BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Nama Generik 2.1.1. Pengertian Obat Generik Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non-propietary Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari monografi sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal (Widodo, 2004). Obat generik berlogo yaitu obat yang diprogram oleh pemerintah dengan nama generik yang dibuat secara CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik). Harga obat disubsidi oleh pemerintah. Logo generik menunjukkan persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) RI. Obat generik esensial adalah obat generik terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Widodo, 2004). 2.1.2. Manfaat Obat Generik Menurut Widodo (2004) manfaat obat generik secara umum adalah : 1. Sebagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 2. Dari segi ekonomis obat generik dapat dijangkau masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah.
3. Dari segi kualitas obat generik memiliki mutu atau khasiat yang sama dengan obat yang bermerek dagang (obat paten). 2.2. Parasetamol (Asetaminofen) 2.2.1. Sifat Fisika dan Kimia Parasetamol Rumus bangun : Gambar 1. Rumus bangun parasetamol Rumus molekul : C 8 H 9 NO 2 Sinonim : Paracetamolum Asetaminofen. Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % C 8 H 9 NO 2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya (Depkes RI, 1995). 2.2.2 Uraian Parasetamol Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik antipiretik yang sangat populer. Parasetamol dapat tersedia dalam berbagai
macam sediaan seperti tablet, kapsul, tetes, eliksir, suspensi, dan supositoria. Parasetamol pada umumnya diberikan dalam bentuk tablet yang mengandung 500 mg bahan aktif. Parasetamol juga sering dikombinasikan dengan bahan obat lain dalam satu formulasi (Sudjadi dan Rohman, 2008). Parasetamol (asetaminofen) mempunyai kerja analgetik dan antipiretik, tetapi tidak mempunyai aktivitas anti inflamasi atau antitrombotik. Parasetamol hanya menghambat sintesis prostaglandin secara lemah dan tidak mempunyai efek pada agregasi platelet (Stringer, 2009). Parasetamol (asetaminofen) merupakan golongan para aminofenol bersama dengan fenasetin. Efek samping golongan ini serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sedang, dan dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam, dengan mekanisme efek sentral. Efek samping dari parasetamol dan kombinasinya pada penggunaan dosis besar atau jangka lama dapat menyebabkan kerusakan hati (Dermawan, 2015). 2.3. Kromatografi Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fade diam dapat berupa bahan padat atau porus dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, makanya prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair (Rohman, 2009).
Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak atik langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat langsung ialah: (1) kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), (2) kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorpsi, penjerapan), dan (3) kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian) (Gritter dkk, 1991). Berdasarkan fase gerak, yang dapat berupa zat cair atau gas, kita dapat menggolongkan kromatografi menjadi kromatografi cair (KC) dan kromatografi gas (KG). Sedangkan berdasarkan fase diam, yang dapat berupa zat cair atau zat padat, kita dapat menggolongkan kromatografi menjadi kromatografi partisi dan kromatografi penjerap (Gritter dkk, 1991). 2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi cair kinerja tinggi dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel (Gandjar, 2008). Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan suatu teknis analisis obat yang paling cepat berkembang. Cara ini ideal untuk analisis beragam obat dalam sediaan dan cairan biologi, karena sederhana dan kepekaannya tinggi (Munson, 1991).
2.4.1. Jenis KCKT KCKT dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis jenis KCKT sebagai berikut: 1. Kromatografi Adsorbsi Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan meggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnnya (Rohman, 2009). 2. Kromatografi Fase Terikat Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon hidrokarbon non polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C 18 ) dan kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik (Rohman, 2009). 3. Kromatografi Penukar Ion KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin (Rohman, 2009). 4. Kromatografi Pasangan Ion Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel sampel ionik dan megatasi masalah masalah yang melekat pada
metode penukaran ion. Sampel ionik ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan (Rohman, 2009). 5. Kromatografi Eksklusi Ukuran Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul (BM) > 2000 dalton (Rohman, 2009). 6. Kromatografi Afinitas Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi interaksi biokimiawi yang sangat spesifik. Fase diam mengandung gugus gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel jika ada kondisi kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi) (Rohman, 2009). 2.4.2. Sistem Peralatan KCKT Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri dari (Rohman, 2009): 1. Wadah Fase Gerak Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut (Rohman, 2009). Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel partikel kecil. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan
komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Rohman, 2009). 2. Pompa Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 2 ml/menit (Rohman, 2009). Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantar fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan (Rohman, 2009). 3. Tempat Penyuntikan Sampel Sampel - sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tah karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal (Rohman, 2009). 4. Kolom Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian KCKT yang mana terdapat
fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solut / analit (Rohman, 2009). Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer polimer stiren dan divinil benzen (Rohman, 2009). 5. Detektor Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia (Rohman, 2009). Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut (Rohman, 2009): 1. mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel, 2. mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat kecil, 3. stabil dalam pengoperasiannya, 4. mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita, 5. signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas (kisaran dinamis linier), dan 6. tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan aliran fase gerak.