V. HASIL DA PEMBAHASA

dokumen-dokumen yang mirip
IV. METODOLOGI PE ELITIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Linieritas metode analisis kalsium dalam tanah dengan AAS ditentukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Spektrum Derivatif Metil Paraben dan Propil Paraben

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. TI JAUA PUSTAKA. 3.1 Susu Bubuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan masalah Bagaimana cara pengendalian kualitas proses statistik pada data variabel.

BAB III METODE CONTROL CHART. sebagai metode grafik yang di gunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari-April 2015

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Verifikasi Metode Pengujian Sulfat Dalam Air dan Air Limbah Sesuai SNI : 2009

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan

STRATEGI PERBAIKAN KUALITAS GULA BERDASARKAN KEMAMPUAN PROSES KONTROL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

KULIAH 4-6 PENGENDALIAN KUALITAS STATISTIKA UNTUK DATA VARIABEL

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

Peta Kendali (Control Chart)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PETA KENDALI VARIABEL

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

BAB III PENGENDALIAN KUALITAS MULTIVARIAT. menghasilkan produk dengan kualitas yang baik, haruslah dilakukan pengendalian

PENENTUAN NILAI LIMIT DETEKSI DAN KUANTISASI ALAT TITRASI POTENSIOMETER UNTUK ANALISIS URANIUM

DAFTAR PUSTAKA KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

Air dan air limbah Bagian 8: Cara uji timbal (Pb) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala

SNI Standar Nasional Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2014 di

Peta Kendali (Control Chart)

ANALISA PENYIMPANGAN DAN CAPABILITY PROCESS (CP)

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian kualitas dalam pembuatan produk. standar (Montgomery, 1990). Statistical Quality Control (SQC) merupakan salah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif

METODE PENELITIAN. ultraviolet secara adisi standar menggunakan teknik ekstraksi MSPD dalam. penetapan residu tetrasiklin dalam daging ayam pedaging.

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan September

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii

BAB 2 LANDASAN TEORI

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN METODE TITRASI PERMANGANOMETRI DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING SKRIPSI

Validasi metode merupakan proses yang dilakukan

PENENTUAN BATAS DETEKSI (LOD) DAN BATAS KUANTITASI (LOQ) PADA PENGUKURAN FOSFAT (PO 4 -P) DALAM AIR TAWAR DENGAN METODE ASAM ASKORBAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Larutan Natrium Tetraboraks 500 ppm. Untuk pembuatan larutan natrium tetraboraks 500 ppm (LIB I)

BAB III METODE PENELITIAN. Sampel merupakan sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan

PETA KENDALI VARIABEL

Air dan air limbah Bagian 31 : Cara uji kadar fosfat dengan spektrofotometer secara asam askorbat

Pengendalian Kualitas Kadar Air Produk Kerupuk Udang Berbasis SNI Menggunakan Statistical Quality Control Method

Air dan air limbah - Bagian 22: Cara uji nilai permanganat secara titrimetri

Air dan air limbah Bagian 30 : Cara uji kadar amonia dengan spektrofotometer secara fenat

BAB 2 LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

PENERAPAN BAGAN KENDALI T 2 HOTELLING DAN ANALISIS KEMAMPUAN PROSES DALAM PRODUKSI SEMEN PPC (PORTLAND POZZOLLAND CEMENT ) DI PT.

VALIDASI METODE DA APLIKASI STATISTICAL PROCESS CO TROL (SPC) PADA A ALISIS KADAR VITAMI C SUSU BUBUK DE GA POTE SIOMETER DI PT. FRISIA FLAG I DO ESIA

Gambar 2. Perbedaan Sampel Brokoli (A. Brokoli yang disimpan selama 2 hari pada suhu kamar; B. Brokoli Segar).

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

STATISTICAL PROCESS CONTROL

massa = 2,296 gram Volume = gram BE Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi ml Natrium Fosfat 28 mm massa 1 M = massa 0,028 =

Lampiran 1. Perhitungan Konsentrasi Pengukuran. Konsentrasi untuk pengukuran panjang gelombang digunakan 12 µg/ml

III. METODE PENELITIAN

LAMPIRAN C PERHITUNGAN UMPAN DAN PRODUK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas telah menjadi karkteristik utama dalam organisasi atau perusahaan agar

ANALISA PERFORMANCE MESIN PENGUPAS KAYU (ROTARY) PT. HENRISON IRIANA SORONG MENGGUNAKAN METODE INDEKS KAPABILITAS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK MADU MERK SBA DI PT. INTI KIAT ALAM DENGAN MENGGUNAKAN PETA X DAN R

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011

LAMPIRAN. Lampiran 1. Gambar Sampel. Gambar 1. Cacing Tanah Megascolex sp. Gambar 2. Cacing Tanah Fridericia sp. Universitas Sumatera Utara

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KEMAMPUAN PROSES

Air dan air limbah Bagian 19: Cara uji klorida (Cl - ) dengan metode argentometri (mohr)

Lampiran 1. Gambar Sampel Kubis Hijau (Brassica oleracea L.)

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Transkripsi:

V. HASIL DA PEMBAHASA Metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 985.33 tentang penentuan kadar vitamin C pada susu formula dan validasi yang dilakukan merujuk pada AOAC dan SNI ISO/IEC 17025:2005. Sebelum proses validasi dilakukan, harus dilakukan penelitian pendahuluan yaitu standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) agar konsentrasi DPIP yang digunakan sebagai pereaksi stabil dan menghasilkan pengukuran yang akurat. Setelah dilakukan standarisasi dapat dilakukan validasi metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk dengan menggunakan potensiometer dan penelitian tambahan aplikasi Statistical Process Control (SPC) dengan pembuatan bagan kendali. 5.1 Standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) Standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) dilakukan setiap hari sebelum pengujian validasi dilakukan. DPIP memiliki bobot molekul (BM) 290.8 gr/mol, berbentuk bubuk padat berwarna hijau gelap, dan berubah menjadi warna biru ketika dilarutkan dan diencerkan. DPIP mudah larut di dalam air dan metanol. Sifat DPIP tidak stabil apabila terpapar cahaya dan mudah teroksidasi oleh cahaya. DPIP digunakan sebagai titran dalam penentuan asam askorbat atau vitamin C. Metode ini berdasarkan reduksi DPIP dengan asam askorbat dalam larutan asam (Hossu dan Magearu, 2011). Standarisasi ini dilakukan untuk mencegah konsentrasi yang tidak stabil karena sifat DPIP yang mudah berubah konsentrasinya saat penyimpanan akibat terpapar cahaya dan teroksidasi udara. Standarisasi DPIP dilakukan secara triplo dengan standar deviasi (SD) setiap ulangan tidak melebihi 0.008 gr/l. Apabila hasil standarisasi yang dihasilkan lebih besar dari 0.008 gr/l, maka standarisasi diulang dari langkah awal. Hasil standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil standarisasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) Uji Validasi Konsentrasi 2,6 dichlorophenol-indophenol (DPIP) (gr/l) 1 2 3 Rata-rata SD Akurasi 0.1792 0.1806 0.1810 0.1803 0.001 Presisi 0.2524 0.2532 0.2548 0.2535 0.001 0.2320 0.2328 0.2340 0.2329 0.001 Linearitas 0.1595 0.1631 0.1645 0.1624 0.003 LOD 0.2373 0.2375 0.2368 0.2372 0.000 LOQ 0.1989 0.1983 0.1981 0.1984 0.000 Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi DPIP dapat berubah pada setiap analisis. Perubahan konsentrasi dilihat dari nilai rata-rata konsentrasi DPIP pada setiap uji validasi yang dilakukan. Nilai standar deviasi (SD) juga menjadi parameter untuk menentukan standarisasi DPIP yang akan digunakan untuk menganalisis kadar vitamin C, berdasarkan nilai SD yang dihasilkan dari tiga ulangan (triplo) tersebut tidak lebih dari 0.008 gr/l. Perubahan konsentrasi yang dilihat dari nilai rata-rata pada setiap standarisasi cenderung naik dan turun atau tidak stabil. Hal ini mungkin disebabkan karena saat akan melakukan standarisasi larutan DPIP dalam botol berwarna coklat (amber) tidak homongen karena tidak dikocok terlebih dahulu. Perubahan konsentrasi DPIP juga dapat disebabkan perubahan selama penyimpanan yang 27

disebabkan karena sifat kimiawi DPIP yang mudah rusak akibat teroksidasi dan terpapar cahaya. Untuk mencegah rusaknya DPIP akibat penyimpanan maka DPIP ditempatkan pada botol berukuran 1L berwarna amber (coklat) yang berfungsi untuk mencegah rusaknya DPIP karena cahaya dari lampu laboratorium. Potensi tidak stabilnya DPIP juga dapat berasal dari selang titrasi yang berwarna bening, sehingga menyebabkan konsentrasi menjadi tidak stabil dan rusak apabila terpapar cahaya. Tindakan lain yang dilakukan sebelum melakukan standarisasi DPIP adalah membuang semua DPIP yang tersimpan pada selang titrasi sebelum melakukan standarisasi dan analisis agar DPIP yang diduga rusak dan tidak stabil akibat terpapar cahaya tidak mempengaruhi hasil standarisasi dan analisis kadar vitamin C. Oleh karena itu, sebaiknya standarisasi DPIP dilakukan setiap hari atau setiap pereaksi tersebut akan digunakan untuk menganalisis kadar vitamin C. Konsentrasi DPIP sangat mempengaruhi perhitungan penentuan kadar vitamin C, sehingga apabila konsentrasi tidak tepat maka hasil kadar vitamin C yang dihasilkan tidak akurat. Berdasarkan data standarisasi tersebut dapat dilihat bahwa standar deviasi (SD) yang dihasilkan tiap ulangan tidak lebih dari 0.008 gr/l, sehingga konsentrasi DPIP yang digunakan untuk uji validasi dapat dikatakan akurat. 5.2 Uji Kecermatan ( Akurasi) Uji akurasi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan menyatakan persen perolehan kembali (recovery) dan menghitung akurasi dengan menggunakan sampel susu bubuk acuan yang sudah diketahui nilai benar-nya sehingga dapat dilihat selisih penyimpangannya. Hasil akurasi dengan persen perolehan kembali (recovery) dapat diterima apabila kriteria penerimaan hasil recovery sebesar 100% (±2%), sedangkan akurasi yang dibandingkan dengan sampel acuan dapat diterima dengan menghitung persen galat, semakin mendekati nilai 0 maka semakin baik akurasi metode tersebut (Harmita, 2004). Tabel 6. Hasil uji akurasi persen perolehan kembali (recovery) pada konsentrasi vitamin C 1000 mg/kg Jumlah vitamin C yang ditambahkan (mg/kg) Jumlah vitamin C yang terbaca oleh alat (mg/kg) Recovery (%) 1 1000 1013.5695 101.36 2 1000 1021.4993 102.15 3 1000 1001.6749 100.17 4 1000 1040.6028 104.06 5 1000 1032.6731 103.27 6 1000 998.0704 99.81 7 1000 1003.4771 100.35 8 1000 1014.2904 101.43 9 1000 1037.3588 103.74 Rata-rata 1018.1351 101.81 SD 15.89 RSD 1.56 Hasil recovery dapat dilihat pada Tabel 6 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji akurasi dengan menyatakan persen perolehan kembali (recovery) dilakukan pada konsentrasi 1000 mg/kg dan diulang sebanyak sembilan kali ulangan. Dari hasil tersebut dapat 28

diketahui bahwa didapat rata-rata kadar vitamin C yang terbaca oleh alat sebesar 1018.1351 mg/kg, dengan rata-rata persen perolehan kembali (recovery) sebesar 101.81%. Persen perolehan kembali yang dihasilkan sesuai dengan standar penerimaan akurasi (berkisar antara 98% -102%). Uji akurasi selanjutnya dilakukan dengan menggunakan sampel acuan yaitu susu bubuk merk X yang diukur sebanyak enam kali ulangan dan dihitung akurasi serta persen galat yang dihasilkan oleh alat tersebut. Sampel acuan ini sudah memiliki nilai benar atau true value dengan kandungan vitamin C sebesar 950 mg/kg, sehingga hasil akurasi dilakukan dengan menghitung persen galat. Apabila nilai persen galat semakin mendekati nilai 0 maka semakin baik akurasi metode tersebut (Harmita, 2004). Tabel 7. Hasil uji akurasi kadar vitamin C pada susu bubuk merk X Analisis Perhitungan 1 953.7724 2 935.0365 3 942.2786 4 934.4113 5 938.4217 6 964.8251 Rata-rata (mg/kg) 944.7909 True Value (mg/kg) 950.0000 Akurasi (%) 99.45 Galat (%) 0.55 Hasil uji akurasi dengan menggunakan sampel acuan dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan hasil analisis tersebut didapat nilai akurasi sebesar 99.45% dengan persen galat sebesar 0.55%. Hasil akurasi yang didapat cukup akurat karena nilai akurasi mendekati 100% dan galat yang didapat semakin mendekati nilai 0. Hasil uji kecermatan (akurasi) metode analisis ini menunjukkan hasil yang dapat diterima sesuai dengan standar penerimaan baik dari pengujian secara recovery maupun dengan menggunakan sampel acuan. Sehingga, metode analisis ini dapat menghasilkan data yang cermat. 5.3 Uji Keseksamaan ( Presisi) Uji keseksamaan atau presisi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan parameter keterulangan (repeatibility) dan ketertiruan (reproducibility). Uji ini dilakukan dengan mengukur kadar vitamin C dengan potensiometer menggunakan sampel susu bubuk merk X sebanyak paling sedikit 6 kali ulangan. Hasil uji keterulangan dapat dilihat pada Tabel 8 dan uji ketertiruan dapat dilihat pada Tabel 9,10,11, dan 12 serta data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji keseksamaan dengan parameter repeatibility dilakukan oleh analis yang sama pada hari yang sama di laboratorium yang sama. Penetapan keseksamaan suatu metode dengan parameter repeatibility harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada 0.67 kali RSD Horwitz (Harmita 2004). Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 8, didapat nilai ratarata kadar vitamin C hasil pengukuran sebesar 945.4693 mg/kg dengan nilai RSD hasil perhitungan analisis yaitu sebesar 1.10. Nilai RSD analisis tersebut memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan 0.67 kali RSD Horwitz, yaitu sebesar 3.82. Hal ini menunjukkan bahwa hasil perhitungan RSD telah memenuhi syarat keseksamaan dengan parameter repeatibility. 29

Tabel 8. Hasil uji keseksamaan keterulangan (repeatibility) kadar vitamin C pada susu bubuk merk X Analisis Perhitungan 1 951.1922 2 960.8471 3 930.5957 4 955.6575 5 945.8079 6 941.6939 7 933.2843 8 944.6755 Rata-rata (mg/kg) 945.4693 SD 10.40 RSD 1.10 RSD Horwitz 5.70 0.67 x RSD Horwitz 3.82 Uji keseksamaan dengan parameter reproducibility dilakukan oleh analis yang berbeda dan waktu interval yang berbeda pada laboratorium yang sama. Uji ini juga dapat dilakukan pada waktu interval yang sama dengan analis yang berbeda pada laboratorium yang sama. Percobaan keseksamaan ketertiruan dilakukan dengan mengambil paling sedikit enam replika sampel dari campuran sampel yang homogen dan dilakukan oleh tiga orang analis. Tabel 9. Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan Analis 1 pada susu bubuk merk X 1 933.0834 2 938.1320 Analis 1 3 950.1943 4 935.7826 5 944.4341 6 951.0491 Rata-rata (mg/kg) 942.1126 SD 7.59 RSD 0.81 RSD Horwitz 5.71 Tabel 10. Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan Analis 2 pada susu bubuk merk X 1 951.1922 2 930.5957 Analis 2 3 955.6575 4 945.8079 5 941.6939 6 933.2843 Rata-rata (mg/kg) 943.0386 SD 9.85 RSD 1.04 RSD Horwitz 5.71 30

Tabel 11. Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan Analis 3 pada susu bubuk merk X 1 953.7724 2 935.0365 Analis 3 3 942.2786 4 934.4113 5 936.5686 6 938.5263 Rata-rata (mg/kg) 940.0989 SD 7.28 RSD 0.77 RSD H 5.71 Tabel 12. Hasil uji keseksamaan ketertiruan (reproducibility) kadar vitamin C yang dilakukan tiga analis pada susu bubuk merk X 1 933.0834 2 938.1320 Analis 1 3 950.1943 4 935.7826 5 944.4341 6 951.0491 1 951.1922 2 930.5957 3 955.6575 Analis 2 4 945.8079 5 941.6939 6 933.2843 1 953.7724 2 935.0365 3 942.2786 Analis 3 4 934.4113 5 936.5686 6 938.5263 Rata-rata (mg/kg) 941.7500 SD 7.91 RSD 0.84 RSD Horwitz 5.71 Pengolahan data yang dilakukan uji reproducibility hampir sama dengan uji repeatibility, dengan perbedaan parameter reproducibility harus memenuhi syarat bahwa RSD analisis metode tersebut lebih kecil daripada RSD Horwitz (Harmita 2004). Berdasarkan hasil yang diperoleh Tabel 9,10 dan 11 yaitu uji reproducibility yang dilakukan oleh tiga analis berbeda menghasilkan data yang seksama. Hal ini dapat dilihat dari nilai RSD dan RSD Horwitz masing-masing analis yang sesuai dengan syarat penerimaan. Analis 1 memiliki nilai RSD sebesar 0.81 dengan RSD Horwitz sebesar 5.71, Analis 2 memiliki nilai RSD sebesar 1.04 dengan RSD Horwitz sebesar 5.71 dan Analis 3 memiliki nilai RSD sebesar 0.77 dengan RSD Horwitz sebesar 5.71. Dari hasil analisis ketiga analis tersebut menunjukkan bahwa RSD lebih kecil daripada nilai RSD Horwitz dan memenuhi syarat 31

reproducibilty yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa metode yang digunakan dapat mengukur kadar vitamin C yang dapat diukur secara seksama apabila dilakukan oleh analis yang berbeda atau memenuhi syarat keseksamaan dengan parameter ketertiruan. Tabel 12 menunjukkan uji reproducibilty apabila dihitung rata-rata secara keseluruhan. Dari hasil tersebut RSD hasil perhitungan analisis yang dilakukan oleh tiga orang analis berbeda memiliki hasil yang cukup presisi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai RSD sebesar 0.84 dan RSD Horwitz sebesar 5.71. Hasil yang didapatkan dari uji ketertiruan ini sudah sesuai dengan persyaratan diterimanya presisi ketertiruan yaitu RSD harus lebih kecil daripada RSD Horwitz. Hasil uji keseksamaan (presisi) metode analisis ini menunjukkan hasil yang dapat diterima sesuai dengan standar penerimaan baik dari pengujian keterulangan (repeatibility) maupun ketertiruan (reproducibility). Sehingga, metode analisis ini dapat menghasilkan data yang seksama. 5.4 Uji Linieritas Pengujian linieritas metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk menggunakan instrumen potensiometer menghasilkan kurva linieritas yang proporsional. Semakin tinggi konsentrasi vitamin C standar yang ditambahkan akan semakin tinggi kurva yang dihasilkan. Uji linieritas yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan membuat larutan standar menggunakan asam askorbat murni yang dibuat pada konsentrasi berbeda antara lain konsentrasi 500 mg/kg, 1000 mg/kg, 1500 mg/kg, 2000 mg/kg, dan 2500 mg/kg. Linieritas diukur dengan nilai R 2 dari kurva hubungan antara volume 2,6 dicholorophenol-indophenol (DPIP) yang dikeluarkan alat (sebagai sumbu y) dan konsentrasi larutan standar (sebagai sumbu x) dengan konsentrasi dalam mg/kg. Hasil pengukuran linieritas metode dapat dilihat pada Lampiran 4, yang kemudian di plotkan kedalam sebuah kurva linieritas metode pada Gambar 8. volume DPIP (ml) 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 Konsentrasi vitamin C standar (ppm) y = 0.002x + 0.112 R² = 0.998 Gambar 8. Kurva linearitas metode analisis vitamin C standar menggunakan potensiometer Berdasarkan kurva tersebut dihasilkan linieritas dengan persamaan y = 0.002x + 0.112 yang mempunyai nilai R² sebesar 0.998. Dengan nilai R² tersebut menunjukkan bahwa metode analisis vitamin C menggunakan potensiometer ini memiliki linieritas yang baik, karena R² telah melebihi 0,99 (EMA, 1995). 5.5 Uji Batas Deteksi (LOD) Uji Batas deteksi (LOD) ditentukan dengan cara menambahkan asam askorbat murni pada laktosa bubuk yang tidak memiliki kadar vitamin C. Setelah itu campuran tersebut diukur kadar 32

vitamin C nya dengan potensiometer sebanyak paling sedikit enam kali ulangan. Penentuan konsentrasi yang ditambahkan dilakukan dengan cara trial and error dimulai dari konsentrasi paling rendah. Konsentrasi vitamin C yang digunakan dimulai dengan konsentrasi 50 mg/kg dan 100 mg/kg, tetapi konsentrasi ini terlalu kecil sehingga alat tidak dapat mendeteksi jumlah vitamin C tersebut. Selanjutnya, dicoba konsentrasi berikutnya yaitu 130 mg/kg dan ternyata alat dapat mendeteksi konsentrasi tersebut. Hasil pengukuran batas deteksi alat pada konsentrasi 130 mg/kg dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan hasil uji batas deteksi, alat potensiometer dapat mengukur konsentrasi vitamin C sebesar 130 mg/kg dengan konsentrasi aktual sebesar 141.7710 mg/kg. Hasil pengukuran batas deteksi dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai SD, RSD serta RSD Horwitz yang dihasilkan tidak dipermasalahkan karena batas deteksi tidak melihat kriteria akurasi dan presisi yang diterima, melainkan hanya melihat apakah alat tersebut dapat mendeteksi konsentrasi terendah yang diberikan. Potensiometer tersebut dapat mendeteksi konsentrasi vitamin C terendah yang diberikan pada konsentrasi 130 mg/kg. Pengujian LOD sebenarnya tidak dilakukan dengan cara trial and error melainkan dengan membuat sederet blanko dan membuat kurva standar sehingga dihasilkan konsentrasi terkecil yang selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus LOD dan LOQ. Tetapi, pada penelitian ini tidak dilakukan pembuatan blanko melainkan langsung mencoba konsentrasi yang masih dapat dideteksi alat, sehingga dari konsentrasi terendah tersebut dapat dihitung LOD berdasarkan rumus dan didapat LOD sebesar 30.42 mg/kg dan LOQ sebesar 101.40 mg/kg. Tabel 13. Hasil uji batas deteksi (LOD) kadar vitamin C 130 mg/kg pada laktosa bubuk Analisis Data 1 145.6325 2 153.5772 3 142.1429 4 145.7884 5 140.1831 6 123.3017 Rata-rata (mg/kg) 141.7710 SD 10.14 RSD 7.15 RSD Horwitz LOD (mg/kg) LOQ (mg/kg) 7.59 30.42 101.40 5.6 Uji Batas Kuantitasi (LOQ) Batas kuantitasi (LOQ) ditentukan dengan cara menggunakan susu bubuk merk X yang dicampur dengan gula yang tidak memiliki kadar vitamin C dan dibuat pada konsentrasi berbeda. Pengujian dimulai dengan membuat campuran gula dan susu bubuk merk X dimulai dari konsentrasi terendah yaitu 237.5 mg/kg, 317 mg/kg, dan 476 mg/kg. Kemudian sampel tersebut di ukur dengan potensiometer sebanyak minimal enam kali ulangan. Hasil pengukuran berbagai konsentrasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 14, Tabel 15 dan Tabel 16 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. LOQ ditentukan dengan menghitung SD, RSD, rata-rata sampel, dan RSD Horwitz. Setelah proses trial and error, konsentrasi yang memenuhi kriteria akurasi dan presisi yang dapat diterima adalah konsentrasi 476 mg/kg. 33

Tabel 14. Hasil uji batas kuantitasi kadar vitamin C 237.5 mg/kg pada susu bubuk merk X Analisis Perhitungan Presisi Perhitungan Akurasi Data 1 276.1451 2 284.6179 3 291.4364 4 292.0899 5 287.3212 6 283.4366 Rata-rata 285.8412 SD 5.90 RSD 2.06 RSD Horwitz 6.83 0.67 x RSD Horwitz 4.58 Nilai Aktual (mg/kg) 285.8412 Nilai Teoritis (mg/kg) 239.6641 Penerimaan (%) 119.27 Tabel 15. Hasil uji batas kuantitasi kadar vitamin C 317 mg/kg pada susu bubuk merk X Analisis Perhitungan Presisi Perhitungan Akurasi Data 1 347.9552 2 321.3745 3 321.3103 4 302.1716 5 367.0764 6 377.6391 Rata-rata 339.5879 SD 29.46 RSD 8.67 RSD Horwitz 6.65 0.67 x RSD Horwitz 4.46 Nilai Aktual (mg/kg) 339.5879 Nilai Teoritis (mg/kg) 316.5563 Penerimaan (%) 107.28 Tabel 16. Hasil uji batas kuantitasi kadar vitamin C 476 mg/kg pada susu bubuk merk X Analisis Perhitungan Presisi Perhitungan Akurasi Data 1 496.2481 2 476.8493 3 502.5269 4 485.5421 5 482.1124 6 490.7608 Rata-rata 489.0066 SD 9.44 RSD 1.93 RSD Horwitz 6.30 0.67 x RSD Horwitz 4.22 Nilai Aktual (mg/kg) 489.0066 Nilai Teoritis (mg/kg) 474.6445 Penerimaan (%) 103.03 Data LOQ dapat diterima apabila data tersebut memiliki kriteria akurasi dan presisi yang dapat diterima. Kriteria akurasi dihitung dengan membandingkan nilai hasil percobaan dan nilai 34

teoritis. Akurasi dapat diterima apabila berada data tersebut memiliki recovery 95-105% (Harmita, 2004). Berdasarkan Tabel 14, hasil uji batas kuantitasi pada kadar vitamin C 237.5 mg/kg memiliki konsentrasi aktual atau konsentrasi rata-rata kadar vitamin C sebesar 285.8412 mg/kg dengan nilai RSD analisis sebesar 2.06dan 0.67 kali RSD Horwitz sebesar 4.58. Nilai tersebut menunjukkan bahwa RSD analisis lebih kecil daripada 0.67 kali nilai RSD Horwitz dan menunjukkan bahwa konsentrasi 237.5 mg/kg memenuhi syarat presisi. Sedangkan, persen penerimaan yang dihasilkan dari perhitungan akurasi sebesar 119.27%. Hasil persen penerimaan tidak memenuhi syarat akurasi. Nilai persen penerimaan yang memenuhi syarat adalah 95 (±5%) atau berkisar antara 95-105%. Sehingga, kadar vitamin C pada konsentrasi 237.5 mg/kg tidak dapat dijadikan batas kuantitasi karena tidak memenuhi syarat akurasi dengan penerimaan lebih dari 105%. Berdasarkan Tabel 15, hasil uji batas kuantitasi pada kadar vitamin C 317 mg/kg memiliki konsentrasi aktual atau konsentrasi rata-rata kadar vitamin C sebesar 339.5879 mg/kg dengan nilai RSD analisis sebesar 8.67 dan 0.67 kali RSD Horwitz sebesar 4.46. Nilai tersebut menunjukkan bahwa RSD analisis lebih besar daripada 0.67 kali nilai RSD Horwitz dan ini menunjukkan bahwa konsentrasi 317 mg/kg tidak memenuhi syarat presisi. Seharusnya, pada konsentrasi yang lebih tinggi hasil yang didapat memenuhi syarat presisi. Adanya ketidaksesuaian ini dapat disebabkan oleh faktor kelelehan analis dan kelelahan alat sehingga konsentrasi 317 tidak memenuhi syarat presisi. Persen penerimaan yang dihasilkan dari perhitungan akurasi sebesar 107.28%. Hasil persen penerimaan ini tidak memenuhi syarat akurasi karena persen penerimaan yang memenuhi syarat adalah 95 (±5%) atau berkisar antara 95-105%. Dari hasil ini, kadar vitamin C pada konsentrasi 317 mg/kg tidak dapat dijadikan batas kuantitasi karena tidak memenuhi syarat presisi dan akurasi dengan penerimaan lebih dari 105%. Berdasarkan Tabel 16, hasil uji batas kuantitasi pada kadar vitamin C 476 mg/kg memiliki hasil presisi dan akurasi yang baik. Pada konsentrasi 476 mg/kg, didapat konsentrasi aktual atau konsentrasi rata-rata kadar vitamin C sebesar 489.0066 mg/kg pada 6 kali ulangan sampel. Untuk mendapatkan presisi yang baik dengan parameter keseksamaan keterulangan maka didapat nilai RSD analisis sebesar 1.93 dan 0.67 kali RSD Horwitz sebesar 4.22. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai RSD analisis lebih kecil daripada 0.67 kali RSD Horwitz dan menunjukkan nilai tersebut telah memenuhi syarat presisi. Sedangkan, akurasi yang dihasilkan dengan uji persen penerimaan kembali (recovery) masuk dalam range 95% -105% yaitu sebesar 103.03%. Hasil ini menunjukkan konsentrasi 476 mg/kg memenuhi syarat LOQ yaitu presisi dan akurasi yang dapat diterima. Seperti halnya pengujian LOD, proses trial and error tidak dapat dijadikan metode untuk mengukur nilai LOQ. Sehingga LOQ dapat ditentukan dengan menggunakan rumus dan didapat LOQ sebesar 101.40 mg/kg. 5.7 Aplikasi Statistical Process Control (SPC) Pada era terjadinya kenaikan harga dalam memproduksi suatu produk, membuat pengambilan keputusan harus berdasarkan fakta, bukan hanya berdasarkan pendapat, maka pada saat inilah SPC mulai dipertimbangkan. Selama lebih dari 70 tahun, industri telah mendapatkan banyak keuntungan dari penggunaan alat SPC yang telah membantu dalam pembuatan keputusan. Secara umum, control chart telah membantu dalam menentukan keputusan apa yang akan diambil sekalipun variasi khusus muncul dalam suatu proses jika memiliki dampak yang merugikan atau untuk membuat SOP jika menguntungkan dalam suatu proses. Apabila variasi khusus tidak ditemukan SPC membantu menjelaskan apakah proses stabil. Keunggulan SPC adalah kesederhaannya, apabila menggunakan alat bantu program perangkat lunak statistik dalam menentukan perhitungan dan chart. 35

5.7.1 Pembuatan X-bar dan R Control Chart Penerapan SPC dengan membuat control chart yang dilakukan pada penelitian ini dianalisis pada produk susu bubuk bayi Frisian Flag dengan nama produk FF2. Parameterr yang dianalisis adalah kadar vitamin C susu bubuk FF2. Susu bubuk ini memiliki spesifikasi perusahaan dengan range kadar vitamin C sebesar 700-1760 mg/kg. Pengambilan data ini dilakukan dengan potensiometer Metrohm pada sampel selama satu siklus produksi. Setelah pengambilan data pada sampel, data tersebut dianalisis dengan menggunakan X-bar dan R control chart dengan perangkat lunak SPSS. X-bar chart digunakan untuk memonitor nilai rata-rata dari suatu proses yang berlangsung. Grafik ini dibuat secara sederhana dengan menggunakan nilai rata-rata dari setiap subgrup. Selain itu grafik ini juga menunjukkan seberapa konsisten suatu proses berlangsung dan memprediksi proses apakah masih memiliki nilai rata-rata yang masih bisa diterima. Sedangkan Range chart adalah grafik yang digunakan untuk memonitor variasi dari suatu proses jika variabel yang digunakan adalah pengukuran secara kuantitatif. Untuk membuat grafik ini digunakan nilai range atau selisih nilai terbesar dan terkecil dari setiap subgroup. Berdasarkan hasil pengambilan data selama satu siklus produksi (Lampiran 7), diperoleh hasil analisis data menggunakan bagan kendali X-bar dan R tanpa spesifikasi perusahaan (Gambar 9 dan 10) dan dengan spesifikasi perusahaan (Gambar 11). Gambar 9. Bagan kendali X-bar kadar vitamin C produk FF2 tanpa spesifikasi perusahaan Gambar 10. Bagan kendali Range kadar vitamin C produk FF2 tanpa spesifikasi perusahaan 36

Berdasarkan data-data yang diperoleh, Gambar 9 menunjukkan nilai rata-rata r kadar vitamin C pada produk FF2 sebesar 1049.1207 mg/kg. Nilai Upper Control Limit (UCL) sebesar 1257.9920 mg/kg dan Lower Control Limit (LCL) sebesar 840.2494 mg/kg. Pada bagan kendali R yang ditunjukkan Gambar 10, didapat nilai rata-rata variasi kadar vitamin C produk sebesar 55.5517 mg/kg yang tertera pada central line-nya. Nilai UCL sebesar 307.3712 mg/kg dan LCL sebesar 0.00. Bagan kendali X-bar menunjukkan satu variasi penyebab khusus terutama subgrup ke 15 yang berada diluar batas pengendali atas (UCL). Terjadinya penyebab variasi khusus pada subgrup ke 15 mungkin terjadi karena penambahan vitamin C pada produk FF2 dilakukan dengan cara pencampuran kering (dry blending) sehingga jumlah kadar vitamin C yang dihasilkan tiap batch cenderung tidak rata dan memiliki range yang jauh pada setiap batch dalam satu siklus produksi. Tetapi walaupun terdapat variasi penyebab khusus yang berada diluar batas pengendali, hasil kadar vitamin C produk FF2 masih berada pada standar dan spesifikasi perusahaan, yaitu 700-1760 mg/kg. Bagan kendali Xbar dengan menggunakan spesifikasi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 11. Bagan kendali Range dengan menggunakan spesifikasi perusahaan memiliki hasil yang sama dengan bagan kendali Range tanpa spesifikasi perusahaan (Gambar 10). Gambar 11. Bagan kendali X-bar kadar vitamin C produk FF2 dengan spesifikasi perusahaan Berdasarkan bagan kendali yang diperoleh, dapat terlihat dengan jelas bahwa rata-rata kadar vitamin C produk FF2 masih berada dalam standar dan spesifikasi perusahaan walaupun proses produksi tersebut memiliki satu penyebab variasi khusus. Dari bagan tersebut juga dapat dilihat bahwa rata-rata kadar vitamin C produk tersebut cenderung berada dibawah nilai target perusahaan yang terdapat pada kisaran 1250 mg/kg. Sehingga, dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan proses ini tidak terkendali secara statistik karena kadar vitamin C yang dihasilkan pada proses produksi ini memiliki satu titik pada subgrup ke-15 yang berada diluar batas pengendali atas (UCL). 5.7.2 Perhitungan Kapabilitas Proses Kapabilitas proses adalah kemampuan proses dalam menghasilkan produk yang diinginkan. Jika proses memiliki kapasitas yang baik, proses itu akan menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi dan sebaliknya. Apabila kapabilitas proses tidak dapat memenuhi spesifikasi yang diinginkan, perlu dibuat perubahan baik pada batas spesifikasi atau pada proses itu sendiri (Gaspersz, 1998). 37

Untuk menganalisis kapabilitas proses dibutuhkan Indeks kapabilitas proses (Cp) dan Indeks performansi Kane (CpK). Indeks kapabilitas proses (Cp) adalah rasio perbandingan antara rentang spesifikasi dengan rentang proses. Nilai Cp digunakan untuk mengindikasi jumlah produk cacat atau yang harus dikerjakan ulang (rework) dalam satuan part per million. Indeks performansi Kane (CpK) adalah indeks yang mengukur kecenderungan pergerakan grafik ke arah tengah (central tendency) dilihat dari spesifikasinya. Semakin tinggi nilai Cp dan CpK, berarti proses tersebut semakin mampu untuk memenuhi spesifikasi atau keinginan konsumen (Fryman, 2002). Setelah dilakukan analisis dengan menggunakan bagan kendali X-bar dan R pada produk susu bubuk FF2, didapatkan hasil bahwa produk tersebut memiliki hasil yang tidak terkontrol secara statistik walaupun rata-rata pengukuran kadar vitamin C yang masih masuk kedalam standar dan spesifikasi perusahaan. Untuk mengetahui lebih lanjut apakah proses produksi tersebut memenuhi syarat kapabilitas proses yang baik maka dilakukan analisis dengan menentukan Cp dan CpK dari proses tersebut. Dengan menggunakan program SPSS dihasilkan nilai Cp dan CpK yang dapat dilihat pada gambar 12. Capability Indices CP a 3.588 CpL a 2.364 CpU a 4.813 CpK a 2.364 Gambar 12. Nilai Cp dan CpK produk FF2 yang dihasilkan bagan kendali X-bar R dengan spesifikasi perusahaan Berdasarkan gambar tersebut didapat nilai indeks kapabilitas proses (Cp) pada proses produksi susu bubuk FF2 sebesar 3.588 dan indeks performansi Kane (CpK) sebesar 2.364. Menurut Gasperz (1998), kriteria yang digunakan untuk penilaian kapabilitas proses adalah sebagai berikut : 1) Cp > 1.33 ; maka proses memiliki kapasitas baik, 2) 1.00 < Cp < 1.33, maka proses dianggap baik namun perlu pengendalian apabila Cp telah mendekati 1.00, 3) Cp < 1.00, maka proses dianggap tidak baik. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk penilaian CpK : 1) CpK > 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, 2) 1.00 < CpK < 1.33, maka proses masih mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas, 3) CpK < 1.00, maka proses tidak mampu memenuhi batas spesifikasi bawah atau atas. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai Cp dan CpK proses produksi tersebut memiliki nilai yang lebih besar dari 1.33. Maka, kapabilitas proses tersebut termasuk memiliki kapasitas yang baik dan proses masih mampu memenuhi spesifikasi bawah atau atas. Hal ini terbukti dari bagan kendali X-bar R yang dihasilkan menunjukkan proses produksi tersebut mampu memenuhi spesifikasi bawah atau atas dari spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Menurut Fryman (2002), semakin tinggi nilai Cp dan CpK, berarti proses tersebut semakin mampu untuk memenuhi spesifikasi atau keinginan konsumen. 38