VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
VI. ANALISIS PERAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN GENDER UNTUK BEKERJA DI LUAR USAHATANI KELUARGA

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI

Kata kunci : alokasi waktu, gender, pendapatan, ketahanan pangan

V. KARAKTERISTIK WILAYAH PENELITIAN, USAHATANI DAN LATAR BELAKANG SOSIODEMOGRAFI RESPONDEN

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

III. KERANGKA PEMIKIRAN

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

KAJIAN PERMASALAHAN EKONOMI DI DAERAH BERPENDAPATAN RENDAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

ANALISIS PERAN GENDER DALAM PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

BAB V STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT LOKAL DESA GOROWONG. 5.1 Strategi Nafkah Kampung Ater dan Kampung Ciawian

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

GENDER DAN KETAHANAN PANGAN : SUATU KAJIAN PADA RUMAHTANGGA PETANI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

1 Universitas Indonesia

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Pembangunan Agribisnis di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

TELAAHAN KEGlATAN REPRODUKTIF DAN PRODUKTIF AMGGQTA RUMAHTANGGA PETANI MIGRAN SIRI<ULER DAN NON NilGRAN. Kalijati, Kabupaten Subang Jawa Barat) Qlah

TELAAHAN KEGlATAN REPRODUKTIF DAN PRODUKTIF AMGGQTA RUMAHTANGGA PETANI MIGRAN SIRI<ULER DAN NON NilGRAN. Kalijati, Kabupaten Subang Jawa Barat) Qlah

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

ALOKASI WAKTU JENDER DALAM RUMAH TANGGA NELAYAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI KABUPATEN BUTON UTARA SULAWESI TENGGARA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

LAPORAN AKHIR. Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

AGRIC Vol.22, No. 1, Juli 2010:67-74 PENDAHULUAN

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Umi Pudji Astuti, Wahyu Wibawa, dan Andi Ishak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK

Transkripsi:

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan pembahasan yang telah dilakukan. 8.1. Ringkasan Untuk mengetahui beberapa hasil yang telah diperoleh dari pembahasan yang telah dilakukan, di bawah ini disajikan beberapa ringkasan hasil. Dengan adanya ringkasan ini akan memberikan gambaran singkat mengenai keseluruhan hasil yang telah diperoleh dari penelitian ini. 1. Data di Tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Konawe Selatan menunjukkan indikasi terjadinya ketimpangan gender, terutama di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan. 2. Secara umum telah tercapai ketahanan pangan di tingkat nasional, Provinsi Sulawesi Tenggara dan Kabupaten Konawe Selatan, namun secara khusus masih terjadi kerawanan pangan pada level rumahtangga, terutama petani yang bertempat tinggal di desa-desa yang masuk kategori rawan pangan. 3. Desa-desa rawan pangan di lokasi penelitian secara umum memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup baik untuk pengembangan pertanian, namun sangat kekurangan infrastruktur umum terutama jalan dan pertanian terutama pengairan. Desa-desa rawan pangan ini bisa saja berlokasi di dataran dengan jenis usahatani utama yang dikelola petani adalah pertanian pangan (padi sawah, padi ladang, jagung, ubi, sayuran), perkebunan (kakao, jambu mete, kelapa), dan perikanan darat (rawa), atau terletak di dekat

188 pantai dengan pekerjaan sebagai nelayan, disamping sebagai petani (pangan atau pekebun). 4. Desa/kelurahan tahan pangan dalam penelitian ini terletak di daratan yang jauh dari pantai, dengan usahatani utama adalah membudidayakan padi sawah, disamping tanaman perkebunan seperti kakao, jambu mete, dan kelapa. Dua ciri khas daerah tahan pangan ini adalah terdapat jaringan irigasi tehnis yang dapat digunakan sepanjang tahun, serta tersedianya sarana dan prasarana jalan yang bagus (beraspal dan terletak di ruas jalan provinsi). 5. Karakteristik sosiodemografi responden secara umum adalah berumur produktif (42.49 tahun untuk laki-laki dan 36.70 tahun untuk perempuan) dengan rata-rata pendidikan tertinggi hanya mencapai 7.68 tahun untuk lakilaki dan 6.77 tahun untuk perempuan. Rata-rata umur laki-laki ketika menikah adalah 23.73 tahun dan perempuan adalah 19.53 tahun. Rata-rata ukuran rumahtang-ga adalah 4-5 orang. Secara umum, dilihat dari tingkat pendidikan responden, terjadi ketimpangan gender, dimana rata-rata tingkat pendidikan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Berdasarkan data usia suami dan isteri saat penelitian, serta usia saat menikah, dimana usia laki-laki lebih tua daripada perempuan, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat di Kabupaten Konawe Selatan tidak berbeda dengan di daerah lain di Indonesia. Ukuran rumahtangga yang lebih besar di desa-desa rawan pangan dan lebih tingginya jumlah anak yang berusia dibawah 10 tahun dalam rumahtangga, berdampak negatif dalam pencapaian ketahanan pangan, serta juga menjadi penyebab kurangnya alokasi waktu perempuan dalam pekerjaan-pekerjaan yang bernilai ekonomis.

189 6. Rata-rata luas lahan yang dikuasai responden di desa tahan pangan lebih tinggi daripada responden di desa rawan pangan. Disini dapat dikatakan bahwa rata-rata kepemilikan lahan pertanian cukup tinggi, yaitu di atas 1 hektar dengan pendapatan/kapita rata-rata berada di bawah batas garis kemiskinan (< Rp.182 000). Sumber pendapatan keluarga terbesar berasal dari usahatani keluarga. Dibanding laki-laki, pangsa pendapatan perempuan dari bekerja di luar usahatani keluarga adalah lebih kecil. Secara umum nampak bahwa pendapatan total rumahtangga di desa tahan pangan mencapai lebih dari dua kali lipat pendapatan rumahtangga responden di desa rawan pangan. Dari data mengenai luas lahan yang dikuasai responden yang lebih dari satu hektar per keluarga, sebenarnya ini merupakan aset sangat penting, yang bila dimanfaatkan seoptimal mungkin bisa menjadi sumber utama pendapatan rumahtangga. Dengan demikian ada harapan untuk meningkatkan pendapatan/kapita yang saat ini rata-rata berada di bawah garis kemiskinan nasional, yaitu < Rp. 182 000/bulan. 7. Hasil pengamatan terhadap pembagian tenaga kerja berdasar gender (gender division of labor) dalam rumahtangga, menunjukkan bahwa pekerjaanpekerjaan dalam usahatani yang umumnya dilakukan laki-laki adalah yang memerlukan curahan kerja fisik yang relatif besar, seperti mengolah lahan dan memperbaiki pematang sawah. Sedangkan perempuan melakukan pekerjaan yang relatif sedikit mengeluarkan tenaga fisik, seperti menanam padi, menyiangi gulma di sawah, dan melakukan pemanenan. 8. Pekerjaan-pekerjaan di dalam rumahtangga seperti mencuci pakaian, memasak, dan mengurus anak, merupakan tanggung jawab utama perempuan,

190 namun laki-laki juga membantu bila diperlukan, seperti untuk mengambil air dan membersihkan pekarangan. Untuk penyiapan pangan dalam rumahtangga, peran perempuan sangat besar, yaitu mulai dari mencari bahan pangan, mengolah, dan menghidangkannya untuk seluruh anggota keluarga. 9. Untuk menambah pendapatan keluarga, perempuan dan laki-laki bekerja dan atau berusaha di luar usahatani keluarga, baik di usahatani tetangga, maupun di luar sektor pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang umumnya dilakukan lakilaki adalah menjadi buruh mengolah lahan, memperbaiki pematang, dan buruh panjat kelapa di usahatani tetangga, sedangkan perempuan menjadi buruh menanam atau buruh panen. Di luar pertanian, laki-laki melakukan berbagai pekerjaan seperti menjadi buruh bangunan, tukang ojek, menambang emas, dan berdagang, sedangkan perempuan umumnya berdagang di pasar dan di rumah, menjadi guru, dan juga tukang pijat. 10. Hasil analisis terhadap alokasi waktu gender diketahui bahwa laki-laki lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk bekerja di dalam usahatani keluarga, yaitu sebesar 23.54 persen untuk responden di desa rawan pangan dan 30.46 persen untuk responden di desa tahan pangan. Sebaliknya, perempuan lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk pekerjaan dalam rumahtangga, yaitu 22.42 persen untuk responden di desa rawan pangan dan 15.88 persen untuk responden di desa tahan pangan. 11. Alokasi waktu kerja gender untuk aktivitas pertanian di luar usahatani keluarga sangatlah kecil. Responden perempuan di desa rawan pangan hanya mengalokasikan 0.17 persen dari waktunya dan di desa tahan pangan sebesar 1.46 persen. Responden laki-laki di desa rawan pangan mengalokasikan

191 waktunya sebesar 2.83 persen dan di desa tahan pangan hanya sebesar 0.83 persen. Ini menjadi gambaran kurangnya kesempatan kerja di sektor pertanian di perdesaan. 12. Selain untuk kegiatan reproduksi dan produksi, responden juga mengalokasikan waktunya untuk aktivitas waktu luang dan istirahat. Kedua kegiatan ini mengambil porsi terbesar dari alokasi waktu gender, baik perempuan dan laki-laki, terutama untuk istirahat yang mencapai sekitar 40 persen dari alokasi waktu perempuan dan laki-laki. Alokasi waktu untuk aktivitas waktu luang perempuan dan laki-laki di desa rawan pangan jauh lebih tinggi daripada responden di desa tahan pangan, yaitu sekitar 26 persen di desa rawan pangan dan 22 persen di desa tahan pangan. 13. Dalam hal kontrol terhadap sumberdaya, khususnya usahatani keluarga, hasil analisis menunjukkan bahwa laki-laki merupakan penanggung jawab utama untuk kedua lokasi penelitian, yaitu mencapai 86 persen. Meskipun dengan dominasi yang berkurang, namun dalam hal pengambilan keputusan terkait hasil produksi usahatani keluarga, suami tetap merupakan pengambil keputusan utama, terutama di desa rawan pangan yang mencapai 51.43 persen dari responden. 14. Terkait pengambil keputusan dalam proses penjualan hasil produksi, terdapat keseimbangan dalam hubungan suami isteri, yaitu lebih menekankan pada kompromi, tidak didominasi oleh salah satu gender. Dalam hal penggunaan pendapatan usahatani, perempuan di desa rawan pangan lebih dominan sebagai penentu keputusan (40 persen), sedangkan di desa tahan pangan,

192 kompromi bersama suami isteri lebih dominan, yaitu 59.46 persen dari responden rumahtangga. 15. Dilihat dari Percent Concordant model logit yang digunakan, dapat dikatakan bahwa performansi model keputusan kerja berdasar gender secara umum baik, begitu juga dengan model ketahanan pangan rumahtangga. 16. Keputusan perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga ditentukan secara signifikan oleh pendidikan perempuan, pendidikan laki-laki, keterampilan dan dummy pembeda desa rawan pangan dan tahan pangan. Sedangkan keputusan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga dipengaruhi secara signifikan oleh pendapatan per kapita, umur saat pertama menikah, ada tidaknya keterampilan khusus, dan dummy pembeda desa tahan pangan/rawan pangan. 17. Ketahanan pangan rumahtangga dipengaruhi secara signifikan oleh variabel pendapatan gender, ukuran rumahtangga, dan pendapatan usahatani keluarga. 8.2. Sintesis Pada bagian ini disajikan sintesis dari keseluruhan hasil yang telah diperoleh. Dengan adanya sintesis ini akan dapat dilihat kaitan (benang merah) dari hasil-hasil yang diperoleh, mengenai keterkaitan gender dan ketahanan pangan, serta peran masing-masing gender dalam pencapaian ketahanan pangan rumahtangga di Kabupaten Konawe Selatan. Undang-Undang RI Nomor 7/1996 tentang Pangan mendefinisikan ketahanan pangan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah

193 maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Dari definisi tersebut nampak bahwa upaya pencapaian ketahanan pangan masih difokuskan pada tingkat rumahtangga. Sementara itu, rumahtangga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang merupakan kumpulan-kumpulan individu yang umumnya memiliki hubungan keluarga (suami, isteri, anak, saudara, orang tua), maupun yang tidak memiliki hubungan darah ataupun hukum. Kumpulan dari rumahtangga-rumahtangga akan membentuk masyarakat yang lebih luas. Gender adalah pembedaaan perempuan dan laki-laki dilihat dari sifat, peran dan tanggung jawab yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang ada dan berlaku dalam budaya masyarakat di Kabupaten Konawe Selatan, bukan berdasarkan perbedaan biologis diantara keduanya. Suami dan isteri memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan seluruh anggota rumahtangga, terutama kebutuhan akan bahan pangan. Peran ini dapat dilihat dari alokasi waktu yang dicurahkan untuk berbagai kegiatan (baik aktivitas produksi maupun reproduksi), dan sumbangan pendapatan dari aktivitas produktif yang dilakukan. Selain aktivitas dalam usahatani keluarga, melakukan aktivitas di luar itu juga merupakan hal penting bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan pendapatan tambahan dalam rangka pemenuhan kebutuhan anggota rumahtangga. Ini sejalan dengan Mangkuprawira (1985) bahwa suami dan isteri merupakan satu tim dalam mencari nafkah. Suprihatin (1986) menyatakan bahwa dorongan bagi suami dan isteri untuk bekerja lebih giat adalah untuk memperoleh pendapatan akibat kebutuhan rumahtangga yang meningkat. Bahkan menurut Newman dan Canagarajah (2000) bahwa aktivitas di luar

194 usahatani dapat menurunkan kemiskinan rumahtangga petani, yang pada akhirnya akan memperbaiki ketahanan pangan rumahtangga, bahkan Kimhi dan Rapaport (2004) menyatakan bahwa 90 persen pendapatan petani di Amerika Serikat berasal dari luar usahatani. Padahal diketahui bahwa skala usahatani keluarga di negara itu jauh lebih besar dibandingkan di Indonesia. Menurut Kimhi dan Rapaport (2004), variabel demografi rumahtangga mempengaruhi penawaran tenaga kerja. Mangkuprawira (1985) menyatakan bahwa disamping variabel demografi, alokasi waktu perempuan dan laki-laki dalam mencari nafkah juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan ekologi. Khususnya perempuan, Damanik (2003) menegaskan bahwa faktor utama yang mendorong perempuan untuk bekerja adalah untuk mendapatkan penghasilan, karena penghasilan yang diperoleh suami masih kurang dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan faktor pendorong bagi perempuan untuk tidak bekerja adalah karena perempuan harus mengasuh anak di rumah. Terkait variabel pendidikan, hasil penelitian ini dikuatkan oleh temuan Kimhi dan Rapaport (2004) bahwa faktor pendidikan memiliki efek positif terhadap pekerjaan di luar usahatani. Terkait aspek gender, Todaro (1998) menegaskan bahwa pendidikan bagi perempuan sangatlah penting untuk mendorong tercapainya kesetaraan gender pada berbagai aspek kehidupan. Hasil pengamatan terhadap pembagian tenaga kerja berdasar gender (gender division of labor) dalam rumahtangga, dapat dikatakan bahwa pekerjaanpekerjaan dalam usahatani yang umumnya dilakukan laki-laki adalah yang memerlukan curahan kerja fisik yang relatif besar, seperti mengolah lahan dan memperbaiki pematang sawah. Sedangkan perempuan melakukan pekerjaan yang

195 relatif sedikit mengeluarkan tenaga fisik, seperti menanam padi, menyiangi gulma di sawah dan pemanenan. Hal ini sesuai dengan FAO (Undated) bahwa di pertanian, perempuan dan laki-laki mempunyai peranan yang bervariasi. Pada beberapa kasus bekerja saling melengkapi, tetapi pada kasus lainnya perempuan dan laki-laki mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat berbeda. Hasil analisis alokasi waktu gender diketahui bahwa laki-laki lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk bekerja di dalam usahatani keluarga. Sebaliknya, perempuan lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk pekerjaan dalam rumahtangga. Hasil ini sesuai dengan temuan Sitepu (2007) dan Hendratno (2006) bahwa kegiatan usahatani didominasi laki-laki. Demikian juga Mangkuprawira (1985) berpendapat bahwa dilihat dari aspek budaya, peran untuk mencari nafkah dalam rumahtangga lebih banyak dilakukan oleh suami, sedangkan pekerjaan rumahtangga lebih banyak dilakukan oleh perempuan (isteri). Hasil penelitian Ariyanto (2004) dan Soepriati (2006) menguatkan hasil penelitian ini, yaitu bahwa perempuan lebih banyak mencurahkan waktunya untuk kegiatan reproduksi dibandingkan laki-laki. Maume (2006) menegaskan bahwa kewajiban terhadap keluarga lebih dipengaruhi oleh tradisionalisme gender daripada egalitarianisme. Aktivitas yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki dengan mengalokasikan waktu yang dimilikinya, serta karakteristik rumahtangga mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketahanan pangan rumahtangga dipengaruhi secara signifikan oleh variabel pendapatan gender, ukuran rumahtangga dan pendapatan usahatani keluarga. Terkait variabel ukuran rumahtangga yang berpengaruh negatif terhadap

196 pencapaian ketahanan pangan rumahtangga, temuan ini sesuai dengan Suhardjo (1996) dalam Pranadji et al. (2001) yang mengemukakan bahwa besar keluarga berhubungan erat dengan distribusi dalam jumlah maupun ragam pangan yang dikonsumsi anggota keluarga. Madanijah et al. (2006) dan Yuliana et al. (2002) juga menemukan hasil yang sama, bahwa jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi status gizi anggota rumahtangga, yang merupakan salah satu indikator ketahanan pangan. Hasil penelitian Asmarantaka (2007) juga menunjukkan bahwa konsumsi pangan sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota rumahtangga. Untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga, maka salah satu hal yang dapat dilakukan adalah menjaga agar jumlah anggota rumahtangga tidak meningkat cepat. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menggalakkan kembali program Keluarga Berencana (KB) yang selama ini pelaksanaannya tidak seperti saat pemerintahan Orde Baru. Pendapatan gender berpengaruh positif terhadap ketahanan pangan rumahtangga. Ini sejalan dengan Sauqi (2002) dan Horenstein (1989) bahwa daya beli (pendapatan) rumahtangga merupakan salah satu faktor yang signifikan mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga. Bahkan Hardinsyah (1996) secara eksplisit menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga, maka semakin tinggi mutu gizi makanan (MGM) keluarga, yang merupakan salah satu aspek penting dalam pencapaian ketahanan pangan keluarga. Variabel pendapatan usahatani keluarga juga berpengaruh positif terhadap ketahanan pangan rumahtangga. Hasil ini sesuai dengan temuan Sauqi (2002) bahwa salah satu variabel yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga di daerah rawan pangan di Kabupaten Lombok Tengah adalah ketersediaan pangan

197 dalam rumahtangga. Demikian juga dengan Adi et al. (1999) menegaskan bahwa ketersediaan pangan dan daya beli pangan merupakan faktor penentu ketahanan pangan. Senada dengan itu, Horenstein (1989) juga menegaskan pentingnya produksi pertanian rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga petani. Hasil ini juga sesuai dengan Alderman dan Garcia (1994) yang mengukur status gizi anak-anak di perdesaan Pakistan. Demikian juga dengan Asmarantaka (2007) bahwa konsumsi pangan dipengaruhi oleh nilai produksi usahatani kopi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kegiatan usahatani merupakan sumber pendapatan utama bagi rumahtangga pertanian di Kabupaten Konawe Selatan. Oleh karena itu, upaya-upaya meningkatkan keberhasilan dalam proses produksi usahatani tetap perlu ditingkatkan, antara lain kegiatan penyuluhan kepada petani. Dalam kegiatan ini harus memperhatikan aspek gender, karena ternyata bahwa dalam setiap aktivitas dalam usahatani keluarga, ada aktivitas yang dominan dilakukan oleh perempuan atau laki-laki saja. Akibat ketidakcukupan pendapatan dari usahatani keluarga, maka perempuan dan laki-laki melakukan aktivitas ekonomi di luar usahatani keluarga untuk memperoleh pendapatan tambahan, yang umumnya adalah di sektor perdagangan. Disamping perlunya upaya-upaya peningkatan kesempatan kerja dan berusaha, serta penyediaan modal dengan syarat ringan yang dilakukan pihak di luar petani, aspek keterampilan dan pendidikan gender memegang peranan penting untuk memudahkan dalam meraih kesempatan bekerja/berusaha di luar usahatani keluarga. Untuk memperlancar kegiatan perekonomian di perdesaan, maka penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang memadai merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi.