4. PEMBAHASAN 4.1. Warna Larutan Fikosianin Warna Larutan secara Visual

dokumen-dokumen yang mirip
4. PEMBAHASAN 4.1. Aktivitas Antioksidan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Daya Larut

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

METODELOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

Gambar 6. Kerangka penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. membentuk konsistensi setengah padat dan nyaman digunakan saat

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN SAMPEL DAN EKSTRAKSI

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri keberadaannya. Dewasa ini, banyak penyebab penyebab yang

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

PEMBAHASAN 4.1. Penampakan Fisik Bumbu Penyedap Granul Non-Monosodium Glutamate Pada Berbagai Konsentrasi Maltodekstrin

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

4.PEMBAHASAN. dimana kondisi bahan bagian dalam belum kering walaupun bagian luarnya telah kering (Endrasari et al., 2010).

4. PEMBAHASAN 4.1. Penampakan Fisik Bumbu Penyedap Blok Spirulina 4.2. Sifat Higroskopis Bumbu Penyedap Blok Spirulina

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan oleh mereka untuk berbagai keperluan, antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISA DATA

4. PEMBAHASAN Kadar Lemak dan Kadar Air

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING MERAH SECANG

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Alat-alat gelas, Neraca Analitik (Adam AFA-210 LC), Viskometer

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data penetapan kadar larutan baku formaldehid dapat dilihat pada

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Desember 2016 di

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KAROTENOID PADA DAUN TEH

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggumpal, serta kombinasi dari perlakuan-perlakuan tersebut, sehingga

BIOKIMIA (Kode : F-07) AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SIRUP ROSELA (Hibiscus sabdariffa) SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU RUANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL...

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

Bab II Tinjauan Pustaka

MAKALAH PROGRAM PPM PEMUTIHAN SERAT ECENG GONDOK. Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA

BAB I PENDAHULUAN. lebih dahulu dan kadang-kadang sangat menentukan. 1

LAPORAN PRAKTIKUM. ph METER DAN PERSIAPAN LARUTAN PENYANGGA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

I PENDAHULUAN. masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang

I. PENDAHULUAN. Tananam manggis (Garcinia Mangostana L) merupakan salah satu buah asli

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

Gambar 1. Kertas lakmus indikator ekstrak kulit manggis yang telah kering setelah perendaman dengan variasi waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Bab IV Hasil dan Analisa 4.1 Ekstraksi likopen dari wortel dan pengukurannya dengan spektrometer NIR

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

Pewarna Alami untuk Pangan KUNING KUNYIT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan praktikum merupakan kegiatan yang tidak akan pernah lepas

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dihambat (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber. perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini telah banyak diungkapkan bahaya lingkungan yang tidak sehat

BAB I PENDAHULUAN. Antioksidan adalah senyawa kimia baik alami maupun sintetik yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dari daerah beriklim tropis. Pemanfaatan buah naga merah (Hylocereus

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

DAFTAR LAMPIRAN. xvii

I. PENDAHULUAN. Sejak ditemukannya zat pewarna sintetik serta terbatasnya jumlah dan mutu zat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. identitas tanaman tersebut, apakah tanaman tersebut benar-benar tanaman yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kentang merah dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 5-6 bulan di Laboratorium Ilmu dan

I. PENDAHULUAN. sehingga memberikan kesegaran bagi konsumen. Warna yang beraneka macam

4. PEMBAHASAN 4.1. Nilai Warna Mi Non Terigu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Ekstraksi dan Karakterisasi Antosianin

Skala ph dan Penggunaan Indikator

I. PENDAHULUAN. Penggunaan pewarna makanan yang bersumber dari bahan alami sudah sejak lama

KIMIA DASAR TEKNIK INDUSTRI UPNVYK C H R I S N A O C V A T I K A ( ) R I N I T H E R E S I A ( )

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

BAB I PENDAHULUAN. resiko penyakit pada konsumen. Makanan fungsional ini mengandung senyawa atau

Transkripsi:

4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan ekstraksi fikosianin dari spirulina yang digunakan sebagai pewarna alami pada minuman. Fikosianin ini memberikan warna biru alami, sehingga tidak memberikan efek negatif pada kesehatan (Sedjati dkk., 2012). Larutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan dengan ph netral, larutan dengan ph asam (ph 5), larutan dengan ph basa (ph 8). Beberapa analisa yang dilakukan yaitu, warna (visual dan chromameter), aktivitas antioksidan dan konsentrasi fikosianin. 4.1. Warna Larutan Fikosianin Analisa warna yang dilakukan dalam penelitian secara ini ada 2, yaitu analisa warna visual dan analisa menggunakan chromameter. Analisa warna visual dan warna menggunakan chromameter dilakukan dari hari ke-0 hingga hari ke-3. 4.1.1. Warna Larutan secara Visual Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat pada intensitas cahaya 0 lux warna larutan fikosianin ph netral, asam dan basa tidak mengalami perubahan warna meskipun sudah disimpan selama 3 hari. Pada intensitas cahaya 500 lux warna larutan fikosianin ph netral dan asam mengalami perubahan warna biru menjadi agak hijau pada hari kedua dan warna biru menjadi hijau pada hari ketiga, sedangkan warna larutan fikosianin dengan ph basa mengalami perubahan pada hari ketiga warna biru menjadi agak hijau. Pada intensitas cahaya 700 lux warna larutan fikosianin ph netral, asam, dan basa mengalami perubahan yang sama yaitu, pada hari pertama warna biru menjadi hijau, pada hari kedua dan ketiga warna biru menjadi putih kekuningan. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa dengan variasi intensitas cahaya yang diberikan dapat mempengaruhi warna larutan fikosianin dengan hasil yang berbeda. Hal ini disebabkan karena fikosianin dapat mengalami perubahan warna karena suhu meskipun berada pada ph yang optimum. Intensitas cahaya yang tinggi dapat meningkatkan suhu, sehingga kondisi penyimpanan menjadi panas dan akan mempengaruhi produk dalam bentuk perubahan warna. Hal tersebut akan mengakibatkan pigmen fikosianin terdegradasi sehingga akan terjadi perubahan warna (Sarada et al., 1999 diacu dalam Sedjati et al, 2012; Jespersen et al., 2005; Yan et al., 2011). Hal ini juga didukung oleh Lydia et al 52

53 (2001) bahwa selain proses pemanasan, proses penyimpanan juga dapat menyebabkan pigmen fikosianin mengalami pemudaran warna. 4.1.2. Warna Larutan menggunakan Chromameter Hasil penelitian yang didapat, nilai L, a* dan b* pada larutan ph netral, asam dan basa menjadi meningkat seiring dengan tingginya intensitas cahaya serta seiring lamanya waktu penyimpanan. Pada proses penyimpanan nilai L larutan fikosianin pada ph netral, asam dan basa dengan intensitas cahaya 0 lux mengalami peningkatan namun tidak signifikan dibandingkan dengan intensitas cahaya 500 dan 700 lux mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Nilai L ini menunjukkan tingkat kecerahan dari suatu produk, jika nilai L semakin tinggi maka suatu produk tersebut semakin terang. Hal ini dinyatakan oleh Coultate (2002) bahwa warna suatu produk akan semakin putih atau terang bila nilai L semakin tinggi, dan warna suatu produk akan semakin gelap bila nilai L semakin menurun. Perbandingan % peningkatan nilai L pada larutan fikosianin setiap ph (netral, asam, basa) dengan intensitas cahaya 500 lux yaitu 4,54%; 13,06%; 11,79%, sedangkan pada intensitas cahaya 700 lux yaitu 28,99%; 32,19%; 44,1%. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat dari segi penyimpanan bahwa semakin lama larutan fikosianin disimpan maka perubahan warna yang terjadi juga meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lydia et al (2001) bahwa proses penyimpanan juga dapat menyebabkan pigmen fikosianin mengalami pemudaran warna. Pada perlakuan intensitas cahaya yang berbeda, nilai L larutan fikosianin ph netral, asam dan basa menghasilkan data bahwa masing-masing intensitas cahaya menghasilkan perbedaan warna yang signifikan. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa semakin tinggi intensitas cahaya yang diberikan maka akan semakin tinggi nilai L nya. Perubahan nilai L yang tertinggi terjadi pada larutan fikosianin ph asam dengan intensitas cahaya 700 lux. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya yang tinggi dapat meningkatkan suhu, sehingga kondisi penyimpanan menjadi panas dan akan mempengaruhi produk dalam bentuk perubahan warna. Hal tersebut akan mengakibatkan pigmen fikosianin terdegradasi sehingga akan terjadi perubahan warna

54 (Sarada et al., 1999 diacu dalam Sedjati et al, 2012; Jespersen et al., 2005; Yan et al., 2011). Pada perlakuan ph yang berbeda, nilai L larutan fikosianin dengan intensitas cahaya 0 lux menghasilkan data bahwa pada hari ke-0 hingga ke-2 masing-masing ph tidak mengalami perbedaan warna yang signifikan sedangkan pada hari ke-3 mengalami perbedaan warna yang signifikan. Intensitas cahaya 500 dan 700 lux menghasilkan data bahwa pada hari ke-0 masing-masing ph tidak mengalami perbedaan warna yang signifikan sedangkan pada hari ke-1 hingga ke-3 mengalami perbedaan warna yang signifikan. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa nilai L yang tinggi terjadi pada ph basa seiring lamanya waktu penyimpanan maka perubahan warna yang terjadi juga meningkat. Hal ini dikarenakan fikosianin lebih stabil pada kisaran ph 5,5 6 dan akan menurun stabilitasnya apabila disimpan pada suhu di atas 47 o C (Chaiklahan et.al., 2012). Pada proses penyimpanan nilai a* dan b* larutan fikosianin dengan ph netral, asam dan basa dan intensitas cahaya 0 lux, 500 dan 700 lux mengalami peningkatan yang signifikan seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Nilai a* (-) menunjukkan warna hijau, a* (+) menunjukkan warna merah, sedangkan nilai b* (-) menunjukkan warna biru, b* (+) menunjukkan warna kuning (Hutching, 1999). Perbandingan % peningkatan nilai a* pada larutan fikosianin setiap ph (netral, asam, basa) dengan intensitas cahaya 500 lux yaitu 52,05%; 78,03%; 62,97% sedangkan, pada intensitas cahaya 700 lux yaitu 90,9%; 96,9%; 92,07%. Perbandingan % peningkatan nilai b* pada larutan fikosianin setiap ph (netral, asam, basa) dengan intensitas cahaya 500 lux yaitu 94,16%; 102,43%; 89,38% sedangkan, pada intensitas cahaya 700 lux yaitu 146,09%; 147,25%; 149,47%. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat dari segi penyimpanan bahwa semakin lama larutan fikosianin disimpan maka perubahan warna yang terjadi juga meningkat. Nilai a* dan b* larutan fikosianin meningkat hingga cenderung warna kuning, merah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lydia et al (2001) bahwa proses penyimpanan juga dapat menyebabkan pigmen fikosianin mengalami pemudaran warna.

55 Pada perlakuan intensitas cahaya yang berbeda, nilai a* dan b* larutan fikosianin ph netral, asam dan basa menghasilkan data bahwa pada hari ke-0 masing-masing intensitas cahaya tidak mengalami perbedaan warna yang signifikan, sedangkan pada hari ke-1 hingga ke-3 masing-masing intensitas cahaya mengalami perbedaan warna yang signifikan. Perubahan warna yanberdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa semakin tinggi intensitas cahaya yang diberikan maka akan semakin tinggi nilai L nya. Perubahan nilai a* dan b* yang lebih tinggi terjadi pada intensitas cahaya 700 lux dan seiring lamanya waktu penyimpanan maka perubahan warna yang terjadi akan meningkat. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya yang tinggi dapat meningkatkan suhu, sehingga kondisi penyimpanan menjadi panas dan akan mempengaruhi produk dalam bentuk perubahan warna. Hal tersebut akan mengakibatkan pigmen fikosianin terdegradasi sehingga akan terjadi perubahan warna (Sarada et al., 1999 diacu dalam Sedjati et al, 2012; Jespersen et al., 2005; Yan et al., 2011). Pada perlakuan ph yang berbeda, nilai a* dan b* larutan fikosianin dengan intensitas cahaya 0 lux menghasilkan data bahwa pada hari ke-0 hingga ke-1 masing-masing ph tidak mengalami perbedaan warna yang signifikan sedangkan pada hari ke-2 hari ke-3 mengalami perbedaan warna yang signifikan. Nilai a* larutan fikosianindengan intensitas cahaya 500 dan 700 lux menghasilkan data bahwa pada hari ke-0 masingmasing ph tidak mengalami perbedaan warna yang signifikan sedangkan pada hari ke-1 hingga ke-3 mengalami perbedaan warna yang signifikan. Nilai b* larutan fikosianin dengan intensitas cahaya 500 lux menghasilkan data bahwa pada hari ke-0 hingga hari ke-2 masing-masing ph tidak mengalami perbedaan warna yang signifikan sedangkan pada hari ke-3 mengalami perbedaan warna yang signifikan, sedangkan nilai b* larutan fikosianin dengan intensitas cahaya 700 lux menghasilkan data bahwa pada hari ke-0 masing-masing ph tidak mengalami perbedaan warna yang signifikan sedangkan pada hari ke-1 hingga ke-3 mengalami perbedaan warna yang signifikan. Perubahan nilai a* dan b* yang tinggi terjadi pada ph basa seiring lamanya waktu penyimpanan maka perubahan warna yang terjadi akan meningkat. Hal ini dikarenakan fikosianin lebih stabil pada kisaran ph 5,5 6 dan akan menurun stabilitasnya apabila disimpan pada suhu di atas 47 o C (Chaiklahan et.al., 2012).

56 4.2. Aktivitas Antioksidan pada Larutan Fikosianin Hasil penelitian yang didapat, aktivitas antioksidan pada larutan fikosianin dengan ph netral berkisar antara 18,613 18,881%, pada larutan fikosianin ph asam berkisar 24,975 27,519%, sedangkan pada larutan fikosianin dengan ph basa 15,033 16,809%. Hal ini dapat terjadi karena aktivitas antioksidan dari ekstrak Spirulina sp tergolong lemah, dikarenakan merupakan ekstrak kasar, dimana dalam ekstrak tersebut senyawa antioksidannya belum murni. Selain itu, Spirulina yang diekstraksi berupa serbuk kering dengan proses pengeringan mengunakan oven. Proses pengeringan sangat berpengaruh atau merusak senyawa antioksidan. Sampel segar akan mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih baik daripada sampel kering (Damar et al., 2014). Selama proses penyimpanan, ph dan perlakuan intensitas cahaya yang berbeda dapat mengakibatkan aktivitas antioksidan pada larutan fikosianin semakin menurun. Pada ph netral, asam dan basa dengan intensitas cahaya 0 lux aktivitas antioksidan yang terdapat pada larutan fikosianin menjadi menurun, sedangkan pada 500 lux dan 700 lux aktivitas antioksidan pada larutan fikosianin semakin menurun hingga tidak dapat terdeteksi. Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya untuk berikatan dengan DPPH membentuk DPPH tereduksi, ditandai dengan semakin hilangnya warna ungu (menjadi kuning pucat) (Molyneux 2004). Antioksidan akan mendonorkan proton atau hidrogen kepada DPPH dan selanjutnya akan terbentuk radikal baru yang bersifat stabil atau tidak reaktif (1,1-difenil-2- pikrilhidrazin) (Wikanta et al. 2005). Hal ini dapat digambarkan dalam persamaan berikut. DPPH + AH DPPH-H + A* (Radikal bebas) (Antioksidan) (Netral) (Radikal bebas,stabil, tidak reaktif) Warna ungu Warna kuning Selama penyimpanan 3 hari, perbandingan % penurunan aktivitas antioksidan pada larutan fikosianin setiap ph (netral, asam, basa) dengan intensitas cahaya 0 lux yaitu 87,07%; 66,405%; 92,735%, sedangkan dengan intensitas cahaya 500 lux dan 700 lux hari ke-1 tidak dapat terdeteksi sehingga % penurunan antioksidan tidak dapat ditampilkan. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat dari segi intensitas cahaya yang tinggi bahwa aktivitas antioksidan semakin rendah seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hendry & Houghten (1996), bahwa penurunan aktivitas antioksidan dapat disebabkan oleh pemanasan yang akan memecah

57 rantai ikatan ganda pada senyawa antioksidan sehingga akan sulit menangkap oksigen. Intensitas cahaya sebesar 500 lux dan 700 lux menunjukkan suhu diatas ± 45 o C. Oleh karena itu, aktivitas antioksidan pada larutan fikosianin menjadi hilang. Sedangkan dari segi variasi ph, pada ph asam (5) menghasilkan aktivtas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan ph netral maupun basa. Hal ini dikarenakan fikosianin stabil pada kisaran ph 5,5 6 dan akan menurun stabilitasnya apabila disimpan pada suhu di atas 47 o C (Chaiklahan et.al., 2012). Othman dkk. (2007) mengatakan bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi aktivitas antioksidan adalah konsentrasi antioksidan, medium ekstraksi, suhu, ph medium, struktur kimia, dan posisi dalam molekul. 4.3. Konsentrasi Fikosianin dengan berbagai ph Hasil penelitian yang didapat, konsentrasi fikosianin yang diperoleh dari masing-masing ph dan intensitas yang berbeda mengalami penurunan yang signifikan selama proses penyimpanan. Konsentrasi fikosianin pada larutan fikosianin dengan ph netral berkisar antara 116,19 120,56 mg/ml, pada larutan fikosianin ph asam berkisar 124,07 132,29 mg/ml, sedangkan pada larutan fikosianin dengan ph basa 116,23 120,02 mg/ml. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarada et al (1999) dan Sedjati et al, (2012), penurunan kandungan fikosianin tersebut dikarenakan pigmen fikosianin sangat peka terhadap panas, sehingga pigmen fikosianin mengalami degradasi atau pemudaran warna. Selama penyimpanan 3 hari, perbandingan % penurunan konsentrasi fikosianin pada larutan fikosianin setiap ph (netral, asam, basa) dengan intensitas cahaya 0 lux yaitu 4,54%, 13,06%, 11,79%. Sedangkan, pada intensitas cahaya 700 lux yaitu 28,99%, 32,19%, 44,1 %. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat dari segi intensitas cahaya bahwa semakin tinggi intensitas cahaya yang diberikan maka akan semakin menurun konsentrasi fikosianin seiring dengan lamanya waktu penyimpanan konsentrasi fikosianin menjadi menurun. Menurut Setyawan & Satria (2013), kandungan fikosianin akan berkurang atau mengalami penurunan dengan adanya proses pengolahan, karena suhu pengolahan (pemanasan) akan mendegradasi pigmen fikosianin ketika ikatan heteromer protein terpecah menjadi monomer, trimer, heksamer, dan oligomer-oligomer lain. Sedangkan dari segi variasi ph, bahwa pada ph asam (5) konsentrasi fikosianin lebih tinggi, namun

58 seiring dengan lamanya waktu penyimpanan maka konsentrasi fikosianin akan semakin menurun. Hal ini didukung dengan penelitian dari Duangsee et al (2009) bahwa proses pemanasan dengan ph fikosianin yang berbeda akan menyebabkan terbukanya struktur molekul fikosianin, sehingga akan mendegradasi atau memudarkan warna pigmen fikosianin.