STUDI KASUS TINGKAT PEMOTONGAN DOMBA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KELOMPOK UMUR DAN BOBOT KARKAS DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN WILAYAH MALANG

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI KASUS TINGKAT PEMOTONGAN KAMBING BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KELOMPOK UMUR DAN BOBOT KARKAS DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN KOTA MALANG

HUBUNGAN ANTARA BOBOT POTONG DENGAN YIELD GRADE DOMBA (Ovis aries) GARUT JANTAN YEARLING

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

PENDAHULUAN. Populasi domba terbesar terdapat di Kabupaten Garut yang termasuk salah

DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... ABSTRACT... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

Distribusi komponen karkas sapi Brahman Cross (BX) hasil penggemukan pada umur pemotongan yang berbeda

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Indonesia masih sangat jarang. Secara umum, ada beberapa rumpun domba yang

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

PENGANTAR. Latar Belakang. andil yang besar dalam pemenuhan kebutuhan pangan terutama daging.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

Muhamad Fatah Wiyatna Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

KOMPOSISI FISIK POTONGAN KOMERSIAL KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN RASIO PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA SELAMA DUA BULAN PENGGEMUKAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

I PENDAHULUAN. terhadap pembangunan perekonomian Indonesia. Kebutuhan protein hewani dari

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

KARAKTERISTIK KARKAS SAPI JAWA (STUDI KASUS DI RPH BREBES, JAWA TENGAH)

ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN DAGING SAPI DI NUSA TENGGARA BARAT PENDAHULUAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN JAWA TENGAH TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karkas domba Lokal Sumatera (Tabel 9) mempunyai koefisien

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh perlakuan terhadap Konsumsi Bahan Kering dan Konsumsi Protein Ransum

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

Reny Debora Tambunan, Reli Hevrizen dan Akhmad Prabowo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK

Hubungan Umur, Bobot dan Karkas Sapi Bali Betina yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Temesi

ATRIBUT YANG MEMPENGARUHI PREFERENSI KONSUMEN DOMBA DI PASAR HEWAN KABUPATEN CIANJUR

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

EVALUATION OF SLAUGHTERED FRIESIAN HOLSTEIN CROSSBREED DIARY COWS IN PRODUCTIVE AGE AT KARANGPLOSO SUB DISTRICT MALANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3. Peta Satelit dan Denah Desa Tegalwaru Kecamatan Ciampea ( 5 Agustus 2011)

PROPORSI KARKAS DAN KOMPONEN-KOMPONEN NONKARKAS SAPI JAWA DI RUMAH POTONG HEWAN SWASTA KECAMATAN KETANGGUNGAN KABUPATEN BREBES

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penggemukan domba dilakukan guna memenuhi. konsumsi, aqiqah, dan qurban. Perusahaan terletak di Kampung Dawuan Oncom,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Rancabolang, Bandung. Tempat pemotongan milik Bapak Saepudin ini

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

Penyimpangan Bobot Badan Kuda Lokal Sumba menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI TENTANG PEMOTONGAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI RPH MALANG

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN TAHUN 2014

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

BAB I PENDAHULUAN. Protein hewani merupakan salah satu nutrisi yang sangat dibutuhkan

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

BAB I PENDAHULUAN. banyak membutuhkan modal dan tidak memerlukan lahan yang luas serta sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

Hubungan antara Umur dengan Berat Karkas Depan (Fore Quarter) Ditinjau dari Potongan Primal Sapi Bali Jantan

Korelasi Antara Nilai Frame Score Dan Muscle Type... Tri Antono Satrio Aji

TINJAUAN PUSTAKA Domba garut Domba Ekor Tipis

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

PERBANDINGAN PERSENTASE KULIT ANTARA KAMBING KEJOBONG, KAMBING PERANAKAN ETTAWAH DAN KAMBING KACANG JANTAN UMUR SATU TAHUN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI DAGING AYAM (Studi Kasus: Pasar Sei Kambing, Medan)

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

L a j u P e r t u m b u h a n D o m b a L o k a l 1

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan penyedia protein hewani yang cukup tinggi sehingga

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

HUBUNGAN ANTARA UKURAN UKURAN TUBUH TERHADAP BOBOT BADAN DOMBA WONOSOBO JANTAN DI KABUPATEN WONOSOBO JAWA TENGAH

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

Transkripsi:

STUDI KASUS TINGKAT PEMOTONGAN DOMBA BERDASARKAN JENIS KELAMIN, KELOMPOK UMUR DAN BOBOT KARKAS DI TEMPAT PEMOTONGAN HEWAN WILAYAH MALANG Syafrizal Muhammad 1, G. Ciptadi 2 dan A. Budiarto 2 1. Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya 2. Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Email : syafrizalmuhammad666@gmail.com ABSTRACT This research was conducted in private Slaughterhouses located in Ngunutsari Village on November 10 th to December 10 th, 2016. The purpose of this research is to know the level of the slaughtered sheep in the Malang. The sample used equals 105 sheep from of age less 1 to 4 years consisting of 12 rams and 93 ewes. The method used in this research is a case study. Research location was obtained by purposive sampling. Animals used in the research was selected by total sampling. Data observed was presented in average value and standard deviation for being descriptive analysis. Results showed that the level of sheep slaughtered in the age less than 1 year reached 31.43%, therefore the slaughtered of rams as much 1.9% and ewes 29.52% of the total slaughter. The level of ewe slaughtered has increased each week from 1 st week 17.14%, 2 nd week 16.2%, 3 rd week 26.67%, and 4 th week 28.57% in comparison with the Rams. The average of ram carcass weight from of age less 1 to 4 years in a row is 8.95 ± 0.07, 9.8 ± 2.68, 8.45 ± 0.63, 12.05 ± 3.6, and 20.64 ± 5.43 ± with level 10.66 ± 2.34 kg, whereas in the ewe is 6.99 ± 1.19, 7.26 ± 1.12, 8.21 ± 1.2, 12.01 ± 1.93, and 11.38 ± 3.29 with level 9.17 ± 2.35 kg. It was concluded that the level of slaughter reach 88.57% of ewe whiles the ram reach 11.43%. The level slaughter of sheep from of age less than 1 year reach 31.43% consists of the ram reach 1.9% and ewe reaches 29.52% of the total slaughter. Percentage of carcass of the sheep of age less than 1 year to 4 year in successive is 49,91%, 46,92%, 40,49%, 39,73%, 41,72% on Rams and 46,40%, 40,63%, 42,75%, 46,40%, 46,99% on Ewe.. Keywords: Level Slaughter, Sheep, Slaughterhouse PENDAHULUAN Daging merupakan salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehingga permintaan daging dari waktu ke waktu selalu meningkat, hal ini merupakan dampak dari pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan perkapita dan pendidikan serta kesadaran hidup sehat terutama peningkatan gizi. Pertambahan penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, hal ini dibuktikan dengan jumlah penduduk yang saat ini mencapai jumlah lebih dari 250 juta jiwa di tahun 2015. Konsumsi protein hewani di Indonesia saat ini masih rendah dibandingkan standar yang ditetapkan badan pangan dunia Food and Agriculture Organization (FAO). Konsumsi protein hewani rakyat Indonesia saat ini sebesar 4,19 gram per kapita per hari, atau setara dengan 5,25 kg daging, telur 3,5 kg, dan susu 5,5 kg/kapita/tahun. Sedangkan, standar konsumsi protein hewani yang ditetapkan FAO, minimal 6 gram/kapita/hari atau setara daging sebanyak 10,1 kg, telur 3,5 kg dan susu 6,4 kg/kapita/tahun (Daryanto, 2014). Meningkatkan jumlah penduduk Indonesia ini menyebabkan kebutuhan pangan meningkat seperti kebutuhan konsumsi daging yang juga berperan sebagai sumber protein daging hewani. Pada kenyataan yang saat ini terjadi jumlah peningkatan J. Ternak Tropika Vol. 18, No.1: 51-57, 2017 51

konsumsi daging berbanding terbalik dengan peningkatan produksi ternak yang ada. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2015) bahwa konstribusi daging berasal dari daging unggas (66%), daging sapi (17%) dan daging lainnya (17%). Meningkatnya permintaan daging tersebut harus diimbangi dengan laju peningkatan produksi agar mampu memenuhi kebutuhan. Ternak domba merupakan salah satu komoditas ternak potong yang potensial karena perkembangannya relatif lebih cepat dibandingkan dengan ternak ruminansia besar. Keunggulan ternak domba adalah mampu beradaptasi di negara tropis seperti di Indonesia. Jenisjenis domba di Indonesia antara lain Domba Ekor Tipis (DET), Domba Ekor Gemuk (DEG), Domba Garut dan Domba Merino. Ternak domba juga mempunyai peluang keuntungan yang sangat besar, hal ini dapat dilihat dari reproduksi domba. Domba dapat beranak 8 bulan sekali atau 3 kali dalam kurun waktu 2 tahun, domba juga termasuk ternak profilik yang artinya seekor induk domba mampu melahirkan 1 sampai 3 ekor anak. Peningkatan ternak domba dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan daging. Populasi ternak domba di wilayah Malang tahun 2015 sebanyak 33.284 ekor (Dinas Peternakan Jawa timur, 2015). Salah satu komoditas ternak penghasil daging seperti domba berpotensi untuk menjadi alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan dan standar gizi. Data dari Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan (2015) bahwa di Indonesia pada tahun 2014 angka pemotongan domba tercatat sebanyak 919.760 ekor, dari data tersebut belum menunjukkan secara pasti berapa jumlah pemotongan ternak domba diwilayah Malang. MATERI DAN METODE Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah domba yang dipotong di Tempat Pemotongan Hewan tanpa membedakan bangsa ternak. Sampel yang digunakan untuk data primer penelitian adalah 105 ekor yang terdiri dari 12 ekor jantan dan 93 ekor betina dengan umur kurang dari 1 tahun (PI 0 ) sampai 4 tahun (PI 4 ). Data sekunder penelitian diambil dari dinas peternakan kota Malang, kabupaten Malang dan kota Batu. Peralatan yang digunakan adalah timbangan dengan merk Kabuto kapasitas 180 kg dengan ketelitian 0,1 kg Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus. Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive sampling berdasarkan pemotongan yang rutin dan setiap hari. Pemotongan domba terbanyak yaitu di tempat pemotongan hewan swasta yang berlokasi di Dusun Ngunutsari, kelurahan Tegalgondo, kecamatan Karangploso, Malang. Teknik pengambilan data primer berdasarkan pengamatan langsung (observasi) di lapang dengan melihat pergantian gigi seri untuk pendugaan umur dan penimbangan bobot hidup serta bobot karkas dilakukan dengan cara mengangkat ternak, hasil timbangan diperoleh dari berat penimbang dan domba dikurangi dengan berat awal penimbang. Penentuan sampel penelitian menggunakan total sampling dan waktu pengambilan sampel dilakukan pada pukul 15.00 WIB sampai 18.00 WIB. Pengambilan data sekunder penelitian diambil dari dinas peternakan kota Malang, kabupaten Malang dan kota Batu berdasarkan data jumlah pemotongan domba yang tercatat pada tahun 2015 dan tahun 2016. Tahapan penelitian a. Pra Penelitian 1. Survei Survei dilakukan untuk ke beberapa RPH pemerintah atau swasta yang berada di wilayah Malang. Hasil survei penelitian digunakan untuk J. Ternak Tropika Vol. 18, No.1: 51-57, 2017 52

mengetahui jumlah pemotongan dan waktu pemotongan. 2. Penetapan Lokasi Penelitian Penetapan lokasi penelitian yaitu di tempat pemotongan hewan yang berlokasi di dusun Ngunutsari, Kelurahan Tegalgongdo, Kecamatan Karangploso di karenakan pemotongan domba yang rutin dan setiap hari. b. Penelitian di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) 1. Pengamatan di Lokasi Penelitian Pengamatan yang dilakukan di TPH yaitu mengamati jumlah ternak yang di potong, umur ternak, jenis kelamin, bobot hidup dan bobot karkas. 2. Sampling Data Pengambilan data dilakukan setiap hari pada jam 15.00 sampai 18.00 WIB. Sebelum domba disembelih, domba yang digunakan sebagai sampel baik jantan dan betina diamati pergantian gigi seri untuk melakukan pendugaan umur ternak, kemudian ternak diangkat untuk mendapatkan bobot hidup domba. Setelah proses pemotongan selesai dilakukan penimbangan bobot karkas, selanjutnya dicatat jumlah pemotongan yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin, umur, bobot hidup dan bobot karkas. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemotongan Domba Berdasarkan Umur Data yang diperoleh selama penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa tingkat pemotongan domba berdasarkan umur sesuai hasil pengamatan dilapangan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah pemotongan domba berdasarkan umur dan jenis kelamin Umur Jumlah pemotongan Persentase (%) Total Jantan Betina (ekor) Ekor (%) Ekor (%) PI 0 2 (1,90) 31 (29,52) 33 31,43 PI 1 3 (2,86) 24 (22,86) 27 25,71 PI 2 2 (1,90) 8 (7,62) 10 9,52 PI 3 2 (1,90) 12 (11,43) 14 13,33 PI 4 3 (2,86) 18 (17,15) 21 20 Jumlah pemotongan 12 (11,42) 93 (88,58) 105 100 Berdasarkan pada Tabel 1, menunjukkan bahwa banyaknya tingkat pemotongan domba terdapat pada PI 0 sebanyak 31,43% dan pada PI 1 sebanyak 25,71%. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya permintaan daging di wilayah Malang sehingga banyak dilakukan pemotongan domba muda dikarenakan harga relatif murah. Pemotongan pada umur antara PI 0 sampai PI 1 juga lebih diminati dengan alasan karena pada umur tersebut kualitas daging yang dihasilkan mempunyai tekstur yang empuk. Menurut Berg dan Butterfield (1968) menyatakan bahwa kecepatan pertumbuhan otot, tulang dan lemak berbeda-beda. Otot dan tulang mempunyai kecepatan yang tetap. Sejalan dengan meningkatnya bobot karkas, pertumbuhan tulang berjalan dengan lambat, sementara otot tumbuh lebih cepat. Lemak mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda, awalnya pertumbuhan lemak sangat lambat tetapi pada saat memasuki fase penggemukkan, pertumbuhannya meningkat dengan cepat. Hal ini didukung penelitian Ramdani (2014) yang menyatakan bahwa konsumen yang berprofesi sebagai pedagang sate atau pemasok daging domba ke rumah makan/restoran cenderung mencari domba-domba yang muda, sedangkan bagi konsumen yang berprofesi sebagai J. Ternak Tropika Vol. 18, No.1: 51-57, 2017 53

pemasok daging kiloan ke pasar rakyat/tradisonal tidak memperhatikan status fisiologis atau yang terpenting hasil karkas yang paling besar yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan Suharto dan Zulqoyah (2005) yang menyatakan bahwa pada pemotongan usia tujuh bulan, persentase karkas masih berkisar 40%, ini disebabkan ternak masih dalam masa pertumbuhan, belum dewasa, sehingga belum terjadi penimbunan lemak. Hal ini ditambahkan Wiryawan et al (2009) bahwa daging domba muda memiliki beberapa keunggulan yaitu daging lebih empuk, rendah lemak, juiciness dan bau prengus rendah. Pemotongan Domba Berdasarkan Jenis Kelamin Jumlah pemotongan berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah pemotongan berdasarkan jenis kelamin perminggu. Minggu Jumlah Pemotongan Total Persentase Jantan Betina (ekor) (%) Ekor (%) Ekor (%) I 2 1,9 18 17,14 20 19,05 II 2 1,9 17 16,2 19 18,10 III 7 6,7 28 26,67 35 33,33 IV 1 0,95 30 28,57 31 29,52 Jumlah 12 11,43 93 88,57 105 100 Berdasarkan Tabel 2, menunjukkan bahwa jumlah pemotongan domba betina mengalami peningkatan setiap minggunya dari minggu ke-1 17,14%, minggu ke-2 16,2%, minggu ke-3 26,67%, dan minggu ke-4 28,57. Hal ini dikarenakan domba betina yang diperjual belikan oleh peternak harganya lebih murah dibandingkan dengan domba jantan sehingga lebih diminati oleh masyarakat. Perlemakan yang tinggi pada domba betina diharapkan akan menghasilkan keuntungan yang lebih banyak. Hal ini sesuai pendapat Ramdani, dkk (2014), menunjukkan harga domba potong yang dijual di pasar hewan Kabupaten Cianjur untuk harga bulan September 2014, dipatok murah dari mulai Rp.400.000,00 per ekor betina dengan bobot hidup sekitar 10 kg, hingga dengan Rp.985.000,00 per ekor betina dengan bobot hidup sekitar 30 kg, sedikit di antaranya ada yang ditawarkan hingga dengan Rp.1.500.000,00 per ekor betina dengan perkiraan bobot hidup lebih 30 kg. Sedangkan untuk harga domba jantan dipatok dari mulai Rp.700.000,00 per ekor dengan bobot hidup sekitar 10 kg sampai Rp.1.800.000,00 per ekor dengan bobot hidup sekitar 35 kg. Harga betina yang dipandang relatif murah dibandingkan dengan jantan kemungkinan besar disebabkan oleh ketersediaan jumlahnya yang banyak di pasar dibandingkan domba jantan, sehingga hal ini menjadikan permintaan domba betina menjadi lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 105 ekor domba, hanya 12 ekor domba yang berjenis kelamin jantan yang dipotong. Hal ini dikarenakan ternak jantan kurang diminati karena harga yang ditawarkan lebih mahal. Padahal untuk tujuan penghasil daging domba jantan lebih baik daripada domba betina. Menurut Santoso (2011) bahwa domba jantan memiliki kelebihan dibandingkan domba betina untuk tujuan utama penghasil daging, yaitu memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi. Pada umur dan berat yang sama memiliki lebih banyak otot dan tulang serta lebih sedikit lemak dibandingkan domba betina. Hal ini didukung Soeparno (2005) bahwa pada domba berat tubuh lebih dari 10 kg, jenis kelamin dapat memperngaruhi komposisi karkas dan berat tubuh atau pada bobot J. Ternak Tropika Vol. 18, No.1: 51-57, 2017 54

karkas yang sama, domba jantan mengandung lebih banyak otot dan tulang dan lebih sedikit lemak daripada domba betina. Domba jantan biasanya dipotong saat dilakukan acara tertentu yang dikarenakan adanya budaya masyarakat yang memperngaruhi pemotongan domba jantan seperti syukuran, aqiqah dan idul adha. Hasil penelitian Widiarto, dkk (2009) menyatakan bahwa domba dan kambing yang dipotong di RPH Mentik Bantul sebagian besar berjenis kelamin betina sedangkan untuk ternak jantan hanya dipotong saat ada permintaan khusus dari konsumen seperti aqiqah dan lain-lain. Rata-rata Bobot Karkas Domba Hasil rata-rata bobot hidup dan karkas domba dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata bobot karkas domba Rata-rata Jenis Umur Bobot hidup (Kg) kelamin ternak ternak ternak Persentase karkas (%) Bobot karkas (Kg) PI 0 2 17,95±0,77 2 8,95±0,07 49,91 PI 1 3 20,6±3,29 3 9,8±2,68 46,92 Jantan PI 2 2 20,85±0,91 2 8,45±0,63 40,49 PI 3 2 30,75±11,38 2 12,05±3,6 39,73 PI 4 3 33,53±11,63 3 14,06±5,43 41,72 Rataan 12 24,73±6,92 12 10,66±2,34 43,75 PI 0 31 16,58±3,7 31 6,99±1,19 46,40 PI 1 24 17,91±2,59 24 7,26±1,12 40,63 Betina PI 2 8 19,45±3,43 8 8,21±1,2 42,75 PI 3 12 26,38±5,65 12 12,01±1,93 46,40 PI 4 18 25,1±5,09 18 11,38±3,29 44,99 Rataan 93 21,08±4,39 93 9,17±2,35 44,23 Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan bahwa rata-rata bobot karkas domba jantan dari PI 0, PI 1, PI 2, PI 3, PI 4 secara berturut-turut adalah 8,95±0,07, 9,8±2,68, 8,45±0,63, 12,05±3,6, dan 14,06±5,43 dengan rataan 10,66±2,34 kg. Sedangkan untuk rata-rata bobot karkas betina dari PI 0, PI 1, PI 2, PI 3, dan PI 4 secara berturut-turut adalah 6,99±1,19, 7,26±1,12, 8,21±1,2, 12,01±1,93, dan 11,38±3,29 dengan rataan 9,17±2,35 kg. Hal ini menunjukkan bahwa domba jantan menghasilkan bobot karkas yang lebih banyak dibandingkan dengan domba betina pada umur yang sama. Hal ini sesuai dengan Soeparno (2005) bahwa faktor-faktor yang memperngaruhi komposisi karkas dan kualitas daging adalah jenis kelamin dan bobot potong. Berat tubuh mempunyai hubungan erat dengan komposisi karkas. Variasi komposisi tubuh atau karkas sebagian besar didominasi oleh variasi berat tubuh dan sebagian kecil dipengaruhi oleh umur. Menurut penelitian Endah (2007) bahwa perbedaan bobot karkas dan persentase karkas yang terjadi antara jenis kelamin disebabkan karena domba lokal jantan memiliki tulang dan perototan yang lebih besar daripada domba betina sedangkan domba betina memiliki lemak tubuh dan lemak internal yang lebih banyak daripada domba jantan. Pada bobot potong yang sama dapat terjadi perbedaan bobot dan persentase karkas antara ternak jantan dan betina dan biasanya bobot karkas jantan lebih tinggi dari ternak betina, disebabkan J. Ternak Tropika Vol. 18, No.1: 51-57, 2017 55

ternak betina mempunyai lemak internal yang lebih tinggi dari ternak jantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambahnya umur ternak baik jantan dan betina karkas yang dihasilkan akan semakin banyak. Menurut Usmiyati dan Setianto (2007) bahwa umur memperngaruhi bobot potong dan bobot karkas, pada umur yang semakin tua diperoleh bobot potong dan karkas yang lebih tinggi daripada ternak muda. Persentase karkas yang dihasilkan oleh jantan dan betina dari berbagai umur mempunyai rataan sebesar 43,75% dan 44,23%. Bobot karkas domba juga dapat dipengaruhi oleh pemberian pakan, biasanya para peternak kecil memberikan pakan berupa hijauan saja sehingga bobot karkas yang dihasilkan akan lebih rendah dibandingkan dengan domba yang diberi pakan konsentrat. Hal ini akan memperngaruhi bobot karkas yang dihasilkan oleh domba. Hal ini sesuai dengan Duldjaman (2005) bahwa faktorfaktor yang memperngaruhi pertumbuhan karkas dan komponennya adalah genetik, pakan, lingkungan dan kemampuan beradaptasi. Ternak domba yang diberi pakan pedesaan dengan tambahan dedak dan pakan konsentrat komersial masingmasing menghasilkan persentase karkas 46 % dan 47 %. Hardianto (2006) menambahkan bahwa pemeliharaan domba di Indonesia pada umumnya masih bersifat tradisional beda halnya dengan peternakan sapi yang sudah banyak diternakkan secara intensif. Selain manajemen pemeliharaan, pakan merupakan faktor penting dalam peningkatan produksi domba. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Tingkat pemotongan domba betina sebanyak 88,57% dan pemotongan jantan sebanyak 11,43%. Tingkat pemotongan domba pada umur kurang dari 1 tahun mencapai 31,43% terdiri atas jenis kelamin jantan sebanyak 1,9% dan betina sebanyak 29,52%. Persentase karkas domba dari umur kurang dari 1 tahun sampai 4 tahun secara berturut adalah 49,91%, 46,92%, 40,49%, 39,73%, 41,72% pada domba jantan dan 46,40%, 40,63%, 42,75%, 46,40%, 46,99% pada domba betina. Saran Disarankan untuk mengurangi pemotongan domba betina dan diperlukan penelitian lebih lanjut tentang tingkat pemotongan domba betina produktif yang berada di wilayah Malang untuk mengetahui penurunan populasi domba sekaligus peningkatan produktivitas domba. DAFTAR PUSTAKA Berg, R.T and Butterfield. 1968. Relative Growth Within The Bovine Musculature. University of Alberta. Daryanto, A. 2014. Tulisan untuk AMS (HIPMA IPB). Alamat : http// Hipma.lk.ipb.ac.id/files/2014/tulisan -untuk-ams.doc. Tanggal akses 19 Januari 2017 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur. 2015. Online. Alamat :http://disnak.jatimprov.go.id/. Tanggal akses 19 Januari 2017. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Online. Alamat:http:dijetnak.pertanian.go.id/. Tanggal Akses 18 Oktober 2016. Duldjaman, M. 2005. Kualitas Karkas Domba Yang Diberi Pakan Rumput Kering Dan Ditambah Ampas Tahu. Jurnal Tropical Animal Agriculture. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Endah, S. 2007. Pengaruh Jenis Kelamin Dan Bobot Potong Terhadap Kinerja Produksi Daging Domba Lokal. Mediagro Fakultas Pertanian. Universitas Wachid Hasyim. 59 (3) : 59-66. Hardianto, Y.W. 2006. Penggemukkan Domba Ekor Tipis Dengan Pemberian Pakan Kulit Ari Kacang Kedelai (Ampas Tempe) dan J. Ternak Tropika Vol. 18, No.1: 51-57, 2017 56

Rumput Lapang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ramdani, A., S. Kuswaryan dan S. Rahayu. 2014. Atribut Yang Memperngaruhi Prefensi Konsumen Domba di Pasar Hewan kabupaten Cianjur. Staff Pengajar Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Santoso, U., S. Nurachma, dan A. Sarwesti. 2011. Identifikasi bobot potong dan persentase karkas domba priangan jantan Yearling dan Mutton. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Suharto dan L. Zulqoyah. 2005. Perbandingan Karkas Domba Betina dan Jantan pada Umur Potong Tujuh Bulan di Pemotongan Tradisional. Balai Penelitian Ternak. Bogor. Usmiyati, S. Dan Setianto, H. 2007. Penampilan Karkas dan Komponen Karkas Ternak Ruminansia Kecil. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. Widiarto, W., R, Widiati., dan I.G.S, Budisatria. 2009. Pengaruh Berat Potong dan Harga Pembelian Domba dan Kambing Betina Terhadap Gross Margin Jagal di Rumah Potong Hewan Mentik, Kresen, Bantul. Buletin Peternakan. 33(2): 119-128. Wiryawan, K. G., D. A. Astuti, R. Priyanto, dan S. Suharti. 2009. Optimalisasi Pemanfaatan Rumput dan Legum Pohon Terhadap Perfoma, Produksi, dan Kualitas Daging Domba Jonggol. Laporan Penelitian unggulan IPB, Bogor. J. Ternak Tropika Vol. 18, No.1: 51-57, 2017 57