BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB II LANDASAN TEORI. dewasa yaitu usia tahun. Sedangkan seorang gadis yang masih berusia dibawah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

KONTRIBUSI KONTROL DIRI TERHADAP SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

8. Sebutkan permasalahan apa saja yang biasa muncul dalam kehidupan perkawinan Anda?...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian hingga kebutuhan untuk diakui

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa

PENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. zaman sekarang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan keluarga yang sejahtera, pastilah menjadi impian setiap orang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB 1 PENDAHULUAN. kodrati memiliki harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan pada Remaja yang dibesarkan oleh OrangTua Tunggal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Ryff (1989) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah sebuah kondisi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hidup semua orang pasti akan mengalami kematian, terutama kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

Transkripsi:

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ibu Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis kelamin yang mampu untuk melahirkan anak, menikah atau tidak mempunyai kedudukan atau tidak, seorang perempuan adalah seorang ibu.istilah ibu diberikan pada ibu yang telah menikah dan mempunyai anak. Peranan ibu dinilai paling penting, melebihi peranan yang lain Struktur keluarga menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga baik di dalam keluarganya sendiri maupun perannya di lingkungan masyarakat. Semua tindakan dan perilaku yang dilakukan oleh anggota keluarga menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini dalam keluarga. Bagaimana cara dan pola komunikasi diantara orang tua, orang tua dan anak, diantara anggota keluarga ataupun dalam keluarga besar (Setiawati, 2008). Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga.jantung dalam tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang.apabila jantung berhenti berdenyut maka orang itu tidak bisa melangsungkan hidupnya.perumpamaan ini menyimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral dan sangat penting untuk melaksanakan kehidupan.pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya (Gunarsa, 2000). Menurut Gunarsa (2000) ibu adalah sebagai sentral dalam perkembangan awal anak, sedangkan kedudukan Ayah hanya bersifat peran sekunder saja, suami semata-mata sebagai

2 pendorong moral bagi istri, ibu bisa memberikan air susunya dan memiliki hormon keibuan, yang menentukan tingkahlaku terhadap anak. Berdasarkan uraian diatas ibu adalah seorang wanita yang menikah dan melahirkan anak, menjadi orang yang pertama menjalin ikatan batin dan emosi pada anak dan juga sebagai sentral dalam perkembangan awal anak dengan memiliki sifat-sifat keibuan yaitu memelihara, menjaga dan merawat anak. A.1. Pengertian Bekerja Bekerja merupakan suatu aktivitas yang sangat erat di dalam kehidupan manusia, karena bekerja merupakan suatu tugas perkembangan bagi manusia khususnya pada masa dewasa, pekerjaan merupakan perspektif yang penting bagi manusia. Menurut Blum (dalam Dewi,2006) bekerja tampak sebagai aktifitas dasar yang memberikan kesinambungan dan manfaat dalam arti tersendiri bagi kehiduapan manusia. Dalam aktivitas tersebut akan terdapat berbagai transaksi dari berbagai pihak yang akan menimbulkan berbagai manfaat. Selanjutnya Blum menjelaskan bahwa aktivitas bekerja melibatkan tiga mamfaat dalam kehidupan manusia, yaitu manfaat sosial, manfaat ekonomi, dan manfaat psikologi. Menurut Ihrohmi (dalamrini,2002) bekerja adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang baik secara langsung atau tidak langsung untuk mendapatkan penghasilan dalam bentuk uang atau barang, mengeluarkan energy dan mempunyai nilai waktu.

3 Kartasapoetra, dkk (dalam Simanjuntak, 2002) menambahkan bahwa bekerja ditinjau dari segi kepentingan individu dan segi kepentingan masyarakat adalah yang saling berkaitan. Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan sebagai berikut : a. Ditinjau dari segi kepentingan individu Merupakan pengerahan tenaga dan pikiran seseorang yang mana individu yang bersangkutan akan memperoleh sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan hidupnya. b. Ditinjau dari segi kepentingan masyarakat Merupakan pengerahan tenaga dan pikiran seseorang dalam lingkungan masyarakat untuk menghasilkan barang atau jasa demi mencukupi kebutuhan anggota masyarakat c. Ditinjau dari segi spiritual Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan jalan mencari nafkah. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa bekerja merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan pengarahan tenaga, waktu dan pikiran seseorang untuk mencapai tujuan tertentu.bekerja juga merupakan suatu hal yang harus dikerjakan manusia untuk mencari nafkah demi mempertahankan kelangsungan hidupnya sesuai dengan anjuran Tuhan kepada setiap manusia yang melakukan pekerjaan. B. Ibu Yang Bekerja Ibu bekerja adalah ibu yang melakukan suatu kegiatan di luar rumah dengan tujuan untuk mencari nafkah untuk keluarga. Selain itu salah satu tujuan ibu bekerja adalah suatu bentuk aktualisasi diri guna menerapkan ilmu yang telah dimiliki ibu dan menjalin hubungan sosial dengan orang lain dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya (Santrock,2002).

4 Beberapa alasan yang mendukung tujuan ibu bekerja menurut Gunarsa (2000) adalah : (1) karena keharusan ekonomi, untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Hal ini terjadi karena ekonomi keluarga yang menuntut ibu untuk bekerja.misalnya saja bila kehidupan ekonomi keluarganya kurang, penghasilan suami kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga sehingga ibu harus bekerja (2) karena ingin mempunyai atau membina pekerjaan. Hal ini terjadi sebagai wujud aktualisasi diri ibu, misalnya bila ibu seorang sarjana akan lebih memilih bekerja untuk membina pekerjaan, (3) proses untuk mengembangkan hubungan sosial yang lebih luas dengan orang lain dan menambah pengalaman hidup dalam lingkungan pekerjaan, (4) karena kesadaran bahwa pembangunan memerlukan tenaga kerja, baik tenaga kerja wanita maupun pria. Hal ini terjadi karena ibu mempunyai kesadaran nasional yang tinggi bahwa negaranya memerlukan tenaga kerja kerja demi melancarkan pembangunan, (5) pihak orang tua dari ibu yang menginginkan ibu untuk bekerja, (6) karena ingin memiliki kebebasan financial, dengan alasan tidak harus bergantung sepenuhnya pada suami untuk memenuhi kebutuhan sendiri, misalnya membantu keluarga tanpa harus meminta dari suami, (7) bekerja merupakan suatu bentuk penghargaan bagi ibu, (8) bekerja dapat menambah wawasan yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pola asuh anak-anak. Alasan-alasan diatas menjadi dasar terjadinya pergeseran nilai peran seseorang ibu.ibu harus menjalankan peran ganda dalam melaksanakan perannya sebagai sosok seorang ibu.peran ganda ini berpengaruh positif maupun negative terhadap kondisi keluarga terutama terhadap anak. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ibu yang bekerja adalah sebuah kegiatan yang dilakukan ibu diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan.

5 B.1. Ibu Yang Tidak Bekerja Menurut kartono (1995) wanita atau ibu yang tidak bekerja di luar rumah adalah wanita yang berusaha untuk menjalankan perannya di dalam rumah tangga, peran sebagai istri yang selalu siap mengurus, melayani dan mendampingi suami, mengasuh dan mendidik anaknya, siap melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan hal di dalam rumah tangga. Wanita seperti ini adalah pengikut konsep tradisional yang di anggap bahwa kesempurnaan wanita terletak pada peran yang dilakukan sebagai istri dan ibu bagi anaknya. Ibu yang tidak bekerja memiliki tanggung jawab untuk mengatur rumah tangga.dalam konteks inilah peran seorang ibu berlaku, yaitu mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya (Santrock, 2002). Ibu yang tidak bekerja dapat lebih memahami bagaimana sifat dari anak-anaknya.karena sebagian besar waktu yang dimiliki ibu yang tidak bekerja dihabiskan di rumah sehingga bisa memantau kondisi perkembangan anak.kebanyakan pekerjaan yang dilakukan ibu di rumah meliputi membersihkan, memasak, merawat anak, berbelanja, mencuci pakaian, dan mendisiplinkan.dan kebanyakan ibu yang tidak bekerja seringkali harus mengerjakan beberapa pekerjaan rumah sekaligus (Santrock, 2002).Namun, karena ikatan kasih sayang dan melekat dalam hubungan keluarga pekerjaan rumah tangga yang dilakukan oleh ibu memiliki arti yang kompleks dan juga berlawanan (Villiani dalam Santrock, 2002).Banyak perempuan merasa pekerjaan rumah tangga itu tidak cerdas namun penting.mereka biasanya senang memenuhi kebutuhan orang-orang yang mereka kasihi dan mempertahankan kehidupan keluarga, karena mereka merasa aktivitas tersebut menyenangkan dan memuaskan.

6 Pekerjaan keluarga bersifat positif dan negatif bagi perempuan.mereka tidak diawasi dan jarang dikritik, mereka merencanakan dan mengontrol pekerjaan mereka sendiri, dan mereka hanya perlu memenuhi standart mereka sendiri.namun, pekerjaan rumah tangga perempuan sering kali menyebalkan, melelahkan, kasar, berulang-ulang, mengisolasi, tidak terselesaikan, tidak bisa dihindari, dan sering kali tidak dihargai (Santrock, 2002). Namun, semua perempuan secara kodrat harus menerima peran yang harus dijalankan, yaitu sebagai istri sekaligus ibu dari anak-anaknya dan menjalankan perannya sebagai ibu dalam keluarga yang memiliki tanggung jawab penuh untuk megatur rumah tangga. Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa ibu yang tidak bekerja adalah ibu yang menghabiskan waktunya untuk mengurus keperluan rumah tangganya seperti mengurus anak, melayani suami dan keperluan yang berhubungan dengan rumah tangga. C. Subjective Well-Being C.1 Pengertian Subjective Well-Being Subjective well-being (kesejahteraan) adalah keadaan sejahtera dankepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhandan harapan tertentu individu terpenuhi. Diener (2009) menambahkan, lebihtinggi frekuensi munculnya aspek positif daripada aspek negatif dapat memberikanperasaan nyaman dan riang (joyful), sehingga pemaknaan individu akan hidupnyapun akan makin positif. Demikian pula individu yang dapat mencapai tujuan dan merasa puas akan semua pencapaiannya, maka pemaknaan mengenai hidupnya akan baik pula. Diener dan Suh (2000) mendefenisikan subjective well-being adalah suatu keadaan yang didapatkan dari menggabungkan antara aspek afektif dan kognitif. Aspek afektif yang diharapkan untuk meraih subjective well-being adalah perasaan sejahtera akan hidupnya,

7 sedangkan aspek kognitif yangdiharapkan adalah individu mempunyai pemikiran bahwa berbagai aspek kehidupannya, seperti keluarga, karir, dan komunitasnya adalah hal-hal yang memberikan kepuasan hidup. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa subjective well-being adalah kesejahteraan utuh yang dialami individu, di mana individu dapat memiliki perasaan yang positif mengenai hidupnya, sebagai hasil dari evaluasi afektif, dan memiliki kepuasaan hidup atas apa yang ia capai, baik dalam hal karir, keluarga, dan komunitasnya, sebagai hasil evaluasi kognitifnya. Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang (pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna, atau bisa juga merasakan kebermaknaan (contentment).beberapa peneliti menggunakan istilah well-being sebagai istilah dari kebahagiaan (happiness) itu sendiri.konsep well-being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis secara optimal. Menurut Pasha ( 2006) kebahagiaan adalah seni atau kemampuan seseorang dalam menikmati apa yang ada padanya, atau apa yang dimiliki. Kebahagiaan adalah keterpesonaan pada segala sesuatu yang indah dan memalingkan diri dari kemuraman.kebahagiaan adalah kemampuan diri meraih segala sisi keindahan. Kebahagiaan bukan hanya memiliki, tetapi kebahagiaan adalah kemampuan menggunakan apa yang kita miliki dengan baik dan kebahagiaan ditentukan oleh pikiran sendiri. Kebahagiaan adalah sesuatu yang dirasakan oleh manusia dalam jiwanya berupa ketentraman jiwa, ketenangan hati, kelapangan dada dan kedamaian nurani. Kebahagiaan adalah sesuatu yang tumbuh dari dalam diri manusia, akan tetapi tidak datang dari luar. Jika diibaratkan sebagai tumbuhan, maka akar kebahagiaan itu adalah jiwa dan hati yang jernih.

8 Sedangkan menurut Russell (dalam Ningsih, 2013) kesejahteraan subjective adalah persepsi manusia tentang keberadaan atau pandangan subjektif mereka dalam pengalaman hidupnya. Sedangkan Veenhoven (2000) mendefenisikan kesejahteraan subjektif sebagai derajat penilaian individu secara keseluruhan terhadap kualitas hidupnya. Menurut Ryan dan Deci (2005) ada dua pendekatan dalam menjelaskan mengenai wellbeing, yaitu pendekatan eudaimonic dan hedonic.pendekatan Eudaimonic memandang wellbeing tidak hanya sebagai pencapaian kesenangan, tetapi juga realisasi potensi diri seorang individu dalam mencapai kesesuaian tujuannya yang melibatkan pemenuhan dan pengidentifikasian diri individu yang sebenarnya.konsep yang banyak dipakai pada penelitian dengan pandangan ini adalah konsep psychological well-being (PWB).Pendekatan Hedonic memandang well-being tersusun atas kebahagiaan subjektif dan berfokus pada pengalaman yang mendatangkan kenikmatan.pandangan hedonic memperhatikan pengalaman menyenangkan versus tidak menyenangkan yang didapatkan dari penilaian baik buruknya hal-hal yang ada dalam kehidupan seseorang.konsep yang dipakai dengan pandangan ini biasanya adalah konsep subjective well-being. Diener, Kahneman, dan Schwarz (dalam Diener & Scollon, 2003)subjective well-being adalah evaluasi subjektif masyarakat terhadap hidup individu,yang meliputi konsep seperti kepuasan hidup, emosi yang menyenangkan, perasaanpemenuhan, kepuasan dengan domain seperti perkawinan, pekerjaan dan tinggirendahnya situasi emosi. Dengan demikian subjective well-being merupakan istilahumum yang mencakup berbagai konsep yang terkait pada bagaimana orangmerasakan dan berfikir tentang kehidupan mereka. Diener (dalam Veenhoven, 2000), subjective well-being merupakan suatuproduk penilaian keseluruhan kehidupan yang menyeimbangkan baik dan buruk.tidak membatasi diri

9 dengan perasaan tertentu dan tidak mencampur pengalamansubjektif dengan penyebab konseptualisasi. Menurut Veenhoven (2000) subjective well-being adalah suatu perbedaan antara penilaian kognitif dan afektif padakehidupan. Diener (dalam Ariati, 2010) subjective well-being adalah teori evaluasi akankejadian yang telah terjadi atau dialami dalam kehidupan. Yang ini melibatkan prosesafektif dan kognitif yang aktif karena menentukan bagaimana informasi tersebut akandiatur. Evaluasi kognitif dilakukan saat seseorang memberikan evaluasi secara sadardan menilai kepuasan mereka terhadap kehidupan secara keseluruhan atau penilaianevaluatif mengenai aspek-aspek khusus dalam kehidupan, seperti kepuasan kerja,minat, dan hubungan. Reaksi afektif dalam subjective well-being (SWB) yangdimaksud adalah reaksi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup yangmeliputi emosi yang menyenangkan dan emosi yang tidak menyenangkan.beberapa definisi yang telah dikemukakan tersebut, maka dapat diartikanbahwa subjective well-being adalah suatu ungkapan perasaan individu mengenaikehidupannya didalam berbagai keadaan yang terjadi dan dialami, baik itu dilihatberdasarkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup. C.2 Aspek-aspek Subjective Well-Being Menurut Diener (2008) mengangkat studi mengenaisubjective well-being.studi tersebut menyebutkan ada tiga komponen yangmenyertai subjective well-being individu, yaitu aspek positif, aspek negatif dankepuasaan hidup. Penjelasannya sebagai berikut: a. Aspek positif Individu yang berhasil mencapai subjective well-being umumnya ditandai dengan tingginya perasaan positif/bahagia.subjective well-being adalah di mana evaluasi afektif individu

10 menghasilkan bahwa aspek positifnya memiliki jumlah yang lebih besar (mayoritas) dari pada aspek negatifnya.keadaan ini juga tidak hanya menunjukkan bahwa kecil/rendahnya faktor aspek negatif, tetapi lebih menekankan pada kesehatan mental individu yang adekuat. Menurut Diener, dkk. (2000) aspek positif individu yang mempengaruhi level subjective well-being adalah hal-hal yang mencakup keringanan (joy), rasa suka cita (elation), kepuasan (contentment), harga diri (pride), mempunyai rasa kasih sayang (affection), kebahagiaan (happiness), dan kegembiraan yang sangat (ecstasy). b. Aspek negative Diener (2009) menyatakan bahwa meskipun aspek positif dan negatif terlihat saling mempengaruhi, namun kedua tipe aspek ini mempunyai hubungan yang independen antara satu dengan yang lain. Selain itu, menurut Diener, dkk. (2000), intensitas aspek positif dan negatif tidak terlalu mempengaruhi level tinggi rendahnya subjective well-being, sebaliknya frekuensi aspek positif atau negatif sangat mempengaruhi level tinggi rendahnya subjective well-being, yaitu tingginya level subjective well-being disebabkan oleh tingginya frekuensi aspek positif dan negatif. Menurut Diener, dkk. (2000), beberapa aspek negatif individu yang mempengaruhi level subjective well-being, yaitu rasa bersalah dan malu (guilt and shame), kesedihan (sadness), kecemasan dan kekhawatiran (anxiety and worry), kemarahan (anger), tekanan (stress), depresi (depression) dan kedengkian (envy). c. Kepuasan hidup Kepuasan hidup, menurut Diener (2008), merupakan hal yang dinilai secara holistik, memuat keseluruhan dari kehidupan individu atau total penilaian kehidupan pada periode hidupnya. Hal ini mencerminkan bahwa tidak hanya total kuantitas hal-hal yang menyejahterakan kehidupan individu pada waktu tertentu saja, tetapi juga mengenai kualitas

11 penyalurannya, apakah hal itu dapat membawa kesejahteraan individu di waktu selanjutnya lebih permanen atau tidak. Menurut Diener (2000) beberapa kepuasan hidup individu yang mempengaruhi level subjectivewell-being, yaitu hasrat untuk mengubah hidup (desire to change life), kepuasan pada kehidupan saat ini (statisfaction with current life), kepuasan pada kehidupan masa lalu (statisfaction with fast), kepuasan pada kehidupan masa depan nanti (statisfaction with future), dan pendapat orang-orang terdekat mengenai hidupnya (significant others views of onelife) (dalam Nabila, 2011). Berdasarkan pernyataan di atas disimpulkan bahwa aspek subjectivewell-being, yaitu aspek positif, negatif, dan kepuasaan hidup. Di mana ketiga aspek tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi dalam mencapai kesejahteraan diri yang baik. C.3 Faktor-faktor Subjective Well-Being Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being adalah sebagai berikut (dalam Ariati, 2010) : a. Harga diri positif Campbell menyatakan bahwa harga diri merupakan prediktor yang menentukan kesejahteraan subjektif. Harga diri yang tinggi akan menyebabkan seseorang memiliki kontrol yang baik terhadap rasa marah, mempunyai hubungan yang intim dan baik dengan orang lain, serta kapasitas produktif dalam pekerjaan. Hal ini akan menolong individu untuk mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal yang baik dan menciptakan kepribadian yang sehat. b. Kontrol diri Kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa ia akan mampu berperilaku dengan cara yang tepat ketika menghadapi suatu peristiwa. Kontrol diri ini akan mengaktifkan

12 proses emosi, motivasi, perilaku dan aktivitas fisik serta mampu mengatasi konsekuensi dari keputusan yang telah diambil serta mencari pemaknaan atas peristiwa tersebut. c. Ekstrovert Individu dengan kepribadian ekstrovert akan tertarik pada hal-hal yang terjadi di luar dirinya, seperti lingkungan fisik dan sosialnya. Penelitian Diener dkk. (2000) mendapatkan bahwa kepribadian ekstrovert secara signifikan akan memprediksi terjadinya kesejahteraan individual. Orang-orang dengan kepribadian ekstrovert biasanya memiliki teman dan relasi sosial yang lebih banyak, mereka pun memiliki sensitivitas yang lebih besar mengenai penghargaan positif pada orang lain. d. Optimis Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi dirinya dalam cara yang positif, akan memiliki kontrol yang baik terhadap hidupnya, sehingga memiliki impian dan harapan yang positif tentang masa depan. e. Relasi sosial yang positif Relasi sosial yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial dan keintiman emosional. Hubungan yang di dalamnya ada dukungan dan keintiman dalam kehidupan pernikahan akan membuat individu mampu mengembangkan harga diri, meminimalkan masalahmasalah psikologis, kemampuan pemecahan masalah yang adaptif, dan membuat individu menjadi sehat secara fisik. f. Memiliki arti dan tujuan dalam hidup

13 Dalam beberapa kajian, arti dan tujuan hidup sering dikaitkan dengan konsep religiusitas.penelitian melaporkan bahwa individu yang memiliki kepercayaan religi yang besar, memiliki kesejahteraan psikologis yang besar. Berdasarkan pernyataan di atas disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being adalah harga diri positif yang berpengaruh pada kesejahteraan diri individu tersebut, kontrol diri yang baik, kepribadian yang terbuka agar lebih mampu melakukan interaksi dengan lingkungan sosial dan memiliki relasi yang lebih luas, serta optimis dalam menghadapi setiap rintangan dan masalah yang dihadapi akan mampu membawa individu memiliki kesejahteraan diri positif yang memiliki arti dan tujuan hidup yang baik. D. Perbedaan Subjective Well-Being Ditinjau Dari Ibu Yang Bekerja Dan Yang Tidak Bekerja Diener (2011) menjelaskan bahwa subjective well-being adalah proses individu mengevaluasi atau mempersepsikan segala hal yang terjadi didalam kehidupan mereka, dalam hal ini meliputi evaluasi afektif ata evaluasi kognitif. Diener (2011) juga menjelaskan evaluasi efektif ini berupa reaksi dan pengalaman seseorang dalam merasakan suasana hati (mood) dan emosi-emosi, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. sedangkan evaluasi kognitif mencakup penilaian evaluasi tentang kualitas hidup secara keseluruhan (Diener,2011). Jadi ketika seorang ibu merasa sejahtera atas peran keibuannya berdasarkan aspek subjective well-being, ibu akan cenderung menampilkan dan mengalami perasaan positif. Perasaan positif yang dialami ibu yang bekerja akan memperlihatkan keadaan emosi yang positif seperti sering merasa puas dan bahagia akan hidupnya, serta jarang merasakan emosi yang tidak menyenangkan seperti sedih atau marah, sedangkan ketika seorang ibu yang kurang atau tidak

14 sejahtera atas peran keibuannya, ibu tersebut akan cenderung menampilkan dan mengalami perasaan-perasaan negatif seperti orang yang merasa kurang puas dengan hidupnya, jarang merasa bahagia dan lebih sering merasakan emosi yang tidak menyenangkan, seperti marah atau cemas. Diener, Kahneman, dan Schwarz (dalam Ed Diener & Scollon, 2003)subjective wellbeing adalah evaluasi subjektif masyarakat terhadap hidup individu,yang meliputi konsep seperti kepuasan hidup, emosi yang menyenangkan, perasaanpemenuhan, kepuasan dengan domain seperti perkawinan, pekerjaan dan tinggirendahnya situasi emosi. Dengan demikian subjective well-being merupakan istilahumum yang mencakup berbagai konsep yang terkait pada bagaimana orangmerasakan dan berfikir tentang kehidupan mereka. Ibu bekerja adalah suatu keadaan dimana seorang Ibu tersebut bekerja diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan disamping membesarkan dan mengurus anak di rumah. Adapun penggolongan seorang wanita dewasa yang dapat dikatakan sebagai seorang ibu bekerja adalah wanita yang memiliki anak dengan rentang usia 0-18 tahun dan menjadi tenaga kerja disalah satu bidang yang ditekuninya. Santrock (2002) mengungkaapkan bahwa keuntungan lainnya menjadi ibu bekerja adalah selain dapat meningkatkan perekonomian keluarga, juga berkontribusi pada hubungan yang lebih setara antara suami dan istri, dan meningkatkan rasa harga diri bagi perempuan karena dengan bekerja dapat menambah pengetahuan sehingga ibu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan dalam keluarga. Sehingga ibu yang bekerja lebih dapat merasakan kebahagian dan kesejahteraan dalam hidupnya.

15 Ibu yang tidak bekerja rentan mengalami depresi, dibanding ibu yang bekerja, hal ini dikarenakan ibu rumah tangga cenderung sulit mengungkapkan kebahagiaan dan lebih sedikit tertawa atau tersenyum, serta mempelajari hal yang menarik (Handayani & Abbdinnah, 2012). Ibu yang tidak bekerja merupakan wanita yang menjalankan perannya di dalam rumah tangga, dimana Ibu tersebut tidak memiliki kegiatan yang terikat di luar rumah, Ibu yang tidak bekerja dapat dikatakan berperan sebagai istri yang selalu siap mengurus, melayani dan mendampingi suami, mengasuh dan mendidik anaknya. Subjective well-being merupakan evaluasi subyektif seseorang mengenai kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan, fulfillment, kepuasan terhadap area-area seperti pernikahan dan pekerjaan, tingkat emosi tidak menyenangkan yang rendah. E. Kerangka Konseptual Status Ibu Ibu Yang Bekerja Ibu Yang Tidak Bekerja Subjective well being Aspek-aspek Aspek positif Aspek negative Aspek kepuasan hidup Subjective well being Aspek-aspek Aspek positif Aspek negative Aspek kepuasan hidup

16 F. Hipotesis Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis yang akan diuji kebenarannya yaitu, terdapat perbedaan subjective well-being padaibu yang bekerja dan yang tidak bekerja. Dengan asumsi ibu yang bekerja subjective well being lebih tinggi dari pada ibu yang tidak bekerja.