BAB V KESIMPULAN. dua cara kerja. Pertama dari prosedur tahapan kerja yang dilakukan BAPAS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ke masyarakat, dan memulai hidup baru, menjadi angan-angan dari kebanyakan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB III PENUTUP. maupun hukum positif, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Bersyarat sudah berjalan cukup baik dan telah berjalan sesuai dengan

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 1999 TENTANG KERJASAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

[ nama lembaga: Kementerian Hukum dan HAM RI ] 2012

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana penanganan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

2 pidananya perlu diberikan rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial, agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam masyarakat; c. bah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS

BAB V PENUTUP. dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan :

Institute for Criminal Justice Reform

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

BAB IX MANAJEMEN PERUBAHAN SISTEM PEMASYARAKATAN

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Keberhasilan pembebasan..., Windarto, FISIP UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. I.1. JUDUL LEMBAGA PEMASYARAKATAN Yang Berorientasi Kepada Pembentukan Suasana Pendukung Proses Rehabilitasi Narapidana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

PEDOMAN PELAKSANAAN RENCANA AKSI PENANGGULANGAN DAN PEMBERANTASAN NARKOBA DI LAPAS/RUTAN DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dasar hukum dari Pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN JL. VETERAN NO. 11

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan pr

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Jalan Veteran No. 11 Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang

PERAN BALAI PEMASYARAKATAN DALAM PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT BAGI WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN (STUDI DI BALAI PEMASYARAKATAN KLAS II PEKALONGAN)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Manusia dengan segala aspek kehidupannya itu melaksanakan aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Penjara bagi kalangan awam adalah tempat bagi penjahat/ kriminal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke-4 di dunia,

PERAN KANWIL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM JAWA TENGAH DALAM PEMENUHAN HAM ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan

BAB IV GAMBARAN UMUM BALAI PEMASYARAKATAN KELAS I SEMARANG

PRESENTASI KEPALA PUSAT PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN. Dalam Rakornis BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

: PAS-HM : PKS LPSWX/2015

Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Problema dan solusi..., Djoni Praptomo, FISIP UI, Universitas Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

Kata Kunci : Evaluasi Kinerja, Protokol

2016, No Republik Indonesia Nomor 3614); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. ABSTRAK. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN Latar Belakang Penelitian...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan penyidikan terhadap anak tersangka tindak pidana Narkotika di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

2016 POLA ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

PEMBINAAN BAGI TERPIDANA MATI. SUWARSO Universitas Muhammadiyah Purwokerto

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan akan terselenggaranya pemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BEBERAPA MODEL LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat. untuk menjunjung tinggi norma-norma kehidupan mencapai masyarakat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

bahwa untuk pembinaan lanjut, Warga Binaan d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana Program Latihan Kerja Bagi Narapidana Serta

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

LAPORAN PENELITIAN KESIAPAN PEMERINTAH DAN APARAT PENEGAK HUKUM DALAM MELAKSANAKAN UU NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB VI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. A. Perencanaan dan Penganggaran untuk Menunjang Tugas Pokok dan Fungsi Pemasyarakatan.

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

Transkripsi:

123 BAB V KESIMPULAN Cara kerja BAPAS sebagai sebuah unit pelaksana teknis yang merupakan lembaga pemasyarakatan yang memiliki melakukan pembinaan luar kepada narapidana sebagai warga binaan pemasyarakatan dapat disimpulkan memiliki dua cara kerja. Pertama dari prosedur tahapan kerja yang dilakukan BAPAS terhadap narapidana, BAPAS merupakan lembaga penginisiasi. Pada saat di BAPAS, narapidana berada pada kondisi liminal di masa transisi pembebasan bersyarat. Pembebasan bersyarat merupakan kebijakan pemerintah untuk narapidana dapat menjalani 2/3 sisa pidananya di luar penjara. Tujuan dari kebijakan pemerintah tersebut adalah agar narapidana mampu berintegrasi kembali dengan masyarakat. Berintegrasinya kembali narapidana ke masyarakat merupakan sebuah ritus inisiasi yang dalam penelitian ini disebut ritus reintegrasi. Cara kerja BAPAS sebagai sebuah lembaga penginisiasi adalah melakukan pembinaan dengan membentuk proses adaptasi kembali yang akan dilakukan oleh narapidana dan masyarakat pada masa transisi tersebut agar narapidana agar dapat mencapai ritus reintegrasi dan pembebasan murni. Kedua dari operasional kerja BAPAS sebagai pelaku kebijakan pemerintah dapat dilihat bahwa BAPAS merupakan agen pembaru penyampai ide kebijakan kepada masyarakat. BAPAS sebagai agen pembaru dari lembaga pembaru yaitu Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dibawah naungan tertinggi Kementerian Hukum dan HAM merupakan agen pelaku dan penyampai kebijakan 123

124 kepada masyarakat dalam perubahan sosial. Sikap BAPAS yang memberikan fasilitator, mediator, dan inovator terlihat dalam rangkaian kerja yang hasil akhirnya adalah seluruh pihak baik narapidana, pihak keluarga narapidana, dan masyarakat untuk mau diajak bekerja sama mengatasi masalah yang dihadapi narapidana. Kekurangan dari cara kerja BAPAS baik sebagai lembaga penginisiasi maupun sebagai agen pembaru adalah kurang objektif dalam memandang dan melakukan penelitian pada rangkaian kerja BAPAS. Dapat dikatakan bahwa keseluruhan tahapan kerja awal yang dilakukan BAPAS berupa hasil subyektif dari pegawai BAPAS yang melakukan penelitian sehingga terkadang pegawai tidak melihat hal-hal yang tidak terlihat seperti membaca perilaku psikologis narapidana saat dilakukan wawancara, hingga bagaimana sebenarnya unsur-unsur hasil penelitian ketika berhadapan dengan petugas pemerintah atau tidak. Oleh sebab itu dibutuhkan pelatihan atau kemampuan penelitian bagi pegawai BAPAS sendiri untuk mencoba melihat bukan hanya berdasarkan landasan operasional kerja dan opini publik, namun juga pandangan dari pihak-pihak lain, seperti mitra kerja hingga mahasiswa yang magang di BAPAS. Tujuannya agar hasil BAPAS sebagai pelaku kebijakan, agen pembaru, dan lembaga penginisiasi dapat lebih ditingkatkan dan dipandang masyarakat tidak karena pihak pemerintah hanya kejar target. Di Balai Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta (BAPAS Yogya), dari rangkaian pengalaman enam narapidana dalam proses adaptasi kembali ke masyarakat, narapidana memandang BAPAS bukan hanya secara teori disebut 124

125 sebagai agen pembaru atau lembaga penginisiasi. BAPAS sesungguhnya berperan dalam masa transisi dilihat dari pandangan peran yang diberikan oleh narapidana dan masyarakat. Bagi kebanyakan narapidana peran BAPAS yang muncul terhadap narapidana selayaknya anak kepada orang tua. Narapidana diwajibkan untuk patuh dan turut akan perintah BAPAS, tetapi narapidana juga dapat berbagi cerita dan masalah kehidupannya sehari-hari serta meminta jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut. Bagi masyarakat dari cara kerja BAPAS memiliki peran seperti rekan kerja, dimana BAPAS bersikap mediator berhasil membuka pandangan masyarakat untuk mau menerima narapidana. Melalui cara kerja BAPAS, masyarakat memiliki pandangan bahwa narapidana adalah individu yang tersesat dan sudah disekolahkan sehingga saat keluar sudah mengalami pembelajaran dan perubahan menjadi pribadi yang baik yaitu sadar hukum dan tidak berbahaya bagi keberlangsungan hidup sosial. Oleh sebab itu masyarakat tidak perlu melakukan sikap mengintimidasi narapidana seperti mengucilkan hingga mengeluarkan. Dari pandangan tersebutlah peran BAPAS dipandang oleh masyarakat sebagai rekan kerja yang mengajak bekerja sama untuk mencapai keselarasan hidup guna mendukung pembangunan yang ada. Secara keseluruhan, BAPAS dipandang oleh narapidana, keluarga narapidana, korban, dan masyarakat dalam lingkungan sosial sebagai lembaga pemerintah yang menjadi fasilitator, mediator, dan inovator yang benar-benar langsung dirasakan kerjanya dalam kehidupan bermasyarakat. Terkait dengan perannya, untuk mencapai ukuran keberhasilan kerja yaitu ritus reintegrasi, BAPAS memiliki faktor pendukung dan juga faktor 125

126 penghambat. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pihak internal BAPAS (pegawai BAPAS) dan juga dapat berasal dari pihak eksternal (narapidana, keluarga narapidana, pihak korban, masyarakat, dan aparatur keamanan negara (kepolisian)). Adapun faktor pendukung keberhasilan tersebut antara lain: 1. Narapidana sebagai individu mau untuk berubah menjadi lebih baik, menyadari akan kesalahan yang telah diperbuatnya dan berjanji untuk tidak mengulangi kembali kesalahan tersebut. 2. Pandangan masyarakat yang sudah sadar untuk melihat narapidana bukan sebagai orang jahat melainkan orang yang tersesat sehingga membutuhkan pertolongan untuk mendapat arah jalannya kehidupan. 3. Kemampuan pihak BAPAS secara finansial untuk melakukan kerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk mengadakan pelatihan ketrampilan dan pemberian modal usaha. 4. Pihak BAPAS secara individu pegawai sudah berbekal pengalaman yang cukup dalam masalah-masalah kehidupan secara psikologis sehingga mampu memberikan jalan keluar terhadap masalah-masalah personal yang dihadapi oleh narapidana sebagai klien BAPAS. Sedangkan adapaun faktor-faktor penghambat keberhasilan kerja BAPAS, yaitu: 1. Narapidana yang tomat tobat-kumat, dimana narapidana berjanji dan menyadari kesalahannya hanya sebuah kata-kata untuk mendapatkan pembebasan bersyarat dan kemudian mengulangi kembali tindak pidananya. 126

127 2. Masyarakat yang kehilanggan kepercayaan untuk bekerjasama dengan pihak BAPAS, karena sikap narapidana secara individu yang tomat memunculkan keresahan dan ketidak nyamanan dalam masyarakat, akhirnya masyarakat mau tidak mau kembali melakukan tindakan mengucilkan narapidana hingga mengeluarkannya. 3. Pihak BAPAS yang memiliki keterbatasan asset untuk melakukan kunjungan secara rutin atau lebih dari dua kali dapat menyebabkan kurang maksimalnya pemantauan kehidupan narapidana langsung ke lapangan. 4. Terbatasnya asset bangunan BAPAS untuk melakukan pelatihan dan pembimbingan kerja di tempat BAPAS sendiri, sehingga menyebabkan kesulitan bagi pihak BAPAS untuk melakukan pelatihan kerja dan ketrampilan yang membutuhkan ruangan atau area yang dapat memuat klien-klien BAPAS. Dari faktor pendukung ataupun faktor penghambat keberhasilan cara kerja BAPAS kepada narapidana dan masyarakat bergantung kepada individu narapidana. Sejauh mana individu tersebut sadar dan mau berubah serta memperbaiki diri sesuai dengan pembimbingan yang dilakukan. Jika narapidana mau maka seluruh rangkaian kerja BAPAS dapat dikatakan berhasil, namun jika tidak maka seluruh rangkaian tersebut tidak berpengaruh untuk merubah kehidupan narapidana untuk menuju ke kehidupan terang. Demi meningkatkan kualitas dan memperbaiki kekurangan yang muncul dari rangkaian kerja BAPAS untuk narapidana, ada satu hal yang dapat menjadi 127

128 saran bagi pemerintah yaitu untuk memberikan dukungan materil kepada pihak BAPAS. Dukungan material tersebut berupa: 1. Kepemilikan bangunan secara mandiri bagi BAPAS yang belum memiliki bangunan dinas secara mandiri seperti BAPAS Yogya. 2. Penambahan anggaran biaya pelaksana bagi pegawai BAPAS dalam melakukan penelitian kemasyarakatan terutama dalam pembuatan laporan. Hal tersebut atas dasar medan yang harus ditempuh oleh para pegawai tidak selalu dekat dan mudah, serta banyaknya lokasi yang harus dikunjungi. 3. Penambahan anggaran untuk kegiatan bimbingan kerja kemasyarakatan, seperti pelatihan ketrampilan dan pemberian modal usaha, karena banyak narapidana yang membutuhkan bimbingan tersebut. 4. Penambahan pelatihan penelitian lapangan untuk para pegawai BAPAS guna meningkatkan kualitas kerja penelitian kemasyarakatan untuk hasil litmas yang lebih berkualitas. Berkualitas yang dimaksud adalah hasil litmas benar-benar valid dan dapat meperlihatkan kemungkinan narapidana tidak kembali tindak pidana tersebut. Melalui saran tersebut harapannya pemerintah dapat memperhatikan bagaimana peningkatan material bagi sebuah UPT atau lembaga pelaksana kebijakan seperti BAPAS menjadi hal yang penting. Hal tersebut menjadi penting karena mendukung peningkatan kualitas BAPAS sebagai pelaksana, penentu, dan juga penyampai dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk narapidana dan masyarakat. 128