HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

SINTESIS MONO-DIASILGLISEROL ( M-DAG ) DARI DESTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT (DALMS) MELALUI ESTERIFIKASI ENZIMATIS FARIDA NURAENI

Bab IV Hasil dan Pembahasan

SINTESIS MONO-DIASILGLISEROL ( M-DAG ) DARI DESTILAT ASAM LEMAK MINYAK SAWIT (DALMS) MELALUI ESTERIFIKASI ENZIMATIS FARIDA NURAENI

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

TINJAUAN PUSTAKA Destilat Asam Lemak Minyak Sawit (DALMS)

4 Pembahasan Degumming

Bab IV Hasil dan Pembahasan

SKRIPSI. Mempelajari Pengaruh Konsentrasi Enzim dan Rasio Mol Substrat terhadap Kecepatan Reaksi. Oleh DAVID ARDHIAN F

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan. Nilai gizi suatu minyak atau lemak dapat ditentukan berdasarkan dua

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn:

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN WAKTU REAKSI DAN KONSENTRASI KATALIS UNTUK SINTESIS MONO-DIASILGLISEROL MELAN AULIYA ANDRIANI

BAB I PENDAHULUAN. fase lemak (O Brien, 2009). Banyak minyak nabati yang telah dimodifikasi untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab IV Hasil dan Pembahasan

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

SAINS II (KIMIA) LEMAK OLEH : KADEK DEDI SANTA PUTRA

Bab III Metodologi Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

STUD1 KlNETlKA KONVERSI DISTILAT ASAM LEMAK KELAPA MENJADI PENGEMULSI MENGGUNAKAN ENZlM LIPASE Rhizomucor meihei DALAM REAKTOR TANGKI KONTINYU 1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

disterilisasi kemudian dituang ke dalam cawan petri yang sudah steril. Media yang sudah dingin siap untuk ditanam inokulum.

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH RASIO ETANOL DAN AIR SERTA KONSENTRASI NaOH PADA PEMURNIAN MONO- DIASILGLISEROL BALYA AL BASHIR

BAB III. eksperimental komputasi. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

B. Struktur Umum dan Tatanama Lemak

BAHAN DAN METODE Alat-alat dan Bahan Metode

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

STUD1 PEMURNIAN DAN KARAKTERISASI EMULSlFAlER CAMPURAN MONO- DAN DlASlLGLlSEROL YANG DlPRODUKSl DARl DISTILAT ASAM LEMAK

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) (b) Gambar 4 Twin trough chamber (a) dan flat bottom chamber (b)

SINTESIS MONO-DIASILGLISEROL BERBASIS GLISEROL DAN PALM FATTY ACID DISTILLATE

BAB I PENDAHULUAN. gugus hidrofilik pada salah satu sisinya dan gugus hidrofobik pada sisi yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

METODOLOGI PENELITIAN

II. DESKRIPSI PROSES

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

METODOLOGI PENELITIAN

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

Transkripsi:

40 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sifat Fisikokimia Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah destilat asam lemak minyak sawit (DALMS) yang berasal dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Analisis bahan baku destilat asam lemak minyak sawit (DALMS) dilakukan untuk mengetahui kadar asam lemak, bilangan iodin dan titik leleh bahan baku sebelum dilakukan esterifikasi. Nilai parameter tersebut perlu diketahui untuk melihat pengaruh esterifikasi terhadap nilai parameter tersebut. Hasil analisis bahan baku dapat dilihat pada Tabel 11. Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam lemak atau minyak yang biasanya dihubungkan dengan proses hidrolisis lemak atau minyak. Hidrolisis lemak atau minyak oleh air dengan katalis enzim atau panas pada ikatan ester triasilgliserol akan menghasilkan asam lemak bebas. Asam lemak bebas lebih mudah teroksidasi jika dibandingkan dalam bentuk esternya. Keberadaan asam lemak bebas ini biasanya dijadikan indikator awal terjadinya kerusakan minyak atau lemak. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 87 %. Penentuan Volume Pelarut Pada Sintesis M-DAG Penentuan Pengaruh Pelarut Tertier Butanol Terhadap Reaksi Esterifikasi Dalam penelitian ini dipelajari pengaruh penambahan pelarut tertierbutanol terhadap campuran esterifikasi, apakah memberikan rendemen yang lebih baik dibandingkan tanpa menggunakan pelarut tertier- butanol dalam kondisi reaksi yang sama yaitu pada suhu 50 o C selama 5 jam dan konsentrasi katalis 4 %(b/b). Rendon et al. (2001) menyatakan untuk memperkuat sintesis monogliserida selain dengan pendekatan stoikhiometri, yaitu mereaksikan gliserol dan trigliserida pada rasio konsentrasi yang tinggi dan melalui kesetimbangan termodinamika juga dapat diterapkan teknik rekayasa pelarut. Oleh karena itu dalam penelitian ini dipelajari pengaruh penggunaan pelarut dalam sintesis M- DAG secara enzimatis, pelarut yang digunakan disini adalah pelarut yang dapat melarutkan bahan baku DALMS yaitu pelarut non polar dalam hal ini tertier-

41 butanol. Pemilihan pelarut tertier-butanol disini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Yang dan Parkin (1994) didalam Mappiratu (1999) tentang gliserolisis minyak mentega yang optimum menggunakan pelarut tertier-butanol. Tertier-butanol memiliki rumus kimia (CH 3 ) 3 COH, titik didih 81-83 o C, titik leleh 24-25 o C dengan tingkat kemurnian 99,5 %. Penambahan pelarut tertier-butanol menghasilkan persentase rendemen campuran M-DAG lebih besar dibandingkan tanpa penambahan pelarut tertierbutanol yaitu 48 % tanpa menggunakan pelarut tertier-butanol dan 58 % menggunakan pelarut tertier-butanol 14 ml. Menurut Rendon et al. (2001) hal ini terjadi karena pada reaksi tanpa menggunakan pelarut transfer massa yang terjadi akan lebih kecil akibat tingginya viskositas. Sedangkan pada reaksi yang menggunakan pelarut viskositas akan lebih rendah dan transfer massa lebih tinggi sehingga rendemen yang dihasilkan juga lebih tinggi. Data penentuan volume pelarut tertier- butanol dapat dilihat pada Lampiran 1. Penentuan Volume Heksan Sebagai Pelarut Kristalisasi Menurut Stevenson et al. (1993) fraksinasi adalah suatu teknik untuk memisahkan triasilgliserol (TAG) menjadi beberapa fraksi berdasarkan berat molekul dan tingkat ketidakjenuhannya. Fraksinasi dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan komponen minor yang dapat merusak produk, memperkaya kandungan M-DAG yang diinginkan serta pemisahan menjadi beberapa fraksi yang bernilai lebih pada suatu minyak. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi keefektifan proses fraksinasi adalah penggunaan pelarut yang sesuai dengan karakteristik produk yang akan dipisahkan dan dikristalkan. Pelarut yang baik untuk fraksinasi M-DAG adalah pelarut yang bersifat non polar karena M-DAG adalah senyawa non polar, dalam hal ini digunakan heksan. Dasar pemilihan pelarut heksan mengacu pada laporan yang ditulis oleh Mappiratu (1999) yang menyatakan bahwa dalam biosintesis M-DAG rendemen tertinggi diperoleh dengan pelarut petroleum eter sebagai pelarut kristalisasi yaitu mencapai 29,40 % diikuti pelarut heksan dengan rendemen 28,35 % dan kemudian campuran heksan /dietileter dan terakhir pelarut dietil eter. Proses pembentukan endapan M-DAG dapat berlangsung pada suhu yang rendah karena

42 M-DAG akan mengalami pengkristalan dan mengendap pada suhu rendah sehingga dapat dipisahkan dari campuran larutannya (Stevenson 1993). TAG, DAG, MAG dan ALB pada suhu tinggi bercampur dengan pelarut, sedangkan pada suhu rendah fraksi M-DAG mengendap sehingga dapat dipisahkan dari pelarut dengan penyaringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume heksan 30 ml memberikan hasil endapan paling tinggi yaitu 48 %, hal ini dikarenakan pada penggunaan heksan kurang dari 30 ml mengakibatkan tidak larutnya sebagian M-DAG yang terbentuk sehingga menurunkan rendemen M-DAG pada saat kristalisasi. Pada penggunaan pelarut heksan lebih dari 30 ml tidak menaikkan persentase rendemen hal ini kemungkinan karena M-DAG yang terbentuk sudah terlarut semua dalam 30 ml pelarut heksan sehingga dengan adanya penambahan volume heksan tidak menaikan persentase rendemen M-DAG pada saat kristalisasi. Histogram hasil kristalisasi produk M-DAG dapat dilihat pada Gambar 7 dan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, proses kristalisasi selanjutnya menggunakan pelarut heksan dengan volume 30 ml. Rendemen (%) 48 47,5 47 46,5 46 45,5 45 48 46 46 30 40 50 Volume heksan (ml) Gambar 7 Histogram rendemen produk kristalisasi hasil sintesis M-DAG menggunakan pelarut heksan pada berbagai volume Optimasi Sintesis M-DAG Tahap ini dilakukan dengan mengikuti rancangan Central Composite Design (CCD) dari response surface methodology yang memberikan persamaan multiple regression yang dapat menunjukkan pengaruh dari volume pelarut,

43 waktu, dan suhu reaksi terhadap setiap parameter yang diujikan (kadar DAG, MAG dan rendemen). Seluruh perlakuan terdiri dari 20 unit percobaan dimana setiap kondisi proses mengikuti rancangan penelitian seperti yang telah ditentukan sebelumnya pada metode penelitian dan setting perlakuannya dapat dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7. Dari hasil analisis komposisi M-DAG menggunakan kromatografi lapis tipis seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9 dapat diketahui bahwa produk sintesis M-DAG memiliki kandungan TAG yang sangat kecil (trace), ini dapat diketahui dari spot pada lempeng KLT yang terlihat samar-samar. Hal ini sangat sejalan dengan hasil yang diinginkan pada penelitian ini yaitu menghasilkan produk M-DAG dengan kandungan TAG yang minimal. DALMS DAG MAG MAG std 1 2 3 4 5 6 7 8 11 9 10 Gambar 8 Kromatogram KLT produk sintesis M-DAG pada perlakuan 1-11 dalam Central Composite Design. Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu teknik pemisahan yang dapat memisahkan campuran minyak atau lemak yang memiliki perbedaan polaritas dalam sekali elusi. Jenis eluen dalam penelitian ini adalah campuran petroleum eter, dietil eter dan asam asetat glasial, dengan menggunakan eluen tersebut masing-masing fraksi dapat dipisahkan berdasarkan polaritasnya. Fraksi yang bersifat lebih non polar akan terelusi lebih dulu sedangkan fraksi yang bersifat lebih polar akan tertahan lebih lama oleh adsorben yang juga bersifat polar. Triasilgliserol (TAG) adalah fraksi yang bersifat lebih non polar dibandingkan fraksi lainnya (ALB, DAG, dan MAG) sehingga pada saat

44 pengembangan, TAG akan terelusi pada bagian atas lempeng KLT dan disusul berturut-turut DAG dan MAG seperti dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9. TAG DAG MAG 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Gambar 9 Kromatogram KLT produk sintesis M-DAG pada perlakuan 12-20 dalam Central Composite Design Hasil pengembangan elusi pada lempeng KLT (Gambar 8 dan Gambar 9) dicetak pada kertas kalkir kemudian cetakan pada kertas kalkir digunting menurut luasannya dan ditimbang untuk mengetahui jumlah fraksi MAG dan DAG. Hasil penimbangan ini dimasukkan dalam program RSM yang akan menentukan pengaruh dari suhu reaksi, pelarut dan waktu reaksi. Nilai Rendemen Produk Sintesis M-DAG Besarnya rendemen merupakan salah satu variabel respon yang dijadikan parameter untuk menghasilkan produk M-DAG yang optimum. Pengaruh faktor suhu, waktu reaksi dan volume pelarut tertier-butanol terhadap rendemen M- DAG yang dihasilkan dapat dianalisis dengan menggunakan Respon Surface Method (RSM). Dari hasil optimasi sintesis M-DAG dengan rancangan Central Composite Design pada Lampiran 3 dan dari hasil uji Respon surface Method menggunakan program SAS terhadap nilai parameter rendemen pada Lampiran 4 dapat dilihat bahwa dengan kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah rendemen dan mencapai optimum pada suhu 54 o C, volume pelarut tertier- butanol 11 ml dan waktu reaksi

45 14 jam dengan rendemen mencapai 58%. Hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu akan meningkatkan energi aktivasi sehingga meningkatkan tumbukan yang terjadi antara substrat dan enzim dalam hal ini DALMS dan enzim lipase sehingga meningkatkan terbentuknya produk (rendemen) M-DAG sampai pada suhu tertentu yaitu suhu optimum. Setelah suhu optimum, kenaikan suhu justru menurunkan rendemen hal ini kemungkinan disebabkan oleh mulai turunnya aktivitas enzim atau pada suhu diatas suhu optimum reaksi justru berjalan sebaliknya, mengingat reaksi esterifikasi ini bersifat reversibel. Watanabe (2003) telah mempelajari pengaruh suhu reaksi terhadap sintesis 1,3 DAG melalui esterifikasi menggunakan lipase imobil Rhizomucor miehei dengan variasi suhu 30,40,50 dan 60 o C, hasil yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi suhu yang digunakan kecepatan reaksi esterifikasinya semakin tinggi. Rendemen reaksi esterifikasi juga ditentukan oleh waktu reaksi, karena reaksi esterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan maka pada waktu tertentu reaksi dapat berjalan kearah sebaliknya. Pada daerah waktu tertentu pembentukan dan penguraian produk M-DAG berjalan seimbang sehingga rendemen yang diperoleh konstan, daerah waktu tersebut dinamakan waktu kesetimbangan.. Gambar 10 menunjukkan permukaan tanggap terhadap nilai rendemen dengan waktu reaksi 14 jam pada berbagai perlakuan volume pelarut dan suhu reaksi sintesis M-DAG Model persamaan untuk parameter rendemen berdasar hasil uji RSM adalah sebagai berikut : Y = -162,16 + 2,94 P + 2,68 W + 6,96 S 0,77 P 2 + 0,22 W P -0,16 W 2 + 0,20 SP 0,01 SW- 0,08 S 2 Dimana P adalah volume pelarut, W adalah waktu reaksi dan S adalah suhu. Hasil analisis statistik menggunakan program SAS menunjukkan bahwa model respon surface untuk parameter rendemen memiliki nilai korelasi yang cukup tinggi yaitu r = 0,8591 ini berarti persamaan regresi untuk parameter rendemen dapat menjelaskan sekitar 85,91% total variabel bebas yang dipelajari (suhu reaksi, volume pelarut tertier-butanol dan waktu reaksi) terhadap variabel

46 tak bebas (rendemen) sehingga kondisi optimum untuk parameter rendemen dipilih sebagai kondisi optimum proses sintesis M-DAG secara enzimatis menggunakan lipase karena selain dapat menghasilkan rendemen sebesar 58 %, kondisi tersebut jika diterapkan pada model persamaan MAG akan menghasilkan produk M-DAG dengan kandungan MAG yang tinggi yaitu 96,6 % dan jika diterapkan pada persamaan untuk DAG akan menghasilkan DAG sebesar 17,29 %. Hal ini diperkuat dari hasil uji metode respon surface menggunakan program SAS pada Lampiran 4 yang menyatakan bahwa hasil pada kondisi optimum ini adalah maksimum. Gambar 10 Permukaan tanggap terhadap nilai rendemen dengan waktu reaksi 14 jam pada berbagai perlakuan volume pelarut dan suhu reaksi sintesis M-DAG Fraksi MAG Produk Sintesis M-DAG Korelasi antara faktor volume pelarut tertier-butanol, suhu reaksi dan waktu reaksi mempengaruhi kandungan MAG dalam produk M-DAG. Dari data hasil penelitian dengan Central Composite Design pada Lampiran 3 dan dari hasil uji respon surface menggunakan program SAS terhadap kandungan MAG dalam produk M-DAG pada Lampiran 5 menunjukkan adanya peningkatan kandungan MAG dengan kenaikan volume pelarut tertier-butanol, suhu dan waktu reaksi dan mencapai optimum pada suhu 45 o C, pelarut tertier- butanol 10 ml dan waktu reaksi 17 jam dengan kandungan MAG mencapai 81 %. Menurut Yang and Parkin (1994) di dalam Atmadja (2000) hasil maksimum produksi MAG dengan esterifikasi enzimatis mencapai sekitar 90 %

47 sedangkan dengan penggunaan katalis kimia hanya mencapai 60 %. Kandungan MAG dalam emulsifier komersial campuran M-DAG dapat bervariasi yaitu 40 %, 50 % dan 90 % tergantung proses produksinya (Zielinski 1997). Kandungan MAG tertinggi diperoleh dengan metode destilasi molekuler yaitu mencapai 95 % MAG, 3 % DAG, < 1,0 % gliserol bebas dan < 1,0 % asam lemak bebas (Gunstone et al.1994) Model persamaan untuk fraksi MAG berdasar uji RSM adalah sebagai berikut : Y = 117,29 24,76 P + 5,51 W + 1,72 S 0,51 P 2 + 0,65 WP 0,06 W 2 + 0,52 SP 0,22 SW 0,03 S 2 Dimana P adalah volume pelarut, W adalah waktu reaksi dan S adalah suhu reaksi. Dari hasil analisis statistik menggunakan program SAS untuk parameter fraksi MAG pada Lampiran 5 memiliki nilai korelasi r = 0,8456 nilai tersebut menunjukkan bahwa pelarut tertier-butanol, suhu dan waktu reaksi mempengaruhi sekitar 84,56 % pada reaksi esterifikasi yang terjadi untuk menghasilkan MAG yang maksimal. Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa dengan waktu reaksi 17 jam dengan berbagai perlakuan volume pelarut dan suhu reaksi tidak ditemukan suatu titik maksimum, ini sesuai dengan data olahan dengan menggunakan program SAS pada Lampiran 5. Oleh sebab itu kondisi optimum untuk fraksi MAG ini (suhu reaksi 45º C, waktu reaksi 17 jam dan pelarut tertier-butanol 10 ml) tidak dipilih sebagai kondisi optimum proses sintesis M-DAG secara enzimatis menggunakan lipase karena meskipun dapat menghasilkan produk M-DAG dengan kandungan MAG yang cukup tinggi yaitu 81 %, dan jika kondisi optimum tersebut diterapkan pada persamaan untuk rendemen juga menghasilkan rendemen yang cukup tinggi yaitu 60,5 % serta jika diterapkan pada persamaan untuk DAG akan menghasilkan DAG sebesar 10,89 % hasil tersebut tidak didukung oleh hasil uji metode respon surface menggunakan program SAS pada Lampiran 5 yang menyatakan bahwa hasil pada kondisi optimum tersebut tidak maksimum

48 Gambar 11 Permukaan tanggap terhadap fraksi monoasilgliserol dengan waktu reaksi 17 jam pada berbagai volume pelarut dan suhu reaksi sintesis M-DAG Fraksi DAG Produk Sintesis M-DAG Korelasi antara volume pelarut tertier-butanol, suhu dan waktu reaksi juga mempengaruhi kandungan DAG dalam produk M-DAG yang dihasilkan dengan nilai korelasi r = 0,8093 nilai ini berarti bahwa volume pelarut tertier-butanol, suhu dan waktu reaksi mempengaruhi sekitar 80,93 % terhadap kandungan DAG dalam produk M-DAG yang dihasilkan. Model persamaan untuk parameter fraksi DAG berdasar uji statistik dengan program SAS pada Lampiran 6 adalah sebagai berikut: Y = - 43,60 + 17,35 P 2,66 W 0,33 S + 0,46 P 2 0,52WP + 0,04 W 2 0,40SP + 0,16 SW + 0,02 S 2 Dimana P adalah volume pelarut, W adalah waktu reaksi dan S adalah suhu reaksi. Permukaan tanggap terhadap fraksi diasilgliserol dengan waktu reaksi 19 jam pada berbagai perlakuan volume pelarut dan suhu reaksi sintesis M-DAG dapat dilihat pada Gambar 12.

49 Gambar12 Permukaan tanggap terhadap fraksi diasilgliserol dengan waktu reaksi 19 jam pada berbagai perlakuan volume pelarut dan suhu reaksi sintesis M-DAG Dari data hasil optimasi dengan Central Composite Design pada Lampiran 3 dan dari analisis menggunakan metode respon surface (Lampiran 6) menunjukkan bahwa kandungan DAG dalam produk mencapai optimum pada reaksi sintesis M-DAG dengan menggunakan pelarut tertier-butanol 11 ml, suhu reaksi 43 o C dan waktu reaksi 19 jam dengan kandungan DAG 18 %. Kondisi optimum disini tidak bisa dijadikan model karena akan memberikan nilai rendemen maupun kandungan MAG yang rendah jika diterapkan pada model persamaan untuk parameter tersebut. Verifikasi Kondisi Optimum Verifikasi dilakukan untuk melihat konsistensi produk M-DAG yang diperoleh yaitu dengan melihat nilai Coefficient of Varian (CV). Verifikasi kondisi optimum dilakukan sebanyak empat kali ulangan terhadap kondisi optimum reaksi sintesis M-DAG untuk parameter rendemen (suhu 54º C, pelarut tertier- butanol 11 ml dan waktu reaksi 14 jam) (Tabel 9). Konsistensi dievaluasi berdasarkan nilai CV. CV didefinisikan sebagai rasio antara standart deviasi populasi dengan rata-rata populasi, digunakan untuk menunjukkan variabilitas relatif populasi terhadap rata-ratanya (Liu et al. 2006 di dalam Widarta 2008). Persentase CV dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

50 Standar deviasi CV = x 100% Rata-rata Kondisi optimum yang dipilih pada penelitian ini adalah kondisi reaksi sintesis M-DAG untuk parameter rendemen karena kondisi optimum untuk parameter rendemen ini jika diterapkan pada model persamaan untuk parameter MAG akan menghasilkan fraksi MAG yang cukup tinggi. Tabel 8 Rekapitulasi persamaan hasil analisa permukaan tanggap terhadap parameter rendemen, jumlah fraksi MAG dan DAG pada kondisi optimum sintesis Parameter Rendemen Kondisi optimum 54º C, 11 ml tert- butanol, 14 jam Persamaan r Kadar (%) Y = -162,16 + 2,94 P + 2,68 W + 0,8591 58 6,96 S 0,77 P 2 + 0,22 W P 0,16W 2 + 0,20SP 0,0SW -0,08 S 2 MAG 45º C, 10 ml tert- butanol, 17 jam Y = 117,29 24,76 P + 5,51 W + 1,72 S 0,51 P 2 + 0,65 WP 0,06W 2 + 0,52 SP 0,22SW 0,03 S 2 0,8456 81 DAG 43º C, 11 ml tert- butanol, 19 jam Y = - 43,60 + 17,35 P 2,66 W 0,33 S + 0,46 P 2 0,52WP +0,04 W 2 0,40SP + 0,16SW + 0,02 S 2 0,8093 18 Dari hasil verifikasi kondisi optimum yang dapat dilihat pada Tabel 9 dan hasil analisa dengan kromatografi lapis tipis dapat dilihat pada Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai CV dari hasil verifikasi kondisi optimum yaitu 6,66 % untuk parameter rendemen dan 8,7 % untuk fraksi MAG.

51 DALMS DAG MAG Gambar 13 Profil kromatogram KLT produk M-DAG hasil verifikasi Gomez dan Gomez (1984) di dalam Patel et al.(2001) melaporkan bahwa CV sangat bervariasi tergantung pada jenis percobaan dan karakter yang diukur, lebih lanjut dikatakan bahwa kisaran CV yang dapat diterima adalah 15 % untuk berbagai percobaan. Hasil perhitungan pada Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai CV yang diperoleh relatif kecil (<15 %) untuk parameter rendemen dan fraksi MAG, ini berarti bahwa produk M-DAG yang dihasilkan dengan kondisi optimum proses yang dipilih (suhu 54º C, volume pelarut tertier butanol 11 ml dan waktu 14 jam) terbukti cukup konsisten untuk parameter rendemen dan kandungan fraksi MAGnya, namun demikian tidak untuk kandungan DAGnya karena dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa fraksi DAG memiliki nilai CV yang tinggi (>15 %). Dari hasil analisis dengan program SAS untuk parameter fraksi DAG pada Lampiran 6 dapat diketahui bahwa volume pelarut tertier-butanol, suhu dan waktu reaksi hanya mempengaruhi sebesar 80,93 % terhadap kandungan DAG dalam produk M-DAG yang artinya ada faktor lain yang mempengaruhi kandungan DAG dalam produk M-DAG selain kondisi proses yang telah dipilih disini. Menurut Gupta (1996) komposisi gliserida dalam produk M-DAG dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain rasio substrat, tipe dan konsentrasi katalis, dan derajat pencampuran, sehingga jika diinginkan produk M-DAG dengan kandungan fraksi DAG yang lebih baik konsistensinya sebaiknya dilakukan pengkajian ulang terhadap faktor-faktor di atas.

52 Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa kondisi optimum yang dipilih disini dapat digunakan untuk mensintesis produk M-DAG yang optimum baik jumlah rendemennya maupun kandungan MAGnya sesuai dengan hipotesa penelitian ini. Dari Tabel 9 dapat dilihat meskipun terdapat perbedaan antara hasil perhitungan fraksi MAG dan fraksi DAG menggunakan model dan hasil verifikasi, perbedaan tersebut masih dapat diterima karena nilai CV nya masih dibawah 15 % selain itu produk M-DAG yang dihasilkan dengan kondisi optimum terpilih relatif lebih baik dibanding hasil penelitian terdahulu dimana jumlah rendemen terbesar hanya mencapai 42,47 % dengan kandungan MAG 22,21 % dan DAG 41,38 % (Christina 2000) dan jumlah rendemen 32 % dengan kandungan MAG mencapai 75,9 % dan DAG 13,04 % (Kitu 2000). Jumlah rendemen yang diperoleh dengan kondisi optimum terpilih disini adalah 51,66 % dengan kandungan MAG mencapai 78,31% dan DAG 21,69%, sehingga dapat dikatakan bahwa produk M-DAG hasil sintesis dengan kondisi optimum terpilih cukup bagus karena M-DAG dengan kandungan MAG makin tinggi akan memiliki sifat fungsional yang lebih baik demikian juga nilai ekonominya. Menurut Day dan Underwood (1990) kesalahan atau penyimpangan dalam suatu analisis dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu kesalahan metodik, operatif dan instrumental. Kesalahan metodik adalah kesalahan yang disebabkan oleh cara analisis yang menyangkut sifat dari sistem kimia yang dianalisis, kesalahan operatif adalah kesalahan yang disebabkan oleh ketidakmampuan pelaksana eksperimen dan kesalahan instrumental adalah kesalahan yang disebabkan oleh kegagalan alat pengukur untuk bekerja sesuai dengan standar yang diperlukan. Seringkali sumber kesalahan dalam suatu analisis lebih dari satu. Besarnya penyimpangan antara perhitungan dengan model dan hasil verifikasi untuk fraksi MAG dan fraksi DAG dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan metodik yang menyangkut cara analisa menggunakan kromatografi lapis tipis terhadap produk M-DAG dimana pada saat produk MAG sudah konsisten pada kondisi reaksi terpilih ternyata produk DAG belum konsisten.

53 Tabel 9 Data hasil verifikasi kondisi optimum sintesis M-DAG No Rendemen (%) MAG (%) DAG (%) 1 51,94 81,42 18,58 2 50,00 87,96 12,04 3 57,02 73,18 26,82 4 47,68 70,67 29,33 Rata-rata 51,66 78,31 21,69 SD 3,44 6,85 6,85 CV(%) 6,66 8,70 31,60 Hasil perhitungan 58,0 96,66 17,29 dengan model Penyimpangan (%) 10,34 18,93 25,40 Karakterisasi Sifat Fisikokimia Produk M-DAG Karakterisasi produk dilakukan untuk mengetahui sifat fisik serta kimia dari M-DAG yang dihasilkan dari optimasi dengan nilai rendemen yang cukup. Karakterisasi produk meliputi analisis komposisi gliserida dengan kromatografi Gas (GC), titik leleh, kadar asam lemak bebas (ALB ) dan bilangan iodin. Komposisi Gliserida dengan Kromatografi Gas (GC) Karakterisasi komposisi gliserida terhadap produk M-DAG hasil sintesis pada kondisi optimum terpilih menggunakan kromatografi gas dapat dilihat pada Gambar 14 dan Tabel 10. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa komposisi M-DAG hasil sintesis pada kondisi reaksi terpilih ( waktu reaksi 14 jam, suhu reaksi 54 o C dan volume pelarut tertier butanol 11 ml) terdiri dari 78,34 % MAG, 2,52 % DAG dan 19,14 % gliserol. Komposisi produk M-DAG disini berbeda dengan hasil verifikasi untuk fraksi DAG dan gliserol yang mana dari hasil verifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis fraksi gliserol tidak terdeteksi hal ini diduga gliserol tidak dapat bereaksi dengan 2,7- dichlorrrofluorescen yang dipergunakan dalam proses pewarnaan lempeng KLT setelah dilakukan elusi, sehingga pada saat dilihat

54 dibawah sinar ultra violet pada panjang gelombang 256 nm spot fraksi gliserol tidak dapat diamati.. Gambar 14 Profil kromatogram kromatografi gas produk M-DAG hasil sintesis dengan kondisi optimum terpilih. Tabel 10 Hasil analisa kuantitatif produk M-DAG hasil sintesis dengan kondisi optimum terpilih dengan kromatografi gas Peak Ret Time (min) Area (pa*s) Area (%) Total (%) Komponen 1 3.580 170.94304 5.01579 19.1447 Gliserol 2 3 3.724 4.547 163.85092 317.67474 4.80769 9.32117 4 15.165 76.60065 2.24761 78.3393 MAG 5 6 7 8 9 10 15.904 16.270 17.043 17.189 17.247 17.377 1240.10059 1053.82886 74.39475 91.38203 58.12147 75.45435 36.38686 30.92130 2.18288 2.68132 1.70539 2.21397 11 20.440 85.74895 2.51603 2.5160 DAG Total 100.00

55 Dari hasil karakterisasi komposisi gliserida terhadap produk M-DAG hasil sintesis pada kondisi optimum terpilih menggunakan kromatografi gas seperti dapat dilihat pada Gambar 14, produk M-DAG diduga sebagian besar terdiri dari gliserol monopalmitat mencapai 36,39 % dan gliserol monooleat mencapai 30,92 % hal sesuai dengan bahan baku DALMS yang dipergunakan dimana kandungan asam lemaknya sebagian besar terdiri dari asam palmitat dan asam oleat. Titik Leleh Titik leleh merupakan salah satu sifat fisik yang penting dari emulsifier, terutama dalam kaitan penerapannya pada suatu produk. Titik leleh adalah suhu pada saat suatu bahan berubah menjadi cair sempurna. Sama halnya dengan minyak dan lemak, emulsifier M-DAG tidak meleleh dengan tepat pada suatu nilai suhu tertentu sehingga pengukuran titik lelehnya dilakukan dengan menetapkan kisaran suhu ketika emulsifier mulai melunak hingga cair dengan sempurna. Titik leleh M-DAG dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu sifat asam lemak penyusun dan bentuk kristalnya. Gaya tarik antar asam lemak yang berdekatan ditentukan oleh panjang rantai karbon, jumlah ikatan rangkap dan bentuk isomer cis atau trans pada asam lemak tidak jenuh. Semakin banyak ikatan rangkap dalam suatu suatu asam lemak maka titik lelehnya semakin rendah karena ikatan menyebabkan struktur asam lemak tidak stabil. Asam lemak rantai panjang memiliki titik leleh yang tinggi dibandingkan asam lemak rantai pendek, semakin panjang rantai karbon maka titik lelehnya semakin tinggi (Winarno 2002). Hasil karakterisasi terhadap titik leleh menunjukkan bahwa produk M- DAG memiliki kisaran titik leleh 57 o C- 62,5 o C, titik leleh produk M-DAG ini berada dibawah titik leleh M-DAG komersial yaitu 60 o C-64,5 o C hal ini disebabkan M-DAG komersial telah mengalami pemurnian sehingga mayoritas terdiri dari monoasilgliserol (MAG) yang mempunyai titik leleh diatas diasilgliserol (DAG) dan triasilgliserol (TAG) dikarenakan MAG memiliki 2 ikatan hidrogen dan DAG memiliki 1 ikatan hidrogen yang tidak dimiliki oleh TAG (Gunstone et al. 1994), sedangkan M-DAG produk masih berupa campuran

56 yang terdiri dari berbagai komponen seperti MAG, DAG, TAG dan gliserol yang bisa menurunkan titik lelehnya. Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dalam penelitian ini selain terjadi reaksi esterifikasi untuk menghasilkan MAG dan DAG juga terjadi reaksi sebaliknya yaitu reaksi hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Reaksi hidrolisis dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah enzim dan substrat pada daerah interfase, waktu reaksi, suhu reaksi, jenis substrat, rasio air terhadap minyak dan ada tidaknya aktivator ( Kosugi et al. 1988; Wang et al. 1988; Fu et al. 1995). Kadar asam lemak bebas yang terdapat didalam produk diharapkan sekecil mungkin karena hal ini berhubungan dengan kualitas produk. Kadar asam lemak bebas yang tinggi dalam produk M-DAG kurang menguntungkan karena pertama hal tersebut akan menyebabkan rendahnya daya emulsifikasi produk karena jika kandungan asam lemak bebasnya tinggi berarti kandungan M-DAG dalam produk berkurang, dengan demikian dalam aplikasinya diperlukan emulsifier dengan konsentrasi lebih tinggi untuk mencapai daya emulsifikasi yang optimum. Selain itu asam lemak bebas bersifat sangat mudah rusak terutama oleh oksidasi dan memungkinkan timbulnya bau yang tidak enak off odor sehingga bisa mengurangi penerimaan produk ditingkat konsumen (Atmadja 2000). Menurut Sjurnes et al. (1995) migrasi asil yang mudah terjadi pada reaksi hidrolisis dapat diminimalkan antara lain dengan pengaturan waktu reaksi dan jumlah enzim. Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan terjadi migrasi asil juga semakin besar. Produk M-DAG hasil sintesis dengan kondisi optimum terpilih memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 0,75% jauh lebih kecil dari kadar asam lemak bebas bahan baku DALMS (87%) dan lebih besar dari kadar asam lemak bebas M-DAG komersial yaitu 0,44. Namun demikian meskipun kadar asam lemak bebas produk M-DAG hasil sintesis dengan kondisi optimum terpilih disini lebih besar dari kadar asam lemak bebas M-DAG komersial, kadar tersebut jauh lebih kecil dibandingkan kadar asam lemak bebas M-DAG produk sintesis peneliti terdahulu yang menggunakan bahan baku yang sama yaitu 14,14% (Pujiastuti

57 1998), 35,28% (Christina 2000), 10,51% (Kitu 2000) dan 6,65% (Lukita 2000). Dari Tabel 11 dapat dilihat perbandingan karakter fisikokimia bahan baku (DALMS), produk M-DAG dan M-DAG komersial. Bilangan Iodin Bilangan Iodin dinyatakan sebagai jumlah gram Iodin yang diserap oleh 100 gram minyak atau lemak. Bilangan Iodin ini menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak atau lemak dan dapat juga digunakan untuk menentukan jenis emulsifaier berdasar bentuk fisik dan kegunaannya. Bilangan iodin juga menyatakan banyaknya ikatan tidak jenuh pada asam lemak yang menyusun suatu emulsifaier, sehingga gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan yang tinggi akan memiliki bilangan iodin yang besar karena semakin banyak ikatan rangkap yang dapat mengikat iodin. Tabel 11 Karakter fisikokimia bahan baku (DALMS), produk M-DAG dan M- DAG komersial Parameter Bahan baku (DALMS) Produk M-DAG M-DAG komersial Titik leleh (o C) 49,5-50,5 57-62,5 60-64,5 Kadar ALB (%) 87 0,75 0,44 Bilangan iodin 58,06 16,67 7,57 Penentuan bilangan iodin dalam penelitian ini menggunakan metode Wijs, M-DAG produk dalam penelitian ini memiliki bilangan iodin sebesar 16,66 sementara bilangan Iodin dari M-DAG komersial yang digunakan sebagai standar adalah 7,57. Besarnya bilangan iodin dari M-DAG produk dibanding M-DAG komersial menunjukkan bahwa M-DAG produk mengandung lebih banyak asam lemak tidak jenuh hal ini kemungkinan disebabkan oleh bahan baku DALMS yang kandungan terbesarnya berupa asam palmitat dan asam oleat. Dari Tabel 11 dapat dilihat kecenderungan penurunan bilangan iodin setelah bahan baku destilat asam lemak minyak sawit mengalami esterifikasi berubah menjadi M-DAG dibandingkan dengan bilangan iodin MAG komersial.

58 Triasilgliserol (TAG) yang telah berubah menjadi M-DAG akan mengalami perubahan pada karakteristik fisiknya. Bentuk fisik ini ditentukan oleh jenis asam lemak penyusunnya semakin banyak asam lemak yang mengandung ikatan rangkap atau semakin tidak jenuhnya asam lemak penyusunnya, maka bentuk emulsifier akan semakin lunak dan bilangan iodinnya semakin besar.