BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Balai pemasyarakatan (BAPAS) klas II Gorontalo dibentuk sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi manusia RI Nomor : M.07.PR tahun 2013, tanggal 16 April 2003 dan beroperasi sejak tanggal 4 November Sejak dibentuk hingga saat ini balai pemasyarakatan klas II Gorontalo telah mengalami 4 kali pergantian pimpinan yakni : 1. Mansyur Mantu bc.sw ( ). 2. Agus kasiyanto ( ). 3. Abdullah katili,s.ag ( ) 4. Sugeng Indrawan Bc.Ip., SH ( 2011-sekarang). 1 STRUKTUR ORGANISASIBAPAS KLAS II GORONTALO KEPALA BALAI PEMASYARAKATAN KEPALA URUSAN TATA USAHA KASUBSI BIMBINGAN KLIEN DEWASA KASUBSI BIMBINGAN KLIEN ANAK 1 Hasil Wawancara dengan Bapak Sugeng Indrawan Bc.Ip., SH Kepala Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo

2 Berdasarkan hasil penelitan pada Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo didapatkan bahwa jumlah petugas di Balai pemasyarakatan adalah sebanyak 30 orang dengan perincian sebagai berikut : Tabel 1. Jumlah Pegawai pada BAPAS Klas II Gorontalo berdasarkan jenis kelamin JENIS KELAMIN PEGAWAI LAKI-LAKI PEGAWAI PEREMPUAN JUMLAH 18 ORANG 12 ORANG Sumber : Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo Jumlah Pegawai pada Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo masih tergolong sedikit untuk suatu Wilayah provinsi yakni berjumlah 30 orang pegawai yang didominasi oleh pegawai laki-laki sebanyak 18 orang dan pegawai wanita berjumlah 12 orang yang harus melayani seluruh narapidana. 2 Tabel 2.Jumlah pegawai BAPAS Klas II Gorontalo berdasarkan latar belakang pendidikan PENDIDIKAN TERAKHIR SARJANA DIPLOMA SMA/SMK SEDERAJAT JUMLAH 7 ORANG 1 ORANG 22 ORANG Sumber : Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo 2 Hasil Wawancara dengan Bapak Irvan Arifin SH Staf Humas Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo pada tanggal 6 Mei 2013

3 Berdasarkan latar belakang pendidikan, Pegawai pada Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo di dominasi oleh pegawai dengan latar belakang pendidikan SMA/SMK Sederajat sebanyak 22 orang pegawai dan sisanya berlatar belakang sarjana 7 orang dan diploma 1 orang. 3 Pelaksanaan Instrumen pengukuran Kinerja (IPK) di Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada walaupun ada beberapa materi yang belum dilaksanakan. Dengan jumlah petugas Pembimbing Kemasyarakatan dan sarana serta prasarana yang terbatas. Bimbingan Klien pemasyarakatan dibalai Pemasyarakatan Gorontalo telah berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, walaupun tidak sesempurna sebagaimana yang menjadi tujuan utama (wawancara dengan Ibu Fatmawaty Wahab, SH Staf Pelayanan Hukum Kanwil Kementerian Hukum dan Ham Gorontalo) Pelaksanaan pembimbingan Klien Pemasyarakatan (anak dan Dewasa) Bagian teknis di Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo yang terdiri dari 2 sub bagaian yakni Bimbingan Klien Anak (BKA) dan Bimbingan Klien Dewasa (BKD) telah menjalankan tugas pembimbingannya sesuai dengan konsep yang tertuang pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Kegiatan pembimbingan yang dijalankan oleh Bagian Teknis dapat dilihat pada table dibawah ini, dimana walaupun tugas pokok dan fungsinya adalah sama, namun terdapat sedikit perbedaan antara keduanya sebagai berikut : 5 3 Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo 4 Hasil Wawancara dengan Ibu fatmawaty Wahab, SH. Staf Pelayanan Hukum Kanwil Kementerian Hukum dan Ham Gorontalo pada tanggal 1 Mei Hasil Wawancara dengan bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo

4 Tabel 3. Bimbingan klien Anak dan Bimbingan Klien Dewasa BIMBINGAN KLIEN ANAK Pembuatan Penelitian Kemasyarakatan (LITMAS) atas permintaan dari unsur Kepolisian setempat yang bertindak sebagai penyidik untuk anak pra sidang. LITMAS dilakukan ditempat anak ditahan (Polres/Polsek) dan juga di lingkungan sosial masyarakat tempat klien anak tinggal dan tempat tinggal korban, apabila tindak pidana yang dilakukan merugikan pihak lain (korban) BIMBINGAN KLIEN DEWASA Pembuatan Penelitaian Kemasyarakatan atas permintaan klien/narapidana dewasa melalui Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). LITMAS untuk klien/narapidana dewasa dilakukan di dua tempat yakni Lembaga pemasyarakatan (lapas) tempat klien menjalani masa pidana atau dilingkungan kerja (apabila klien sedang menjalani program kerja mandiri dsb), dan juga dilingkungan social masyarakat tempat klien tinggal dan juga tempat korban (apabila tindak pidana yang dilakukannya ada korbannya). Pendampingan anak pada saat sidang. Pembimbing Kemasyarakatan (PK) untuk anak dapata mengusulkan jenis hukuman yang layak bagi kliennya, berdasrkan Litmas yang dibuatkan. Melakukan registrasi klien berdasrkan klasifikasi berupa : Pembebasan Bersyarat (PB), Pidana Bersyarat (PIB) dari unsur Kejaksaan setempat, cuti menjelang bebas (CMB), cuti mengunjungi keluarga (CMK), Cuti

5 Bersyarat (CB), Asimilasi dan Kerja Mandiri. Melakukan pembimbingan di Balai Melakukan kunjungan rumah untuk Pemasyarakatan Klas II Gorontalo pembimbingan bagi klien dewasa untuk Klien anak berdasarkan sesuai dengan rencana kerja yang telah klasifikasi diatas. ditentukan sebelumnya. Melakukan kunjungan rumah untuk Melakukan koordinasi dengan aparat pembimbingan berdasarkan rencana hukum yang terkait seputar kerja yang telah ditentukan. pengawasan klien yang tengah dibimbing. Sumber : Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo Terdapat perbedaan antara klien anak dan klien dewasa Dalam pelaksanaan bimbingan kemasyarakatan, yang dapat dilihat pada tabel diatas. selain itu terdapat beberapa kendala dan hambatan dalam tugas yang dijalankan oleh para petugas yang dijalankan oleh para petugas pembimbingan, yang sebagian besar ditemukan dilapangan akibat struktur geografis wilayah Gorontalo yang sebahagian dikelilingi oleh pegunungan dan aliran-aliran sungai besar. Akibatnya perjalanan dinas untuk kegiatan pembimbingan di beberapa daerah tertentu memakan waktu lebih dari 1 hari Pelaksanaan Tugas dan fungsi Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undnag Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo menjalankan Tugas Pokok dan fungsinya dibidang pembimbingan Klien Pemasyarakatan baik klien anak maupun klien dewasa.

6 Tabel 4.Tugas dan Fungsi Balai pemasyarakatan TUGAS POKOK DAN FUNGSI 1. Melakukan Penelitian Kemasyarakatan berdasarkan permintaan : a. Kepolisian, Kejaskaan, Pengadilan, dan institusi terkait lainnya, dalam rangka pemberian saran/rekomendasi tindakan/bentuk pemidanaan terhadap anak berhadapan hukum. b. Lapas/ Rutan, bapas lain, dalam rangka pemberian saran/rekomendasi untuk pengusulan asimilasi, CMB dan pembebasan bersyarat terhadap warga binaan Pemasyarakatan. 2. Melaksanakan pembimbingan terhadap klien pemasyarakatan yang menjalani program pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas, pidana bersyarat dan anak yang diserahkan pembimbingannya ke BAPAS oleh orang tuanya Melakukan pengawasan terhadap klien pemasyarakatan melalui kunjungan rumah. Melakukan pendampingan terhadap anak dalam sidang pengadilan anak di Pengadilan Negeri. Mendampingi terdakwa anak dalam sidang pengadilan anak di Pengadilan Negeri. Melakukan Koordinasi dengan Instansi terkait dalam rangka penyelenggaraan pembimbingan kemasyarakatan dan penanganan anak berhadapan

7 hukum. Sumber : Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo Dari hasil penelitian dilapangan yakni pada Balai pemasyarakatan Klas II Gorontalo ada beberapa hal pokok yang menjadi Tugas Pokok dan Fungsi balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo yang dapat dilihat pada tabel diatas. Dalam proses pembimbingan, seorang pembimbing kemasyarakatan (PK) maupun tenaga PK Pembantu dipandu oleh petunjuk teknis pelaksanaan tugas pembimbingan sehingga tercipta beberapa konsep dasar dalam pembimbingan klien sebagaimana tujuan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan antara lain sebagai berikut : 6 1. Menyadarkan klien atas perbuatan salahnya, dan atas pelanggaran pidana yang telah dilakukan. Pemberian penjelasan bahwa tindakan tersebut melanggar norma-norma kehidupan yang ada. 2. Memberikan motivasi kepada klien bahwa klien masih bias dan punya kesempatan untuk memperbaiki diri mulai dari sekarang. 3. Menyegarkan kembali jiwa dan pikiran klien dengan wise advice serta pendekatan rohani keagamaan. 4. Membantu klien dalam menyelesaikan dan mengatasi masalah yang ditemui dalam bimbingan. 6 Hasil Wawancara dengan Bapak Sugeng Indrawan Bc.Ip., SH Kepala Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo

8 Wilayah kerja Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo secara garis besarnya berada dalam wilayah hukum provinsi Gorontalo yang terdiri dari 5 Kabupaten dan 1 Kotamadya dan terdapat instansi lain sebagai mitra kerjanya. Tabel 5. Wilayah Kerja dan Instansi Mitra Kerja WILAYAH KERJA Kota Gorontalo Kabupaten Gorontalo Kabupaten Boalemo Kabupaten Pohuwato Kabupaten Bone Bolango Kabupaten Gorontalo Utara INSTANSI MITRA KERJA Pengadilan Kejaksaan Kepolisian ( Polda, Polres) Lembaga Kemasyarakatan Pemerintah Pusat/Daerah Sumber : Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Wilayah kerja petugas Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo meliputi seluruh wilayah Provinsi Gorontalo yang terdiri dari 1 Kotamadya dan 5 Wilayah Kabupaten dengan mitra kerja para penegak hukum serta unsur Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. 7 Tabel 6. Jumlah Petugas Teknis PETUGAS TEKNIS PEMBIMBING KEMASYARAKATAN PEMBANTU PEMBIMBING KEMASYARAKATAN JUMLAH 8 ORANG 11 ORANG Sumber : Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo 7 Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo

9 Dari hasil penelitian didapatkan fakta bahwa luasnya wilayah kerja Petugas Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo ternyata tidak didukung oleh jumlah petugas Teknis dilapangan, yakni Pembimbing Kemasyarakatan yang hanya berjumlah 8 orang dan dibantu oleh Pembantu Pembimbing kemasyarakatan berjumlah 11 orang yang harus bekerja ekstra keras karena wilayah kerja yang luas Pembahasan Perlindungan Hak-Hak Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pada Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo dalam tugasnya memberikan bimbingan masyarakat kepada anak-anak pelaku tindak pidana berusaha untuk selalu dapat memenuhi hakhak anak untuk menjamin tumbuh kembangnya anak, pembahasan lebih lanjut adalah sebagai berikut : Perlindungan Terhadap Hak-hak Anak Sebagai Terpidana Implementasi Hak Asasi Manusia dalam Balai Pemasyarakatan (BAPAS) terletak dalam bimbingan, didalam pasal 14 Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan narapidana mendapatkan hak antara lain : mendapatkan kesempatan asimilasi termasuk CMK; mendapatkan PB; mendapatkan CMB; dan mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 8 Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo

10 Tabel. 7 Data Klien Anak periode 2011 sampai dengan 2012 PB CB PiB A2 B2 A3 WLK CMB Jumlah Pembebasan Bersyarat Cuti Bersyarat Pidana Bersyarat Litmas Pengadilan Litmas Lapas Pendampingan ABH Wajib latihan kerja Cuti menjelang Bebas Tahun orang 11 orang 11 orang 63 orang 38 orang 12 orang 1 orang orang Tahun orang 11 orang 1 orang 74 orang 34 orang 59 orang 4 orang 1 orang 200 orang Sumber : Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sub Seksi Bimbingan Klien Anak Bapak Sabaruddin, SE., SH beliau mengatakan dari data yang terdapat dalam tabel jumlah data klien anak tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 jumlah klien anak meningkat dari 144 orang anak ditahun 2011 menjadi 200 orang klien anak pada tahun 2012 ( wawancara dengan Bapak Sabarudin ). Anak yang mendapatkan hak-haknya pada tahun 2011 dengan rincian sebagai berikut : pembebasan bersyarat sebanyak 8 orang, cuti bersyarat 11 orang, pidana bersyarat 11 orang, Litmas Pengadilan 63 orang, Litmas lapas 38 orang, Pendampingan ABH 12 orang, Wajib latihan kerja 1 orang, dan belum ada yang mendapatkan hak cuti menjelang bebas. Sedangkan pada tahun 2012 anak yang mendapatkan hak-haknya meningkat jumlahnya pembebasan bersyarat sebanyak 12 orang, cuti bersyarat 11 orang, pidana bersyarat 1 orang, Litmas Pengadilan 74 orang, Litmas lapas 34 orang, Pendampingan ABH 59 orang, Wajib latihan kerja 4 orang, dan yang mendapatkan hak cuti 1 orang. 9 Pembebasan bersyarat merupakan hak anak untuk dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakatan dengan persyaratan tertentu, bebasnya Narapidana setelah menjalani sekurangkurangnya dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 9 Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo

11 (sembilan) bulan. cuti bersyarat merupakan hak anak untuk mendapatkan cuti menjelang dibebaskannya dari Lembaga pemasyarakatan dengan syarat yang harus dipenuhi. cuti yang diberikan setelah Narapidana menjalani lebih dari 2/3 (dua pertiga) masa pidananya dengan ketentuan harus berkelakuan baik dan jangka waktu cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6 (enam) bulan. ( penjelasan UU No. 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan sebagaimana dijelaskan kembali pada saat wawancara oleh bapak Sabaruddin, SE., SH). 10 Perlindungan anak merupakan kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 11 Perlindungan anak mengupayakan agar setiap hak anak tidak dirugikan dan bersifat melengkapi hak-hak lain dan menjamin bahwa anak akan menerima apa yang mereka butuhkan agar dapat hidup, berkembang, dan tumbuh. Setiap anak yang berhadapan dengan hukum berhak untuk mendapatkan perlindungan baik fisik, mental spiritual, maupun sesuai dengan konvensi tentang hak-hak anak dan Undangundang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang meliputi : 1. Non Diskriminasi : dalam menerapkan perlindungan terhadap anak tidak boleh ada diskriminasi, baik berdasarkan suku, agama, latar belakang, sosial, dan lain-lain karena hal itu bertentangan dengan Konvensi Hak Anak. Dan selama ini terhadap kasus yang ada tidak nampak adanya diskriminasi karena semua kasus anak dilaksanakan secara profesional. 10 Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo 11 Hasil Wawacnacara dengan Bapak Irvan Arifin Staf Humas Bapas Klas II Gorontalo pada tanggal 6 Mei 2012

12 2. Kepentingan yang terbaik untuk anak seperti sekolah. Dari sejumlah anak yang melakukan tindak pidana yang ditahan pada Lembaga Pemasyarakatan dan menjelang asimilasi sebagian besar masih duduk dibangku sekolah dan ingin dapat tetap melanjutkan pendidikannya. 3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangannya. Petugas Balai Pemasyarakatan klas II Gorontalo melalui Pembimbing Kemasyarakatan berusaha menumbuhkan kembali kepercayaan diri anak untuk dapat kembali melanjutkan kehidupannya dan perkembangan dirinya di masyarakat. 4. Penghargaan terhadap anak. Petugas Pembimbing Kemasyarakatan memberikan penghargaan terhadap anak-anak pelaku tindak pidana dengan memberikan sepenuhnya hak-hak anak baik yang sedang menjalani hukuman, pidana bersyarat maupun kehidupan diluar pemasyarakatan dengan tetap melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap tumbuh kembangnya kehidupan anak-anak. (hasil wawancara dengan bapak Sabaruddin) Optimalisasi peran Pembimbing Kemasyarakatan Bagi anak yang berhadapan dengan hukum, Balai Pemasyarakatan melalui Pembimbing kemasyarakatan mempunyai kekuatan untuk menentukan keputusan yang terbaik bagi anak baik melalui rekomendasi dalam penelitiaan kemasyarakatan maupun dalam pembimbingan. Pembimbing Kemasyarakatan merupakan Jabatan Teknis yang disandang oleh petugas Kemasyarakatan di Bapas, dengan tugas pokok melaksanakan bimbingan dan penelitian terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) sesuai dengan pasal 8 ayat 1 dan 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 12 Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo

13 Ada beberapa keahlian penting yang perlu dikuasai oleh seorang pembimbing Kemasyarakatan yaitu harus menguasai alat-alat, teknis dan mempunyai keterampilan dalam proses pembimbingan dan penelitain warga binaan pemasyarakatan (hasil wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH ). 13 Operasional tugas pokok dan fungsi pembimbing klien pemasyarakatan adalah upaya pemberian tuntunan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan prilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani klien pemasyarakatan yang bertujuan membentuk klien pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Untuk melaksanakan sistem pemasyarakat tersebut, diperlukan juga keikutsertaan masyarakat, baik dengan mengadakan kerja sama dalam pembinaan maupun dengan sikap bersedia menerima kembali Warga Binaan Pemasyarakatan yang telah selesai menjalani pidananya. Selanjutnya untuk menjamin terselenggaranya hak-hak tersebut, selain diadakan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan yang secara langsung melaksanakan pembinaan, diadakan pula Balai Pertimbangan Pemasyarakatan yang memberi saran dan pertimbangan kepada Menteri mengenai pelaksanaan sistem pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan yang memberi saran mengenai program pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan di setiap Unit Pelaksana Teknis dan berbagai sarana penunjang lainnya, akan tetapi semuanya tidak terlaksana secara maksimal terkait anggaran yang tersedia sangatlah terbatas Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo 14 Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo

14 Peran Balai Pemasyarakatan yang dilaksanakan oleh Pembimbing Pemasyarakatan juga dapat ditemukan dalam Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dimana pada bab IV pasal 34 ayat 1 yang menyatakan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan mempunyai tugas : 1. Membantu memperlancar tugas Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam perkara anak nakal, baik didalam maupun diluar sidang anak dengan membuat laporan hasil Penelitian Kemasyarakatan/ Litmas. 2. Membimbing, dan membantu mengurus anak nakal berdasarkan putusan pengadilan yang menjatuhkan Pidana Bersyarat (PIB), pidana pengawasan, pidana denda yang diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja atau anak yang memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan. Pada pasal 55, 57 dan 58 dalam undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak terdapat rumusan tentang Pembimbing kemasyarakatan bahkan kewajibannya untuk hadir dalam sidang anak. Pada pasal 56 diatur kewajiban hakim untuk memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan untuk menyampaikan laporan hasil Penelitian Kemasyarakatan mengenai anak yang akan disidangkan sebelum sidang dibuka. Pada pasal 59 ayat 2 mewajibkan kepada hakim dalam putusannya agar mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan Bapas. n Kemasyarakatan Hasil utama dari pelaksanaan tugas Pembimbing Kemasyarakatan dalam perkara anak nakal adalah hasil penelitian kemasyarakatan pasal 56 ayat 1 Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 yang berisi :

15 1. Data individu anak, keluarga, latar belakang, pendidikan dan kehidupan sosial anak. 2. Kesimpulan data pendapat dari pembimbing kemasyarakatan. Manfaat dari laporan hasil penelitian kemasyarakatan tersebut mengenai anak yang bersangkutan yang disampaikan sebelum sidang dibuka. Laporan penelitian kemasyarakatan nantinya dibacakan selama persidangan terdakwa didampingi oleh orang tua asuh dan petugas dari bapas sesuai pasal 57 ayat 2 Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak. Selanjutnya fungsi Penelitian kemasyarakatan sesuai dengan pasal 59 ayat 2 Undang-undang nomor 3 tahun 1997 dalam menjatuhkan hukuman, hakim wajib mempertimbangkan hasil laporan penelitian kemasyarakatan dari petugas Balai pemasyarakatan (wawancara dengan Bapak Sabaruddin.). 15 Apabila hakim tidak memperhatikan hasil Penelitian Kemasyarakatan tersebut maka berdasrkan pasal tersebut, putusan tersebut batal demi hukum. Makanya sebelum hakim mengucapkan putusannya dimana hakim memberi kesempatan kepada orang tua, wali, orang tua asuh untuk mengemukakan segala hal yang bermanfaat bagi anak. Secara teorotis pilihanpilihan sanksi yang dapat dijatuhkan kepada anak adalah untuk mengambil keputusan terbaik untuk anak. Anak yang berkonflik dengan hukum secara sosiologis tidak dapat dinyatakan salah sendiri karena ia belum menyadari akibat dari tindaknnya dan belum dapat memilih mana tindakan yang baik dan mana tindakan yang tidak baik bagi dirinya maupun bagi orang lain Pelaksanaan Bimbingan Diluar Lembaga Balai Pemasyarakatan mempunyai peranan sebagai pelaksanaan bimbingan diluar lembaga terhadap anak yang dikenakan putusan hakim berupa pidana bersyarat, pidana pengawasan, anak 15 Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo

16 negara yang berdasrkan putusan pengadilan pembinaan diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial, dan anak yang berdasarkan putusan pengadilan wajib menjalani latihan kerja sebagai pengganti pidana denda (pasal 35 PP nomor 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyararakatan). 16 Undang-undang nomor 3 tahun 1997 menunjukan adanya keinginan untuk menekan jumlah dijatuhkannya pidana perampasan kemerdekaan. Penempatan anak dalam pembinaan diluar lembaga telah menjadi prioritas dalam menyelesaikan masalah pelanggaran hukum dibawah umur. Keinginan untuk menekan jumlah pidana perampasan kemerdekaan ini khususnya terhadap anak didukung dengan pendapat para sarjana yang mengemukakan bahwa anak lebih cocok dikenakan pembinaan diluar lembaga (diluar Lapas) untuk menghindari stigma yang diperoleh anak selama didalam lapas Kendala Yang Dihadapi Petugas Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo Dalam Memberikan Perlindungan Terhadap Hak-Hak Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak yang salah satunya adalah Pelaksanaan Bimbingan Klien pemasyarakatan Balai pemasyarakatan Klas II Gorontalo menghadapi beberapa kendala yang menghambat kelancaran pelaksanaan tugas Bapas Klas II Gorontalo saat ini yang antara lain adalah sebagai berikut : Dana (anggaran) 16 Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo 17 Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo

17 Anggaran merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk pelaksanaan peran Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo saat ini. Kendala kurangnya dana mengakibatkan Pembimbing Kemasyarakatan Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo tidak dapat melaksanakan tugasnya secara maksimal dalam memberikan perlindungan terhadap hak anak pelaku tindak pidana. Untuk membuat pembuatan laporan penelitian kemasyarakatan dan mendampinngi anak dalam persidangan setiap satu kasus anak disediakan dana sekitar Rp untuk Wilayah Kota Gorontalo sedangkan untuk wilayah luar Kota Gorontalo sebesar Rp dana untuk sekali mengikuti persidangan anak disediakan dana sebesar Rp dengan anggaran sebesar ini, didalam praktek, Pembimbing Kemasyarakatan dari BAPAS klas II Gorontalo ini mendampingi anak hanya sampai dua kali persidangan anak saja sehingga tidak sampai putusan hakim. Untuk pembuatan laporan penelitian kemasyarakatan, pembimbing kemasyarakatan harus mengadakan kunjungan kerumah, namun sering alamat kurang jelas dan sulit untuk dijumpai sehingga menambah waktu penyelesaian laporan penelitian kemasyarakatan yang berarti penambahan biaya pula. 18 Kendala dana ini merupakan kendala utama BAPAS Klas II Gorontalo sehingga saat ini untuk pelaksanaan pembuatan laporan penelitian kemasyarakatan, pembimbing kemasyarakatan harus menggunakan dana pribadinya sementara. Demikian juga dalam pelaksanaan bimbingan klien pemasyarakatan anak yang dijatuhi pidana bersyarat. Disamping sarana dan prasarana, dana merupakan kendala pelaksanaan bimbingan terhadap anak. Untuk melakukan bimbingan 18 Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo

18 yang berupa kunjungan rumah tidak dapat dilaksanakan sehingga sebagai alternatif klien anak yang wajib diminta datang ke BAPAS Klas II Gorontalo. Akan tetapi usaha inipun tidak dapat berjalan karena dari klien anak sendiri mempunyai kendala-kendala seperti tidak ada biaya dan jarak cukup jauh, sedangkan dalam pelaksanaan bimbingan ini tidak ada sanksi bagi klien pemasyarakatan anak yang tidak melapor ke BAPAS Klas II Gorontalo Sarana dan Prasarana Pembimbing Kemasyarakatan BAPAS Klas II Gorontalo dalam melaksanakan tugasnya lebih banyak berada dilapangan. Untuk membuat laporan penelitian kemasyarakatan, harus melakukan kunjungan langsung dengan klien anak baik yang berada didalam tahanan maupun yang tidak ditahan, mengunjungi anak dirumah dan orang tua, sekolah dan lain-lainnya. Demikian juga dalam mendampingi anak pada sidang pengadilan, BAPAS membutuhkan sarana berupa kendaraan operasional. BAPAS Klas II Gorontalo hanya memiliki 1 kendaraan dinas roda dua yang dipakai untuk seluruh petugas Pembimbing Kemasyarakatan sehingga sering kali dalam melaksanakan tugasnya pembimbing kemasyarakatan menggunakan kendaraan pribadi dan menggunakan angkutan umum. Pelaksanaan bimbingan klien pemasyarakatan anak yang dijatuhi pidana bersyarat, didalam praktek tidak dapat dilakukan oleh BAPAS Klas II Gorontalo dengan tidak adanya sarana Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo

19 Kendala yang berasal dari anak dan keluarga anak Hambatan pelaksanaan peran BAPAS klas II Gorontalo ini juga berasal dari anak dan keluarga anak baik dalam proses pengadilan anak dan dalam pelaksanaan putusan hakim (bimbingan diluar lembaga). Kendala muncul apabila klien anak tidak memberikan keterangan yang sebenarnya dan berbelit-belit ketika pembimbing kemasyarakatan melakukan wawancara untuk membuat laporan penelitian kemasyarakatan dan dalam memberikan keterangan mengenai klien anak untuk keperluan sidang anak. Hambatan yang berasal dari keluarga klien anak timbul karena kurangnya pemahaman terhadap peran Balai Pemasyarakatan dalam membela kepentingan anak sehingga sikap keluarga klien anak kurang baik dalam menerima kedatangan pembimbing kemasyarakatan. Namun setelah diberi penjelasan, orang tua klien anak memahami dan memberikan keterangan yang dibutuhkan pembimbing kemasyarakatan. Kendala lain yang menyangkut klien anak dan kelaurga klien anak yakni, keluarga klien anak sulit dijumpai karena tidak ada ditempat, alamat kurang jelas dan lokasi tempat tinggal yang sulit ditempuh. Dalam pelaksanaan putusan hakim yakni melakukan bimbingan terhadap klien pemasyarakatan anak yang dijatui pidana bersyarat, kendala yang dihadapi yang bersumber dari klien pemasyarakatan anak, anak tidak memenuhi panggilan Bapas untuk memperoleh bimbingan. (Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo) Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo

20 Kurangnya koordinasi antara aparat penegak hukum Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo di dalam prakteknya mulai berperan sejak tahap penyidikan yakni atas permintaan pembuatan penelitian kemasyarakatan. Pada tahap penyidikan ini, penyidik sering mengajukan permohonan pembuatan laporan penelitian kemasyarakatan tersebut ketika batas waktu tinggal bebrapa hari lagi. Khusus penahanan terhadap anak pada tahap penyidikan telah ditentukan oleh undang-undang nomor 3 tahun 1997 yakni selama 20 hari sehingga waktu untuk membuat laporan cukup singkat. Untuk melimpahkan berkas perkara ke jaksa penuntut umum penyidik harus melampirkan laporan penelitian kemasyarakatan tersebut (hasil wawancara dengan Bapak Andi Nirwansyah, SH Staf Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Gorontalo). 21 Apabila penyidik meminta dibuatkan laporan penelitian kemasyarakatan dengan tenggang waktu yang singkat, pembimbing kemasyarakatan mengalami kesulitan menyelesaikannya karena kendala-kendala yang mungkin dijumpai dilapangan ( keluarga klien anak sulit dijumpai, lokasi sulit ditempuh dan sebagainya). Demikian juga jaksa, pemberitahuan sidang anak disampaikan jaksa kepada pembimbing kemasyarakatan pada saat hari sidang dilaksanakan sehingga pembimbing kemasyarakatan mengalami kesulitan untuk mengikuti sidang, jika sidang anak dilakukan diluar Kota Gorontalo. Untuk pelaksanaan putusan hakim yakni melakukan bimbingan klien pemsyarakatan anak yang dijatuhi pidana bersyarat, koordinasi antara Kejaksaan sebagai pengawas sangat jarang sering kali bahkan anak yang dijatuhi pidana bersyarat tidak dilaporkan dan tidak diserahkan secara fisik kepada Bapas sebagai pelaksana bimbingan. 21 Hasil Wawancara dengan Bapak Andi Nirwansyah, SH Staf Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Gorontalo pada tanggal 7 Mei 2013

21 Bagi anak yang dikenakan pidana bersyarat ada pemahan bahwa sama dengan putusan bebas sehingga tidak mempunyai kewajiban untuk melapor dan mendapatkan bimbingan dari Bapas. Seharusnya jika jaksa sebagai eksekutor putusan hakim memberikan penjelasan kepada klien anak dan keluarga anak Kurangnya Sosialisasi Tentang Penanganan Anak Berhadapan Dengan Hukum Permasalahan yang masih sering dihadapi dalam melaksanakan ketentuan yang berkaitan dengan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum antara lain kurangnya sosialisasi sehingga pemahanan tentang penanganan anak masih berfariasi dan cenderung menggunakan persepsi yang berbeda. Disamping itu prasarana masih terbatas menambah permasalah yang dihadapi pada saat menangani anak yang berhadapan dengan hukum. Meningkatnya jumlah kejahatan yang dilakukan oleh anak pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 memperlihatkan adanya kondisi peningkatan jumlah anak yang melakukan tindak pidana, yang pada akhirnya membawa dampak bagi semakin besarnya anak yang akan masuk dalam proses peradilan yang selanjutnya akan menjalani hukuman untuk mendapatkan pembinaan.

22 Table 8. Jenis tindak Pidana yang dilakukan oleh anak tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 Jumlah Total Jenis Tindak Pidana Jenis Tindak Pidana Jumlah Anak Jumlah Anak Dan Persentase Tahun 2011 Tahun 2012 % Kejahatan terhadap 3 orang Kejahatan terhadap 5 orang nyawa nyawa Kejahatan terhadap 2 orang Penganiayaan 49 orang kesopanan Penganiayaan 33 orang Pencabulan 23 orang Pencabulan 10 orang Kesusilaan 56 orang Kesusilaan 40 orang Pencurian 36 orang Pencurian 28 orang Laka lantas 11 orang Laka lantas 17 orang Penggelapan 2 orang Penggelapan 2 orang Pengeroyokan 10 orang Pengeroyokan 5 orang Perdagangan anak 2 orang Penadahan 1 orang Pemerkosaan 2 orang Perdagangan anak 1 orang Kelalaian 2 orang Pengancaman 1 orang Perjudian 1 orang Kelalaian 1 orang Penipuan 1 orang Jumlah 144 orang Jumlah 200 orang 344 orang Persentase (%) 41,86% Persentase (%) 58,13 % 100 % Sumber : Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo Meningkatnya jumlah kejahatan yang dilakukan oleh anak pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 memperlihatkan adanya kondisi peningkatan jumlah anak yang melakukan tindak pidana, yang pada akhirnya membawa dampak bagi semakin besarnya anak yang akan masuk dalam proses peradilan yang selanjutnya akan menjalani hukuman untuk mendapatkan

23 pembinaan, namun sering kali hasil pembinaan yang didapatkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. 22 Kondisi ini membuka peluang bagi penempatan anak di Lembaga baik selama dalam proses peradilan dengan status tahanan anak ataupun sebagai narapidana anak. Oleh karena itu sangat penting bagi para penegak hukum melakukan upaya-upaya untuk kepentingan terbaik anak. 22 Hasil Wawancara dengan Bapak Sabaruddin, SE., SH kasubsi Bimbingan klien Anak Bapas Klas II Gorontalo

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang berpotensi sebagai pelaku kejahatan, tidak mengenal jenis kelamin pria atau wanita, dewasa maupun anak-anak. Masyarakat menganggap siapapun pelaku

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3842) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.832, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Remisi. Asimilasi. Syarat. Pembebasan Bersyarat. Cuti. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT Modul Penanganan ABH di Bapas merupakan bagian dari Modul Penyuluhan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum terkait diversi dan keadilan restoratif bagi petugas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Balai Pemasyarakatan (BAPAS) adalah institusi yang sangat erat hubungannya dengan penegakan hukum dan sebagai pranata yang melaksanakan bimbingan terhadap klien Pemasyarakatan

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.01.PK.04-10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

1 dari 8 26/09/ :15

1 dari 8 26/09/ :15 1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.810, 2016 KEMENKUMHAM. Remisi. Asimilasi. Cuti Mengunjungi Keluarga. Pembebasan Bersyarat. Cuti Menjelang Bebas. Cuti Bersyarat. Pemberian. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang selanjutnya disebut dengan UU SPPA menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.282, 2018 KEMENKUMHAM. Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Jalan Veteran No. 11 Jakarta

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Jalan Veteran No. 11 Jakarta KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN Jalan Veteran No. 11 Jakarta Yth. 1. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI 2. Kepala Divisi Pemasyarakatan

Lebih terperinci

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012 PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012, SH.,MH 1 Abstrak : Peranan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Dalam Proses Peradilan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS M A S Y A R A K A T Anak PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS POLISI JAKSA HAKIM LPAS, LPKA. TINDAKAN 0 1/3 mp LPKA 1/3 1/2 mp 1/2-2/3 mp 2/3 s.d Bebas murni M A S Y A R A K A T LINGKUNGAN UU SPPA mengamanahkan

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.727, 2012 LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Tata Cara. Pendampingan. Saksi. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

PENANGANAN PERKARA ANAK PADA BAPAS JAKARTA-TIMUR. PUSANEV_BPHN. Oleh : Ida Rifdiah

PENANGANAN PERKARA ANAK PADA BAPAS JAKARTA-TIMUR. PUSANEV_BPHN. Oleh : Ida Rifdiah PENANGANAN PERKARA ANAK PADA BAPAS JAKARTA-TIMUR. Oleh : Ida Rifdiah Peta Peraturan Perundangan-undangan Terkait Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Bapas. Terkait pelaksanaaan tugas dan fungsi Bapas dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara

BAB I PENDAHULUAN. Para pelaku tindak pidana tersebut,yang memperoleh pidana penjara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia yang dilaksanakan disegala bidang sudah barang tentu akan menimbulkan suatu perubahan dan perkembangan bagi kehidupan masyarakat, serta

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN UMUM Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak dalam Islam adalah sebagai makhluk ciptaan Allah swt. yang. berkedudukan mulia dan dalam keluarga dia memiliki kedudukan yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak dalam Islam adalah sebagai makhluk ciptaan Allah swt. yang. berkedudukan mulia dan dalam keluarga dia memiliki kedudukan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dalam Islam adalah sebagai makhluk ciptaan Allah swt. yang berkedudukan mulia dan dalam keluarga dia memiliki kedudukan yang penting, bahkan di kehidupan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

PEDOMAN PERLAKUAN ANAK DI BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PERLAKUAN ANAK DI BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Dengan melihat pada pentingnya peran Anak ini,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI RUU Pengadilan Pidana Anak: Suatu Telaah Ringkas Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI Anak perlu perlindungan khusus karena Kebelum dewasaan anak baik secara jasmani

Lebih terperinci

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak 1 Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Undang-undang Nomor 3

Lebih terperinci

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut.

Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS. kerjaannya untuk dapat menyelesaikan persoalan tersebut. e. BAPAS dituntut sebagai konselor Maksudnya adalah bahwa pembimbing kemasyarakatan yang ada di BAPAS tersebut dituntut untuk selalu siap dalam menerima segala keluhan yang terjadi pada diri Klien Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak

BAB II. Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga. Pemasyarakatan Anak BAB II Perlindungan Hukum Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Anak 2.1 Dasar Hukum Perlindungan Hak Anak Di Lembaga Pemasyarakatan. Kenakalan anak disebut juga dengan Juvenile

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK

TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT TERHADAP NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A PALU IRFAN HABIBIE D 101 10 002 ABSTRAK Dalam Hukum Pidana dikenal adanya sanksi pidana berupa kurungan,

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PEMBIMBINGAN OLEH PEMBIMBING KEMASYARAKATAN PADA KLIEN PEMASYARAKATAN ANAK

BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PEMBIMBINGAN OLEH PEMBIMBING KEMASYARAKATAN PADA KLIEN PEMASYARAKATAN ANAK 66 BAB IV FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PEMBIMBINGAN OLEH PEMBIMBING KEMASYARAKATAN PADA KLIEN PEMASYARAKATAN ANAK Berdasarkan hasil wawancara penulis pada tanggal 14 Februari 2014 dengan KaBapas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF M. ALI ARANOVAL SEMINAR NASIONAL PEMBIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN ALTERNATIVE PEMIDANAAN IPKEMINDO - 19 APRIL 2018 CENTER FOR DETENTION

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.901,2011 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Tahanan. Pengeluaran. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-24.PK.01.01.01 TAHUN

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini memuat kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan saran-saran. 6.1. Kesimpulan 1.a. Pelaksanaan kewajiban untuk melindungi anak yang berhadapan dengan hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

2 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1452, 2014 KEMENKUMHAM. Pengubahan Klas. UPT. Pemasyarakatan. Penilaian. Pedoman. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2014

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.03 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN MENTERI HUKUM DAN

Lebih terperinci

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM PEMANTAUAN DAN PENELAAHAN TERHADAP KETERLAMBATAN PEMBERIAN PETIKAN SURAT PUTUSAN PENGADILAN (EXTRACT VONNIS) OLEH PENGADILAN SERTA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH PENUNTUT UMUM Disampaikan oleh

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan wawancara terhadap sejumlah responden yang akan memberikan gambaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.49, 2017 HUKUM. Anak. Anak Korban. Perkara. Register. Pedoman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6033) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan menjadi subjek yang dihormati dan dihargai oleh sesamanya. Pada dasarnya yang harus diberantas ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik, aliran neo-klasik, dan aliran modern menandai babak baru dalam wacana hukum pidana. Pergeseran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, LPKA, HAK-HAK ANAK DALAM LPKA DAN PROSES PEMBINAAN ANAK DALAM LPKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, LPKA, HAK-HAK ANAK DALAM LPKA DAN PROSES PEMBINAAN ANAK DALAM LPKA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, LPKA, HAK-HAK ANAK DALAM LPKA DAN PROSES PEMBINAAN ANAK DALAM LPKA 2.1. Anak 2.1.1. Pengertian Anak Di Indonesia, apa yang dimaksud dengan anak tidak ada kesatuan pengertian.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1999 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN HAK WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil BAB II URAIAN TEORITIS Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan

Lebih terperinci

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.170, 2008 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM BALAI PEMASYARAKATAN KELAS I SEMARANG

BAB IV GAMBARAN UMUM BALAI PEMASYARAKATAN KELAS I SEMARANG BAB IV GAMBARAN UMUM BALAI PEMASYARAKATAN KELAS I SEMARANG 1.1. Sejarah Berdirinya Balai Pemasyarakatan Kelas I Semarang Dalam laporan penelitian John Howard tahun 1977 yang berjudul The State Of Prison

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan anak menjadi bagian penting untuk memajukan bangsa dan Negara dimasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan

Lebih terperinci

PP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PP 57/1999, KERJA SAMA PENYELENGGARAAN PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 57 TAHUN 1999 (57/1999) Tanggal: 22 JUNI 1999 (JAKARTA) Tentang: KERJA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang berdasarkan pada Undang-undang Dasar 1945. Fungsi hukum

Lebih terperinci