TINGKAT KESEPIAN REMAJA DI PANTI ASUHAN X KOTA PADANG

dokumen-dokumen yang mirip
PROFIL KEPRIBADIAN REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DI KELURAHAN BUNGO PASANG TABING PADANG Oleh:

PERAN ORANG TUA DALAM PENERIMAAN DIRI REMAJA PENYANDANG CACAT FISIK DI NAGARI AIR BANGIS KECAMATAN SUNGAI BEREMAS KABUPATEN PASAMAN BARAT ABSTRACK

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Oktober 2010 Sudarman A.R : Kesepian Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan (studi kasus)

FAKTOR PENYEBAB KURANG LANCARNYA REMAJA AWAL DALAM MELAKSANAKAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN DI SMP NEGERI 25 PADANG JURNAL

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN AFILIASI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN PUTRI AISYIYAH DAN PUTRA MUHAMMADIYAH TUNTANG DAN SALATIGA

INTERAKSI SOSIAL SISWA BERPRESTASI DALAM BELAJAR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING JURNAL ILMIAH

PERAN ORANG TUA DALAM MEMBANTU PENCAPAIAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN SIGUHUNG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM.

MASALAH BELAJAR SISWA DAN PENANGANANNYA

PROFIL KONSEP DIRI PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 18 PADANG ABSTRACT

PROFIL HUBUNGAN INTERPERSONAL REMAJA DALAM MENGIKUTI LAYANAN KONSELING KELOMPOK DI PANTI ASUHAN AL-IHSAN PADANG JURNAL ANGGI FADILAH NPM:

CAPAIAN TUGAS PERKEMBANGAN SOSIAL SISWA DENGAN KELOMPOK TEMAN SEBAYA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PROGRAM PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

1.1 Latar Belakang Masalah

Peningkatan Motivasi Belajar Anak Asuh Melalui Layanan

MASALAH-MASALAH PESERTA DIDIK PINDAH SEKOLAH KE SMA ADABIAH PADANG. Oleh: Sefriani. Fitria Kasih Yusnetti ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

PENINGKATAN PENGENDALIAN EMOSI MELALUI BIMBINGAN KELOMPOK PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN AISYIYAH MUHMMADIYAH SUNGAI PENUH

PROFIL PENCAPAIAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SOSIAL PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 1 RAO KECAMATAN RAO INDUK KABUPATEN PASAMAN TIMUR E-JURNAL

PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM MEWUJUDKAN KEPERCAYAAN DIRI PESERTA DIDIK DI KELAS VII SMP NEGERI 27PADANG JURNAL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

RARA NINGRUM NPM:

Oleh : Novita Sari. Fitria Kasih Rahma wira Nita. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat

FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI KEMATANGAN EMOSI REMAJA DALAM INTERAKSI SOSIAL KELAS XI DI SMA PGRI I PADANG JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

Penyesuaian Diri Remaja Tunanetra di Panti Sosial Bina Netra Tuah Sakato Kelurahan Kalumbuk Kecamatan Kuranji Padang

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

MASALAH BELAJAR PESERTA DIDIK YANG TIDAK TINGGAL DENGAN ORANG TUA (Suatu Kajian di SMA Negeri I Rao Kabupaten Pasaman) E-JURNAL

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

KOMUNIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DENGAN TEMAN SEBAYA DI SMK NEGERI 4 PADANG By:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP TINGKAH LAKU SOSIAL REMAJA DI NAGARI SUNGAI JANIAH KECAMATAN GUNUNG TALANG KABUPATEN SOLOK.

PROFIL PERILAKU SOSIAL REMAJA DI RT 02 / RW 04 KELURAHAN LAMBUNG BUKIT KECAMATAN PAUH KOTA PADANG JURNAL

PROFIL PERILAKU BULLYING PESERTA DIDIK DI SEKOLAH (Studi Terhadap Siswa Kelas VIII SMP N 1 Panti Kabupaten Pasaman) ABSTRACT

PEROLEHAN SISWA SETELAH MENGIKUTI LAYANAN KONSELING PERORANGAN

Jurnal Konseling dan Pendidikan

HUBUNGAN KONSEP DIRI SISWA DENGAN TINGKAH LAKU SOSIAL SISWA

SKRIPSI. Oleh Fera Praciliani NIM

HUBUNGAN ANTARA INTIMASI DALAM KELUARGA DENGAN TINGKAH LAKU AGRESIF PADA SISWA

PERSEPSI SISWA TENTANG LAYANAN INFORMASI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA YANG DIBERIKAN GURU BK SMAN 1 KUBUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu tentunya menginginkan kehidupan yang bahagia. Kehidupan bahagia

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

MASALAH-MASALAH INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA DI SEKOLAH

BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

Capaian Tugas Perkembangan Sosial Siswa dengan Kelompok Teman Sebaya dan Implikasinya Terhadap Program Pelayanan Bimbingan dan Konseling

PERAN ORANG TUA DALAM MENGATASI TINGKAH LAKU AGRESI REMAJA DI TANAH SIRAH KELURAHAN KALUMBUK KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG

EMOSI NEGATIF SISWA KELAS XI SMAN 1 SUNGAI LIMAU

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

Jurnal Counseling Care Volume 1, Nomor 1, Bulan April, 2017

BENTUK KONFORMITAS DALAM PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK KELAS XI SMAN 1 KOTO XI TARUSAN JURNAL NOVI ERISTA

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN EFIKASI DIRI DALAM MEMECAHKAN MASALAH PADA REMAJA ASUH DI PANTI ASUHAN SINAR MELATI SLEMAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Zahroh Nur Sofiani Suryana, 2013

oleh: ARI DARMANSYAH Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya masyarakat, tanggung jawab penjagaan, perawatan, dan pengasuhan anak

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL ORANG TUA DENGAN KESIAPAN REMAJA MENGHADAPI PUBERTAS DI SMP N 2 KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

FIFELNI ERNI NPM:

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN KEMAMPUAN BERSOSIALISASI PESERTA DIDIK DI SMKN 4 PADANG

HUBUNGAN KONSEP DIRI AKADEMIK DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

PROFIL PERKEMBANGAN KONSEP DIRI REMAJA DI KELURAHAN KALUMBUK KECAMATAN KURANJI PADANG

Faktor Penyebab dan Peranan Orang Tua terhadap Remaja Penyalahguna Narkoba di Yayasan Lantera Minangkabau. Oleh: Melyulida Putri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DIRI PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 10 PADANG JURNAL ESA JUNITA NPM

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 10 KOTA JAMBI. Oleh: HENNI MANIK NIM:ERA1D009123

KONSEP DIRI DITINJAU DARI DUKUNGAN TEMAN SEBAYA PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN QOSIM AL-HADI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

BAB I PENDAHULUAN. Sejak pertama kali kita dilahirkan, kita langsung digolongkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HUBUNGAN SOSIAL PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 10 PADANG JURNAL

POLA ASUH KELUARGA BROKEN HOME DALAM PROSES PERKEMBANGAN ANAK DI DESA SUMBEREJO, KECAMATAN MADIUN, KABUPATEN MADIUN ABSTRAK

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Jurusan Bimbingan dan Konseling FKIP UNP Kediri

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

Jurnal Counseling Care Volume 1, Nomor 1, Bulan April, 2017 PROFIL DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA SISWA DI SMP NEGERI KECAMATAN BATANG KAPAS PESISIR SELATAN

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

DOI: /jkg.v3i Universitas Muria Kudus Print ISSN Online ISSN X

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebaliknya, masa tua dijalani dengan rasa ketidak bahagiaan, sehingga

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Diri Pada Remaja Awal Di SMK PGRI 3 KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja dianggap sebagai masa transisi dari masa kanak-kanak ke

The Counselor Role in Developing the Talents of Students Through the Placement Services in the Fields SMP 27 By:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

STUDI DESKRIPTIF TENTANG MODEL EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA NEGERI DI KABUPATEN BANTUL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERBEDAAN SELF-ACCEPTANCE (PENERIMAAN DIRI) PADA ANAK PANTI ASUHAN DITINJAU DARI SEGI USIA

Transkripsi:

TINGKAT KESEPIAN REMAJA DI PANTI ASUHAN X KOTA PADANG Dessy Rahmi Utami Riska Ahmad Ifdil Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Padang e-mail: dessyutami85@yahoo.com Info Artikel Sejarah artikel Diterima Pebruari 2017 Disetujui Mei 2017 Dipublikasikan Juni 2017 Kata Kunci: Kesepian, Remaja, Bimbingan dan Konseling Keywords: Loneliness, Adolescent, Guidance and Counseling Abstrak Subjek dari penelitian ini adalah 32 orang remaja yang tinggal di panti asuhan X. Instrumen yang digunakan adalah skala tingkat kesepian remaja. Analisis deskriptif dengan rumus persentase untuk mendeskripsikan tingkat kesepian remaja. Temuan penelitian mengungkapkan bahwa (1) tingkat kesepian remaja di panti asuhan X secara keseluruhan pada umumnya berada pada kategori sedang (47%), (2) tingkat kesepian emosional remaja di panti asuhan X pada umumnya berada pada kategori sedang (38%), (3) tingkat kesepian sosial remaja di panti asuhan X pada umumnya berada pada kategori sedang (34%), (4) tingkat kesepian hidup remaja di panti asuhan X pada umumnya berada pada kategori rendah (41%), dan( 5) tingkat kesepian figur remaja di panti asuhan X pada umumnya berada pada kategori sedang (31%). Penelitian ini merekomendasikan kepada pengasuh dan pengurus panti untuk lebih memperhatikan dan memahami permasalahan yang berkaitan dengan perasaan remaja di panti asuhan dan lebih memperhatikan kebutuhan psikologis remaja seperti kebutuhan akan kasih sayang, perhatian, komunikasi remaja dengan keluarganya serta kebutuhan sosial remaja seperti pengembangan keterampilan sosial remaja. Abstract The subject of the study was 32 teenagers who lived in the orphanage X. The instrument used was a lonely teenager scale level. Descriptive analysis with a percentage formula to describe the level of adolescent loneliness. The research findings revealed that (1) the level of lonely teenagers in orphanages X as a whole are generally in middle category (47%), (2) the level of emotional loneliness teenagers at the orphanage X in general are in the medium category (38%), ( 3) the level of social loneliness teenagers in orphanages X in general are in the medium category (34%), (4) the level of existential loneliness teenagers in the orphanage X in general are in the low category (41%), and (5) the level of representational loneliness teenagers in the orphanage X in general are in the medium category (31%). The study recommends to caregivers and administrators of institutions to pay more attention and to understand the problems associated with feelings of teenagers in orphanages and more attention to the psychological needs of adolescents as the need for love, attention, adolescent communication with their families and social needs of adolescents as developing social skills of teenagers. DOI: http://dx.doi.org/10.24176/jkg.v3i1.815 2017 Universitas Muria Kudus Print ISSN 2460-1187 Online ISSN 2503-281X Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 1

PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak menuju masa dewasa. Masa di mana individu meninggalkan masa anak-anaknya memasuki masa dewasa. Hal ini dijelaskan oleh Batubara (2010), remaja adalah masa peralihan yang dilalui individu saat beranjak dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja yang dilalui individu dimulai dari usia 10 tahun sampai usia 20 tahun (WHO dalam Sarwono, 2012). Pada periode perkembangannya, remaja dituntut untuk menguasai salah satu tugas perkembangan yaitu perkembangan sosial. Pada periode ini, individu tidak hanya dituntut untuk bersosialisasi dengan keluarga, namun juga dengan masyarakat sehingga individu dapat berbaur dan menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku dimasyarakat (Prayitno, 2006). Jika remaja tidak dapat memenuhi tugas perkembangan ini, maka remaja akan dikucilkan, terasing bahkan merasa kesepian. Kesepian ialah seperangkat perasaan yang kompleks meliputi reaksi terhadap kebutuhan sosial yang tidak terpenuhi (Margalit, 2010). Margalit (2010) juga mengungkapkan bahwa kesepian yang dialami oleh individu dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu, kesepian emosional, kesepian sosial, kesepian hidup, dan kesepian figur. Heinrich (dalam Myer,2012) menyatakan kesepian lebih banyak dialami oleh remaja dibandingkan orang dewasa. Burns (1988) menyatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan kesepian diantaranya yaitu perasaan rendah diri, rasa terasing dan terkucil, dan takut membuka diri. Individu yang kesepian akan merasa dirinya tidak bahagia, tidak menarik, takut membuka diri, mudah depresi dan merasa terasing (Lake,1986). Selanjutnya Sudarman (2010) menyatakan individu yang mengalami kesepian memiliki masalah dalam memandang dirinya, merasa tidak berguna, merasa gagal, merasa tidak ada yang peduli, merasa terpuruk dan berbagai perasaan negatif lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesepian tertinggi berada pada remaja dan yang terendah terjadi di antara orang yang lebih tua (Sears, 1999). Hal ini didukung dengan penelitian Parlee (dalam Sears, 1999) yang menemukan bahwa 79% orang yang berusia di bawah 18 tahun mengatakan bahwa mereka kadang-kadang atau sering kali merasa kesepian dibanding dengan orang yang berusia di atas 55 tahun yang hanya 37%. Perasaan kesepian dan rendahnya dukungan sosial pada remaja menimbulkan resiko depresi dan kecendrungan untuk bunuh diri (Lasgaard,2011). Dampak yang muncul dari perasaan kesepian ini tidak akan berlarut-larut jika remaja mampu bersosialisasi dan memiliki keterampilan sosial. Keterampilan sosial pertama kali didapatkan remaja dari keluarganya. Sears (dalam Prayitno, 2006) mengungkapkan ada dua cara bagi remaja dalam mempelajari tingkah laku sosial yaitu dengan: 1) memperoleh kepuasan atau menghindari ketegangan, 2) meniru, mengintimidasi atau observasi, orangtua dan keluargalah yang berperan penting dalam proses ini. Keluarga merupakan lingkungan pertama tempat anak-anak mempelajari proses sosialisasi (Prayitno, 2006). Namun, pada kenyataannya tidak semua remaja mendapatkan fungsi dari keluarga tersebut, dimana remaja harus berpisah dari keluarganya atau menjadi anak yatim piatu yang pada akhirnya mereka dititipkan di panti asuhan. Panti asuhan merupakan suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak-anak terlantar serta melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar yang memberikan pelayanan pengganti atau Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 2

perwalian anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh (Depsos RI dalam Wikipedia.org). Pada BAB IV Permensos RI NO 30 tahun 2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak Untuk Lembaga Kesejahteraan menjelaskan bahwa lembaga kesejahteraan sosial anak (panti asuhan) harus berperan sebagai pengganti orangtua untuk sementara bagi anak yang di tempatkan di lembaga kesejahteraan sosial anak dan bertanggung jawab untuk memenuhi hak-hak anak. Namun, Margareth (dalam Hurlock, 1980) mengugkapkan bahwa perawatan anak di yayasan sangat tidak baik, karena dipandang sebagai makhluk biologis bukan sebagai makhluk psikologis dan makhluk sosial. Dari penyebaran skala kesepian yang penulis sebarkan kepada 23 orang remaja penghuni panti asuhan X pada tanggal 16 Maret 2016 di dapatkan bahwa 6 orang memiliki skor kesepian tinggi, 10 orang memiliki skor kesepian sedang, dan 7 orang memiliki skor kesepian rendah. Dari 23 orang remaja yang mengisi skala sederhana, 10 orang diindikasi mengalami kesepian sosial dengan perasaan merasa diasingkan, susah akrab dengan sejumlah teman dan kesulitan dalam berteman, 14 orang diindikasi mengalami kesepian hidup dengan perasaan merasa kosong, tidak puas dan merasa tidak banyak orang yang mau menghabiskan waktu bersama mereka, dan 13 diindikasi mengalami kesepian figur dengan perasaan tidak ada yang peduli dengan keadaan yang dialami dan mengerti dengan perasaan mereka. Selanjutnya, wawancara yang penulis lakukan kepada pengurus panti asuhan X pada tanggal 17 Maret 2016 didapatkan data bahwa anak penghuni panti asuhan mulai tinggal di panti pada saat berusia 4 tahun sampai 8 tahun. Selanjutnya pengurus panti mengungkapkan bahwa beberapa anak tidak saling berkomunikasi dengan baik. Jadi, oleh karenanya penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan tingkat kesepian remaja di panti asuhan X kota Padang. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode kuantitatif (Arikunto, 2010). Subjek dari penelitian ini adalah 33 orang remaja yang tinggal di panti asuhan X (Idrus,2009). Instrumen yang digunakan skala model likert (Yusuf,2013). Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan rumus persentase (Yusuf,2013). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengolahan data, maka hasil penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Tingkat Kesepian Remaja di Panti Asuhan X Secara Keseluruhan kesepian remaja di panti asuhan X secara keseluruhan Tabel 1. Deskripsi Tingkat Kesepian Remaja Secara Keseluruhan Sangat Tinggi 139 3 9 Tinggi 117 s/d < 139 6 19 Sedang 95 s/d < 117 15 47 Rendah 73 s/d < 95 6 19 Sangat Rendah < 73 2 6 Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 3

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada umumnya tingkat kesepian remaja berada pada kategori sedang (47%). Hal ini berarti remaja panti asuhan X kota Padang pada umumnya cukup kesepian. Perasaan kesepian remaja ini diduga timbul akibat kurang didapatkannya kasih sayang dari pengasuh panti. Selain itu, kesepian ini juga diduga muncul akibat kurangnya keterampilan sosial yang dimiliki oleh remaja dan juga perasaan sedih remaja berpisah dari orangtua dan keluarga. Perasaan kesepian dapat timbul dari berbagai faktor, salah satunya adalah pengalaman penolakan dini dari orang tua adalah pengalaman kesepian pada masa kanak-kanak (Lake, 1986). Sears (1999) menyatakan anak-anak yang kehilangan kasih sayang orang tuanya karena kematian atau perceraian akan lebih peka terhadap kesepian dimasa dewasanya. Tingkat Kesepian Emosional Remaja di Panti Asuhan X kesepian emosional remaja di panti asuhan X Tabel 2. Deskripsi Tingkat Kesepian Emosional Remaja di Panti Asuhan Sangat Tinggi 27 3 9 Tinggi 22 s/d <27 8 25 Sedang 16 s/d <22 12 38 Rendah 11 s/d <16 8 25 Sangat Rendah < 11 1 3 Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada umumnya tingkat kesepian emosional remaja berada pada kategori sedang (38%). Padang pada umumnya cukup kesepian. Kesepian emosional ini dapat dilihat dari perasaan remaja yang merasa teman di panti tidak menyayanginya, merasa rindu dengan keluarga, ingin mendapatkan kasih sayang yang tulus dari orangtua, merasa sedih tidak dapat tinggal bersama keluarga dan merasa kecewa dengan keluarga yang tidak berkunjung ke panti asuhan. Sears (1999) mengungkapkan kesepian emosional muncul akibat hilangnya kasih sayang yang intim yang biasanya didapatkan dari orang tua atau teman dekat. Lebih lanjut, Sears (1999) mengungkapkan anak-anak yang kehilangan kasih sayang orangtua akan peka terhadap kesepian pada masa dewasanya. Tingkat Kesepian Sosial Remaja di Panti Asuhan X kesepian sosial remaja di panti asuhan X Tabel 3. Deskripsi Tingkat Kesepian Sosial Remaja di Panti Asuhan Sangat Tinggi 29 2 6 Tinggi 23 s/d <29 8 25 Sedang 18 s/d <23 11 34 Rendah 12 s/d <18 10 31 Sangat Rendah < 12 1 3 Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 4

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada umumnya tingkat kesepian sosial remaja berada pada kategori sedang (34%). Padang pada umumnya cukup kesepian. Kesepian sosial ini dapat dilihat dari perasaan yang muncul pada remaja yaitu merasa kehilangan komunikasi dengan keluarga, malu memulai pembicaraan dengan orang lain, dan tidak tau cara beradaptasi di lingkungan panti. Sears (1999) mengungkapkan individu akan mengalami kesepian sosial jika kehilangan hubungan secara sosial atau kehilangan hubungan komunikasi. Perasaan kesepian sosial remaja diduga muncul akibat proses perkembangan sosial remaja yang terganggu. Tingkat Kesepian Hidup Remaja di Panti Asuhan X kesepian hidup remaja di panti asuhan X Tabel 4. Deskripsi Tingkat Kesepian Hidup Remaja di Panti Asuhan Sangat Tinggi 73 2 6 Tinggi 60 s/d <73 11 34 Sedang 47 s/d <60 5 16 Rendah 34 s/d <47 13 41 Sangat Rendah < 34 1 3 Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada umumnya tingkat kesepian hidup remaja berada pada kategori rendah (41%). Padang pada umumnya kurang kesepian. Kesepian hidup ini dapat dilihat dari rendahnya frekuensi perasaan terasing, tidak berdaya dan tidak bermakna pada remaja. Margalit (2010) menjelaskan bahwa orang yang mengalami kesepian hidup akan menarik diri dari keterasingan pribadi. Suatu kondisi keadaan mendasar dan dihubungkan dengan perasaan tidak bermakna, ketidak berdayaan, kesendirian dan kehilangan kebebasan. Tingkat Kesepian Figur Remaja di Panti Asuhan X kesepian figur remaja di panti asuhan X Tabel 5. Deskripsi Tingkat Kesepian Figur Remaja di Panti Asuhan Sangat Tinggi 19 2 6 Tinggi 15 s/d <19 9 28 Sedang 12 s/d <15 10 31 Rendah 8 s/d <12 9 28 Sangat Rendah < 8 2 6 Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada umumnya tingkat kesepian figur remaja berada pada kategori sedang (31%). Padang pada umumnya cukup kesepian. Kesepian figur ini dapat dilihat dari perasaan yang muncul pada remaja yaitu merasa tidak senasib dan tidak di pahami orang lain pada Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 5

frekuensi sedang. Margalit (2010) mengungkapkan kesepian figur terjadi ketika kesadaran orang lain bertentangan dengan diri individu yang tidak pernah bisa dipahami oleh orang lain, karena individu merasa orang lain tidak mengalami apa yang individu rasakan. PENUTUP Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat kesepian remaja di panti asuhan X secara keseluruhan pada umumnya berada pada kategori sedang, tingkat kesepian emosional remaja di panti asuhan X pada umumnya berada pada kategori sedang, tingkat kesepian sosial remaja di panti asuhan X pada umumnya berada pada kategori sedang, tingkat kesepian hidup remaja di panti asuhan X pada umumnya berada pada kategori rendah, tingkat kesepian figur remaja di panti asuhan X pada umumnya berada pada kategori sedang. Penelitian ini menyarankan kepada pengasuh dan pengurus panti asuhan X untuk lebih memperhatikan dan memahami permasalahan yang berkaitan dengan perasaan remaja di panti asuahan dan lebih memperhatikan kebutuhan psikologis remaja seperti kebutuhan akan kasih sayang, perhatian, komunikasi remaja dengan keluarganya serta kebutuhan sosial remaja seperti pengembangan keterampilan sosial remaja. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Batubara, J. R. L.. (2010). Adolescent Development (Perkembangan Remaja). Jurnal Sari Pediatri. Vol 12. No. 1, 21-9. Burns, D. D. (1988). Mengapa Kesepian. Alih Bahasa: Anton Soetomo. Jakarta: Erlangga. Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan. Alih Bahasa: Istiwidaytanti. Jakarta: Erlangga. Idrus, M. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: Erlangga Lake, T. (1986). Loneliness. London: Sheldon Press. Lasgaard, M. (2011). Loneliness And Social Support In Adolescent Boys With Autism Spectrum Disorders. J Autism Dev Disord. 40. 218-226. Margalit, M. (2010). Lonely Children and Adolescent. New York: Springer. Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial. Alih Bahasa: Aliya Tusyani dkk. Jakarta: Salemba Humanika. Permensos RI No 30 tahun 2011 Tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial. Prayitno, E. (2006). Psikologi Perkembangan Remaja. Padang: Angkasa Raya. Prayitno, E. (2006). Psikologi Orang Dewasa. Padang: Angkasa Raya. Sarwono, S. W. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers. Sears, D. O. (1999). Psikologi Sosial. Alih Bahasa: Michael Adryanto. Jakarta: Erlangga. Sudarman. (2010). Kesepian pada Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan. Jurnal psikologi Gunadarma. Wikipedia. Pengertian Panti Asuhan. (Internet) dalam https://id.wikipedia.org/wiki/pa nti_asuhan. Akses tanggal 14 Mai 2016. Yusuf, A. M. (2005). Metodologi Penelitian. Padang: UNP Press Padang. Dipublikasikan oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muria Kudus 6