MAKALAH HALUSINASI. Rentang respon :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

MERAWAT PASIEN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih. Pengertian

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

PENGKAJIAN HALUSINASI Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif Halusinasi Dengar/suara Bicara atau tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah

BAB II TINJAUAN TEORI

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Halusinasi merupakan salah satu gejala yag sering ditemukan pada klien

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

Koping individu tidak efektif

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Walgito (2001, dalam Sunaryo, 2004).

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi adalah gangguan pencerapan ( persepsi ) panca indera tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN PELAKSANAAN INTERVENSI KEPERAWATAN DENGAN PENGENDALIAN DIRI PASIEN HALUSINASI DI RUMAH SAKIT JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI-SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN DI BANGSAL ABIMANYU RSJD SURAKARTA

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa Menurut World Health Organization adalah berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB II KONSEP DASAR. mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

PENGARUH KOMUNIKASI TERAPEUTIK TERHADAP FREKUENSI HALUSINASI PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang menjadi pintu layanan terdepan dalam. hubungan dengan masyarakat adalah di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR. datang internal atau eksternal. (Carpenito, 2001) organic fungsional,psikotik ataupun histerik.

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem saraf. Gejala psikologis dikelompokan dalam lima katagori utama fungsi

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa

BAB I PENDAHULUAN. didunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data statistik, angka

BAB II KONSEP DASAR. rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi

LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari sudut panang medis. Rentang adaptasi-maladaptasi berasal dari sudut sudut

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Definisi sehat menurut kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

KARYA TULIS ILMIAH. Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar ahli madya keperawatan. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA ISOLASI SOSIAL: MENARIK DIRI

BAB II TINJAUAN TEORI. Jiwa, 2000). Halusinasi dapat didefinisikan sebagai seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan di zaman global seperti sekarang

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Maka secara analogi kesehatan jiwa pun bukan hanya sekedar bebas dari

Transkripsi:

MAKALAH HALUSINASI A.PENGERTIAN Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien Schizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manik depresif dan delerium. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren :P ersepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya timulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesutu yang nyata ada oleh klien. B.RENTANG RESPON HALUSINASI Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra ( pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan ), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima. Rentang respon : Respon Adaptif Respon Maladptif Pikiran logis Distorsi pikiran gangguan pikir/delusi Persepsi akurat ilusi Halusinasi Emosi konsisten dengan Reaksi emosi berlebihan Sulit berespon emosi Pengalaman atau kurang perilaku disorganisasi Perilaku sesuai Perilaku aneh/tidak bias isolasi sosial Berhubungan sosial Menarik diri C.JENIS JENIS HALUSINASI JENIS HALUSINASI KARAKTERISTIK Pendengaran 70 % Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan

yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan. Penglihatan 20% Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster. Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia. Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses. Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain. Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine Kinisthetic Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak. D.FASE HALUSINASI. Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat: 1.Fase Pertama Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat. 2.Fase Kedua Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat listening pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain. 3.Fase Ketiga

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara. 4.Fase Keempat. Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi. E.PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUINASI Halusinasi merupakan salah satu gejala yang ditampakkan oleh klien yang mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan halusinasi demikian merupakan proses identifikasi data yang melekat erat dengan pengkajian respon neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada schizofrenia. 1.Faktor Predisposisi Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi antara lain: a.faktor Genetik Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen schizoprenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan No.4,8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,2002). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami schizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami schizofrenia berpeluang 15% mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %. b.faktor Neurobiologi. Ditemukan bahwa korteks pre frontal dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin. c.studi neurotransmitter. Schizofrenia diduga juga disebabkan oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotin. d.teori virus Paparan virus influenza pada trimester ke-3 kehamilan dapat menjadi factor predisposisi schizofrenia. e.psikologis. Beberapa kondisi pikologis yang menjadi factor predisposisi schizofrenia antara lain anak yang di pelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan,

sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya. 2.Faktor presipitasi Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi : a.berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak. b.mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu ( mekanisme gateing abnormal) c.gejala-gejala pemicu kondisi kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini ; Kesehatan Nutrisi Kurang Kurang tidur Ketidak siembangan irama sirkardian Kelelahan infeksi Obat-obatan system syaraf pusat Kurangnya latihan Hambatan unutk menjangkau pelayanan kesehatan Lingkungan Lingkungan yang memusuhi, kritis Masalah di rumah tangga Kehilangan kebebasan hidup, pola aktivitas sehari-hari Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain Isoalsi social Kurangnya dukungan social Tekanan kerja ( kurang keterampilan dalam bekerja) Stigmasasi Kemiskinan Kurangnya alat transportasi Ktidak mamapuan mendapat pekerjaan Sikap/Perilaku Merasa tidak mampu ( harga diri rendah) Putus asa (tidak percaya diri ) Mersa gagal ( kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri Kehilangan kendali diri (demoralisasi) Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut. Merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual ) Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan Rendahnya kemampuan sosialisasi Perilaku agresif Perilaku kekerasan Ketidak adekuatan pengobatan

Ketidak adekuatan penanganan gejala. 3.Mekanisme Koping. Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi adalah: Register, menjadi malas beraktifitas sehari-hari. Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda. Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien 4.Perilaku Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti seseorang mendengarkan suara- suara dan tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut. Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus menjadi prioritas untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal haluinasinya. Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan respon negatif ketika mencoba menceritakan halusinasinya kepada orang lain.karenanya banyak klien enggan untuk menceritakan pengalaman pengalaman aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan orang lain. Kemampuan untuk memperbincangkan tentang halusinasi yang dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut. Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi : Isi Halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan. Waktu dan Frekuensi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi. Situasi Pencetus Halusinasi. Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi

untuk memvalidasi pernyataan klien. Respon Klien Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya. F.DIAGNOSA KEPERAWATAN Klien yang mengalmi halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bias membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV, dimana klien mengalami panik dan perilakunya di kendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri ( suicide), membunuh orang lain (homocide) dan merusak lingkungan. Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya juga mengalami masalahmasalahkeperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi.masalah itu antara lain harga diri rendah dan isolasi social (stuart dan laria,2001). Akibat harga diri rendah dan kurangnya keterampilan berhubungan social, klien menjadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih dominan di bandingkan stimulus eksternal. Klien selanjutnya kehilangan kemampuan membedakan stimulus internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu timbulnya halusinasi. Dari masalah tersebut diatas dapat disusun pohon maslah sebagai berikut : EFEK Resiko mencedrai diri sendiri, Orang lain, dan lingkungan C.P Perubahan persepsi sensori : Defisit perawatan diri : Halusinasi pendengaran Mandi/Kebersihan diri,berpakaian/berhias ETIOLOGI Kerusakan interaksi sosial : Intoleransi aktifitas Menarik diri Gangguan konsep diri : Harga diri rendah Dari pohon masalah diatas dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut : 1.Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi audiotorik. 2.Perubahan persepsi sensorik : Audiotorik berhubungan dengan menarik diri 3.Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah 4.Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

G.TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN Tujuan umum : Klien dapat mengenal, dan mengontrol halusinasi Tujuan itu dapat dirinci sebagai berikut : 1.Klien dapat membina hubungan salin percaya 2.Klien dapat mengenal halusinasinya 3.Klien dapat mengontrol halusinasinya. 4.Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya. 5.Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengatasi halusinasinya. H.TINDAKAN KEPERAWATAN Tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalahnya di mulai dengan membina hubungan saling percaya dengan klien. Setelah hubungan saling percaya terbina, intervensi keperawatan selanjutnya adalah membntu klien mengenali halusinasinya. Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih bagaimana cara yang biasa terbukti efektif mengatasi atau mengontrol halusinasi. Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi adalah : 1.Menghardik halusinasi. 2.Berinteraksi dengan orang lain. 3.Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. 4.Memanfaatkan obat dengan baik. Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga adalah sebuah system dimana klien berasal dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis dapat berlangsung lama (kronis) sehingga keluarga perlu mengetahu cara perawatan klien halusinasi dirumah. Dalam mengendalikan halusinasi diberikan psikofarmaka oleh tim medis sehingga perawat juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat menggunakan obat secara tepat. Prinsip lima benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat. I.EVALUASI Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika : 1.Klien menunjukkan kemampuan mandiri untuk mengontrol halusinasi 2.Mampu melaksanakan program pengobatan berkelanjutan 3.Keluarga mampu menjadi sebuah sistem pendukung yang efektif dalam membantu klien mengatasi masalahnya. BAB IV PEMBAHASAN

Pada bagian ini kelompok membahas berdasarkan teori dan aplikasi / penerapan berdasarkan beberapa referensi atau acuan yang didapatkan dilapangan sebagai pelaksanaan proses keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori : pendengaran. Kemudian membandingkan adanya kesenjangan antara teori dan praktek, dalam ruang lingkup proses keperawatan dari pengkajian sampai evaluasi. A.Pengkajian : Pada tahap pengkajian sumber informasi didapatkan dari klien dan perawat ruangan. Data yang di dapatkan sesuai dengan tanda dan gejala pada landasan teori halusinasi kecuali pada gejala pemicu kondisi kesehatan ( nutrisi kurang, infeksi, kurang tidur). B.Diagnosa Keperawatan Masalah keperawatan yang ditemukan, pada kasus kien halusinasi pendengaran ada empat diagnosa keperawatan yaitu : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran; Perubahan persepsi sensorik : halusinasi dengar berhubungan dengan menarik diri; Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan Harga diri rendah; dan Defisit perawatan diri: mandi/kebersihan, berpakaian/berhias berhubungan dengan intoleransi aktifitas.sedangkan pada kasus klien kelolaan didapatkan lima diagnosa. Hal ini karena pada kasus ditemukan, masalah berduka disfungsional yang menjadi penyebab Harga Diri Rendah C.Rencana keperawatn yang dilakukan sesuai dengan landasan teori pada asuhan perawatan halusinasi D.Implementasi yang telah dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada E.Pada evaluasi kasus kelolaan klien mampu secara mandiri dalam mengontrol halusinasinya hal ini karena klien masih merasa sulit untuk melakukan cara baru mengatasi halusinasinya. Hal ini dapat dilihat pada diagnosa keperawatan :: 1.Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran klien mampu melakukan sampai pada TUK 5 2.Perubahan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran berhubungan dengan Menarik diri, klien mampu melakukan sampai pada TUK 4 3.Kerusakan interaksi sosial : Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah, klien mampu melakukan sampai pada TUK 5 4.Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional, klien mampu melaksanakan sampai pada TUK 3 5.Defisit perawatan diri : Kebersihan diri berhubungan dengan kurang motivasi, klien mampu melaksanakan samapai pada TUK 4