Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) pada Ampas Tahu terhadap Kadar NH 3 dan VFA Cairan Rumen (In Vitro) Ardly Hudaeby S, Iman Hernaman dan U. Hidayat Tanuwiria Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran ABSTRACT The research conducted at the Laboratory of Ruminant Nutrition and Chemistry of Feedstruff, Faculty of Animal Husbandry Padjadjaran University, Sumedang from April to May, 2012. The aim was to find out the effect of mangosteen peel extract in tofu waste on NH 3 (ammonia) and VFA (Volatile Fatty Acid) content of ruminal juice. This research used an experimental method with the Completely Randomized Design. There were four kinds of treatments (T 0 = tofu Waste without Mangosteen Peel Extract (MPE) addition, T 1 = 1%, T 2 = 2% and T 3 = 3% Tannin of MPE in tofu waste with five replications respectively. The difference among treatments was tested using Duncan s Multiple Range Test. The result showed that the addition of 1%, 2% and 3% tannin MPE reduced (P<0,05) the NH 3 and VFA content of ruminal fluid. From the results of the analysis can be concluded that the adduction of MPE at 3% tannin (T 3 ) resulted the lowest NH 3 (5.14 mm) and VFA (114.20 mm) content. Keywords : Mangosteen peel extract, tofu waste, tannin, NH 3 and VFA PENDAHULUAN Dalam usaha meningkatkan produktivitas ruminansia, pemenuhan kebutuhan protein tidak cukup hanya mengandalkan pada suplai protein mikrobial namun juga diperlukan pasokan protein berkualitas tinggi dari pakan. Akan tetapi, protein pakan akan mengalami degradasi oleh mikroba rumen, yang berarti akan kehilangan fungsinya sebagai sumber asam amino yang diperlukan ternak. Oleh karena itu, protein perlu dilakukan perlindungan untuk mengurangi degradasi dalam rumen agar protein pakan dapat dimanfaatkan langsung dalam usus halus. Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah terdegradasi di dalam rumen (Suryahadi, 1990) dengan laju degradasi sebesar 9,8% per jam dan rataan kecepatan produksi N-amonia nettonya sebesar 0,677 mm per jam (Sutardi, 1983). Pemanfaatan protein ampas tahu diharapkan lebih tinggi bila dilindungi dari degradasi dalam rumen. Senyawa yang dapat digunakan untuk melindungi protein ampas tahu dari degradasi yaitu tanin. Senyawa tanin diketahui banyak terdapat dalam kulit manggis. Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis di kawasan Asia Tenggara. Tiga puluh persen bagian dari buah manggis yaitu buahnya dapat
dimakan, dan sisanya adalah kulit yang tidak dapat dimakan, sehingga tidak termanfaatkan dan menjadi sampah (Sangkhapaitoon dkk., 2008). Tanin yang terkandung dalam kulit manggis yaitu tanin terkondensasi sebanyak 16,8% (Ngamsaeng dan Wanapat, 2004). Tanin adalah komponen sekunder pada tumbuhan berupa senyawa fenolik dengan berat molekul antara 500-3000. Tanin memiliki sifat berikatan dengan protein dan polimer lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin (Tangenjaja dkk., 1992). Berkurangnya degradasi protein dalam rumen merupakan efek tanin yang paling signifikan dan telah diketahui dengan baik. Afinitas kedua senyawa ini sangatlah kuat, dan kondisi ph rumen sangat mendukung terbentuknya ikatan kompleks tanin-protein. Tanin juga mampu mempengaruhi degradasi karbohidrat (Schofield dkk., 2001), namun kemampuannya belum jelas sehingga perlu diamati. Kandungan tanin dalam kulit manggis diharapkan dapat mengurangi degradasi protein sehingga dapat meningkatkan protein pakan yang dapat dimanfaatkan langsung oleh ternak. Studi yang dilakukan oleh Min dkk. (2003) menunjukkan bahwa k onsumsi 2% tanin meningkatkan nilai manfaat pakan sumber protein oleh ruminansia, melalui berkurangnya degradasi protein dalam rumen. Hasil akhirnya akan lebih banyak asam amino (terutama asam amino esensial) yang tersedia untuk diserap di usus halus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kulit manggis pada ampas tahu terhadap kadar NH 3 dan VFA cairan rumen. MATERI DAN METODE Kulit manggis dan ampas tahu dikeringkan dan digiling hingga didapatkan tepung kulit manggis dan ampas tahu. Ekstrak kulit manggis dengan kandungan tanin sebesar 1%, 2% dan 3% diperoleh dengan cara kulit manggis sebanyak 267, 534, dan 801 gram diekstraksi dalam air dengan perbandingan 1:10, kemudian dipanaskan pada suhu 80 0 C selama 2 jam (M ooshopin dkk., 2010). Masing-masing ekstrak kulit manggis dicampur dengan tepung ampas tahu, kemudian dikeringkan dan digiling kembali sehingga didapatkan sampel ampas tahu dengan kandungan tanin ekstrak kulit manggis yang siap digunakan dalam percobaan in vitro.
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat tingkatan perlakuan dan lima ulangan. Perbedaan antar perlakuan diuji dengan uji jarak berganda Duncan (Gaspersz, 1992). Perlakuan sebagai berikut : T 0 = Ampas Tahu T 1 = Ampas Tahu + Larutan Kulit Manggis mengandung 1% tanin T 2 = Ampas Tahu + Larutan Kulit Manggis mengandung 2% tanin T 3 = Ampas Tahu + Larutan Kulit Manggis mengandung 3% tanin Masing-masing sampel perlakuan ditimbang sebanyak 0,5 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung fermentor yang telah diberi label. Ke dalam tabung ditambahkan 10 ml cairan rumen dan 40 ml larutan McDougall (saliva buatan), lalu ditambahkan gas CO 2 agar tabung fermentor mencapai suasana anaerob. Tabung ditutup dengan karet berventilasi lalu dimasukkan ke dalam rak yang telah tersedia dalam waterbath dengan suhu sekitar 39-40⁰C. Proses inkubasi berlangsung selama 3 jam, dimana setiap 30 menit dilakukan pengocokan pada tabung fermentor tersebut. Setelah 3 jam, tabung fermentor ditetesi HgCl 2 sebanyak tiga tetes untuk menghentikan aktivitas mikroba kemudian cairan sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge. Proses sentrifugasi dilakukan selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm untuk memisahkan supernatan dengan residu. Supernatan diambil dan disimpan untuk digunakan dalam analisis kadar NH 3 dan VFA. Kadar NH 3 ditentukan dengan teknik mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedure, 1966). Bibir cawan Conway dan tutup diolesi dengan vaselin. Sebanyak 1 ml supernatan diletakkan di sebelah kiri sekat cawan Conway dan satu ml larutan Na 2 CO 3 jenuh ditempatkan pada sekat sebelah kanan. Larutan asam borat berindikator sebanyak 1 ml ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan Conway yang sudah diolesi vaselin ditutup rapat, kemudian digoyang-goyang sehingga supernatan bercampur dengan Na 2 CO 3. Setelah itu dibiarkan selama 24 jam dalam suhu kamar. Setelah 24 jam suhu kamar dibuka, asam borat berindikator dititrasi dengan H 2 SO 4 0,005 N sampai terjadi perubahan warna dari merah menjadi biru. Kadar NH 3 dihitung dengan rumus : NH 3 (mm) = (ml H 2 SO 4 N H 2 SO 4 1000) mm
Keterangan : ml = Volume titrasi H 2 SO 4 N = Normalitas H 2 SO 4 Kadar VFA ditentukan dengan teknik destilasi tekanan uap (General Laboratory Procedure, 1966). Sebanyak 5 ml supernatan dimasukkan ke dalam tabung destilasi yang dipanaskan dengan uap air. Tabung segera ditutup rapat setelah ditambahkan 1 ml H 2 SO 4 15%. Uap panas akan mendesak VFA melewati tabung pendingin terkondensasi dan ditampung dengan erlenmeyer berisi 5 ml NaOH 0,5 N sampai mencapai volume sekitar 300 ml, selanjutnya ditambah indikator phenolptalen sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan HCl 0,5 N. Penetesan berakhir sampai didapatkan perubahan warna dari merah menjadi bening atau tidak berwarna. Dilakukan pula tirasi blanko terhadap 5 ml NaOH. Kadar VFA dihitung dengan rumus : VFA total (mm) = (b s) N HCl 1000 5 Keterangan : b = Volume titrasi blanko s = Volume titrasi sampel N = Normalitas larutan HCl HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi amonia dan asam lemak terbang yang rendah merupakan indikator bahwa protein dan karbohidrat ampas tahu sulit didegradasi oleh mikroba rumen. Nilai rataan kadar amonia dan asam lemak terbang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan kadar amonia dan asam lemak terbang tiap perlakuan Perlakuan Kecernaan T0 T1 T2 T3...mM... NH 3 8,27 c 6,70 b 6,44 b 5,14 a VFA 144,80 b 138,90 b 133,90 b 114,20 a Keterangan : Superskrip yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Berdasarkan Tabel 1, penambahan ekstrak kulit manggis yang mengandung 3% tanin pada ampas tahu berdampak menurunkan (P<0,05) kadar amonia dan asam lemak terbang. Produksi amonia dan asam lemak terbang menurun selaras dengan semakin tingginya dosis penambahan tanin ekstrak kulit manggis. Hal ini memberikan gambaran bahwa penambahan ekstrak kulit manggis dalam ampas tahu dapat mengurangi produksi amonia dan asam lemak terbang. Berkurangnya produksi amonia dan asam lemak terbang pada perlakuan T 3 yaitu ampas tahu yang ditambah 3% tanin asal ekstrak kulit manggis terjadi karena banyaknya tanin yang berikatan dengan protein ampas tahu membentuk ikatan kompleks yang sulit untuk dilepas, sehingga jumlah protein dan karbohidrat ampas tahu yang dapat didegradasi oleh mikroba rumen menjadi sedikit. Hal ini sejalan dengan pendapat Tangendjaja dkk. (1992) yang menyatakan bahwa tanin memiliki sifat berikatan dengan protein dan polimer lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Tanin yang membentuk ikatan kompleks dengan protein menjadi kurang dapat dicerna di rumen karena pada ph di atas 3,5 kompleks tanin-protein menjadi stabil. Akan tetapi pada ph di bawah 3,5 yaitu kondisi seperti di pascarumen, kompleks tersebut terpisah sehingga memungkinkan menjadi tersedia untuk dicerna (Nolan, 1993). Kemampuan tanin untuk mengendapkan protein disebabkan tanin memiliki sejumlah grup-grup fungsional yang dapat membentuk kompleks kuat dengan molekul-molekul protein. Ikatan kompleks tersebut sulit difermentasi oleh mikroba rumen dan menghambat enzim-enzim yang mendegradasi dinding sel (Barry dkk., 1986). Turunnya produksi amonia dalam rumen secara tidak langsung dapat meningkatkan protein pakan yang dapat langsung dimanfaatkan oleh ternak. Hal ini sejalan dengan pendapat Min dkk. (2003) bahwa tanin dapat meningkatkan nilai manfaat pakan sumber protein oleh ternak ruminansia, melalui berkurangnya degradasi protein dalam rumen. Hasil akhirnya akan lebih banyak asam amino (terutama asam amino esensial) yang tersedia untuk diserap di usus halus.
Penurunan asam lemak terbang selain disebabkan karena karbohidrat ampas tahu berikatan tanin, dapat juga disebabkan karena suplai amonia untuk kebutuhan mikroba berkurang sehingga mengurangi kemampuan mikroba dalam mendegradasi karbohidrat ampas tahu. Hal ini sesuai dengan pendapat Haryanto (1994) yang menyatakan bahwa konsentrasi amonia di dalam rumen ikut menentukan efisiensi sintesa protein mikroba yang pada gilirannya akan mempengaruhi hasil fermentasi bahan organik pakan. Hasil fermentasi tersebut dapat dilihat sebagai konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) di dalam cairan rumen (Haryanto, 1994). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian ekstrak kulit manggis pada ampas tahu berpengaruh nyata menurunkan kadar NH 3 dan VFA cairan rumen. Penambahan tanin asal ekstrak kulit manggis sebesar 3% pada ampas tahu menghasilkan kadar NH 3 dan VFA paling rendah yaitu berturut-turut 5,14 mm dan 114,20 mm. DAFTAR PUSTAKA Barry T.N., Manley T.R. and S.J. Duncan. 1986. The role of condensed tannins in the nutritional value of Lotus pedunculatus for sheep. 4. Sites of carbohydrate and protein digestion as influence by dietary reactive tannin concentration. Brit J Nutr. 55, 123-137. General Laboratory Procedure. 1966. General Laboratory Procedure. Departement of Dairy Science. University of Animal. Butterworths. London. Gaspersz, V. 1992. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan 2. Tarsito, Bandung. Haryanto, B., 1994. Respons produksi karkas domba terhadap strategi pemberian protein bypass rumen. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak Klepu. hm. 49-56. Min, B. R., T. N. Barry, G. T. Attwood and W. C. McNabb. 2003. The effect of condensed tannins on the nutrition and health of ruminants fed fresh temperate forages: a review. Anim Feed Sci and Tech. 106: 3-19. Moosophin K., Wetthaisong T., Seeratchakot L., and W. Kokluecha. 2010. Tannin Extraction from Mangosteen Peel for Protein Precipitation in Wine. KKU Res J 15 (5): May. Thailand. Ngamsaeng, A. and M. Wanapat. 2004. Effects of mangosteen peel ( Garcinia mangostana) supplementation on rumen ecology, microbial protein synthesis, digestibility and
voluntary feed intake in beef steer.tropical Feed Resources Research and Development Center, Department of Animal Science, Thailand. Nolan, J.V. 1993. Nitrogen kinetics. In : Quantitive Aspects of Ruminant Digestion and Metabolism. Forbes, J.M. and J. France, Editor. CAB International, Wallingford. Sangkhapaitoon, P., Sangkhapaitoon, P. and S. Kummee. 2008. Antibacterial Activity of Mangosteen Hull Extracts Against Staphylococcus aureus from Infected Skin Wound in Swine. http://rdi.rmutsv.ac.th/ebook/content_agri/400.pdf. Access date 10 July 2009. Schofield P., Mbugua D.M., and A.N. Pell. 2001. Analysis of condensed tannins: a review. Anim Feed Sci Tech 91, 21-40. Suryahadi. 1990. Penuntun Praktikum Ilmu Nutrisi Ruminansia. Pusat Antar Universitas Ilmu hayat Institut Pertanian Bogor. Sutardi, T. 1983. Pengelolaan Tata Laksana Makanan dan Kesehatan Sapi Perah. Ceramah Ilmiah. Fapet. IPB Bogor. Tangendjaja, B., E. Wina, B. Palmer dan T. Ibrahim. 1992. Kaliandra dan Pemanfaatannya. ACIAR dan Balitnak.