah pada 2013 adalah 184.122 milliar dan meningkat menjadi 201.526 milliar. Meningkatnya pembiayaan perbankan syariah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor riil, karena tujuan dari aktivitas ekonomi yang Islami adalah untuk mendukung kegiatan produktif, membantu masyarakat dalam mengumpulkan modal, dan distribusi kekayaan untuk mencapai kesejahteraan bagi semua (Ramadhan 2013) Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia tidak hanya bank konvensional yang dipengaruhi oleh transmisi kebijakan moneter, tetapi transmisi kebijakan moneter juga mempengaruhi bank syariah. Sehingga Bank Indonesia tidak hanya memiliki tanggung jawab untuk menjalankan operasi moneter konvensional tetapi juga operasi moneter syariah yang di sebut dengan sistem operasi moneter ganda. Penerapan sistem moneter ganda yang dilandasi oleh Undang-undang Bank Sentral No. 23 Tahun 1999 membawa pengaruh terhadap perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Sejak tahun 2002 mulai bermunculan bank syariah, unit usaha syariah (UUS) dan bank perkreditan rakyat
3 syariah (BPRS) yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain dengan munculnya lembaga keuangan syariah, penerapan sistem moneter ganda di Indonesia telah melahirkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen moneter pelengkap Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai oleh perbankan konvensional. Sebagai negara yang menganut sistem moneter ganda, Bank Indonesia telah menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen moneter syariah yang berdampingan dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai sebagai instrumen moneter konvensional. SBIS adalah surat berharga bedasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. SBIS mulai digunakan sebagai instrumen moneter sejak tahun 2008, menggantikan peran instrumen moneter syariah sebelumnya, yaitu Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Perbedaan SBIS dan SWBI hanya terletak pada akad yang digunakan. Sebagai Instrumen moneter, SBI dan SBIS memiliki jalur transmisi tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen ini akan mempengaruhi besarnya pembiayaan dan peyaluran kredit kepada sektor riil. Secara keseluruhan volume transaksi SWBI dan SBIS berfluktuasi, namun sejak berubah menjadi SBIS dari yang sebelumnya menggunakan SWBI volume transaksi SBIS menjadi lebih besar. Hal ini terjadi karena bonus SWBI dinilai lebih rendah dan kurang bersaing jika dibandingkan dengan suku bunga SBI. Setelah diganti dengan SBIS dengan tingkat fee yang merujuk dengan tingkat suku bunga SBI, menyebabkan volume transaksi yang dilakukan perbankan dengan SBIS menjadi lebih besar dibandingkan dengan volume transaksi SWBI.
4 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0 SBIS (miliar rupiah) JAN JUN NOV APR SEP FEB JUL DES MEI OKT MAR AUG JAN JUN NOV APR SEP FEB JUL DES MEI OKT MAR 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Indonesia (diolah) Gambar 1.1 Perkembangan Penempatan Dana SBIS Akan tetapi, dengan berlakunya sistem perbankan ganda di Indonesia otoritas moneter memiliki tanggung jawab untuk menjaga kestabilan moneter dan sinergi dari kedua sistem untuk meraih kesejahteraan bersama (Ascarya 2010). Bank Indonesia selaku otoritas moneter merumuskan suatu kebijakan moneter dengan maksud memengaruhi sasaran-sasaran makroekonomi seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter tersebut dapat dikatakan efektif jika berhasil atau mencapai sasaran yang dikehendaki. Tujuan pengendalian moneter dalam Islam adalah tercapainya kondisi Full Employment yaitu kondisi seluruh faktor produksi dapat dioptimalkan penggunannya, menjamin stabilitas nilai mata uang dan stabilitas harga (mengendalikan inflasi) dan alat redistribusi kekayaan dimana harta disinergiskan antara sektor keuangan dengan sektor riil. Instrumen moneter syariah pertama yang diperkenalkan pada awal tahun 2000 yaitu Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) dengan akad wadiah, yang dimaksud dengan akad wadiah yaitu perjanjian penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut.
5 Berdasarkan peraturan Bank Indonesia no. 10 tahun 2008 instrumen SWBI diganti menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dengan akad jualah, yang dimaksud dengan akad jualah yaitu janji atau komitmen untuk memberikan reward tertentu atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Fee SBIS saat ini masih merujuk pada tingkat suku bunga SBI. Tingkat fee SBIS berperan sebagai rate kebijakan untuk bank syariah yang akan memengaruhi pendanaan dan pembiayaan melalui pasar uang antarbank syariah (PUAS) dan kemudian mempengaruhi biaya dana perbankan dalam menyalurkan pembiayaannya. Variabel inflasi juga merupakan faktor yang perlu diperhatikan selain instrumen moneter syariah yang dapat mempengaruhi kegiatan penyaluran dana pembiayaan dari bank syariah, karena peristiwa inflasi mengakibatkan adanya ketidakpastian bagi masyarakat. Oleh karena masyarakat yang lebih memilih untuk menyimpan dananya dalam bentuk aset yang nilainya cenderung tidak mengalami penurunan yang tajam, sehingga menurunkan minat masyarakat untuk mendepositokan atau menabung dananya pada bank syariah. Berarti sumber ketersediaan dana yang akan disalurkan untuk pembiayaan termasuk pembiayaan UMKM juga berkurang. 1.2. Rumusan Masalah Peran sektor UMKM yang besar terhadap perekonomian Indonesia membuat sektor ini menjadi perhatian penting yang harus didukung dan di fasilitasi terutama pada bidang permodalan, perluasan usaha dan keberlanjutannya. Hal ini akan terwujud apabila transmisi moneter berjalan dengan baik yang mana sektor keuangan yang digambarkan melalui perbankan
6 dapat menyalurkan dana ke masyarakat dan menggerakkan perekonomian secara riil. Penyaluran dana ke sektor UMKM lewat perbankan tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang memengaruhi penyaluran kredit dari perbankan antara lain faktor rentabilitas dan profitabilitas. Sedangkan dari faktor eksternal,penyaluran kredit dari perbankan dipengaruhi oleh instrumen moneter. Untuk alur transmisi moneter berganda dengan tujuan akhir output menunjukkan tidak ada kesinambungan jalur imbal hasil dari margin acuan SBIS sampai ke output. SBIS hanya mempengaruhi Pasar Uang Antar bank Syariah (PUAS). Dari hasil keseluruhan, alur transmisi moneter konvensional sesuai dengan teori sedangkan alur transmisi kebijakan moneter syariah belum jelas ( Ascarya 2010). Diduga perubahan pada instrumen moneter syariah yang sebelumnya menggunakan SWBI menjadi SBIS akan berdampak berbeda terhadap mekanisme transmisi moneter dalam mempengaruhi pertumbuhan output dan laju inflasi karena perbedaan instrumen yang digunakan serta perbedaan acuan tingkat return antara SBIS dan SWBI. Perubahan tingkat retun dari SBIS ini juga akan mempengaruhi bank syariah dalam hal penyaluran pembiayaan. Berdasarkan penjelasan diatas yang menjadi salah satu alasan bahwa penelitian mengenai pengaruh instrumen syariah terhadap penyaluran pembiayaan UMKM bank syariah di Indonesia penting untuk dilakukan, makarumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh instrumen moneter syariah (SBIS) dalam mekanisme transmisi moneter terhadap penyaluran pembiayaan UMKM bank syariah? 2. Bagaimana efek inflasi terhadap penyaluran pembiayaan UMKM bank
7 syariah? 3. Bagaimana pengaruh instrumen moneter syariah (SBIS) terhadap laju inflasi? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan dari dilakukan penelitian ini, yaitu : 1. Menganalisis pengaruh instrumen moneter syariah (SBIS) dalam mekanisme transmisi moneter terhadap penyaluran pembiayaan UMKM bank syariah 2. Menganalisis efek inflasi terhadap pembiayaan UMKM bank syariah 3. Menjelaskan bagaimana pengaruh antara instrumen moneter syariah (SBIS) terhadap laju inflasi 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan masukan bagi pemerintah, masyarakat dan kalangan akademisi: 1. Pemerintah dapat menjadikan penelitian ini sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan khususnya dalam mengembangkan sektor UMKM melalui perbankan. 2. Masyarakat dapat mengetahui peran perbankan syariah dalam mengembangkan UMKM. 3. Kalangan akademisi dapat menjadikan referensi dalam melakukan penelitianselanjutnya.
8 1.5. Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika yang digunakan dalam penulisan tesis ini mengacu pada buku pedoman penulisan yang berlaku di program Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti bahwa laporan penelitian ini disusun dalam 5 (lima) bab yang mencakup materi sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab ini berisikan Pendahuluan yang didalamnya mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian serta sistematika yang digunakan. Bab II Kerangka Teoritis Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang meliputi teori yang digunakan, kerangka pemikiran, penelitian sebelumnya, dan hipotesis penelitian. Bab III Metode Penelitian Pada bab ini diuraian mengenai jenis dan sumber data, populasi dan prosedur penentuan sampel, metode pengumpulan data, analisis data, deskripsi statistik variabel. Bab IV Gambaran Umum dan Analisis Data Pada bab ini terdiri dari melakukan pendeskripsikan tentang perkembangan dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, deskripsi statistik variabel, Uji pra-estimasi VECM, uji VECM, dan pembahasan hasil penelitian. Bab V Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran