Karakteristik Sistem Usahatani Bawang Merah Dan Potensi Sebagai Penyangga Supplay Di Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat Muji Rahayu dan Irma Mardian Balai pengkajian Teknologi Pertanian Jl. Raya Peninjauan Narmada Lombok Barat, NTB E-mail: irmamardian@gmail.com Abstrak Bawang merah merupakan komoditas strategis yang berniali ekonomi tinggi dan seringkali memicu inflasi karena fluktuasi supplay. Dalam kerangka upaya mewujudkan kedaulatan pangan pemerintah berupaya mewujudkan kecukupan stok bawang merah dan harga yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Pengkajian ini bertujuan untuk untuk mengetahui karakteristik usaha tani bawang merah di kabupaten Bima yang keluarannya bermanfaat untuk menentukan kebijakan pengamanan stok dan pengembangan usaha tani bawang merah di daerah penyangga supplay bawang merah. Pengkajian menggunakan metode survey untuk mendapatkan data primer di tingkat petani sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan desk study. pengkajian di laksanakan pada bulan April- Oktober 2015 kecamatan sentra produksi bawang merah yaitu kecamatan sape, Lambu, Belo, Woha dan Wera. Data yang diperoleh di analisis secara deskriptif dan data usaha tani dianalisis ratio R/C, B/C dan nilai BEP. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa Kabupaten Bima sangat berpotensi sebagai daerah penyangga supplay stok bawang merah dengan perluasan areal tanam di lahan kering. Panen raya bawang merah terjadi pada bulan Juli-Oktober dengan kondisi harga dibawah Rp. 10.000 sehingga Bulog perlu mengamankan dan menyerap bawang merah petani untuk didistribusikan saat kelangkaan supplay. Usaha tani bawang merah di Kabupaten bima layak dilakukan namun dengan tingkat produksi di atas 5.891 kg/ha dan harga bawang merah lebih dari Rp. 7.085/kg Kata Kunci: Bawang merah, karakteristik, potensi, usaha tani Pendahuluan Bawang merah adalah salah satu bumbu masakan yang oleh sebagian besar masyarakat Indonesia menjadi salah satu bumbu wajib setiap jenis masakan. Kebutuhannya komoditas ini tidaklah sebanyak makanan pokok namun keberadaannya cukup penting sebagai komplemen. Tidak hanya itu, dunia medis dan nutrisi meyakini bahwa bawang merah memiliki khasiat yang sangat baik bagi kesehatan antara lain menurunkan kolesterol dalam darah. Oleh karena itulah bawang merah menjadi salah satu komoditas yang selalu dicari dan dibutuhkan. Ditinjau dari aspek ekonomi wilayah, bawang merah merupakan sumber mata pencaharian sebagian masyarakat karena nilai ekonomi tinggi. Bawang merah juga merupakan salah satu komoditas penyumbang inflasi karena harganya yang fluktuatif. Oleh karenanya bawang merah menjadi komoditas penting dan strategis. Luas panen bawang merah di propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada tahun 2014 mencapai 11.518 ha dengan total produksi 117.513 ton atau tingkat produktivitas rata-rata 10,42 ton/ha (BPS NTB, 2015). Kabupaten Bima memiliki luas tanam dan luas panen bawang merah terluas di propinsi NTB dengan luas panen bawang merah tahun 2015 mencapai 10.239 ha dengan total produksi sebesar 125.057 ton atau tingkat produktivitas rata-rata 12.21 ton/ha (Dinas Pertanian Bima, 2015). Sentra produksi bawang di kabupaten Bima terdapat di kecamatan Sape, Lambu, Woha, Belo, Monta, dan Wera. Saat ini pengembangan bawang merah mulai diarahkan ke lahan kering. 914 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Kabupaten Bima juga merupakan salah satu produsen bawang merah nasional dengan luas tanam yang meningkat secara nyata dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir yakni sebesar 8.909 ha di tahun 2012 dan bertambah menjadi 10.491 ha pada tahun 2015. Produksi bawang merah mengalami fluktuasi, tahun 2012 produksi bawang merah Bima 112.013 ton, turun di tahun 2013 menjadi 87.122 ton sedangkan tahun 2015 produksi sebesar 125.057 ton. Fluktuasi produksi bawang merah antara lain disebabkan karena kondisi budidaya tanaman yang sangat dipengaruhi oleh serangan hama penyakit, dan kondisi cuaca sehingga pasokan tidak seimbang dengan kebutuhan konsumsi (Sumarni dan Hidayat, 2005; Sutrisna, 2011; Rosyadi dkk, 2015) Fluktuasi harga bawang merah terjadi karena perubahan permintaan dan penawaran seringkali menyebabkan inflasi. Selama kurun waktu 2015 bawang merah telah menyebabkan inflasi sebanyak dua kali yakni bulan Maret dan bulan Juni 2015 (Sari, 2015; dan Pujiastuti, 2015). Setiap tahunnya terjadi siklus kenaikan harga bawang merah pada bulan Desember sampai Mei. Kondisi ini terjadi karena adanya deficit supplay di pasar. Jelang bulan puasa 2016, harga bawang merah kembali melonjak. Akhir bulan Mei 2016 di sejumlah pasar tradisional di Jakarta, harga komoditas bumbu dapur tersebut sudah menembus angka di atas Rp 40.000/kg. Pemerintah pun memutuskan untuk mengimpor 2.500 ton bawang merah. (Idris, 2016). Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya menstabilkan supplay bawang merah dengan melakukan pengembangan luas tanam di areal tanam baru dan melakukan intensifikasi untuk meningkatkan produksi. Pemerintah dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan ingin mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup dan harganya terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Untuk menstabilkan harga maka pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Bulog bekerja sama untuk menjaga kecukupan stok dan harga bawang merah. Oleh karena itu, diperlukan informasi yang lengkap tentang karakteristik sistem usaha tani bawang merah dan kondisi daerah yang memungkinkan sebagai daerah penyangga stok sehingga kondisi stok bawang merah di pasar dapat dikelola baik dan meminimalkan fluktuasi. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik usaha tani bawang merah di kabupaten Bima, musim tanam, panen, siklus harga, teknik budidaya, analisa usaha tani dan potensi pengembangan bawang merah. Hasil kajian ini diharapkan bermanfaat untuk menentukan kebijakan pengamanan stok dan pengembangan usaha tani bawang merah di daerah penyangga supplay. Metodologi Pengkajian ini dilaksanakan pada bulan April-Oktober 2015 di sentra produksi bawang merah Kabupaten Bima yaitu Kecamatan Sape, Woha, Belo, Monta dan Wera. Pengkajian menggunakan metode survey, wawancara dan desk study. Survey dilakukan dengan menggunakan instrument kuisioner yang yang bersifat semi tertutup. Jenis data yang digunakan yakni data primer yakni sistem penyediaan benih, preferensi petani pada benih, analisa usaha tani, siklus harga, dan data sekunder pola produksi, realisasi tanam, realisasi produksi, dan produktivitas. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif, dijelaskan dengan bantuan tabel, grafik atau diagram sedangkan data input dan output usaha tani dievaluasi kelayakan dengan parameter R/C, B/C dan BEP (Swastika, 2004) Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 915
Hasil dan Pembahasan Pola produksi Di Kecamatan sentra produksi, bawang merah ditanam 2-3 kali setahun. Musim tanam pertama umumnya dilakukan di lahan kering/tegalan dan daerah pesisir pantai sedangkan musim tanam kedua dan ketiga di lahan sawah. Areal tanam untuk musim tanam I dilakukan pada musim hujan (MH). Harapan petani menanam bawang merah pada musim hujan adalah memperoleh harga yang tinggi meskipun resiko budidaya cukup tinggi. Luas tanam pada MH mencapai 850-1.000 Ha di tanam pada bulan Oktober Maret. Pada musim kemarau (MK) I areal tanam mencapai 5.000-6.000 Ha (April - Juni), dan MK II areal tanam mencapai 4.000-5.000 Ha (Juli - Sept) (Dinas Pertanian, 2015). Pola tanam yang tidak terputus ini memungkinkan tersedianya bawang merah konsumsi dan benih bawang merah sepanjang tahun. Namun demikian, jumlah penangkar aktif masih terbatas sehingga ketersediaan benih bermutu juga kurang dan pilihan varietas juga masih terbatas pada varietas lokal Ketamonca dan super philip Kabupaten Bima sebagai salah satu sentra produksi bawang merah nasional, penanaman bawang merah dilakukan sepanjang tahun dengan luas yang tidak terdistribusi merata setiap bulan. Puncak musim tanam bawang merah adalah pada bulan April-September sebagaimana disajikan dalam tabel berikut: Tabel 1. Tanam, Panen, dan Produksi Bawang Merah Kabupaten Bima Tahun 2014-2015. 2014 2015 2014 2015 Bawang Merah Tahun Jumlah JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEP OKT NOP DES (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) Tanam (Ha) 470 196 239 2.077 680 158 2.675 1.125 122 285 10 250 8.287 Tanam (Ha) 315 197 700 1.953 875 303 2.432 2.411 1.015 40 20 230 10.491 Panen (Ha) Panen (Ha) 4 503 159 359 1.625 964 356 1.613 1.483 933 28 8.027 10 134 223 261 475 2.158 777 278 2.357 2.424 1.102 40 10.239 2014 Produksi (Ton) 50 5.152 1.837 3.511 17.558 10.311 3.884 19.139 17.659 12.246 362 91.709 Produksi 2015 (Ton) 125 1.705 2.822 3.138 5.436 25.933 9.703 3.364 29.629 29.268 13.464 470 125.057 Sumber: Dinas Pertanian Kab. Bima, 2015 Tabel 1. diatas menunjukkan bahwa di Kabupaten Bima sepanjang tahun tetap tersedia stok bawang merah dimana puncak panen dimulai pada Bulan Juni sampai dengan bulan Oktober. Bulan November mulai mengalami penurunan luas panen sampai bulan April. Sehingga sebaiknya perlu perluasan areal tanam di lahan kering diupayakan dilakukan pada bulan Januari-Pebruari sehingga dapat panen bulan Maret-April. Dengan demikian Kabupaten Bima dapat berfungsi 916 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
sebagai penyangga kekosongan supplay sehingga stok diharapkan tersedia cukup pada bulan-bulan yang sering mengalami defisit supplay (Pujiastuti, 2015) Sistem perbenihan bawang merah Petani di kabupaten Bima umumnya menanam bawang merah dari benih umbi. Hampir tidak ada petani yang mengusahakan bawang merah menggunakan benih dari biji. Meskipun telah diperkenalkan melalui kegiatan demplot atau program pemerintah. Alasannya adalah petani membutuhkan waktu budidaya yang relatif lebih lama yakni sekitar 90-100 hari sehingga menambah resiko usaha tani. Preferensi petani cenderung menanam benih dari umbi dari pada benih dari biji. Meskipun harga benih biji lebih murah dibandingkan benih umbi namun karena membutuhkan waktu budidaya yang lebih lama sehingga resiko yang dihadapi juga bertambah. Mayoritas Petani bawang merah di kabupaten Bima menyisihkan hasil panen untuk musim tanam berikutnya terutama untuk musim tanam pertama. Kecamatan yang mempunyai kebiasaan menyisihkan hasil panen untuk benih musim tanam berikutnya adalah kecamatan Belo, Woha, dan Monta. Sedangkan kecamatan Sape, Lambu dan Wera hanya sedikit persentase petani yang menyimpan hasil panen sebagai umbi bibit. Petani akan membeli benih jika stok hasil panen tidak mencukupi karena susut bobot umbi, atau bawang merah telah dijual semua karena harga yang bagus dan atau gagal panen sehingga tidak ada benih yang disimpan. Sistem penyediaan benih secara mandiri biasa dilakukan petani. Pada musim hujan yakni pada bulan Oktober-Maret petani menggunakan benih sendiri hasil panen musim sebelumnya. Sedangkan pada musim MK I dan MK II petani membeli benih dari petani lain yang berdasarkan hasil pengamatan petani pertumbuhan bawang merahnya bagus. Karakteristik petani bawang merah di kecamatan Sape, Lambu dan Wera agak berbeda, petani di kecamatan Sape, Lambu dan Wera seringkali membeli benih bawang merah di Kec. Woha, Belo dan Monta untuk musim tanam pertama. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan petani yakni 1) di lokasi ini jarang menyimpan bawang hasil panennya 2) hasil panen bawang merah yang disimpan mengalami susut bobot sehingga perlu menambah benih dengan cara membeli, dan 3) adanya tradisi keyakinan petani untuk mengganti benih dengan benih dari daerah lain yang memiliki cuaca berbeda akan menghasilkan produksi yang baik. Adapun pemetaan preferensi varietas bawang merah, waktu kebutuhan dan jumlah kebutuhan benih tersaji pada tabel 2 berikut ini. Petani di kabupaten Bima umumnya menanam varietas ketamonca dan Superphilip disesuaikan dengan musim. Pada musim hujan (MH) petani cenderung menanam benih varietas Ketamonca karena lebih adaptif dengan kondisi hujan sedangkan pada musim kemarau tanam varietas Superphilip karena kurang adaptif kondisi hujan. Tabel 2. Pemetaan Kebutuhan benih bawang merah. Bulan Varietas Jumlah (ton) Sumber benih Harga 1 ketamonca 315 benih sendiri (BS) 2 ketamonca 197 BS 3 Ketamonca/superphilip 700 BS harga tinggi 4 superphil 1.953 BS/beli 5 superphil 875 BS/Beli 6 superphil 303 Benih beli harga 7 superphil /ketamonca 2.432 Benih beli cenderung 8 superphil 2.411 Benih beli rendah Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 917
Bulan Varietas Jumlah (ton) Sumber benih Harga 9 Superphil 1.015 Benih beli 10 Ketamonca 40 BS 11 ketamonca 20 BS 12 ketamonca 230 BS harga tinggi Sumber: Data Primer, 2015 Penerapan Teknologi dan Analisa usaha tani bawang merah Penerapan teknologi sesuai rekomendasi masih menjadi masalah dalam sistem usaha tani bawang merah di Kabupaten Bima. komponen teknologi yang belum optimal penerapannya adalah penggunaan benih unggul, pemupukan dan pengendalian hama penyakit. Petani umumnya masih menggunakan benih hasil panen musim sebelumnya atau membeli pada petani lain yang berdasarkan pengamatan pertumbuhannya bagus. Kondisi ini berdampak pada rendahnya produktivitas karena varietas yang digunakan potensi hasil masih rendah. Untuk varietas ketamonca potensi hasil 10,7 t/ha sedangkan untuk varietas superphilip masih adanya perbedaan produktivitas bawang merah dengan potensi yang seharusnya dapat dicapai oleh varietas superphilip dimana potensi hasilnya adalah 17,60 t/ha ( Iriani, 2013 ; Giamerti dan Mulyaqin, 2013) di lapangan rata-rata provitas petani adalah 10-12,2 t/ha. Tabel 3. Analisa usaha tani bawang merah/ha/musim di kabupaten Bima tahun 2015 No. Komponen Nilai (Rp) 1 Sewa lahan 6,000,000 2 Biaya Saprodi 51,160,000 3 Biaya Tenaga Kerja 19,432,432 4 Total Biaya 76,592,432 5 Penerimaan 140,530,000 6 Pendapatan 63,937,567 7 R/C 1.83 8 B/C 0.83 9 BEP Produksi (kg) 5,891 10 BEP Harga 7,085 Tabel 3 menunjukan hasil analisis profitabilitas usahatani bawang merah di lokasi pengkajian. Produksi bawah merah per ha dalam satu musim tanam yaitu rata-rata 10,810 kg dengan nilai penerimaan ( revenue) produksi sebesar Rp. 140,530,000. Sedangkan pendapatan bersih setelah dikurangi berbagai biaya produksi sebesar Rp. 63,937,567 dengan R/C rasio sebesar 1,83. BEP produksi sebesar 5.891 kg yang artinya usaha tani bawang merah minimal harus menghasilkan produktivitas 5.891 kg/ha agar impas dan supaya usaha tani ini menguntungkan petani harus mengusahakan produktivitas di atas titik impas. Selama harga bawang merah di atas Rp. 7.085 maka usaha tani bawang merah layak dilakukan Siklus harga bawang merah Harga bawang merah berfluktuasi sebagaimana kondisi pasokan bawang merah di pasar (Sumarni dan Hidayat, 2005; Sutrisna, 2011). Hal ini sesuai dengan kaidah ekonomi dimana harga akan meningkat saat demand melebihi supplay dan sebaliknya. Berikut ditampilkan data harga bawang merah di Kab. Bima secara time series setiap bulan pada tahun 2012-2016: 918 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Sumber: Data primer, diolah. 2016 Gambar 1. di atas menunjukkan bahwa adanya kecenderungan trend harga bawang merah tinggi yakni harga diatas Rp. 15.000/kg bahkan menembus harga Rp. 25.000/kg pada Bulan Desember-Mei karena pada bulan-bulan tersebut terjadi deficit supplay dibandingkan permintaan. Ini disebabkan petani belum mengusahakan bawang merah secara luas. Pada musim hujan petani menanam padi dan palawija sebagai bahan makanan pokok. Trend harga rendah dimulai pada Juli sampai Oktober dengan harga rata-rata di bawah Rp. 10.000/kg Dengan demikian Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Bulog sebaiknya menyerap bawang merah pada bulan Juli-Oktober tersebut disertai dengan kebijakan penetapan harga terendah yang sesuai sehingga harga tersebut tidak merugikan petani. Kemudian mendistribusikan pada saat kelangkaan stok di pasar. Potensi pengembangan Bawang merah Pengembangan agribisnis bawang merah ditujukan untuk meningkatkan produksi dan menjaga kesinambungan pasokan baik untuk konsumsi dan benih sehingga mengurangi ketergantungan pada impor. Oleh karena itu pengembangan diarahkan pada (a) pengembangan ketersediaan benih unggul, (b) pengembangan sentra produksi dan perluasan areal tanam, serta (c) pengembangan produk olahan (Iriani, 2013) Potensi lahan untuk pengembangan bawang merah di Kabupaten Bima seluas 18.075 Ha baik pada lahan sawah maupun lahan kering dan tersebar di beberapa wilayah Kecamatan. Potensi pengembangan baru di lahan kering 5.431 Ha. Hal ini merupakan daya dukung yang sangat besar dalam pengembangan agribisnis bawang merah (Dinas Pertanian kabupaten Bima, 2015) Potensi pengembangan bawang merah di kabupaten Bima diarahkan pada perluasan areal tanam dan pengembangan sentra produksi benih unggul. Potensi perluasan areal tanam ditujukan di lahan kering sehingga dapat ditanam pada musim hujan dan menghasilkan bawang merah off season untuk memenuhi pasokan yang kurang pada musim hujan. Didukung pula perbaikan dosis pemupukan untuk meningkatkan produktivitas bawang merah (Istina, 2016). Pengembangan sentra produksi benih juga perlu dilakukan mengingat keterbatasan benih unggul di Kabupaten Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 919
Bima. lokasi pengembangan sentra perbenihan di arahkan ke wilayah yang melakukan tanam 3 kali setahun sehingga ketersediaan berkesinambungan. Kesimpulan dan Saran 1. Kabupaten Bima memiliki potensi yang besar sebagai daerah pengembangan bawang merah yang berfungsi sebagai penyangga stok bawang merah nasional karena perluasan areal tanam pada musim hujan memungkinkan terutama di lahan kering yakni sebesar 5.431 ha. 2. Pola produksi bawang merah sepanjang tahun dengan musim panen raya pada bulan Juli- Oktober. Ditinjau dari harga, pada musim panen raya harga di rata-rata di bawah Rp. 10.000 sehingga untuk mengamankan stok Bulog perlu menyerap bawang merah petani dan mendistribusikan saat kelangkaan supplay. 3. Rekomendasi anjuran belum optimal dilakukan sehingga perlu pendampingan intensif petani bawang merah untuk meningkatkan adopsi teknologi perbenihan dan teknologi budidaya sehingga produktivitas bawang merah dapat ditingkatkan. 4. Analisa usaha tani menunjukkan R/C 1,83 dan B/C 0,83 artinya usaha tani bawang merah layak dilakukan namun harus dengan tingkat produksi diatas 5.891 kg/ha atau harga bawang merah lebih dari Rp. 7.085/kg Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik, 2015. Nusa Tenggara Barat dalam Angka tahun 2015. BPS NTB Mataram. Dinas Pertanian Kabupaten Bima, 2015. Pengembangan Komiditi Bawang Merah Di Kabupaten Bima Idris, M. 2016. Ini Harga Bawang Merah Di Pasar Induk Kramat Jati. Diakses tanggal 22 Juni 2016 pada Http://Finance.Detik.Com/Read/2016/05/24/203009/3216928/4/Ini-Harga- Bawang-Merah-Di-Pasar-Induk-Kramat-Jati Iriani, E. 2013. Prospek Pengembangan Inovasi Teknologi Bawang Merah Di Lahan Sub Optimal (Lahan Pasir) Dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Petani. Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah 11(232): 231-243. Istina, I.N. 2016. Peningkatan Produksi Bawang Merah Melalui Teknik Pemupukan NPK. Jurnal Agro III (1): 36-42 Pujiastuti, L. 2015. Bawang dan Cabai Komoditas paling sensitive sumbang inflasi. Diakses pada tanggal 17 November 2015 pada http://finance.detik.com/read/2015/06/11/144149/2939732/4/bawang-dan-cabaikomoditas-paling-sensitif-sumbang-inflasi Rosyadi,I. D. Soebagyo, Dan Suyatmin. 2015. Profitabilitas Dan Efisiensi Usahatani Bawang Merah. The 2nd University Research Coloquium: 389-400. Sari, E.V. 2015. Inflasi Terjadi pada Maret, Bawang Merah Penyebabnya. diakses pada tgl 17 nov 2015 pada (http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150401170604-78-43616/inflasiterjadi-pada-maret-bawang-merah-penyebabnya/) Sumarni, N dan Hidayat, A. 2005. Panduan Teknis PTT Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung 920 Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian
Sutrisna, N. 2011. Aplikasi Feromon-Exi untuk Mengendalikan Ulat Bawang Merah (Spodoptera exigua). Agroinovasi edisi 13-19 Juli 2011. No. 3414. Tahun XII Swastika, D.K.S. 2004. Beberapa Teknis Analisis Dalam Penelitian Dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 7(1): 90-103. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian 921