15 BAB III LANDASAN TEORI Tenaga listrik dibangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi yang sebelumnya terlebih dahulu dinaikkan tegangannya oleh transformator penaik tegangan (step up transformator) yang ada di Pusat Listrik. Saluran Transmisi ini disebut juga Jaringan Tegangan Extra Tinggi (JTET), Setelah tenaga listrik disalurkan melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik ke Gardu Induk (GI) untuk diturunkan tegangannya melalui transformator penurun tegangan (step down transformator) menjadi Jaringan Tegangan Menengah (JTM) atau yang juga disebut sebagai tegangan distribusi primer. Setelah tenaga listrik disalurkan melalui jaringan distribusi primer maka kemudian tenaga listrik diturunkan tegangannya dalam gardu gardu distribusi menjadi Jaringan Tegangan Rendah (JTR), dan untuk selanjutnya disalurkan ke rumah rumah pelanggan (konsumen) PLN melalui Sambungan Rumah. Hal ini digambarkan oleh gambar 3.1 Proses Penyaluran Tenaga Listrik dari Pembangkit Listrik sampai ke Pelanggan PLN. Gambar 3.1 Proses Penyaluran Tenaga Listrik
16 Selain itu saluran udara Tegangan listrik oleh PLN dibedakan menjadi empat bagian, yaitu: 1. Saluran udara tegangan rendah (SUTR) 40 Volt 1000 Volt Transmisi SUTR adalah bagian hilir dari sistem tenaga listrik pada tegangan distribusi di bawah 1000 Volt, yang langsung memasok kebutuhan listrik tegangan rendah ke konsumen, di Indonesia tegangan operasi transmisi SUTR saat ini adalah 220/ 380 Volt. 2. Saluran udara tengangan menengah (SUTM) 6 KV 30 KV Pada umumnya tegangan operasi SUTM adalah 6 KV dan 20 KV, namun secara berangsur-angsur tegangan operasi 6 KV dihilangkan dan saat ini hampir semuanya menggunakan tegangan operasi 20 KV, transmisi SUTM digunakan pada jaringan tingkat tiga, yaitu jaringan distribusi yang menghubungkan dari Gardu Induk, Penyulang (Feeder), SUTM, Gardu Distribusi, sampai dengan ke Instalasi Pemanfaatan (Pelanggan/ Konsumen), berdasarkan sistem pentanahan titik netral trafo, efektifitas penyalurannya hanya pada jarak (panjang) antara 15 km sampai dengan 20 km Jika transmisi lebih dari jarak tersebut, efektifitasnya menurun, karena relay pengaman tidak bisa bekerja secara selektif. 3. Saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 30 KV 150 KV Pada umumnya tegangan operasi antara 30 KV sampai dengan 150 KV, konfigurasi jaringan pada umumnya single atau double sirkuit, dimana 1 sirkuit terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat, biasanya hanya 3 kawat dan penghantar netralnya digantikan oleh tanah sebagai saluran kembali apabila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masing-masing phasa terdiri dari dua atau empat kawat (Double atau Qudrapole) dan Berkas konduktor disebut Bundle Conductor, jika transmisi ini beroperasi secara parsial, jarak terjauh yang paling efektif adalah 100 km, jika jarak transmisi lebih dari 100 km maka tegangan jatuh (drop voltage) terlalu besar, sehingga tegangan diujung transmisi menjadi rendah. Untuk mengatasi hal tersebut maka sistem
17 transmisi dihubungkan secara ring system atau interconnection system. Ini sudah diterapkan di Pulau Jawa dan akan dikembangkan di Pulau-pulau besar lainnya di Indonesia. 4. Saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) 200 KV 500 KV Pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas 500 MW tujuannya adalah agar drop tegangan dan penampang kawat dapat direduksi secara maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien. Permasalahan mendasar pembangunan SUTET adalah konstruksi tiang (tower) yang besar dan tinggi, memerlukan tapak tanah yang luas, memerlukan isolator yang banyak, sehingga pembangunannya membutuhkan biaya yang besar, masalah lain yang timbul dalam pembangunan SUTET adalah masalah sosial, yang akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan, timbulnya protes dari masyarakat yang menentang pembangunan SUTET, permintaan ganti rugi tanah untuk tapak tower yang terlalu tinggi tinggi, adanya permintaan ganti rugi sepanjang jalur SUTET. Pembangunan transmisi ini cukup efektif untuk jarak 100 km sampai dengan 500 km. Dan untuk pengukuran daya listrik dapat dibedakan sesuai sistem pengukuran dan batasan daya serta tarif yang dijual oleh PLN, yaitu: 1. Pengukuran langsung 1 phasa dan 3 phasa Tegangan Rendah (TR) alat ukur yang digunakan KWH Meter pengukuran langsung dengan batasan daya 450 VA s/d 41.500 VA. 2. Pengukuran tak langsung 3 phasa Tegangan Rendah (TR) dengan batasan daya 53 kva s/d 197 kva dan Tegangan Menengah (TM) dengan batasan daya diatas 200 kva. Alat- alat ukur yang yang digunakan kwh meter pengukuran tak langsung, trafo arus (current transformer) dan trafo tegangan (potential transformer).
18 Untuk pengukuran tak langsung 3 fasa Tegangan Menengah (TM) alat- alat ukur yang yang digunakan kwh Meter pengukuran tak langsung, trafo arus (CT) dan trafo tegangan (PT) dan Relay sebagai pembatas dan sebagai system proteksinya. a) Trafo Tegangan (PT) Mentransformasikan dari tegangan tinggi/menengah ke tegangan rendah guna pengukuran dan proteksi (tidak dibahas detail). b) Trafo Arus (CT) Fungsi trafo arus (CT), adalah mentransformasikan dari arus yang besar kearus yang kecil yang kecil guna pengukuran atau proteksi, sebagai isolasisirkit sekunder dari sisi primernya dan dan memungkinkan penggunaanstandar arus pengenal untuk alat sisi sekundernya. c) Pengenal trafo arus (CT) Trafo arus (CT) memiliki pengenal primer dan sekunder.pengenal primer: 10-12.5-15-20-25-30-40-50-60-75-80 A & kelipatan 10 Pengenal sekunder 1-2-5 A3 Dalam kerja peraktek ini akan dibahas tentang cara pengujian Error CT Tegangan Menengah, yang di mulai daya 200 kva sampai daya 29 MVA di PT PLN (Persero) Area Pelayanan dan Jaringan Serpong. Identifikasi lainnya lainnya tidak termasuk dalam laporan ini. Selain itu pengujian Error CT Tegangan Menengah yang benar dan penggunaan rasio CT yang benar dapat memperakurat hasil pengukuran kwh Meter. Tujuan dari pekerjaan tersebut adalah untuk mencapai target kinerja distribusi, yaitu penurunan losess akibat kesalahan pengukuran kwh Meter dan meningkatkan Penjualan kwh meter.
19 1.1 Pengertian dasar mengenai CT (Current Transformer) Sistem pengukuran besaran listrik pada jaringan tenaga listrik yang berkapasitas besar, harus menggunakan trafo pengukuran, yaitu trafo arus (current transformer) untuk besaran arus dan trafo tegangan (potential transformer) untuk besaran tegangan dan merubahnya menjadi besaran pengukuran (sekunder). Dengan besaran sekunder ini, maka peralatan ukur (meter dan proteksi) dapat dirancang lebih fleksibel, sehingga hasil pengukurannya lebih akurat dan presisi. Current Transformer (CT) adalah. trafo yang dirancang khusus untuk fungsi pengukuran arus pada rangkaian primer dan mengkonversinya menjadi besaran sekunder. 3.2 Kelas dan tingkat kesalahan CT atau Trafo Arus merupakan perantara pengukuran arus, dimana keterbatasan kemampuan baca alat ukur. Misal pada sistem saluran tegangan tinggi, arus yang mengalir adalah 2000A sedangkan alat ukur yang ada hanya sebatas 5A. Maka dibutuhkan sebuah CT yang mengubah representasi nilai aktual 2000A di lapangan menjadi 5A sehingga terbaca oleh alat ukur. CT umumnya selain digunakan sebagai media pembacaan juga digunakan dalam sistem proteksi sistem tenaga listrik. Sistem proteksi dalam sistem tenaga listrik sangatlah kompleks sehingga CT itu sendiri dibuat dengan spesifikasi dan kelas yang bervariatif sesuai dengan kebituhan sistem yang ada.
20 berikut adalah spesifikasi data class pada CT : Gambar 3.2 Spesifikasi Class CT Dari Gambar 3.1 didapatkan kesimpulan standar IEC, akurasi kelas untuk berbagai jenis pengukuran yang ditetapkan dalam IEC 60044-1, Kelas 0.1, 0.2s, 0.2, 0.5, 0.5s, 1, dan 3. Penunjukan kelas adalah ukuran perkiraan akurasi CT. Rasio (primer ke sekunder saat ini) kesalahan CT kelas 1 adalah 1% pada arus pengenal; kesalahan rasio CT kelas 0.5 adalah 0,5% atau kurang. Kesalahan dalam tahap juga penting terutama dalam mengukur arus listrik, dan setiap kelas memiliki phasa kesalahan maksimum untuk impedansi beban tertentu. Transformator saat ini digunakan untuk relay proteksi, seperti untuk over load dan kebocoran pada grounding. 3.3 Prinsip Kerja Trafo Arus Seperti trafo - trafo yang lain, trafo arus juga memiliki gulungan primer inti magnetik dan sebuah gulungan sekunder seperti Gamabr 3.2. Arus bolak balik mengalir di sisi primer dan menghasilkan medan magnet pada inti besinya yang kemudian menginduksi pada gulungan sekunder dengan efisien.
21 Prinsip kerja trafo arus adalah sebagai berikut : N 1 N 2 P 2 P 1 S 1 I 1 I 2 S 2 Gambar 3.3 Rangkaian pada Trafo Arus Design paling umum dari CT yang terlihat dari gambar 3.2 terdiri dari gulungan kawat tembaga email dan di lilitkan pada cincin baja silikon dan di bungkus dengan isolator dan di kaitkan pada dua buah terminal connector di bagian luarnya yang nantinya akan terhubung dengan grounding dan parameter. 3.4 Menetukan Nilai CT Yang Terpasang Dalam halini sebelum kita memasang CT yang perlu dilakukan adalah menentukan nilai CT yang akan kita pasang. Dalam menentukan nilai rating arus phasa ke phasa dalam sistem 3 phasa, digunakan rumus dibawah ini: I = DAYA TERSAMBUNG 3 X TEGANGAN I = S 3 X V KETERANGAN I : ARUS NOMINAL (A) S: DAYA TERSAMBUNG (KVA) V: TEGANGAN (V) 380/400-20000 V Sebagai contoh Terdapat pelanggan dengan daya tersambung 555 kva, dengan tegangan 20000 V dan CT TM yang di gunakan 20 A 555000 I= =16,02 A 3 x 20000
22 Dengan nilai tersebut CT yang di pergunakan harus mendekati nilai I yang di dapat pada saat perhitungan yakni 20 A 3.5 Pembacaan Rasio CT Pembacaan Rasio CT merupakan hal yang sangat penting dalam pengujian Error CT, sebagai contoh bila CT dengan rasio 50/5A maka CT harus mengeluarkan nilai arus sebesar + 5A pada sisi sekundernya dan di sisi primer CT dialiri arus sebesar + 50A (besar kecil tegangan primer tidak mempengaruhi arus CT). Kemudian jika di terminal sekunder CT terukur arus sebesar 3.26A maka pada sisi primer CT yakni 32,6 A. Hal ini bisa dibuktikan dengan Rumus : Ip = Ratio ct Is : Ip = 50 3.26 5 : Ip = 3.26 x 10 : Ip = 32.6 A Keterangan : Ip : Arus Primer Is : Arus Sekunder 3.6 Akurasi Rasio CT (Kelas CT) Setiap CT mempunyai akurasi kelas kesalahan pembacaan (%error) yang berbeda-beda. Semakin kecil nilai kesalahan pembacaan (%error) CT maka semakin baik kelas akurasi sebuah CT. Sesuai standar IEC, bahwa injeksi arus untuk pengetesan ratio CT boleh dilakukan mulai dari 10%. Maka disini, sisi primer CT dapat diinjeksi arus senilai 5A. Dan apabila terdapat CT baru dari pabrikan dengan spesifikasi rasio 50/5 dan kelas akurasi 0,5 maka untuk akurasi ratio CT yakni : Ip = Ratio ct Is : 5 = 50 Is 5 : Is = 25 / 50 : Ip = 0.5 A
23 dan hasilnya adalah = 0.5A, untuk nilai error sebesar 0,5% maka hasil pengukuran arus pada terminal CT sekunder tersebut tidak boleh melebihi dari 0.5025A atau kurang dari 0.4975A. 3.7 Kesalahan Pemasangan Sistem pengukuran tidak langsung tegangan Menengah 20000 volt pada kwh meter memiliki kemungkinan kesalahan pengukuran yang lebih banyak dari pada pengukuran langsung, terutama pada system pengawatan atau trafo arusnya. Kesalahan pengawatan dapat di sebabkan oleh rangkaian arus clan rangkaian tegangan yang tidak sama phasanya, polaritas arus yang terbalik atau pengawatan rangkaian arus clan rangkaina tegangan yang putus dapat menyebabkan berkurangnya pengukuran pada system ini. Pemilihan CT yang lebih kecil dari Daya yang di sambung mengakibatkan kesalahan pengukuran. 3.8 Tabel Dan Grafik Batas Kesalahan Arus Tabel 3.1 dibawah ini adalah batas kesalahan tertinggi yang diperbolehkan oleh trafo arus kelas 0,2s dan 0,5s untuk keperluan pengukuran atau billing. KELAS KETELITIAN Tabel 3.1 Kesalahan Rasio Arus +/- % KESALAHAN RASIO ARUS PADA % DARI ARUS PENGENAL +/- PERGESERAN FASE PADA % DARI ARUS PENGENAL MENIT (1/60 DERAJAT) 1 5 20 100 120 1 5 20 100 120 0,2s 0,75 0,35 0,2 0,2 0,2 30 15 10 10 10 0,5s 1,5 0,75 0,5 0,5 0,5 90 45 30 30 30 Gambar 3.4 dibawah ini menunjukan grafik garis batas kesalahan pengukuran trafo arus kelas 0,5s.
24 2.0 1.5 1.5 1.0 0.5 0.0-0.5-1.0-1.5-2.0 0.75 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5-0.5-0.5-0.5-0.5-0.5-0.75-1.5 50 100 150 200 250 I-pn [%] +Er Gambar 3.4 Grafik Kesalahan Rasio Arus Kelas 0,5s Gambar 3.5 dibawah ini menunjukan grafik garis batas kesalahan pengukuran trafo arus kelas 0,2s. 1.0 0.75 0.8 0.6 0.35 0.4 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.0-0.2-0.4-0.6-0.8-1.0-0.75 50 100 150 200 250-0.2-0.2-0.2-0.2-0.2-0.35 I-pn [%] Gambar 3.5 Grafik Kesalahan Rasio Arus Kelas 0,2s +Error -Error