BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya manusia dalam organisasi merupakan aspek penting yang menentukan keefektifan suatu organisasi. Pengelolaan sumber daya manusia perlu dilakukan dengan baik agar tujuan organisasi dapat tercapai. Manajer sumber daya manusia pada saat ini berada dalam tekanan yang tinggi untuk menjadi mitra bisnis strategis, yaitu berperan dalam membantu organisasi untuk memberikan tanggapan terhadap tantangan-tantangan yang berkaitan dengan down-sizing, restrukturisasi, dan persaingan global dengan memberikan kontribusi yang bernilai tambah bagi keberhasilan bisnis (Smithson dan Lewis, 2000). Hal tersebut membuat perusahaan berupaya untuk mendapatkan karyawan yang dapat memberikan prestasi kerja dalam bentuk produktivitas kerja yang setinggi mungkin untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2014 tercatat 7,24 juta orang indonesia berstatus pengangguran dan membutuhkan pekerjaan, kondisi tersebut membuat perusahaan merasa memiliki daya tawar yang tinggi karena banyaknya jumlah tenaga kerja yang memerlukan pekerjaan. Perusahaan yang memiliki daya tawar tinggi dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan 1
kebutuhan dan harapan karyawan. Kebijakan-kebijakan tersebut berdampak pada sikap dan perilaku karyawan serta dapat memunculkan reaksi-reaksi negatif yang dapat merugikan perusahaan. Reaksi negatif yang muncul misalnya karyawan sering mangkir, melakukan sabotase, dan hasil pekerjaan yang menurun serta adanya perpindahan karyawan. Ketika karyawan meninggalkan organisasinya kemampuan karyawan yang tetap tinggal akan terpengaruh dalam penyelesaian tugas-tugasnya (Yin-Fah, Foon, Chee-Leong, dan Osman, 2010). Karyawan yang tetap tinggal akan melakukan pekerjaan yang telah ditinggalkan sehingga beban kerja menjadi lebih banyak dan tugas-tugas terhambat penyelesaiannya. Biaya turnover cukup besar dan tidak hanya mencakup biaya keuangan langsung ketika mengganti karyawan tetapi juga berdampak pada hilangnya potensi keterampilan yang penting, pengetahuan, pengalaman dan berdampak pada semangat kerja (Johan, Talib, Joseph dan Mooktsag, 2013). Keinginan berpindah dapat dijadikan gejala awal terjadinya turnover dalam sebuah perusahaan (Mobley, Horner dan Hollingsworth, 1978 dalam Grant, Cravens, Low dan Moncrief, 2001). Keinginan berpindah (turnover intention) adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya (Zeffane, 1994). Keinginan berpindah yang tinggi pada karyawan dan berujung pada perpindahan mengakibatkan proses pekerjaan dalam perusahaan menjadi tidak efektif karena perusahaan akan kehilangan karyawan yang 2
dianggap profesional berpengalaman di bidangnya. Perusahaan yang kehilangan karyawan harus mengeluarkan kembali biaya sumber daya manusia untuk merekrut dan melatih karyawan baru. Selain itu, beban lain yang harus ditanggung adalah peningkatan beban kerja karyawan di bidang tertentu yang ditugaskan untuk mengambil alih pekerjaan yang telah ditinggalkan karyawan sebelumnya. Karyawan yang tetap tinggal akhirnya akan terpengaruh semangat kerja motivasinya sehingga akan menjadi tidak betah serta akan mencari alternatif-alternatif pekerjaan baru yang lebih baik. Beberapa faktor disinyalir sebagai penyebab meningkatkan maupun mengurangi keinginan berpindah karyawan dari suatu perusahaan. Keadilan organisasional dan efikasi diri dianggap sebagai faktor yang berpengaruh terhadap keinginan berpindah karyawan. Keadilan organisasional mengacu pada persepsi karyawan terhadap keadilan yang dirasakan dalam organisasi. Keadilan organisasional menggambarkan sejauh mana orang merasa mereka diperlakukan dengan adil di tempat kerja (Kreitner dan Kinicki, 2011). Cropanzano, Bowen dan Gilliland (2007) menyatakan bahwa karyawan akan mengevaluasi keadilan organisasional dalam tiga klasifikasi peristiwa yang berbeda, yakni keadilan distributif mengenai hasil yang mereka terima dari organisasi, keadilan prosedural menyangkut kebijakan formal atau proses dengan mana suatu pencapaian dialokasikan dan keadilan interaksional yang 3
terkait dengan perlakuan pengambil keputusan antar personal dalam organisasi. Bagi karyawan persepsi keadilan merupakan faktor penting yang mempengaruhi penilaian tentang organisasi dan mempengaruhi niat karyawan untuk meninggalkan organisasi. Beberapa studi yang dilakukan menemukan bahwa: (1) kinerja secara positif berhubungan dengan keadilan distributif dan keadilan prosedural, tetapi keadilan prosedural merupakan prediktor yang lebih baik, (2) ketiga bentuk keadilan organisasional secara positif berhubungan dengan kepuasan kerja, komitmen organisasional, organizational citizenship behavior, kepercayaan karyawan, dan berpengaruh negatif terhadap penarikan diri turnover, (3) ketidakadilan distributif prosedural berhubungan negatif terhadap emosi seperti marah (Kreitner dan Kinicki, 2011). Ketika karyawan merasakan ketidakadilan yang dialami maka akan menyebabkan semangat kerja akan turun, terjadi penarikan diri dari organisasi akan timbul keinginan untuk berpindah dari pekerjaannya dan mencari organisasi yang dianggap lebih adil. Robert, Coulson dan Chonko (1999) dalam Aghaei, Moshiri dan Shahrbanian (2012) menemukan bahwa keadilan organisasional mempunyai hubungan yang negatif terhadap keinginan berpindah. Selain keadilan organisasional terdapat faktor lain terkait karaktersitik individu yang mempengaruhi keinginan berpindah karyawan dalam suatu perusahaan yaitu efikasi diri. Bandura (1994) 4
mendefinisikan efikasi diri sebagai kepercayaan seseorang bahwa dia dapat menjalankan sebuah tugas pada suatu tingkat tertentu yang mempengaruhi aktivitas pribadi. Efikasi diri menentukan bagaimana seorang individu merasakan, berpikir, memotivasi diri sendiri dan berkelakuan. Individu dengan efikasi diri yang tinggi akan tekun dalam melakukan sesuatu, memiliki sedikit keragu-raguan, dan melakukan aktivitas mencari tantangan baru (Wood dan Bandura, 1989). Sehingga seseorang dengan efikasi diri yang tinggi akan percaya terhadap kemampuan dan kompetensi dirinya serta berani mengambil risiko terhadap tantangan-tantangan baru. Karyawan yang berani mengambil risiko terhadap tantangan baru memiliki kecenderungan membawa karyawan pada keinginan untuk berpindah kerja dengan mencari alternatif organisasi lain untuk mencoba situasi tantangan yang baru. Troutman, Burke dan Beeler (2000) dan Carlson (2009) yang menyatakan bahwa efikasi diri berhubungan positif pada keinginan berpindah. Berdasarkan hasil penelitian tersebut membuat peneliti meyakini bahwa meningkatnya efikasi diri seorang individu akan meningkatkan keinginan berpindah karyawan. Keinginan berpindah (turnover intentions) harus disikapi sebagai suatu fenomena perilaku manusia yang penting dalam kehidupan organisasi dari sudut pandang individu maupun sosial, mengingat bahwa keinginan berpindah karyawan tersebut akan mempunyai dampak bagi organisasi maupun individu yang bersangkutan. Rumah sakit adalah satu 5
bentuk organisasi pelayanan kesehatan khususnya terkait dengan upaya kesehatan yang rujukan yang mendukung upaya kesehatan puskesmas. Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan secara keseluruhan, bahkan sebagai salah satu faktor penentu bagi mutu pelayanan citra rumah sakit, dalam memenuhi kepuasan pasien mau tidak mau harus diakui bahwa perawat merupakan tulang punggung suatu rumah sakit. Keluarnya perawat yang terjadi pada suatu rumah sakit akan memberikan beberapa dampak secara ekonomi, menganggu proses penyembuhan pasien dan mempengaruhi hasil pekerjaan perawat lain (O Brien-Pallas, Griffin, Shamian, Buchan, Duffield, Hughes, Laschinger, North dan Stone, 2006). Ketika perawat keluar, proses rekrutmen, seleksi, dan pelatihan perawat baru perlu dilakukan sehingga rumah sakit harus mengeluarkan kembali biaya yang cukup besar. Perawat yang keluar juga memberikan dampak pada proses penyembuhan pasien karena ada posisi penting yang ditinggalkan menghambat pelayanan kepada pasien terganggu sehingga membuat pasien kurang puas. Studi menunjukkan bahwa keinginan berpindah perawat berpengaruh pada kepuasan pasien (Leiter, Harvie dan Frizell, 1998 dalam O Brien-Pallas et al., 2006). Perawat yang keluar akan meninggalkan pekerjaannya kepada perawat yang tetap tinggal sehingga perawat yang tetap tinggal mendapatkan beban kerja yang lebih banyak dari sebelumnya hal tersebut dapat membuat perawat menjadi stress dan 6
pekerjaan menjadi terhambat. Apabila keinginan berpindah karyawan perawat tidak ditindak lanjuti oleh organisasi dapat mengganggu kinerja organisasi akhirnya menurunkan daya saing dan mengganggu pelayanan rumah sakit. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti terdorong untuk menganalisis pengaruh keadilan organisasional dan efikasi diri terhadap keinginan berpindah perawat. 1.2. Rumusan Masalah Perawat di Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda dihadapkan pada kondisi kerja yang berisiko tinggi atau rentan karena berhadapan secara langsung dengan pasien-pasien sehingga dapat tertular penyakit yang diidap oleh pasien. Risiko yang telah dihadapi dan kinerja yang dicapai apabila tidak diikuti dengan peluang karir promosi yang jelas dapat membuat perawat merasakan ketidakadilan sehingga berpikir kembali untuk tetap bertahan. Perawat yang mempersepsikan adanya ketidakseimbangan antara usaha yang telah diberikan dengan penghargaan yang diterima akan merasa tidak diperlakukan adil dan kemungkinan akan mencoba mencari alternatif-alternatif tempat pekerjaan lain. Beberapa rumah sakit swasta yang mulai banyak didirikan membuat persaingan industri rumah sakit di Samarinda meningkat. Masing-masing rumah sakit memiliki tantangan, kompleksitas dan tingkat risiko pekerjaan yang berbeda tergantung kualitas dan jenis pelayanan yang ditawarkan. Persaingan yang terjadi juga membuat 7
adanya perpindahan tenaga kerja diantara rumah sakit tersebut. Perawat Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda yang memiliki efikasi diri tinggi akan percaya terhadap kompetensi dan kemampuan dirinya sehingga membuat perawat memiliki keinginan untuk mencari situasi tantangan baru yang lebih kompleks. Perawat akan berpikir menetapkan tujuan yang lebih tinggi dengan mencari alternatif-alternatif pekerjaan di rumah sakit lain yang dapat memberikan tantangan pekerjaan dan tingkat risiko yang lebih tinggi, seperti rumah sakit yang memberikan pelayanan khusus bedah, bersalin, dan rumah sakit yang memiliki segmen serta progam unggulan yang berbeda. Perawat akan dihadapkan pada tantangan baru dengan memberikan perhatian lebih intensif dan kualitas pelayanan yang terbaik kepada pasien. Melihat kondisi tersebut, perawat dengan efikasi diri yang tinggi akan memiliki rasa optimisme dan kepercayaan diri yang tinggi berkaitan dengan kemampuannya, serta menurunkan rasa takut akan kegagalan dalam mencapai tujuan yang lebih tinggi sehingga muncul keinginan untuk berpindah pekerjaan mencari alternatif pekerjaan di tempat lain. Terdapat angka keluar (turnover) sebanyak 20 dari 265 orang perawat atau sebesar 7,55% pada tahun 2013 dan meningkat menjadi 28 dari 276 orang perawat atau sebesar 10,15% pada 2014 di Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda. Angka keluar tersebut cukup tinggi sejalan dengan pendapat Booyens (1998) yang mengatakan bahwa tingkat turnover 8
perawat maksimal 5-10% pertahun. Angka turnover menggambarkan bahwa terjadi peningkatan turnover di Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda. Tingkat turnover karyawan merupakan ukuran yang sering digunakan sebagai indikasi adanya masalah yang mendasar pada organisasi. Organisasi perlu menguranginya sampai pada tingkat-tingkat yang dapat diterima. Namun demikian, mempertahankan tingkat perputaran sebesar nol adalah tidak realistis bahkan tidak dikehendaki oleh organisasi. Mengamati keadaan tersebut di atas maka keluar masuknya perawat pada Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda tersebut dapat menjadi masalah bagi organisasi. Angka keluar (turnover) perawat pada Rumah Sakit Dirgahayu tersebut dapat menjadi masalah apabila angka tersebut terus bertambah sehingga menimbulkan potensi biaya bagi rumah sakit untuk biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada perawat, tingkat kinerja yang dikorbankan, serta biaya rekrutmen dan pelatihan kembali bagi perawat yang baru masuk. Oleh karena itu, faktor-faktor penyebab keinginan berpindah yang memberikan peranan terhadap tercapainya keputusan untuk mengundurkan diri atau tidak dari suatu pekerjaan perlu dianalisis pengaruhnya sebagai pertimbangan atau rekomendasi bagi organisasi dalam mengelola tingkat keluar perawat. Maka, peneliti terdorong untuk menganalisis pengaruh keadilan organisasional dan efikasi diri terhadap keinginan berpindah perawat pada Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda. 9
1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka yang pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah keadilan distributif berpengaruh negatif pada keinginan berpindah perawat Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda? 2. Apakah keadilan prosedural berpengaruh negatif pada keinginan berpindah perawat Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda? 3. Apakah keadilan interaksional berpengaruh negatif pada keinginan berpindah perawat Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda? 4. Apakah efikasi diri berpengaruh positif pada keinginan berpindah perawat Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis pengaruh negatif keadilan distributif pada keinginan berpindah perawat Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda. 2. Menganalisis pengaruh negatif keadilan prosedural pada keinginan berpindah perawat Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda. 3. Menganalisis pengaruh negatif keadilan interaksional pada keinginan berpindah perawat Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda. 4. Menganalisis pengaruh positif efikasi diri pada keinginan berpindah perawat Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda. 10
1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan keilmuan mengenai pengaruh keadilan distributif, keadilan procedural, keadilan interaksional dan efikasi diri pada keinginan berpindah. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi akademis penelitian sejenis yang telah diteliti sebelumnya. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini bagi perusahaan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengelolaan kebijakan rumah sakit dalam meminimalkan tingkat turnover perawat Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda. 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh keadilan organisasional dan efikasi diri pada keinginan berpindah perawat Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda. Penelitian ini dilakukan terhadap 163 perawat Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda yang berada di Samarinda, Kalimantan Timur dimulai dari bulan November 2014 hingga Januari 2015. 11
1.7. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Berisi pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang penjabaran teori yang melandasi penelitian ini dan pengembangan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini. BAB III: METODE PENELITIAN Berisi tentang desain penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode pengumpulan data, definisi opreasional dan pengukuran variabel, prosedur penelitian, metode analisis data serta profil objek penelitian. BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Berisi hasil penelitian dan pembahasan yang terbagi atas pengumpulan data, karakteristik responden, hasil uji instrumen penelitian, analisis statistik deskriptif, pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil penelitan. BAB V : SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI Bab ini menjelaskan dengan singkat tentang simpulan penelitian, keterbatasan, dan implikasi untuk objek penelitian. 12