I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan industri seluler begitu pesat setelah hadir UU No.36/1999 tentang telekomunikasi, yang mendorong kompetisi penyelenggaraan telekomunikasi nasional. Bisnis telekomunikasi tidak lagi dimonopoli oleh satu dua pemain yang dijalankan selama bertahun-tahun hingga menyebabkan pembangunan infrastruktur berjalan lambat, tapi kini telah bergeser ke kompetisi. Liberalisasi industri telekomunikasi mengundang masuk investor asing untuk terjun ke bisnis dengan pasar gemuk ini. Kekuatan modal dari mancanegara yang begitu besar mendorong pembangunan infrastruktur yang lebih cepat. Para operator juga terus mengikuti perkembangan teknologi seluler. Pada generasi pertama di tahun 1980-an, layanan komersial seluler pertama menyuguhkan teknologi Nordic Mobile Telephone (NMT) sistem analog yang bersifat lokal dengan pelayanan terbatas. Untuk NMT ini produsen telepon seluler (yang selanjutnya akan disebut ponsel) menyajikan produk yang bentuknya besar sehingga kurang efisien untuk dibawa kemana-mana. Selanjutnya, evolusi teknologi seluler melahirkan teknologi Advance Mobile Phone System (AMPS), pada teknologi ini produsen ponsel menyajikan produk yang lebih ringan dan tentunya mudah dibawa kemana-mana. Beberapa tahun kemudian munculah teknologi GSM (Global System for Mobile Communication) sebagai generasi kedua yang menggunakan sistem digital. Namun karena jarak masih menjadi kendala, GSM memerlukan banyak menara Base Transceiver Station (BTS) yang memiliki daya pancar sekitar 35 kilometer.
Para pemain itu kini menyongsong generasi ketiga (3G) seluler Indonesia. Dengan mengandalkan lisensi frekuensi yang dimiliki, operator CDMA (Code Division Multiple Access) dapat meningkatkan kemampuan untuk bisa mencapai kecepatan hingga 3G. Sementara untuk menyelenggarakan komunikasi 3G, jaringan GSM membutuhkan alokasi frekuensi yang lebih besar. Namun, CDMA masih kalah pamor dari GSM karena lebih 1.200 operator GSM di seluruh dunia mengikat kerjasama roaming. Persaingan sistem ini akan menguntungkan konsumen untuk mendapatkan alternatif yang murah dan menawarkan fasilitas lebih baik. Kelak jika jaringan telekomunikasi bergerak telah bersifat global, tentu konsumen akan lebih banyak menikmati keuntungan. Telepon seluler dapat digunakan di setiap negara karena kartu SIM dikenal di seluruh jaringan di dunia. Selain itu, kecepatan akses data yang tinggi untuk dapat mengakses internet dan tukar-menukar data, serta layanan multimedia yang semakin lengkap dan baru, seperti hiburan interaktif, Global Positioning Systems (GPS), dan video conference. Peluang bisnis jasa telekomunikasi seluler memang masih besar, tapi tantangan di masa depan juga makin berat. Ancaman datang dari berkembangnya teknologi internet telepon Voice Under Internet Protocol (VoIP) dan Wireless Fidelity (WiFi) yang didasari oleh teknologi internet yang murah dan mudah dioperasikan. Pembebasan frekuensi WiFi pada awal Januari 2005 telah mendorong institusi, perusahaan, dan warnet memperoleh akses internet 24 jam. Saat ini ponsel bukan hanya sebagai alat komunikasi, tapi juga telah berkembang menjadi suatu trend gaya hidup. Tingginya mobilitas individu juga makin mendorong perkembangan bisnis ponsel. Lima atau sepuluh tahun lalu orang tak pernah membayangkan jika ponsel atau telekomunikasi seluler akan 2
begitu pentingnya. Namun kini bahkan keberadaan ponsel sudah mengalahkan jumlah pelanggan telepon tetap atau PSTN (Public Switch Telephone Network). Berdasarkan data terakhir, pertumbuhan pelanggan ponsel tiap tahun berkisar 10-12 juta orang. Sementara telepon tetap kurang dari lima juta orang. Maka, wajar bila produsen ponsel dan operator jaringan terus membanjiri pasar dengan produkproduk yang selalu berinovasi (Warta Ekonomi, No. 13 Tahun XVII). Urusan gaya hidup tidak lepas dari model, corak, warna, dan fitur ponsel itu sendiri. Sebagian orang bahkan berani mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah. Bagi kalangan muda, ponsel bukan sekedar sebagai alat komunikasi, tapi bisa juga untuk mendokumentasikan perjalanan hidup sehari-hari. Kadang ponsel juga bisa menjadi hiburan dimasa senggang. Dari sana akhirnya muncul ponsel berkamera serta yang dilengkapi dengan fitur MP3 dan fitur-fitur hiburan lainnya. Unsur fashion juga turut diperhatikan pada ponsel. Sementara untuk kalangan atas atau pebisnis, ponsel dengan Personal Data Assistant menjadi pilihan. PDA phone, demikian ponsel ini disebut, merupakan ponsel yang memiliki fitur pengorganisasian waktu, jadwal acara, spreadsheet, faks hingga sebagai komputer mini. Sementara bagi kalangan bawah (low end) atau pemula (entry level), ponsel yang bisa menerima dan mengirim pesan SMS (Short Message Service) sudah dirasa cukup. Bagi kalangan ini, bukan fitur yang diutamakan melainkan fungsi utama ponsel sebagai alat komunikasi. Jargon-jargon yang sering dikeluarkan oleh produsen ponsel adalah tipis, kecil, dan ringan, serta bisa WAP, GPRS, atau MMS dan biasanya konsumen awam langsung menyerapnya dengan membabi buta sebagai kecanggihan teknologi yang harus dimiliki segera. Padahal, belum tentu 3
infrastruktur yang ada mampu mengadopsinya dan konsumen juga belum perlu untuk memakai semua aplikasi yang ditawarkan. Berdasarkan data hingga akhir 2003, jumlah pelanggan selular telah mencapai 18,3 juta, lalu akhir 2004 mencapai 30 juta. Diharapkan angka ini bisa mencapai 45 juta pada akhir 2005 (Warta Ekonomi, No. 13 Tahun XVII). Banyaknya produk ponsel jelas semakin menguntungkan konsumen. Banyaknya pilihan tersebut akan memanjakan konsumen dalam mendapatkan pelayanan yang murah dan mudah, cepat, dan tanggap. Kini keputusan ada ditangan konsumen, mau pilih yang mana. Sebab, berniat ingin mendapatkan layanan komunikasi yang baik dan benar, hasilnya justru membuat konsumen menjadi bingung. Dari tahun ke tahun berbagai model ponsel hadir mengikuti trend dan selera pengguna. Setiap ponsel baru yang hadir selalu diikuti dengan perubahan teknologi dan disain, serta disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Perang strategi bisnis pun terlihat diantara semua produsen, baik itu dari bentuk, corak, fitur, maupun teknologi. Sejalan dengan itu, ada produsen yang cenderung ingin menggarap pasar kelas bawah (low end), ada yang bermain dikelas menengah (middle end), dan atas (high end) serta ada juga yang menggarap semua pasar. Semua itu menegaskan bahwa pasar ponsel memang layak diperhitungkan. Di Indonesia saat ini ada enam produsen ponsel ternama : Nokia, Sony- Ericsson, Motorola, Samsung, Siemens, dan LG. Selain itu ada juga produsen lain yang ikut meramaikan seperti Alcatel, Sagem, O2, Sanex, dan lainnya. Dari sekian banyak produsen, berdasarkan data penjualan 2004, Nokia masih menempati urutan teratas. Nokia menguasai 50% dari seluruh penjualan ponsel tahun lalu yang berjumlah lima juta unit. Urutan kedua ditempati oleh Sony- 4
Ericsson, lalu empat terakhir ditempati oleh Samsung, Motorola, Siemens, dan LG (Warta Ekonomi, No. 13 Tahun XVII). Sementara berdasarkan riset IDC (International Data Center) dalam laporannya yang berjudul World Wide Quarterly Mobile Phone Tracker, terungkap bahwa secara global, Nokia berada di urutan teratas dalam penjualan, yakni 31,2% atau setara dengan 66,1 juta unit. Urutan kedua Motorola dengan penjualan 16,4%, tempat ketiga diraih oleh Samsung dengan 10,9%, lalu LG sebanyak 7,2%, dan Siemens dengan 6,9%. Posisi terakhir ditempati Sony- Ericsson. Total penjualan ponsel seluruh dunia sampai 2004 sebesar 664,5 juta unit. Untuk 2005 diperkirakan terjadi peningkatan penjualan ponsel sebesar 7-9 juta unit. Sebagian besar penjualan akan disumbang oleh ponsel-ponsel low end atau ponsel kelas bawah. (Warta Ekonomi, No. 13 Tahun XVII). Jika ditinjau dari awal perjalanan usahanya, sepintas terlihat janggal jika Nokia kini telah berkembang menjadi salah satu pelopor komunikasi telepon bergerak (mobile phones). Hal ini disebabkan usaha Nokia dimulai pada sektor yang tidak memiliki kaitan dengan teknologi dan komunikasi. Dewasa ini sejak tahun 2002, Nokia telah memiliki empat divisi, yakni Mobile Phones, Multimedia, Enterprise Solutions, dan Network yang menampung tenaga kerja sekitar 55.500 orang. Selama tahun 2004 total penjualan Nokia telah mencapai 29,3 miliar euro, memiliki 15 usaha manufaktur di sembilan negara, kantor penelitian dan pengembangan usaha di 12 negara. Nokia terdaftar pada sejumlah bursa efek dunia seperti di Helsinki, Stockholm, Frankfurt, dan New York (http://pixelresearch.com/detail.php?id=20), 2004. 5
Setiap perusahaan harus mampu memahami perilaku konsumen pada pasar sasarannya, karena kelangsungan hidup perusahaan tersebut sebagai organisasi yang berusaha memenuhi kebutuhan dan keinginan para konsumen tergantung pada perilaku konsumennya. Melalui pemahaman perilaku konsumen, pihak manajemen perusahaan dapat menyusun strategi dan program yang tepat dalam rangka memanfaatkan peluang yang ada dan mengungguli para pesaingnya. Kepuasan konsumen/pelanggan (consumer satisfaction) tidak selalu memberikan jaminan bahwa konsumen akan loyal. Walaupun konsumen sudah sangat puas akan kualitas produk/jasa, ternyata masih banyak juga yang berpindah ke merek lain. Ini antara lain disebabkan karena diferensiasi terhadap merekmerek yang tersedia tidak terlalu signifikan. Sehingga bagi konsumen tidak ada resiko untuk berpindah merek. Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk produk-produk elektronik seperti telepon seluler, bahwa sekarang sudah banyak terdapat macam-macam merek yang antara satu dengan yang lainnya sangat bersaing ketat dalam memperebutkan konsumen. Paling tidak ada dua-tiga merek yang dibeli secara berganti-ganti. Alasan lain mengapa konsumen yang puas tidak selalu loyal, adalah adanya tawaran insentif atau benefit yang menarik dari masing-masing produsen yang sulit untuk ditolak oleh konsumen. Dalam hal ini, loyalitas ke merek awal menjadi turun. Banyak perusahan-perusahan yang meluncurkan program-program marketing yang tujuannya untuk meningkatkan kepuasan konsumen. 6
1.2. Rumusan Masalah Peningkatan dan penurunan penjualan ponsel merupakan suatu hal yang menarik untuk dicermati. Dari sisi produk, informasi tentang apakah atribut yang melekat pada sebuah ponsel merupakan suatu hal yang penting untuk dicermati agar program-program pemasaran yang dilakukan dapat lebih efektif dilakukan. Untuk dapat mencapai tujuan itu, para produsen ini perlu untuk mengetahui perilaku konsumen dalam menggunakan ponsel, agar dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen tersebut. Karena setelah menggunakan, mereka telah melakukan evaluasi terhadap pilihannya tersebut. Hasil evaluasi inilah yang menjadi dasar bagi konsumen apakah mereka memperoleh kepuasan dari produk tersebut, terutama dari atribut yang menjadi pilihan meraka. Penelitian ini merupakan penelitian riset dalam bidang pemasaran, dalam hal ini peneliti mencoba menentukan suatu permasalahan tentang perilaku konsumen dalam menggunakan ponsel Nokia. Berdasarkan masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan antara lain: 1. Seperti apa karakteristik pengguna Nokia kota Jakarta dan Bogor? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penggunaan ponsel Nokia? 3. Bagaimana dengan tingkat kepuasan pengguna ponsel Nokia? 4. Apa saja faktor-faktor yang menjadi atribut ponsel Nokia? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan karakteristik pengguna ponsel Nokia (studi kasus kota Jakarta dan Bogor). 7
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan ponsel Nokia. 3. Menganalisis Tingkat kepuasan pengguna ponsel Nokia. 4. Menganalisis faktor atribut ponsel Nokia. 8
UNTUK SELENGKAPNYA DAPAT DI AKSES PADA PERPUSTAKAAN MB IPB 9