123 BAB V KESIMPULAN Cara kerja BAPAS sebagai sebuah unit pelaksana teknis yang merupakan lembaga pemasyarakatan yang memiliki melakukan pembinaan luar kepada narapidana sebagai warga binaan pemasyarakatan dapat disimpulkan memiliki dua cara kerja. Pertama dari prosedur tahapan kerja yang dilakukan BAPAS terhadap narapidana, BAPAS merupakan lembaga penginisiasi. Pada saat di BAPAS, narapidana berada pada kondisi liminal di masa transisi pembebasan bersyarat. Pembebasan bersyarat merupakan kebijakan pemerintah untuk narapidana dapat menjalani 2/3 sisa pidananya di luar penjara. Tujuan dari kebijakan pemerintah tersebut adalah agar narapidana mampu berintegrasi kembali dengan masyarakat. Berintegrasinya kembali narapidana ke masyarakat merupakan sebuah ritus inisiasi yang dalam penelitian ini disebut ritus reintegrasi. Cara kerja BAPAS sebagai sebuah lembaga penginisiasi adalah melakukan pembinaan dengan membentuk proses adaptasi kembali yang akan dilakukan oleh narapidana dan masyarakat pada masa transisi tersebut agar narapidana agar dapat mencapai ritus reintegrasi dan pembebasan murni. Kedua dari operasional kerja BAPAS sebagai pelaku kebijakan pemerintah dapat dilihat bahwa BAPAS merupakan agen pembaru penyampai ide kebijakan kepada masyarakat. BAPAS sebagai agen pembaru dari lembaga pembaru yaitu Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dibawah naungan tertinggi Kementerian Hukum dan HAM merupakan agen pelaku dan penyampai kebijakan 123
124 kepada masyarakat dalam perubahan sosial. Sikap BAPAS yang memberikan fasilitator, mediator, dan inovator terlihat dalam rangkaian kerja yang hasil akhirnya adalah seluruh pihak baik narapidana, pihak keluarga narapidana, dan masyarakat untuk mau diajak bekerja sama mengatasi masalah yang dihadapi narapidana. Kekurangan dari cara kerja BAPAS baik sebagai lembaga penginisiasi maupun sebagai agen pembaru adalah kurang objektif dalam memandang dan melakukan penelitian pada rangkaian kerja BAPAS. Dapat dikatakan bahwa keseluruhan tahapan kerja awal yang dilakukan BAPAS berupa hasil subyektif dari pegawai BAPAS yang melakukan penelitian sehingga terkadang pegawai tidak melihat hal-hal yang tidak terlihat seperti membaca perilaku psikologis narapidana saat dilakukan wawancara, hingga bagaimana sebenarnya unsur-unsur hasil penelitian ketika berhadapan dengan petugas pemerintah atau tidak. Oleh sebab itu dibutuhkan pelatihan atau kemampuan penelitian bagi pegawai BAPAS sendiri untuk mencoba melihat bukan hanya berdasarkan landasan operasional kerja dan opini publik, namun juga pandangan dari pihak-pihak lain, seperti mitra kerja hingga mahasiswa yang magang di BAPAS. Tujuannya agar hasil BAPAS sebagai pelaku kebijakan, agen pembaru, dan lembaga penginisiasi dapat lebih ditingkatkan dan dipandang masyarakat tidak karena pihak pemerintah hanya kejar target. Di Balai Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta (BAPAS Yogya), dari rangkaian pengalaman enam narapidana dalam proses adaptasi kembali ke masyarakat, narapidana memandang BAPAS bukan hanya secara teori disebut 124
125 sebagai agen pembaru atau lembaga penginisiasi. BAPAS sesungguhnya berperan dalam masa transisi dilihat dari pandangan peran yang diberikan oleh narapidana dan masyarakat. Bagi kebanyakan narapidana peran BAPAS yang muncul terhadap narapidana selayaknya anak kepada orang tua. Narapidana diwajibkan untuk patuh dan turut akan perintah BAPAS, tetapi narapidana juga dapat berbagi cerita dan masalah kehidupannya sehari-hari serta meminta jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut. Bagi masyarakat dari cara kerja BAPAS memiliki peran seperti rekan kerja, dimana BAPAS bersikap mediator berhasil membuka pandangan masyarakat untuk mau menerima narapidana. Melalui cara kerja BAPAS, masyarakat memiliki pandangan bahwa narapidana adalah individu yang tersesat dan sudah disekolahkan sehingga saat keluar sudah mengalami pembelajaran dan perubahan menjadi pribadi yang baik yaitu sadar hukum dan tidak berbahaya bagi keberlangsungan hidup sosial. Oleh sebab itu masyarakat tidak perlu melakukan sikap mengintimidasi narapidana seperti mengucilkan hingga mengeluarkan. Dari pandangan tersebutlah peran BAPAS dipandang oleh masyarakat sebagai rekan kerja yang mengajak bekerja sama untuk mencapai keselarasan hidup guna mendukung pembangunan yang ada. Secara keseluruhan, BAPAS dipandang oleh narapidana, keluarga narapidana, korban, dan masyarakat dalam lingkungan sosial sebagai lembaga pemerintah yang menjadi fasilitator, mediator, dan inovator yang benar-benar langsung dirasakan kerjanya dalam kehidupan bermasyarakat. Terkait dengan perannya, untuk mencapai ukuran keberhasilan kerja yaitu ritus reintegrasi, BAPAS memiliki faktor pendukung dan juga faktor 125
126 penghambat. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pihak internal BAPAS (pegawai BAPAS) dan juga dapat berasal dari pihak eksternal (narapidana, keluarga narapidana, pihak korban, masyarakat, dan aparatur keamanan negara (kepolisian)). Adapun faktor pendukung keberhasilan tersebut antara lain: 1. Narapidana sebagai individu mau untuk berubah menjadi lebih baik, menyadari akan kesalahan yang telah diperbuatnya dan berjanji untuk tidak mengulangi kembali kesalahan tersebut. 2. Pandangan masyarakat yang sudah sadar untuk melihat narapidana bukan sebagai orang jahat melainkan orang yang tersesat sehingga membutuhkan pertolongan untuk mendapat arah jalannya kehidupan. 3. Kemampuan pihak BAPAS secara finansial untuk melakukan kerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk mengadakan pelatihan ketrampilan dan pemberian modal usaha. 4. Pihak BAPAS secara individu pegawai sudah berbekal pengalaman yang cukup dalam masalah-masalah kehidupan secara psikologis sehingga mampu memberikan jalan keluar terhadap masalah-masalah personal yang dihadapi oleh narapidana sebagai klien BAPAS. Sedangkan adapaun faktor-faktor penghambat keberhasilan kerja BAPAS, yaitu: 1. Narapidana yang tomat tobat-kumat, dimana narapidana berjanji dan menyadari kesalahannya hanya sebuah kata-kata untuk mendapatkan pembebasan bersyarat dan kemudian mengulangi kembali tindak pidananya. 126
127 2. Masyarakat yang kehilanggan kepercayaan untuk bekerjasama dengan pihak BAPAS, karena sikap narapidana secara individu yang tomat memunculkan keresahan dan ketidak nyamanan dalam masyarakat, akhirnya masyarakat mau tidak mau kembali melakukan tindakan mengucilkan narapidana hingga mengeluarkannya. 3. Pihak BAPAS yang memiliki keterbatasan asset untuk melakukan kunjungan secara rutin atau lebih dari dua kali dapat menyebabkan kurang maksimalnya pemantauan kehidupan narapidana langsung ke lapangan. 4. Terbatasnya asset bangunan BAPAS untuk melakukan pelatihan dan pembimbingan kerja di tempat BAPAS sendiri, sehingga menyebabkan kesulitan bagi pihak BAPAS untuk melakukan pelatihan kerja dan ketrampilan yang membutuhkan ruangan atau area yang dapat memuat klien-klien BAPAS. Dari faktor pendukung ataupun faktor penghambat keberhasilan cara kerja BAPAS kepada narapidana dan masyarakat bergantung kepada individu narapidana. Sejauh mana individu tersebut sadar dan mau berubah serta memperbaiki diri sesuai dengan pembimbingan yang dilakukan. Jika narapidana mau maka seluruh rangkaian kerja BAPAS dapat dikatakan berhasil, namun jika tidak maka seluruh rangkaian tersebut tidak berpengaruh untuk merubah kehidupan narapidana untuk menuju ke kehidupan terang. Demi meningkatkan kualitas dan memperbaiki kekurangan yang muncul dari rangkaian kerja BAPAS untuk narapidana, ada satu hal yang dapat menjadi 127
128 saran bagi pemerintah yaitu untuk memberikan dukungan materil kepada pihak BAPAS. Dukungan material tersebut berupa: 1. Kepemilikan bangunan secara mandiri bagi BAPAS yang belum memiliki bangunan dinas secara mandiri seperti BAPAS Yogya. 2. Penambahan anggaran biaya pelaksana bagi pegawai BAPAS dalam melakukan penelitian kemasyarakatan terutama dalam pembuatan laporan. Hal tersebut atas dasar medan yang harus ditempuh oleh para pegawai tidak selalu dekat dan mudah, serta banyaknya lokasi yang harus dikunjungi. 3. Penambahan anggaran untuk kegiatan bimbingan kerja kemasyarakatan, seperti pelatihan ketrampilan dan pemberian modal usaha, karena banyak narapidana yang membutuhkan bimbingan tersebut. 4. Penambahan pelatihan penelitian lapangan untuk para pegawai BAPAS guna meningkatkan kualitas kerja penelitian kemasyarakatan untuk hasil litmas yang lebih berkualitas. Berkualitas yang dimaksud adalah hasil litmas benar-benar valid dan dapat meperlihatkan kemungkinan narapidana tidak kembali tindak pidana tersebut. Melalui saran tersebut harapannya pemerintah dapat memperhatikan bagaimana peningkatan material bagi sebuah UPT atau lembaga pelaksana kebijakan seperti BAPAS menjadi hal yang penting. Hal tersebut menjadi penting karena mendukung peningkatan kualitas BAPAS sebagai pelaksana, penentu, dan juga penyampai dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk narapidana dan masyarakat. 128