BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan yang berkualitas dan berkarakter untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa melindungi segenap bangsa Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan cita-cita bangsa Indonesia, serta bunyi Pasal 28 B Ayat (2) yang menjamin setiap anak atas kelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Menurut Nashriana, perlindungan terhadap anak pada suatu masyarakat bangsa merupakan tolak ukur peradaban bangsa tersebut, karenanya wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan bangsa tersebut. 1 Era globalisasi ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan perubahan gaya hidup termasuk cara bertukar informasi dan berkomunikasi yang mempengaruhi kehidupan. Hal tersebut juga berdampak pada pola asuh dalam kehidupan anak. Anak-anak yang kurang mendapat perhatian secara langsung akan cenderung mencari kesibukan di dunia maya, 1 Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 3 1

2 2 dimana terdapat banyak konten-konten yang dapat merusak perilaku anak karena anak-anak belum mampu menyikapinya secara dewasa, serta karakter anak-anak yang ingin tahu dan mencoba-coba. Disinilah peran orang tua dan masyarakat dibutuhkan dalam mengontrol anak. Karena apabila salah dalam memperlakukan, membina, dan mendidik anak, maka anak dapat berperilaku salah ataupun menyimpang, bahkan dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum. Menurut Kartini Kartono, semua tipe kejahatan remaja itu semakin bertambah jumlahnya dengan semakin lajunya perkembangan industrialisasi dan urbanisasi. 2 Hukum adalah suatu bentuk sarana antisipasi baik preventif maupun represif dalam menyikapi penyimpangan perilaku tersebut. Tujuan hukum adalah terciptanya kedamaian berdasarkan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman dimana dapat tercapai jika terdapat keserasian dan kepastian hukum dengan keseimbangan hukum sehingga tercipta keadilan. Berdasarkan konsep pancasila, pemidanaan harus sesuai dengan hak asasi manusia, karena pada era ini tujuan pidana bukan lagi untuk balas dendam ataupun penyengsaraan bagi warga binaan, melainkan untuk memberikan bimbingan dan pengayoman dalam bentuk rehabilitasi dan reintegrasi sosial untuk meningkatkan kualitas warga binaan, memperbaiki diri, menyadari kesalahan dan tetap menjalankan kehidupan untuk memulihkan kesatuan hubungan antara warga binaan pemasyaraktan dengan masyarakat. 2 Kartini Kartono, 1998, Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, hlm. 3

3 3 Sejak tahun 1964 sistem pelaksanaan pidana bagi narapidana dan anak pidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Begitu pula institusinya yang semula disebut rumah penjara dan rumah pendidikan negara berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan Surat Instruksi Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor J/H/G/8/506 tanggal 17 Juni Tahun Sistem Pemasyarakatan merupakan bagian dari penegakan hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsep umum mengenai pemidanaan. Narapidana bukan saja objek melainkan juga subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang tetap patut mendapat pemenuhan terkait hak dan kewajibannya. Pada saat ini, tindak pidana tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, melainkan juga dapat dilakukan oleh anak-anak. Pengertian anak yang melakukan tindak pidana atau yang berkonflik dengan hukum diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 menyebutkan adanya batasan umur untuk anak dapat diadili pada suatu persidangan, yaitu anak yang telah berumur minimal 12 (dua belas) tahun dan maksimal 18 (delapan belas) tahun. 3 Namun seorang anak pidana pada hakikatnya tetaplah seorang anak yang akan menjadi generasi muda penerus bangsa. Mereka harus dilindungi dari bahaya fisik maupun psikis yang dapat merugikan tumbuh kembangnya secara wajar dan optimal serta masih memerlukan 3 Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradian Pidana Anak

4 4 bimbingan dan perlindungan sehingga diperlukan metode lain untuk melakukan pembinaan terhadap mereka. Dalam proses pembinaan ini, tentunya pemerintah juga harus memperhatikan pemenuhan hak-hak narapidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan. Pada Pasal 14 ditentukan bahwa Narapidana berhak: a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran; d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. Menyampaikan keluhan; f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; g. Mendapatkan upah atau prerni atas pekerjaan yang dilakukan; h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya; i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; k. Mendapatkan pembebasan bersyarat; l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan Perundang- Undangan yang berlaku. 4 Berdasarkan keseluruhan hak-hak narapidana sebagaimana dikemukakan diatas, hak yang sangat berkaitan erat dengan perbaikan mental anak - anak adalah hak untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan. Hal ini tentunya sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa salah satu cita-cita bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. 4 Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

5 5 Adanya model pendidikan narapidana anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika yang bertujuan untuk menjadi bekal kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman dan sebagai pemenuhan hak-hak anak dalam mendapat pendidikan dan pengajaran seperti tercantum dalam Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak jo. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Selain itu, hak untuk mendapatkan pendidikan tetap berlaku walaupun seorang anak sedang menjalani masa pemidanaan yang diputuskan oleh pengadilan. Ketentuan itu dijelaskan dalam Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dalam hal pemenuhan hak pendidikan yang tertulis dalam Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa: anak pidana memperoleh hak-hak sebagai mana dimaksud dalam Pasal 14 tentang hak-hak narapidana kecuali huruf g, dan salah satu hak anak pidana adalah hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran. 5 Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan. Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa: Pendidikan dan pengajaran adalah usaha sadar untuk menyiapakan warga binaan pemasyarakatan melalui kegiatan bimbingan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. 6 5 Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan 6 Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyaraktan

6 6 Program pendidikan bagi setiap anak pidana wajib diberikan oleh pemerintah yang mengacu pada landasan-landasan hukum diatas. Disinilah pemerintah harus memegang kendali yang kuat terhadap Lembaga Pemasyarakatan. Pemerintah harus meningkatkan sarana prasarana, kebersihan, mitra kerja, tenaga pendidikan, pengawasan, program-program pembinaan dan pendidikan, hingga sektor anggaran demi menciptakan anak yang intelek, serta berkepribadian dan bermoral baik walaupun harus menjalani kehidupan dibalik jeruji penjara. Karena itulah konsep yang sesuai dengan ideologi pancasila. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis melakukan penelitian untuk penulisan hukum terkait pemenuhan hak anak pidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan dengan judul PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BAGI ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SALEMBA (LAPAS SALEMBA) B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan pemenuhan hak pendidikan dan pelatihan bagi anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba? 2. Apa saja faktor yang menjadi penghambat dan bagaimana upaya penyelesaiannya dalam melaksanakan pemenuhan hak pendidikan dan

7 7 pelatihan bagi anak didik pemasyrakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui pelaksanaan pemenuhan hak pendidikan dan pelatihan bagi anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba (Lapas Salemba). b. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pemenuhan hak pendidikan dan pelatihan bagi anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba (Lapas Salemba). 2. Tujuan Subjektif Sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh penuis, guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis, penelitian hukum yang peneliti lakukan belum pernah diteliti dan ditulis sebelumnya. Namun setelah peneliti melakukan penelusuran, terdapat beberapa penelitian hukum yang memiliki sedikit kemiripan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Penelitian hukum tersebut ialah: 1. Jaminan Kesejahteraan Sosial Dan Pendidikan Bagi Anak Pidana Dalam Lapas Anak Kutoarjo

8 8 Penelitian hukum ini dilakukan oleh Hans Rio Napitupulu dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2011, adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah: a. Apakah yang dimaksud dengan jaminan kesejahteraan sosial dan pendidikan bagi anak pidana itu? b. Bagaimanakah pelaksanaan jaminan kesejahteraan sosial dan pendidikan bagi anak pidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo selama ini beserta hambatan-hambatan yang ada dan cara mengatasinya? Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Pelaksanaan dari pelaksanaan jaminan kesejahteraan sosial dan pendidikan bagi anak pidana dalam kaitannya dengan pemberian hakhak anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Kutoarjo dapat dikatakan telah diimplementasikan dengan baik walaupun belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dan terdapat beberapa kekurangan. 2. Pembinaan Anak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang Penelitian hukum ini merupakan tesis yang dilakukan oleh Mukhamad Tri Setyobudi dari Fakulas Hukum Program Pascasarjana

9 9 Universitas Indonesia yang dilakukan pada tahun 2012, adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah pola pembinaan terhadap anak pidana yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Anak di Tangerang? b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan pembinaan terhadap Anak Pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak di Tangerang? c. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Anak di Tangerang dalam mengatasi hambatanhambatan yang terjadi dalam membina anak pidana dalam menuju sistem pemasyarakatan yang lebih baik? Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah pembinaan terhadap anak pidana pada LAPAS Anak Pria Tangerang dan LAPAS Anak Wanita Tangerang pada dasarnya telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1999 dan peraturan-peraturan lainnya, walaupun demikian masih ada hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pihak Lapas Anak Pria Tangerang maupun Lapas Anak Wanita Tangerang. Selain itu, kendala utama dalam pelaksanaan pembinaan terhadap Anak Pidana di Lapas Anak Pria Tangerang dan Lapas Anak Wanita Tangerang adalah kurangnya pegawai atau petugas yang mengetahui perkembangan jiwa anak maupun tenaga ketrampilan dan kesehatan.

10 10 Untuk mengatasi kendala tersebut dilakukan upaya-upaya untuk menanggulanginya. Upaya tersebut dilakukan dengan cara mengoptimalkan pegawai yang ada untuk membantu pelaksanaan pembinaan terhadap Anak Pidana, misalnya pegawai yang ada dijadikan Guru untuk memperlancar proses belajar mengajar di dalam Lapas, pegawai yang ada dijadikan wali bagi anak penghuni Lapas untuk tempat anak berkeluh kesah atau pegawai bidang lain membantu pelaksanaan keamanan di dalam Lapas. 3. Pemenuhan Hak Narapidana Anak Untuk Mendapatkan Pendidikan Di Lembaga Pemasyarakatan (Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Makassar) Penelitian hukum ini dilakukan oleh Afandi Haris Raharjo dari Fakultas Hukum Universitas Hassanudin Makassar pada tahun 2014, adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah pemenuhan hak narapidana anak dalam hal mendapatkan pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Kota Makassar? b. Kendala apakah yang dihadapi petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Kota Makassar dalam upaya melakukan pemenuhan hak narapidana anak untuk mendapatkan pendidikan? Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah pada Lapas Kelas I Makassar dalam hal pemenuhan proses pendidikan terdapat Program Kejar (Kelompok Belajar) Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP),

11 11 dan Paket C (setara SMA) sebagai rangkaian proses pemenuhan hak mendapatkan pendidikan bagi narapidana anak. Namun program tersebut belum berjalan secara optimal sesuai standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagaian besar anak pidana melakukan pembelajaran secara otodidak. Pelaksanaan pendidikan kejar paket ini merupakan kerjasama antara pihak Lapas dan Dinas Pendidikan. Selanjutnya, ada beberapa faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya, antara lain kurangnya mitra kerja untuk melakukan proses pemenuhan hak mendapatkan pendidikan, sarana yang tersedia di Lapas belum memadai, keterbatasan tenaga pendidik yang disediakan oleh Dinas Pendidikan setempat, pengawalan terhadap narapidana anak apabila menempuh pendidikan di luar Lapas, serta alokasi anggaran yang minim untuk pendidikan didalam Lapas. Penulis berpendapat bahwa terdapat perbedaan antara ketiga penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan. Pertama, berkaitan dengan lokasi penelitian yang dilakukan oleh penulis bertempat di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba (Lapas Salemba) dan hal ini tidak pernah dilakukan sebelumnya oleh tiga penelitian terdahulu sebagaimana yang telah penulis sebutkan diatas. Lalu, yang kedua, dalam hal objek penelitiannya penulis lebih menitikberatkan penelitian tidak hanya dalam hal pemenuhan hak pendidikan dari anak pidana tersebut melainkan juga pemenuhan hak pelatihan yang bisa didapatkan oleh anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba (Lapas Salemba).

12 12 Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan oleh penulis kali ini benar-benar merupakan suatu penelitian murni yang belum pernah dilakukan oleh ketiga peneliti sebelumnya yang telah dijelaskan satu demi satu sebelumnya. Apabila ternyata setelah ditelisik lagi terdapat persamaan antara penelitian hukum milik penulis dengan penelitian hukum milik orang lain, diharapkan penelitian tersebut dapat saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya, demi berkembangnya ilmu pengetahuan Indonesia. E. Manfaat Penelitian Penulis berkeyakinan bahwa akan banyak manfaat dan kegunaan yang bisa diperoleh melalui keberhasilan penelitian ini, yaitu: 1. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat dan pemerintah berkaitan dengan pelaksanaan pemenuhan hak anak didik pemasyarakatan dalam hal pendidikan dan pelatihan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba (Lapas Salemba) dan faktor yang menghambat pelaksanaannya. 2. Kegunaan Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikian bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum, khusunya bidang hukum pidana serta bermanfaat bagi penelitian-penelitian ilmu hukum selanjutnya.