1. PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

BAB I PENDAHULUAN. Buah ini memiliki ciri-ciri yang unik yaitu memiliki kulit seperti kulit naga. Buah naga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hylocereus polyrhizuz kulit dan buahnya berwarna merah, Hylocereus

BAB II. latin menjadi natare yang berarti terapung-apung (Susanti,2006). Nata termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

khususnya dalam membantu melancarkan sistem pencernaan. Dengan kandungan

BAB I PENDAHULUAN. muda, apalagi mengetahui asalnya. Bekatul (bran) adalah lapisan luar dari

I. PENDAHULUAN. dari daerah beriklim tropis. Pemanfaatan buah naga merah (Hylocereus

IV. Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Nata merupakan hasil fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selatan. Buah naga sudah banyak di budidayakan di Negara Asia, salah satunya di

BAB I PENDAHULUAN. produk makanan yang digemari masyarakat. Selain karena tekstur nata yang

BAB I PENDAHULUAN. membantu pencernaan. Kandungan kalori yang rendah pada Nata de Coco

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 2000, dimana dalam satu tanaman biasanya menghasilkan 1 Kg buah. Dalam satu

BAB I PENDAHULUAN. selulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum (Alwani et al., 2011).

PENDAHULUAN. Permen jelly merupakan makanan semi basah yang biasanya terbuat dari

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di

5.1 Total Bakteri Probiotik

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Nata De Coco

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

BAB I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. bermanfaat jika diolah, misalnya dibuat marmalade (Sarwono, 1991). Bagian

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : PUJI ASTUTI A

PENGARUH LAMA FERMENTASI & JENIS SUMBER NITROGEN TERHADAP PRODUKTIVITAS & SIFAT FISIK NATA DE LONTAR

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. difermentasi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DALAM AKSELERASI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS INDUSTRIAL PEDESAAN. Malang, 13 Desember 2005

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. ditambahkan dengan starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nanas memiliki nama latin Ananas Cosmosus dan termasuk dalam devisi

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

BAB II LANDASAN TEORI

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jenis pisang di hutan asli pulau yang ada di seluruh Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran produk makin terbuka luas. 1. buah-buahan sampai saat ini masih sangat sederhana (tradisional) dan pada

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang banyak dan memiliki warna kuning keemasan. Pohon nanas sendiri dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB V PEMBAHASAN. waktu inkubasi, nata yang terbentuk akan semakin tebal. Hal lain yang

BAB I. PENDAHULUAN. Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale) adalah sejenis tanaman dari

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Sifat Fisik dan Kimiawi Susu Kambing Segar

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat dan Kegunaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1960-an ubi jalar telah menyebar hampir di seluruh Indonesia

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lemak teremulsi dan udara, dimana sel-sel udara berperan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. permintaan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi meningkat.

2014 STUDI OPTIMASI PEMBUATAN KOMBUCHA DARI EKSTRAK TEH HITAM SERTA UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Buah kersen merupakan buah yang keberadaannya sering kita jumpai

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

BAB I PENDAHULUAN. Ketidakstabilan ini disebabkan karena atom tersebut memiliki satu atau lebih

I. PENDAHULUAN. sinar matahari berlebih, asap kendaraan bermotor, obat-obat tertentu, racun

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak dimanfaatkan secara luas. Hasilnya 15,5 miliar butir kelapa per tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk menyebut pertumbuhan menyerupai gel atau agar - agar yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. komersial dilakukan secara setahap dengan hasil samping berupa dedak

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

Proses Pembuatan Madu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya adalah tempe, keju, kefir, nata, yoghurt, dan lainlain.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan sumber makanan yang bergizi tinggi. Jamur juga termasuk bahan pangan alternatif yang disukai oleh

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah cair tapioka dihasilkan dari proses produksi tapioka. Air merupakan

kerusakan, dan dapat menurunkan kualitas dari buah-buahan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara bagian tropis yang kaya akan sumber daya

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

I. PENDAHULUAN. kelezatannya (Anonim a, 2006). Manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan, seperti bagian biji yang dibuang begitu saja.

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

I. PENDAHULUAN. kuning atau merah (Prajnanta, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

PENGARUH PENAMBAHAN GLISEROL TERHADAP KUALITAS BIOPLASTIK DARI AIR CUCIAN BERAS

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah naga yang sering disebut dengan kaktus manis atau kaktus madu, adalah buah yang sekarang telah dikenal di Indonesia, bahkan mulai dikembangkan di tanah air serta memiliki peluang besar untuk disebarluaskan. Konsumsi buah naga akan menghasilkan hasil samping kulit buah yang sampai sekarang belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal kulit buah naga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Kulit buah naga memiliki senyawa aktif diantaranya meliputi vitamin C, vitamin E, vitamin A, alkaloid, terpenoid, flavonoid, tiamin, niasin, piridoksin, kobalamin, fenolik, karoten, dan fitoalbumin (Jaafar,et al.,2009). Antioksidan yang terdapat pada kulit buah naga adalah betalain. Senyawa tersebut yang berkontribusi dalam warna kulit buah naga. Pada kulit buah naga dalam 1 mg/ml kulit buah naga mampu menghambat sebanyak 83,48±1.02% radikal bebas, sedangkan pada daging buah naga hanya mampu menghambat radikal bebas sebesar 27,45±5,03% (Nurliyana, dkk, 2010). Selain itu, Sasina, S., (2012) dalam Jurnal of Food Research menyatakan kandungan total fenol dalam daging dan kulit buah naga merah yaitu sebesar 1.049,18 mggae/100g dan 561,76 mggae/100g sedangkan total flavonoid sebesar 1310,10 mg CE/100g dan 220,28 mg CE/100g. Melihat komposisi nilai gizi yang terkandung di dalamnya, kulit buah naga berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pengolahan pangan, di antaranya sirup kulit buah naga, selai kulit buah naga, manisan kulit buah naga dan nata kulit buah naga. Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media cair yang asam dan mengandung gula. Nata merupakan suatu bahan makanan hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum yang kaya akan selulosa, bersifat kenyal, transparan, dan rasanya menyerupai kolang-kaling. Media fermentasi yang digunakan dalam pengolahan nata harus memenuhi kriteria sebagai sumber energi, pertumbuhan, motilitas dan biosintesa makro molekul.

Menurut Rahman (2004) sebagai starter dalam pembuatan nata, Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang dalam medium gula dan akan mengubah senyawa gula menjadi selulosa. Gula berfungsi sebagai sumber karbon (sumber energi). Sumber karbon bisa menggunakan glukosa, sukrosa maupun maltosa, namun biasanya industri pengolahan nata menggunakan sukrosa sebagai sumber karbonnya. Selain mudah diperoleh, harga sukrosa relatif lebih rendah dibandingkan jenis gula yang lain. Sukrosa merupakan faktor penting dalam proses fermentasi. Bakteri untuk menghasilkan nata membutuhkan sumber glukosa bagi proses metabolismenya. Glukosa akan masuk ke dalam sel yang dibutuhkan dalam perkembang biakannya. Jumlah glukosa yang ditambahkan harus diperhatikan sehingga mencukupi untuk metabolisme dan pembentukan selulosa nata (Hidayat, 2006). Tanpa penambahan gula, tekstur nata menjadi kurang tebal. Sebaliknya, penambahan gula yang terlalu banyak (konsentrasi gula terlalu pekat) menyebabkan bakteri mengalami plasmolisis (kematian) (Warisno, 2004), yang akan menghambat aktivitas Acetobacter xylinum dalam membentuk selulosa (Nisa dkk, 2001). Dari latar belakang di atas, penulis melihat bahwa kajian mengenai potensi kulit buah naga sebagai bahan baku pengolahan nata masih sangat minim, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan teknologi pengolahan nata kulit buah naga khususnya mengenai penggunaan sukrosa dan waktu fermentasi yang tepat dalam pengolahan nata kulit buah naga tersebut. Pada penelitian ini dilakukan penambahan konsentrasi sukrosa untuk mengetahui konsentrasi mana yang paling efektif digunakan dalam fermentasi nata. Pada penelitian ini karakteristik fisikokimia dan sensori nata akan diamati. 1.2. Tinjauan Pustaka 1.2.1. Nata Nata adalah produk fermentasi dari suatu substrat yang difermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum. A. xylinum ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula. Bakteri ini menghasilkan asam asetat dan lapisan putih yang terbentuk pada permukaan media cair tersebut. Lapisan putih yang terbentuk pada permukaan media cair yang disebut sebagai nata (Martin, 1993). Nata berasal dari Filipina, di negara ini nata pertama

kali dibuat dan merupakan hidangan pencuci mulut yang sangat digemari oleh masyarakat (Warisno, 2004). Nata dapat dibuat dari air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair tahu, atau sari buah (nanas, melon, markisa, pisang, jeruk, jambu biji, dan lain-lain). Pemberian nama nata tergantung dari bahan baku yang digunakan (Saragih, 2004). Pada proses fermentasi nata sumber karbon merupakan hal terpenting dalam pembuatan nata. Penambahan sumber karbon dapat menggunakan sukrosa. Sukrosa yang merupakan senyawa karbohidrat sederhana yang digunakan sebagai nutrisi dari nata. Pada penelitian pembuatan nata pengaruh gula dapat menentukan ketebalan dari nata (Yohana, 2015). Konsentrasi gula 7,5% menghasilkan nata yang tebal, berat, kenyal dan disukai oleh konsumen (Saragih, 2004). Sukrosa dipergunakan untuk bahan baku pembentuk matriks selulosa oleh Acetobacter xylinum. Proses pembuatan nata pada prinsipnya adalah pembentukan selulosa melalui fermentasi gula oleh A. xylinum. Mikroorganisme mencerna glukosa dan menghasilkan sejumlah besar energi Adenosin Tripospat (ATP) yang digunakan untuk tumbuh (Souisa, dkk, 2006). Serat kasar merupakan hasil perombakan gula pada medium fermentasi oleh aktivitas A. xylinum (Anastasia, 2008). Semakin tinggi konsentrasi gula semakin tinggi pula serat kasar yang terkandung dalam nata. Sukrosa sebagai salah satu sumber nutrisi bagi aktifitas bakteri pembentuk nata (Nur, 2009). Bibit nata yang digunakan adalah bakteri A. xylinum yang dapat membentuk serat nata. Bakteri ini ditumbuhkan dalam substrat yang sudah diperkaya dengan karbon dan nitrogen melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi tersebut bakteri akan menghasilkan enzim yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. A. xylinum mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel. Prekursor ini keluar bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel. Serat selulosa memiliki kekuatan fisik yang tinggi, kemudian dibentuk oleh fibril melingkar seperti spiral dengan arah yang berlawanan (Anastasia, 2008).

1.2.2. Kulit Buah naga Buah naga sekarang ini sudah banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah naga ini mempunyai empat jenis yaitu buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus polyrhizus), buah naga daging super merah (Hylocereus costaricencis) dan buah naga kuning daging putih (Selenicerius megalanthus) (Sulistiami, dkk, 2012). Di Indonesia banyak buah naga yang dibudidayakan yaitu buah naga daging putih (Hylocereus undatus) dan buah naga daging merah (Hylocereus polyrhizus). Buah naga daging merah lebih sering dikonsumsi karena memiliki manfaat lebih banyak dibandingkan buah naga daging putih. Kulit buah naga memiliki berat 30-35% dari buahnya (Wahyuni, 2010). Kulit buah naga merah belum banyak dimanfaatkan, maka memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi pangan fungsional. Kulit buah naga memiliki senyawa aktif diantaranya meliputi vitamin C, vitamin E, vitamin A, alkaloid, terpenoid, flavonoid, tiamin, niasin, piridoksin, kobalamin, fenolik, karoten, dan fitoalbumin (Jaafar,et al.,2009). Menurut penelitian dari Wu, dkk, (2006) keunggulan dari kulit buah naga yaitu mempunyai senyawa polifenol dan merupakan sumber antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Senyawa antioksidan yang ada didalam kulit buah naga lebih tinggi dibandingkan dengan daging buahnya hal ini yang membuat kulit buah naga berpotensi sebagai pangan fungsional. Antioksidan merupakan komponen pada makanan yang mempunyai peranan penting dalam menjaga kesehatan. Antioksidan alami dapat ditemukan pada biji, buah, dan sayur. Sumber antioksidan yang berasal dari tanaman seperti vitamin C, vitamin E, karoten, asam fenolik, dan asam fitat telah dikenal berpotensi untuk mengurangi resiko penyakit (Wu, dkk, 2006). Kulit buah naga kaya dengan senyawa polifenol dan sumber antioksidan yang baik. Senyawa antioksidan yang terdapat didalam kulit buah naga merah yaitu senyawa polifenol, flavonoid, dan antosianin. Menurut Marcella, (2011) penelitian yang dilakukannya terhadap total phenolik konten, aktivitas antioksidan dan kegiatan antiproliferative. Kulit buah naga merah memiliki inhibitor pertumbuhan sel-sel kanker lebih kuat daripada dagingnya dan tidak mengandung toksik. Menurut Saati, (2009) dalam penelitiannya, ekstrak kulit buah naga merah dengan pelarut air mengandung 1,1 mg/100 ml antosianin. Antosianin merupakan zat warna yang berperan memberikan

warna merah berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna sintesis yang lebih aman bagi kesehatan (Citramukti, 2008). 1.2.3. Sukrosa Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan pada setiap karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa yang diperoleh dari bit atau tebu. Gula berfungsi untuk memberikan rasa manis dan kelembutan. Selain itu, gula mempunyai daya larut tinggi, kemampuan menurunkan aktivitas air (aw) dan mengikat air (Hidayat dan Ikarisztiana, 2004). Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk kedalam golongan karbohidrat. Sukrosa adalah disakarida yang dapat dihidrolisis menjadi dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Nutrisi utama yang berperan dalam proses fermentasi adalah karbohidrat. Karbohidrat seperti glukosa, fruktosa dan gliserol digunakan sebagai sumber energi untuk memproduksi selulosa (Masaoka 1993). Karbohidrat pada medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekusor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase, kemudian disekresikan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium. Selama proses metabolism karbohidrat, terjadi proses glikolisis yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi glukosa 6-pospat yang kemudian hasil akhirnya terbentuk asam piruvat. Glukosa 6-P yang terbentuk dalam proses glikolisis ini yang digunakan oleh bakteri Acetobacter sp. RMG-2 untuk menghasilkan selulosa. Glukosa melalui reaksi heksokinase diubah menjadi glukosa-6-fosfat. Glukosa-6-fosfat diubah menjadi glukosa-1-fosfat oleh enzim fosfoglukomutase. Reaksi selanjutnya adalah pembentukan uridin difosfat glukosa (UDPglukosa) yang merupakan hasil reaksi antara glukosa-1-fosfat dengan uridin trifosfat (UTP), oleh kerja enzim glukosa-1-fosfaturidiltransferase. Reaksi ini dialihkan menuju ke kanan oleh kerja pirofosfatase, yang menghidrolisa pirofosfat (Ppi) menjadi ortofosfat (Pi) (Nur, 2009). UDP-glukosa adalah donor langsung residu glukosa di dalam pembentukan enzimatik selulosa oleh kerja selulosa sintetase yang mengiatkan pemindahan residu glukosil dari UDP-glukosa ke ujung non residu molekul selulosa (Lehninger, 1994).

1.2.4. Fermentasi Fermentasi merupakan pengolahan subtrat menggunakan peranan mikroba (jasad renik) sehingga dihasilkan produk yang dikehendaki. Fermentasi nata terdiri dari tiga tahap, yaitu pemeliharaan biakan murni Acetobacter xylinum, pembuatan starter, fermentasi. Tahap fermentasi dilakukan pada media cair yang telah diinokulasikan dengan starter. Fermentasi berlangsung sampai nata yang terbentuk cukup tebal. Proses fermentasi diakhiri pada hari ke-15 (Soeseno, 1984). Proses fermentasi nata, bakteri Acetobacter xylinum akan melewati beberapa fase pertumbuhan sebagai berikut : a. Fase Adaptasi Bakteri Acetobacter xylinum tidak akan langsung tumbuh dan berkembang saat dipindahkan ke media baru. Bakteri akan menyesuaikan diri dengan substrat dan kondisi lingkungan barunya atau disebut dengan fase adaptasi. Meskipun tidak mengalami perbanyakan sel, pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel. Lama fase ni ditentukan oleh medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah inokulum. Fase adaptasi bagi A. xylinum dicapai antara 0-24 jam atau 1 hari sejak inokulasi. Makin cepat fase ini dilalui, makin efisien proses pembentukan nata yang terjadi. b. Fase Pertumbuhan awal Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah. Fase ini menandai diawalinya fase pertumbuhan eksponensial. Fase ini dilalui dalam beberapa jam. c. Fase pertumbuhan eksponensial Fase pertumbuhan eksponensial disebut juga sebagai fase pertumbuhan logaritmik, yang ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Bakteri Acetobacter xylinum dalam fase ini dicapai dalam waktu antara 1-5 hari tergantung pada kondisi lingkungan. Bakteri Acetobacter xylinum mengeluarkan enzim ekstraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa. Fase ini sangat menentukan tingkat kecepatan suatu strain Acetobacter xylinum dalam membentuk nata.

d. Fase pertumbuhan Lambat Pada fase ini pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum diperlambat karena ketersediaan nutrisi telah berkurang. Metabolik yang bersifat toksik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel yang sudah tua. Pada fase ini pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum tidak stabil tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak diproduksi pada fase ini. e. Fase Pertumbuhan Pada fase ini jumlah sel yang tumbuh relatif sama dengan jumlah sel yang mati. Nutrisi di dalam media berkurang sehingga jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Pengaruh metabolit toksik lebih besar dan umur sel semakin tua. Namun, sel akan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim jika dibandingkan dengan ketahanannya pada fase yang lain. Matriks nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. f. Fase menuju kematian Pada fase ini bakteri Acetobacter xylinum mulai mengalami kematian karena nutrisi telah habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya. g. Fase kematian Pada fase ini sel dengan cepat mengalami kematian dan hampir merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Sel mengalami lisis dan melepaskan komponen yang terdapat didalamnya. Kecepatan kematian dipengaruhi oleh nutrisi, lingkungan, dan jenis bakteri. Bakteri Acetobacter xylinum dicapai setelah hari kedelapan hingga kelima belas. Pada fase ini bakteri Acetobacter xylinum tidak baik apabila digunakan sebagai bibit nata (Yohana, 2015). Media yang digunakan dalam pembuatan nata juga harus mengandung senyawa nitrogen, vitamin dan mineral. Derajat keasaman (ph) yang paling baik untuk pertumbuhannya adalah 4 4,5 dengan suhu ruangan tempat fermentasi berkisar 28 30 0 C (Saragih 2004). 1.2.5. Faktor Penentu Kualitas Nata 1.2.5.1. Karakteristik Fisik Nata yang berkualitas baik dapat dilihat dari dua aspek yaitu, sifat fisik dan kualitas nata. Sifat fisik yang diukur meliputi indikator, warna, rasa, tekstur, dan aroma. Sedangkan

kualitas nata meliputi nilai gizi, keamanan mikroba, cemaran logam. Nata yang memiliki kualitas baik adalah tekstur kenyal (tidak tembus jika ditekan dengan jari), warna merah bersih, permukaan rata, tampak licin dan agak mengkilap, aromanya segar khas nata. Nata yang memiliki kualitas rendah adalah tekstur lembek, tipis dan berlubang-lubang, warna agak kusam dan berjamur, aroma sangat asam (SNI, 1996). 1.2.5.2. Sifat Organoleptik Organoleptik merupakan pengujian secara subyektif yaitu suatu pengujian penerimaan selera makanan (acceptance) yang didasarkan atas pengujian kegemaran (preference) dan analisis pembeda (difference analysis). Analisis sensori didasarkan pada kegiatan penguji (panelis) yang pekerjaannya mengamati dan menilai secara organoleptik (Winarno, 2004). Pengujian organoleptik yang dilakukan adalah uji kesukaan atau uji hedonik. Atribut sensori yang diamati meliputi: kekenyalan, aroma, rasa dan overall. Penilaian uji hedonik yaitu menggunakan penilaian skoring. Menurut Soekarto (1990), uji hedonik termasuk dalam kelompok uji penerimaan atau acceptance test. Pengujian kesukaan ini menyangkut penilaian seseorang dalam suatu sifat atau kualitas bahan yang menyababkan orang menyukai suatu produk. Penilaian aroma, rasa, dan tekstur memiliki fungsi dan cara penilaian yang berbeda. Penilaian aroma nata berkaitan dengan tidak memiliki aroma asam. Penilaian rasa nata memiliki rasa enak dan tidak asam. Indera perasa yang terletak pada lidah yaitu bagian noda merah jingga pada lidah (Winarno, 2004). Penilaian tekstur nata yaitu kenyal dan tidak keras dapat dikenali dan dibedakan oleh indera lidah. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh variansi konsentrasi sukrosa dan waktu fermentasi terhadap karakteristik fisikokimia dan sensori nata kulit buah naga. Karakteristik fisik nata kulit buah naga yang diukur meliputi ketebalan, rendemen, warna dan tekstur, sedangkan karakteristik kimia nata kulit buah naga yang diuji meliputi kadar air, kadar serat, dan aktivitas antioksidan.