BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (juta rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG MASALAH Dinamika yang terjadi pada sektor perekonomian Indonesia pada masa lalu

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

RILIS HASIL LISTING SENSUS EKONOMI 2016 PROVINSI JAWA TIMUR TEGUH PRAMONO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

P E N U T U P P E N U T U P

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ekonomi suatu daerah baik itu Kabupaten maupun kota yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG


Segmentasi Pasar Penduduk Jawa Timur

DATA DINAMIS PROVINSI JAWA TIMUR TRIWULAN IV BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2017

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

LOKASI SEKTOR UNGGULAN di JAWA TIMUR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

Tabel 2.19 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun

Tabel 2.26 Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Timur Tahun Keterangan

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR SKRIPSI

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK

KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

Tabel 2.25 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Tahun Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) (6)

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

PROFIL PEMBANGUNAN JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Listyanti, A.S Gandeng 74 Universitas, Pemerintah Targetkan Entas 50 Daerah Tertinggal.

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 )

VISITASI KE SEKOLAH/MADRASAH BADAN AKREDITASI NASIONAL SEKOLAH/MADRASAH

Pengembangan Daya Saing Daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya

Kata Kunci : Analisis Lokasi, Analisis Kontribusi, Tipologi Klassen, koridor Jawa Timur

SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M.

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTAR WILAYAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TESIS

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

4. DINAMIKA POLA KONSUMSI DAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN

BERITA RESMI STATISTIK

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TIPOLOGI DAYA SAING KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR

ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI ANTARA WILAYAH UTARA DAN SELATAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Jawa Timur dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Berdasarkan tipologi Klaassen atas pertumbuhan ekonomi dan PDRB per

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan pendekatan regional dalam menganalisis karakteristik daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan, program pembangunan nasional memiliki permasalahan mendasar, yakni adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Ketimpangan ekonomi antar daerah dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, di antaranya faktor kesenjangan pendapatan per kapita, kualitas modal manusia, ketersediaan sarana dan prasarana, pelayanan sosial, serta akses ke perbankan. Permasalahan ketimpangan ekonomi tersebut juga terjadi di Provinsi Jawa Timur, provinsi yang dikenal sebagai provinsi terbesar ke dua setelah DKI Jakarta. Meskipun Jawa Timur merupakan salah satu provinsi besar di Indonesia setelah DKI Jakarta dan tercatat memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi sejak tahun 1960-an, namun kenyataannya kecenderungan ketimpangan ekonomi di Provinsi Jawa Timur masih cukup tinggi. Dalam Tabel 1.1 ditunjukkan bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi ke dua di Pulau Jawa setelah Provinsi DKI Jakarta, serta memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dari tahun 2007 hingga tahun 2013. Hal ini 1

menunjukkan bahwa perekonomian Provinsi Jawa Timur terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi - Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional Tahun 2007-2013 (dalam persen) Tahun Daerah 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 DKI Jakarta 6,44 6,23 5,02 6,50 6,73 6,53 6,11 Jawa Barat 6,48 6,21 4,19 6,20 6,51 6,28 6,06 Jawa Tengah 5,59 5,61 5,14 5,84 6,03 6,34 5,81 DI Yogyakarta 4,31 5,03 4,43 4,88 5,17 5,32 5,40 Jawa Timur 6,11 5,94 5,01 6,68 7,22 7,27 6,55 Banten 6,04 5,77 4,71 6,11 6,38 6,15 5,86 Nasional 5,67 5,74 4,77 6,14 6,35 6,28 5,90 Rerata P. Jawa 5,83 5,80 4,75 6,04 6,34 6,32 5,96 Sumber: BPS 2016 Menurut Mackie dan Zain (1991) dalam Santosa dan Michael (2004), pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur merupakan hasil dari sebuah proses komulatif dalam berbagai hal, tidak hanya dari investasi pada satu atau dua sektor saja. Dick (1993) dalam Santosa dan Michael (2004) juga berpendapat bahwa sejak tahun 1960-an, pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mampu mengelola berbagai macam perbedaan kodisi geografis dan jumlah populasi yang cukup besar, mampu memanfaatkan adanya Revolusi Hijau, serta mengelola birokrasi yang cakap sehingga mampu menopang keseimbangan pola pertumbuhan dan pembangunan. Itulah mengapa, hingga saat ini Provinsi Jawa Timur mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan provinsi lain yang berada di Pulau Jawa. Selain itu, lokasi Jawa Timur yang strategis sebagai penghubung antara Pulau Jawa dan Pulau Bali, menjadikan provinsi ini sebagai pintu gerbang perdagangan antara Kawasan Barat dengan 2

Kawasan Tengah dan Kawasan Timur Indonesia. Hal tersebut seharusnya menjadi peluang besar bagi Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan pertumbuhan serta pembangunan ekonomi daerahnya. Sejalan dengan pergerakan waktu, tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah, serta antar sektor (Kuncoro, 2002). Namun kenyataannya, peningkatan perekonomian Provinsi Jawa Timur tersebut tidak diiringi dengan pemerataan PDRB per kapita pada tiap-tiap kabupaten/kota-nya. Masih ada jarak yang begitu jauh antara daerah yang memiliki PDRB per kapita tertinggi dengan daerah yang memiliki PDRB per kapita terendah. Dalam Tabel 1.2 ditunjukkan bahwa Kota Kediri menduduki tingkat pertama dengan PDRB perkapita tertinggi di Provinsi Jawa Timur dengan nilai sebesar 83,79 juta rupiah untuk PDRB per kapita rerata tahun 2007-2013. Di sisi lain, daerah dengan PDRB per kapita terendah yakni Kabupaten Pamekasan hanya memiiki PDRB per kapita sebesar 2,66 juta rupiah untuk PDRB per kapita rerata tahun 2007-2013. Sedangkan rata-rata PDRB per kapita Provinsi Jawa Timur untuk rerata tahun 2007-2013 adalah sebesar 9,29 juta rupiah. PDRB per kapita Kota Kediri sangat jauh di atas rata-rata PDRB per kapita provinsi dan PDRB per kapita Kabupaten Pamekasan cukup jauh di bawah rata-rata PDRB per kapita provinsi. Hal tersebut menuunjukan betapa tingginya ketimpangan ekonomi antar daerah yang terjadi di Provinsi Jawa Timur, karena tingginya PDRB per kapita yang dimiliki provinsi tersebut hanya disokong oleh beberapa daerah 3

kabupaten/kota saja, sehingga bisa dikatakan pembangunan ekonomi Jawa Timur belum merata. Tabel 1.2 PDRB per Kapita Non-Migas Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007 dan 2013 (juta Rupiah) Kabupaten/Kota 2007 2013 Rerata 2007-2013 Kabupaten/Kota 2007 2013 Rerata 2007-2013 Kab. Bangkalan 3,15 4,42 3,74 Kab. Pasuruan 3,97 5,35 4,60 Kab. Banyuwangi 6,09 8,54 7,20 Kab. Ponorogo 3,22 4,61 3,87 Kab. Blitar 4,52 6,04 5,24 Kab. Probolinggo 5,51 7,25 6,30 Kab. Bojonegoro 3,95 8,05 5,77 Kab. Sampang 2,57 3,79 3,24 Kab. Bondowoso 2,80 5,02 4,22 Kab. Sidoarjo 12,63 15,65 13,93 Kab. Gresik 11,54 16,96 14,03 Kab. Situbondo 4,85 6,45 5,56 Kab. Jember 3,99 5,95 4,98 Kab. Sumenep 4,31 5,96 4,97 Kab. Jombang 4,22 6,25 5,17 Kab. Trenggalek 2,87 5,41 4,44 Kab. Kediri 3,94 6,04 5,11 Kab. Tuban 5,13 9,05 7,25 Kab. Lamongan 3,64 6,40 5,19 Kab. Tulungagung 6,65 9,45 7,96 Kab. Lumajang 5,21 7,49 6,31 Kota Batu 5,85 9,24 7,56 Kab. Madiun 3,63 5,51 4,67 Kota Blitar 4,93 8,82 7,28 Kab. Magetan 4,45 6,30 5,31 Kota Kediri * 77,07 98,09 83,79 Kab. Malang 5,13 7,14 6,05 Kota Madiun 5,62 15,16 11,71 Kab. Mojokerto 5,13 9,16 7,58 Kota Malang 14,05 20,64 17,24 Kab. Nganjuk 4,16 6,20 5,22 Kota Mojokerto 9,25 12,09 10,53 Kab. Ngawi 3,17 4,59 3,82 Kota Pasuruan 5,49 7,01 6,19 Kab. Pacitan 2,30 3,41 2,84 Kota Probolinggo 7,66 10,99 9,21 Kab. Pamekasan ** 2,17 3,15 2,66 Kota Surabaya 25,76 38,66 32,43 rerata PDRB per kapita provinsi 2007-2013 9,29 * Daerah dengan PDRB per Kapita Tertingi di Jawa Timur ** Daerah dengan PDRB per Kapita Terendah di Jawa Timur Sumber: INDO-DAPOER World Bank (diolah) Daerah dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi relatif tinggi, pada umumnya merupakan daerah perkotaan dengan sektor basis berupa sektor sekunder dan tersier, seperti industri pengolahan dan perdagangan. Daerah-daerah ini menurut Santosa dan Michael (2004) merupakan daerah yang berada di sekitar 4

Sektor ibukota provinsi Jawa Timur yang teraglomerasi sebagai zona tengah (kantung industri). Sedangkan, daerah dengan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi relatif rendah, pada umumnya merupakan daerah perdesaan dengan sektor basis berupa sektor primer seperti pertanian. Daerah-daerah ini menurut Santosa dan Michael (2004) merupakan daerah yang berada relatif jauh dari ibukota provinsi yang disebutnya sebagai zona timur dan zona barat. PDRB per Sektor Tahun 2007 dan 2013 sektor listrik, gas dan air bersih sektor transportasi dan komunikasi sektor perdagangan hotel dan restoran sektor jasa jasa sektor pertambangan dan penggalian sektor industri pengolahan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sektor konstruksi sektor pertanian 2013 2007 0 50000000 100000000 150000000 PDRB Gambar 1.1 Struktur PDRB per Kapita Masing - Masing Sektor Sumber: INDO-DAPOER World Bank (diolah) Berdasarkan Gambar 1.1, sektor perdagangan, industri pengolahan, serta pertanian masih menduduki peringkat tiga besar dalam struktur PDRB Provinsi Jawa Timur dari tahun 2007 hingga tahun 2013. Namun, pada tahun 2013, peningkatan kontribusi PDRB per kapita dari sektor pertanian masih jauh tertinggal dibandingkan peningkatan kontribusi dari sektor perdagangan dan 5

Sektor sektor industri. Sedangkan pada kenyataannya, sektor pertanian merupakan sektor dengan jumlah pekerja paling banyak dibandingkan dengan sektor lainnya. Pekerja per Sektor Tahun 2007 dan 2013 sektor listrik, gas dan air bersih sektor transportasi dan komunikasi sektor perdagangan hotel dan restoran sektor jasa jasa sektor pertambangan dan penggalian sektor industri pengolahan sektor keuangan, persewaan dan jasa 2013 2007 sektor konstruksi sektor pertanian 0 4000000 8000000 Jumlah Pekerja Gambar 1.2 Struktur Penduduk Bekerja Masing - Masing Sektor Sumber: INDO-DAPOER World Bank (diolah) Pada Gambar 1.2 terlihat bahwa pada saat jumlah pekerja pada sektor lain mengalami peningkatan, jumlah pekerja pada sektor pertanian ini justru mengalami penurunan, meskipun jumlah pekerja pada sektor ini masih terbanyak di antara sektor lainnya. Jumlah pekerja yang banyak pada sektor pertanian Provinsi Jawa Timur ternyata belum mampu menjadikan sektor pertanian sebagai kontributor terbesar dalam struktur PDRB Jawa Timur, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Sedangkan pekerja pada sektor perdagangan dan sektor industri yang jumlahnya kurang dari setengah jumlah pekerja sektor pertnian, ternyata mampu membuat ke dua sektor ini memiliki kontribusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian. Hal inilah yang menjadikan daerah-daerah 6

di zona barat dan timur yang sebagian besar merupakan daerah pertanian memiliki PDRB per kapita yang reltif lebih rendah jika dibandingkan dengan daerah-daerah perkotaan atau daerah-daerah industri yang berada di zona tengah (kantung industri), karena pada zona tersebut sebagian besar daerahnya memiliki basis perekonomian pada sektor sekunder maupun tersier. Sektor sekunder dan tersier seperti industri pengolahan dan perdagangan sebagian besar berada di kabupaten/kota yang berada di daerah perkotaan atau zona tengah yang disebut juga dengan kawasan kantung industri. Terbentuknya kawasan industri tersebut didukung oleh adanya infrastruktur yang memadai seperti jalan kawasan yang sesuai standar internasional, adanya pelabuhan niaga, saluran drainase bebas banjir, pengolahan limbah dan lain-lain, sehinngga menjadikan perekonomian di daerah kantung industri ini tumbuh lebih pesat (Bappenas, 2015). Dalam hal investasi-pun, kabupaten/kota yang berada di daerah kantung industri lebih banyak mendapatkan suntikan dana dari para investor. Hal tersebut terjadi karena salah satu pendorong peningkatan penanaman modal di Jawa Timur adalah adanya kawasan industri seperti Surabaya Industrial Estate (SIER), Pasuruan Industrial Estate (PIER), Kawasan Industri Gresik (KIG), Ngoro Industrial Park (Mojokerto), dan Maspion Gresik yang masuk dalam kawasan industri yang berada di zona tengah dan telah mengimplementasikan KLIK (Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi), sehingga investasi yang masuk dapat segera direalisasikan. Jika kabupaten/kota dengan konsentrasi utama pada sektor sekunder dan tersier tumbuh lebih pesat daripada kabupaten/kota dengan 7

sektor primer sebagai sektor utamanya, maka dikhawatirkan ketimpangan ekonomi antar daerah di Jawa Timur akan semakin tinggi. Oleh karena itu, masalah ini perlu untuk segera di atasi agar pembangunan daerah bisa merata. 1.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan mendasar pada penelitian ini adalah mengenai ketimpangan PDRB per kapita yang terjadi antar kabupaten/kota yang berada di Provinsi Jawa Timur. Meskipun Jawa Timur merupakan provinsi terbesar ke dua setelah DKI Jakarta, namun ternyata masih terdapat jarak yang begitu jauh antara daerah yang memiliki PDRB sangat tinggi dengan daerah yang memiliki PDRB per kapita sangat rendah. Daerah dengan pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita relatif tinggi umumnya merupakan daerah perkotaan atau daerah indusri yang berada di zona tengah (kawasan industri). Sedangkan, daerah dengan PDRB per kapita relatif rendah umumnya merupakan daerah dengan sektor basis berupa pertanian yang tersebar di zona barat dan timur Provinsi Jawa Timur. Perbedaan pertumbuhan ekonomi dan PDRB per kapita itulah yang diduga menyebabkan ketimpangan ekonomi antar daerah yang terjadi di Jawa Timur. Hal tersebut kemudian mendasari perlunya mengukur seberapa besar ketimpangan PDRB per kapita yang terjadi. Selain itu, pengelompokan daerah berdasarkan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi juga perlu dianlisis guna mengetahui pola spasial daerah yang terbentuk, sehingga memudahkan dalam menganalisis perekonomian daerah sesuai dengan kelompoknya masing-masing. 8

Masih minimnya studi mengenai ketimpangan PDRB per kapita, serta analisis pola spasial daerah-daerah di Provinsi Jawa Timur menjadi alasan utama untuk melakukan penelitian lebih lanjut, sehingga nantinya penelitian ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Bagaimana trend ketimpangan PDRB per kapita yang terjadi di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Williamson Index dan Coefficient of Variation? 2. Bagaimana pola spasial Provinsi Jawa Timur berdasarkan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pengelompokan daerah berdasar pola spasial Provinsi Jawa Timur? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa ketimpangan PDRB per kapita Provinsi Jawa Timur, pola spasial di Provinsi Jawa Timur berdasarkan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi, serta menganalisis faktor-faktor lain yang turut berpengaruh pada pengelompokan daerah berdasarkan pola spasial yang terbentuk. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Diharapkan hasil karya ini mampu: 1. Memberikan informasi tentang hasil dan analisa ketimpangan PDRB per kapita, pola spasial yang terbentuk serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi pola spasial yang terbentuk, 9

2. Sebagai rujukan atau referensi empiris untuk penelitian selanjutnya, 3. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan penelitian ini. 1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini berkatian dengan analisis ketimpangan PDRB per kapita Provinsi Jawa Timur, pola spasial di Provinsi Jawa Timur berdasarkan PDRB per kapita dan pertumbuhan ekonomi, serta analisis faktor-faktor lain yang turut berpengaruh pada pengelompokan daerah berdasarkan pola spasial yang terbentuk. Dalam penelitian ini digunakan data dengan kurun waktu tujuh tahun, dimulai dari tahun 2007 hingga tahun 2013 dan meliputi (1) jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur, (2) Jumlah penduduk per kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, (3) PDRB per kapita rill non migas atas dasar harga konstan Provinsi Jawa Timur, (5) PDRB per kapita rill non migas atas dasar harga konstan per kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, (6) PDRB pada sektor pertanian, (7) PDRB pada sektor industri, (8) PDRB pada sektor perdagangan, (9) Dana Alokasi Khusus (10) Dana Bagi Hasil, (11) Dana Alokasi Umum, (12) jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan tiap daerah serta (13) jumlah penduduk yang tinggal di perkotaaan. 10

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN Karya tulis ini akan dibagi menjadi lima bagian, yakni: 1. BAB I Pendahuluan Pada bagian ini akan dipaparkan permasalahan secara singkat mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan penelitian mengenai Ketimpangan PDRB Per Kapita dan Pola Spasial Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2013. 2. BAB II Tinjauan Pustaka Bagian ke dua pada penelitian ini akan dipaparkan mengenai landasan teori yang berkaitan dengan topik penelitian, yakni teori pertumbuhan ekonomi, dan teori ketimpangan ekonomi. Pada bagian ini juga disertakan studi literatur mengenai penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian. 3. BAB III Meodologi Penelitian Bagian ke tiga pada penelitian ini menjelaskan dan memaparkan tentang metode, data serta variabel-variabel yang digunakan dalam pengolahan data. 4. BAB IV Hasil dan Pembahasan Bagian ke empat pada penelitian ini menjelaskan tentang analisis dari hasil pengolahan data yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. 5. BAB V Kesimpulan dan Saran Bagian terakhir dalam penulisan penelitian ini adalah kesimpulan yang diambil dari hasil olah dan analisis data. Selain itu juga masukan-masukan terhadap kebijakan yang sebaiknya diambil berdasarkan hasil analisis yang ada. 11